Mama Muda Janda Kaya
4. Scene 5

05. FADE IN – FLASH BACK – MONTAGE – INT – MALAM HARI

Cast : Nikita Adriani (27 tahun), Nikita remaja, Serbia remaja, Sherly (19 tahun), Yunus (38 tahun), Devan, Extras pria, wanita, dan para murid.

 

Pertengkaran mulut antara suami istri terjadi di ruang tengah, hingga si suami menjambak rambut istrinya, lalu menyeretnya. Kejadian tersebut disaksikan oleh seorang gadis (Nikita remaja) yang bersembunyi di belakang lemari.

 

DISSOLVE TO – INT – SIANG HARI

 

Jam istirahat sekolah, satu meja di dalam kelas.

 

NIKITA REMAJA

 

Hah?!

(Membuka mata dan menarik napas panjang, teringat akan pertengkaran ayah dan ibunya)

 

ACT — Ia beranjak dari tempat duduk, begegas ke luar kelas. Seorang temannya (Serbia remaja) memperhatikan dan mengikutinya ke taman belakang sekolah.

 

CUT TO – EKS – TAMAN BELAKANG

 

Nikita Remaja tengah menangis.

 

 SFX

 

Krekk.

(Serbia remaja menginjak dahan kering)

 

Nikita Remaja berdiri, mengelap wajahnya dengan tangan.

                                                   

SERBIA REMAJA

 

Lo kenapa, Nik?

(Raut khawatir)

 

 

NIKITA REMAJA

 

Gak papa.

(Berbalik badan dan melangkah)

 

Serbia Remaja mengejar, berdiri di hadapannya. 

 

SERBIA REMAJA

 

Jangan bohong, Nik. Lo bisa curhat ke gue kalo ada apa-apa.

(Serbia langsung memeluknya, Nikita pun menangis)

 

 

CUT TO – INT – RUANG MEETING

 

CU — Nikita tersenyum, membayangkan masa dahulu bersama Serbia (Esok hari akan bertemu/menghadiri acara reuni). Ia kemudian mengetuk permukaan meja. 

 

NIKITA

 

Suruh mereka masuk.

(Berbicara pada Sherly)

 

Sherly membawa masuk dua orang pria dan mempersilakan duduk di depannya.

 

NIKITA – CONT’D

 

So... apa yang kalian bisa tawarkan pada saya?

 

 

PRIA

 

Terus terang, Bu. Kami ingin Ibu berinvestasi untuk pengembangan usaha kami.

 

 

NIKITA

 

Bergerak di bidang apa?

 

 

PRIA

 

Seni dan hiburan, Bu. Kami produksi film indie, dan sudah berjalan selama dua tahun. Ibu bisa melihat film-film kami di Youtube. Kami hanya butuh sedikit dorongan dari Ibu.

(Teman si pria hanya mengangguk-angguk sambil memandang wajah Nikita)

 

 

NIKITA

 

Wahh, kayaknya keren nih.

(Tersenyum dan berbicara pelan)

Oke, sebelum bicara lebih jauh, saya mau tanya, siapa yang bawa kalian ke sini?

 

 

PRIA

 

(Berpandangan dengan temannya)

Hmmm. Sherly, Bu. Dia juga salah satu artis kami.

 

 

INSERT – Ketika namanya disebut, sekertaris Nikita itu terkaget.

 

 

NIKITA

 

Hah! Jadi dia bisa akting? Kok dia gak bilang sama gue?

 

 

PRIA

 

Iya, Bu. Aktingnya bagus lho, Bu.

(Menimpali)

 

 

NIKITA

 

Okee... coba saya lihat dulu proposalnya.

(Pria itu menyodorkan proposal)

 

 

SHERLY

 

(Beberapa saat kemudian)

Ibu, maaf, Pak Yunus dan Devan sudah datang.

(Berdiri di sisi meja)

 

NIKITA

 

Oh... sebentar yaa.

(Menengok pada dua pria)

Atau gini aja deh. Ini proposal saya terima dan saya pelajari dulu. Nanti saya kabarkan lewat dia.

(Menunjuk pada Sherly)

 

 

PRIA

 

Baik, Bu. Terima kasih banyak, Bu.

 

 

NIKITA

 

Yah.

(Membalas cepat dan mengangguk)

 

 

Keduanya pun diantar keluar ruangan oleh Sherly. Setelah itu ia membawa masuk dua orang pria.

 

 

NIKITA

 

Gimana, hasil?

(bertanya pada Yunus)

 

 

YUNUS

 

Hmmm, gini, Bu. Kata istrinya, sertifikat bangunan itu masih ada sangkutan sama pihak Bank. Jadi sampai sekarang, kami belum dapat tanda tangannya.

 

 

NIKITA

 

Goblok!

(Beranjak dari kursi)

Itu artinya udah ada orang yang nawar duluan.

 

 

NIKITA – CONT’D

 

Sebelum berangkat tadi kan gue dah bilang, harus dapet! Harusnya lo tanya, berapa sangkutannya? Terus lo sumpel tuh mulut istrinya sama uang sepuluh juta. Gue gak butuh bangunannya, gue butuh tanahnya, lokasinya.

 

 

YUNUS

 

Iya, Bu, maaf.

 

 

NIKITA

 

Maaf, maaf... Sekarang lo minta uang sama si Yuli, terus balik lagi ke sana. Maaf lo baru gue terima kalo udah dapet kesepakatannya!

 

 

YUNUS

 

Baik, Bu. 

 

Yunus dan Devan keluar ruangan. Nikita kembali duduk. 

 

NIKITA

 

Sher, sini lo.

 

 

SHERLY

 

(Mendatanginya dengan menunduk)

Iya, Bu.

 

 

NIKITA

 

Lo ngapain takut? Gue juga bisa akting kali. Gue tahu, tujuh puluh persen, mereka gak akan dapat.

 

 

NIKITA – CONT’D

 

(Menghela napas)

Coba ceritain tentang diri lo di luar kerja di sini. Duduk lo.

 

 

SHERLY

 

Baik, Bu.

 

 

SHERLY – CONT’D

 

Sherly baru belajar dunia akting sekitar satu tahun yang lalu. Tapi sebenarnya belum jadi pemeran utama sih, Bu, hanya pemeran pendukung aja.

 

 

NIKITA

 

Okee... Coba lo nangis sekarang.

(Duduk santai seakan menonton sebuah pertunjukan)

 

 

SHERLY

 

(Raut gugup dan mencoba)

Sherly gak bisa, Bu. Hahaha.

 

 

NIKITA

 

Ckkk. Lo gimana mau jadi artis yang sukses?

 

 

SHERLY

 

Sherly gak bisa kalo di depan Bu Niki.

 

 

NIKITA

 

Bisa. Anggap aja saya gak ada di sini. Ayo coba lagi.

 

 

SHERLY

 

Huff...

(Menarik napas panjang dan berpikir serius. Tak lama kemudian ia benar-benar menangis)

 

 

NIKITA

 

Hahaha.

(Bertepuk tangan pelan)

Hebat kamu, Sher. Serius, saya akan bantu semampu saya untuk karir kamu di dunia entertain. Saya kenal beberapa dari mereka yang udah terkenal.

 

 

SHERLY

 

(Mengambil tissu dan membasuh pipi)

Makasih, Bu. Makasih.

 

 

NIKITA

 

Yah. Ada yang mau kamu tanyakan?

 

 

SHERLY

 

Hmmm, itu, Bu. Gimana sih cara ibu bisa membangun semua ini?

 

 

NIKITA

 

(Agak terkejut dan mengambil napas panjang)

Semua ini nikmat dari Tuhan, Sher.

 

 

SHERLY

 

(Raut berpikir)

Iya, sih, Bu, tapii...

 

 

NIKITA

 

Jawab yang jujur, kamu pernah dengar cerita-cerita dari rekan senior, kalau perusahaan ini adalah pemberian mendiang suami saya?

 

 

SHERLY

 

(Cukup lama memandang Nikita)

Iya, Bu.

 

 

NIKITA

 

Oke, gak papa.

 

 

NIKITA – CONT’D

 

Tapi walaupun diwariskan sama beliau, kalau kitanya gak mampu, gak mungkin bisa jalan juga kan?

 

 

SHERLY

 

Iya, Bu.

 

 

NIKITA

 

Mendiang suami saya memberikan semua ini, justru karena mengerti, kalau cuma saya yang bisa meneruskan jerih payahnya.

(Matanya memandang langit-langit ruangan)

Di dunia ini, dia adalah satu-satunya orang yang melihat saya sebagai saya.

(Matanya berlinang)

 

 

CU

Sebuah foto laki-laki tua di dinding, belakang meja Nikita.

 

 

NIKITA - VO

 

Jadi, kerja keras itu jauh lebih penting.

 

 

SHERLY - VO

 

Iya, Bu.

 

 

NIKITA

 

(Matanya masih berlinang)

Oh ya, kalau orang tua kamu asli mana?

 

 

SHERLY

 

Hmm, bapak Sherly masih keturunan Tionghoa. Sedangkan ibu Sherly berdarah Jawa.

 

 

NIKITA

 

Oh, kamu berapa bersaudara?

 

 

Dissolve out - Mereka pun lanjut berbincang tanpa terdengar suara percakapan.

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar