LANDAK TANPA PERSAHABATAN
1. ACT 1 Setelah Semua Penolakan

ACT I

1       EXT. PESISIR DANAU TOBA-SIANG HARI

Naya menyeret kopernya dan berjalan mendekati seorang anak kecil yang sedang menikmati minuman bersoda. Penampilannya bukan seperti pengunjung, tapi penduduk setempat. Naya berhenti sejenak, menarik napas dan memantapkan kembali langkah. Setelah berdiri tepat di hadapan gadis kecil, ia mensejajarkan tinggi mereka, lalu memasang senyum ramah.

 

NAYA

Wah, adek suka minuman kayak gini ya!? Kalau Kakak beliin lagi, adek mau nggak sahabatan sama Kakak?

 

Anak kecil itu mengekspresikan ketakutan. Melangkah mundur perlahan. Lalu berteriak dengan kencang.

 

TARGET 1

OMAK ADONG PANAKKO DAKDANAK!!!1

 

Anak kecil yang tampak ketakutan itu segera melemparkan botol minuman ke arah Naya, tapi meleset. Ia pun berlari dengan cepat untuk menjauhi Naya. Naya yang masih menekuk kedua kaki kembali mengambil sikap tegap, bibirnya manyun ke depan.

 

Naya terlihat mengetuk-ngetuk bibirnya dengan jari telunjuk kanan, sedang tangan kiri untuk berkacak pinggang. Pandangan mata menyusuri setiap pesisir danau. Setelah celingak-celinguk, mata Naya terhenti pada sosok gadis yang tengah asyik berfoto ria. Naya berseru sambil menepuk tangannya dengan semangat.

 

NAYA

Aha! Dia pasti orang yang tepat!

 

Naya menarik kopernya dan berjalan menghampiri target.

 

Gaya berfoto yang tadinya cukup anggun, kini berubah drastis saat ponsel diposisikan  untuk siaran langsung. Ia juga tak lupa mengambil ulos dari dalam tas dan memasangkannya pada bahu kanan.

 

TARGET 2

Oke guys. Setelah aku tadi poto-poto, sekarang aku akan siaran langsung. Biar kalian juga bisa melihat pemandangan Danau Toba yang indah ini. So, tetap kalian pantengin pesbuk aku ya! HORAS TANO BATAK!2

Tangan kanan gadis itu mengepal dan dihentakkan tanda semangat yang sedang membara.

NAYA

Permisi. Aku Naya. Em… boleh kenalan nggak?

 

TARGET 2

Bolehlah, namaku Tiur, Tiur ma ari-ari na ro.3 Aku boru-budur4. He…he…he canda borobudur. Eh! Nanti kita martutur5 kalau udah banyak yang masuk live ku ya!

 

NAYA

Kau mau jadi sahabatku? (Melipat kedua tangan seolah memohon penuh harap)

 

TARGET 2

Bah… apanya kau ini!? Sahabat pulak kau bilang, semua yang ada di tano Batak ini saudara bukan sahabat!

 

Tanpa sadar, Naya sudah menghentakkan kedua tangannya.

 

NAYA

Saudaraku udah banyak, aku butuhnya sahabat. SA-HA-BAT!! (Setengah teriak)

 

Sebelum benar-benar menghindar, gadis yang diajak Naya berbicara bergumam pelan, seolah berbisik pada diri sendiri.

 

TARGET 2

(Menutup setengah mulut dengan tangan) Bah yang udah gilak rupanya dia. Ehe tahe, seang ni dodaki!6

 

Target 2 pun meninggalkan Naya dengan gaya maling yang takut ketahuan. Naya yang kembali mendapat penolakan, menghela napas lelah. Langkah kaki semakin sarat, koper yang berat terus dipaksa bergerak walau lambat. Ia terus berjalan, tanpa memandang ke arah depan, tatapannya hanya tertuju pada pijakan kaki.

 

PENJUAL

Dek… O, dek… sini singgah di kedai Namboru7! Makan, minum… makan, minum…!

 

Naya memasang wajah lesu, tak bersemangat dan suaranya pun lemah.

 

NAYA

Enggak Namboru. Butuhnya sahabat bukan makan.

 

PENJUAL

Jangankan sahabat, teman dekat, teman biasa, teman hidup, sampai kumpulan ternak pun ada!

 

Penjual yang terlihat memakai penutup kepala dari kain sarung, segera menarik tangan Naya dengan semangat. Diarahkannya langkah Naya pada sebuah warung kecil. Setelah tangan Naya dilepaskan, penjual itu masuk ke dalam dengan niat mengambil daftar menu. Naya segera mengambil sebotol air mineral yang berjejer rapi di meja penjualan.

 

NAYA

Aku beli ini ajalah Namboru.

 

Penjual langsung membalikkan badan menghadap Naya. Naya mengeluarkan uang dua puluh ribuan, lalu bergegas pergi. Penjual memasang wajah kebingungan, dipandangnya uang dan juga sosok Naya secara bergantian. Ia tahu meski tempat wisata, uang itu masih terlalu banyak jika hanya untuk sebotol air mineral. Penjual merogoh tas kecilnya, memasukkan uang yang diberi Naya, lalu mengambil selembar uang lima ribuan dan selembar uang sepuluh ribuan. Ia bergegas menyusul Naya.

 

PENJUAL

Sahabat itu bukan dicari, tapi cukup kau temukan di lubuk hatimu terdalam.

 

Diraihnya tangan Naya, diberikannya uang kembalian milik Naya. Ditutupnya telapak tangan Naya dan menepuk pelan sebanyak dua kali. Setelah melempar senyum iba, penjual pun kembali ke pekerjaannya.

 

NAYA

Sayangnya tidak ada seorang pun yang ingin kutemukan. (Lirihnya pelan)

 

Naya memasukkan lembaran yang ditangan ke dalam tas kecil yang disandangnya. Diraihnya kembali gagang koper, lalu kembali berjalan tanpa tujuan.

 

2       EXT. PESISIR DANAU TOBA-SORE HARI

 

Naya duduk sendirian di sebuah batang pohon yang tumbang. Ia melepas ikat rambut dari pergelangan tangan, menguncir rambut gaya ekor kuda dan mengibas-ngibaskan tangan untuk menghasilkan angin tambahan. Tiba-tiba seorang bapak paruh baya mengambil posisi tepat di sampingnya.

 

BAPAK PARUH BAYA

Adek lagi liburan juga?

 

Naya yang bersikap seolah tak peduli, menjawab dengan sekenanya. Digenggamnya botol air mineral yang tadi dibeli.

NAYA

Iya Pak. (Angguk Naya canggung)

 

BAPAK PARUH BAYA

Sendiri? (Memicingkan sebelah mata)

 

NAYA

Begitulah. Bapak liburan sama keluarga?

 

Naya merasa tenggorokannya sedikit kering, ia membuka tutup botol dan meneguk air. Bapak paruh baya hanya menggeleng. Lalu ia tersenyum sambil memandangi leher Naya yang jenjang dengan ekspresi mesum. Naya yang sadar sedang dilirik, segera menutup botol minum dengan terburu-buru.

 

BAPAK PARUH BAYA

Bapak juga liburan sendiri. (Melirik koper, jeda) Belum

sewa penginapan? Mau satu penginapan sama Bapak nggak?

 

NAYA

Eng… gak usah Pak. Aku bisa cari penginapan sendiri.

 

Naya mulai memasang wajah tak nyaman. Ia segera berdiri dan memasang kuda-kuda untuk lari, tapi pergelangan tangannya tertahan oleh genggaman Bapak paruh baya.

 

BAPAK PARUH BAYA

Udah tidak apa-apa, nanti kutambahi pun uang jajanmu!

 

Bapak itu berbisik genit. Naya menarik tangannya beberapa kali, akhirnya genggaman itu pun lepas. Namun, kini tas kecil Naya menjadi sasaran. Tanpa pikir panjang, Naya berlari merelakan tas dan kopernya karena ketakutan yang luar biasa.

 

3       EXT. DI DEPAN SEBUAH RESTORAN KECIL-MALAM HARI

Naya memegangi perutnya yang terus-terusan berbunyi. Ia menelan air liur beberapa kali sembari menatap tamu-tamu yang sedang makan dari kejauhan.

 

NAYA

AH…!! Mana aci8 kayak gini. Aku harus rebut tasku kembali. Iya kali niat liburan, malah mati kelaparan!?

 

Naya menghentakkan kakinya dan memasang sebuah kepalan tangan. Kakinya sudah siap melangkah. Namun, sebuah suara menghentikan niatnya.

 

LOVATO

Kak Naya! (Menghampiri Naya)

 

NAYA

Manggil aku!? (Menunjuk diri sendiri)

 

LOVATO

Iya. Kak Naya’kan? Tadi kebetulan aku lihat Kakak lagi digangguin orang dan aku coba bantuin buat ngerebut tas sama kopernya. Maaf tadi aku periksa dompetnya buat lihat KTP, soalnya tadi wajah Kakak kurang jelas. (Menyerahkan tas dan koper)

 

NAYA

Ma-makasih. (Pandangan kagum dan mendalam)

 

Kalimat Lovato barusan, berulang-ulang terdengar di telinga Naya. Dari logat bicaranya, ia bukan berasal dari Sumatra. Naya semakin tenggelam dengan matanya yang tampak berbinar.

 

LOVATO

Sama-sama. Sekarang Kakak mau ke mana? Mau direkomendasikan penginapan yang aman Nggak?

 

Tatapan kagum Naya terhenti. Ia mundur beberapa langkah dan mulai memasang raut curiga.

 

LOVATO

Eh, tenang aja Kak, jangan takut! Aku bukan oknum yang tidak bertanggung jawab. Kenalin, aku Lovato. Kebetulan aku sedang melakukan penelitian skripsi di daerah sini.

 

Lovato mengeluarkan KTP dan surat ijin penelitian yang selalu dibawa ke mana-mana. Naya memperhatikan alamat Lovato yang ternyata berasal dari Bandung, Naya lanjut memperhatikan asal perguruan tinggi Lovato yang ternyata beralamat di Medan. Naya membentuk huruf ‘O’ pada mulutnya, kemudian memberikan kedua benda pada Lovato.

 

4. INT. PENGINAPAN-MALAM HARI

Lovato meletakkan koper yang ia bantu bawakan ke depan pintu penginapan nomor 15.

 

NAYA

Makasih ya udah nolongin aku hari ini.

 

LOVATO

Makasih mulu dari tadi, sekali lagi bilang makasih, dapat kulkas dua pintu dari aku. Pintunya aja tapi, he…he… (Tertawa canggung sembil menggaruk kepala yang tak gatal) Kalau ada apa-apa, aku ada di kamar yang pojokan sana.

 

Lovato menunjuk kamarnya yang hanya beda dua kamar dari tempat Naya.

 

NAYA

Terus kalau mau cari tempat makan yang masih buka, kira-kira di mana ya?

 

LOVATO

Astaga. Kakak belum makan malam!? (Ekspresi memastikan)

 

Perut Naya kembali berdendang tanda keroncongan. Naya memberi tekanan agar perutnya tak lagi menghasilkan suara yang memalukan. Apalagi ia sedang berada tepat di hadapan seorang lelaki tampan.

 

NAYA

Dompet aku di dalam tas soalnya. (Menyengir kecil karena malu)

 

LOVATO

Di sini banyak sih restoran kecil tempat makan gitu, tapi ini udah mau tenggah malam, bahaya kalau keluar sendiri. Kakak pesan dari penginapan aja, di meja kamar ada daftar nomor untuk layanannya kok. Nanti pesanan juga bakalan diantar ke depan kamar.

 

NAYA

Bay the way, panggil Naya aja. Aku jurusan Ilmu Perpustakaan, semester enam. (Naya mengulurkan tangannya)

 

LOVATO

Lovato, panggil saja Vato. Jurusan Psikologi semester akhir.

 

Mereka saling berjabat tangan seraya menebar senyum perkenalan.

 

4       INT. KAMAR PENGINAPAN. MALAM HARI

NAYA

Kalau gitu, saya pesan nasi goreng spesial dan teh hangat tanpa gulanya satu (Jeda). Oke terima kasih.

 

Naya menutup telepon, membuka jaket dan menghempaskan tubuh ke kasur. Pandangannya menghadap lagit-langit kamar. Cukup lama ia terdiam. Hingga sebuah protes muncul di dalam benaknya.

 

( DALAM HATI )

NAYA

Kenapa untuk mendeklarasikan persahabatan itu susah kali ya? Apa memang serumit yang mereka pikirkan? Aku tahu persahabatan itu tidak bisa hanya sepihak, tapi kalau ada orang yang menganggap kita sahabat, kita adalah orang yang beruntung kan? (Memejamkan mata selama beberapa detik, lalu membukanya kembali) Arrrghhhh… dasar orang-orang gila, egois, aneh, bego, munafik…!

 

Naya mengacak-acak rambutnya hingga membentuk sapu ijuk yang sedang mekar. Tiba-tiba ia mulai meringkuk, meneteskan air mata sembari menahan suara tangis agar tidak memecah keheningan malam. Angannya pun melayang jauh pada beberapa potong kenangan tentang kebersamaannya dengan Mori dan Yuna. Semua hanya tentang senyum dan bahagia.

 

5       INT. DEPAN KAMAR PENGINAPAN NOMOR 15-PAGI HARI

Lovato menarik napas untuk menciptakan keberanian, mengetuk pintu perlahan, tapi tak ada jawaban. Lovato mengetuk sekali lagi, kali ini dengan tambahan dari pita suara.

 

LOVATO

Naya… Naya…! (Mendekatkan telinga ke pintu)

 

( DALAM HATI )

LOVATO

Wah gawat nih! Kenapa dia belum bangun jam segini? Jangan… jangan dia kenapa-napa lagi!

 

Lovato mencoba mengetuk dan memanggil Naya beberapa kali lagi. Ia tidak ingin terburu-buru membuat spekulasi dan benar akhirnya pintu kamar Naya pun terbuka.

 

NAYA

Aduh… BISING KALILAH! (Mata masih terpejam) Masih pagi udah ganggu orang tidur aja! (Melempar bantal)

 

Bantal yang dilempar berhasil ditangkap Lovato yang sangat kaget dengan amukan Naya. Terlihatlah sosok Naya yang dalam keadaan menyedihkan. Rambut singa, mata sembab, pakaian ngasal dan aroma yang tidak sedap menyeruak dari tubuhnya. Lovato mengernyitkan hidungnya, lalu mengusapnya pelan.

 

LOVATO

Maaf Kak, maksudnya Nay. Tadi aku mau ngajak sarapan bareng, kebetulan dekat sini, ada tempat sarapan yang recommended. Tapi sepertinya lain kali saja. (Suaranya sedikit bergetar dan terbata)

 

Mata Naya langsung membelalak. Meski baru kenal sehari, logatnya yang berbeda membuat Naya yakin siapa lelaki yang berdiri di hadapannya. Sedang Lovato berjalan meninggalkan Naya yang masih terpelongo di depan pintu kamar.

 

DALAM HATI

 

NAYA

Ah bodoh kali pun, kupikir lagi di kos-an. (Naya mengetuk dahinya, pelan, tapi cepat)

 

Lovato yang sudah berjalan sekitar 2 meter, segera membalikkan badan dan kembali mendekati Naya. Naya mengerutkan dahinya.

 

LOVATO

Bantalnya terbawa. Nih… (Menyerahkan bantal)

 

NAYA

Maaf, aku pikir tadi adek kos yang biasa rusuh. (Menerima bantal dan mengekspresikan rasa bersalah)

 

LOVATO

Enggak apa-apa kok Nay, kedatanganku saja yang kurang tepat.

 

NAYA

Aku perlu waktu setengah jam buat siap-siap! (Nada memelas, kedua tangan menopang dagu dan mata dikedip-kedipkan)

 

Lovato mengangguk sambil tersenyum. Seperti sudah ada sebuah kesepakatan tanpa perlu penjelasan. Naya menarik tangan Lovato untuk masuk. Namun, tiba-tiba Naya berhenti, wajahnya pucat pasi. Seluruh kamar terlihat berantakan, barang-barang berserakan; baik koper, pakaian dan piring bekas makan malam.

 

LOVATO

Ada apa Nay? (Wajah bingung)

 

Naya memutar badan dan menghadang Lovato yang akan masuk ke dalam.

 

NAYA

Kau tunggu di kamarmu aja lah! Lagian cuma beda dua kamarnya. Kalau ada kamar sendiri, ngapain harus numpang? Ya kan!? Nanti kalau aku udah siap, kusamperin pun kau. Bye… (Mendorong Lovato agar sedikit menjauh)

 

Naya langsung menutup cepat pintu kamarnya. Ia pun menghela napas lega.

 

6       EXT. RESTORAN KECIL DI PINGGIR DANAU TOBA-MENJELANG SIANG

Naya menyeruput teh tanpa gula yang berada di gelas kecil, meletakkan kembali gelas dan melanjutkan aktivitas memandangi danau.

 

LOVATO

Nay, tadi pagi aku lihat matamu sedikit sembab. Tadi malam, kamu habis_

 

NAYA

Emang recommended kalilah tempat ini. (Seolah tak terjadi apa-apa Naya menyuap beberapa potong roti bakar ke dalam mulutnya)

 

Raut kagum terpancar secara spontan dari wajah Lovato yang memperhatikan Naya. Para pengunjung terlihat menikmati menu yang disediakan. Ada tawa dan senyum bahagia, semua terlihat sempurna. Bangku dan meja makan disusun sederhana menghadap danau. Semua tamu bisa memandang langsung gelombang danau.

 

LOVATO

Baru pertama kali ke sini?

 

Naya mengangguk untuk mengiyakan pertanyaan.

 

LOVATO

(Kaget) Jadi kamu ngapain aja selama hidup!? Kamu tinggal di Medan, tapi ke Danau Toba belum pernah? Aku saja yang kebetulan kuliah di Medan sudah sering ke sini. (Menggeleng tak percaya dengan sosok Naya)

 

NAYA

Nggak suka traveling. (Kembali menyeruput the dan menatap danau) Oh dia ternyata dari Bandung (Bergumam dalam hati sambil tersenyum)

 

LOVATO

Dan untuk pertama kali, kamu berani-beraninya liburan sendiri!? (Menatap Naya dengan keheranan) Perempuan langka, berani, tangguh… juga (Jeda) can-tik! (Tatapan Lovato semakin dalam, kalimat yang diucapkan penuh perasaan)

 

Naya tersedak dan menepuk-nepuk dadanya hingga merasa lega. Lovato menepuk dan mengelus punggung Naya pelan.

 

NAYA

Untung aja nggak melayang nyawaku gegara kau. Kalau mau muji, lihat-lihat situasi dulu kenapa!?

 

Naya meraih tissue yang disediakan di meja, membersihkan mulutnya dan mengalihkan pandangan dari Lovato. Pipinya sudah merah seperti tomat, Lovato menahan tawa dan seolah tak melihat warna baru yang muncul di pipi Naya.

 

LOVATO

Lain kali aku tidak akan salah situasi. (Nada lembut dan serius)

 

NAYA

Masih ada lain kali!? (Memegangi dahi)

 

LOVATO

(Mengalihkan pertanyaan) Sampai kapan di sini? Nggak masuk kuliah? Atau lagi ngambil cuti? Orang tua, pacar, atau teman tahu kamu liburan?

 

NAYA

Macam Polisi kau kutengok. (Jeda, lalu menghela napas) Ehem, aku di sini kurang lebih seminggu. Aku buat hari libur sendiri dan aku nggak ngasih tau siapapun, lagi butuh ketenangan soalnya. (Ekspresi dan nada serius)

 

Keduanya terdiam sejenak. Lovato coba mencerna jawaban perempuan cantik di depannya. Sedangkan Naya, menyengir kecil mengingat jawabannya sendiri. Ia sadar ini hanya alibi untuk bersembunyi dan ia berharap agar segera ditemukan. Namun, Naya memandangi layar ponselnya, tidak ada satu notifikasi pun yang datang, kecuali grup WhatApps dan orang tuanya yang tahu ia sedang berada di Medan. Dipandanginya foto lockscreen yang diambil ketika bermain time zone. Lovato yang sedikit penasaran dengan wajah lusuh Naya, melirik apa yang sedang Naya tatap.

 

LOVATO

Sahabat kamu?

 

Naya langsung mengunci layar ponsel dan memasukkannya ke saku celana.

 

NAYA

Bu-bukan, hanya teman biasa di kampus. (Menghela napas)

 

LOVATO

Tidak sedang bersembunyi atau menghindarkan? (Memiringkan kepala ke arah Naya)

 

Pupil mata Naya membesar, bibirnya memucat. Lovato menyeruput kopi yang tinggal setengah.

 

NAYA

Ya-ya nggak mungkinlah! Lagian menghindar dari apa pulak? (Sikap membantah sambil menyengir)

 

LOVATO

Dari kejenuhan semester lima-enam mungkin. Aku udah pernah di titik itu; pikiran, kondisi fisik dan suasana hati tidak bisa terkendali dengan baik. Pokoknya kurang menyenangkanlah. (Pandangan mata tampak sedang menerawang)

 

Naya menggigit bibir bawahnya, mengerutkan dahi dan dengan cepat kembali memasang ekspresi normal.

 

NAYA

Ah… begitu ya… (Menyengir dengan terpaksa, menyuap potongan roti terakhirnya)

 

LOVATO

Oh ya, karena waktu kita sama-sama sekitar seminggu lagi, gimana kalau setiap siang, kamu temani aku nyebarin angket untuk penelitian? Sorenya aku bakalan jadi tour guide untukmu. Gimana? Tawaran yang bagus bukan?

 

NAYA

Setuju!

 

Naya berdiri dan menjulurkan tangan, Lovato pun ikut berdiri serta menyambutnya dengan senyum kehangatan. Mereka saling menegapkan badan seolah sedang mengikat kerjasama. Tiba-tiba keduanya sadar bahwa pandangan beberapa tamu telah menyoroti mereka. Lalu mereka tertunduk malu, senyam-senyum dan kembali menempati tempat duduk masing-masing.

 

7       EXT. SEKITAR PELABUHAN DANAU TOBA-MENJELANG SORE HARI

Lovato dan Naya terlihat sibuk meminta bantuan kepada para pengunjung. Menyerahkan kertas yang berisi daftar pertanyaan dan menunggu pengunjung mengembalikan kertas yang sudah dijawab sesuai arahan. Keduanya terlihat sangat bersemangat.

 

PENGUNJUNG I

Hah! (Menatap anak gadisnya yang sedang bermain ponsel sambil senyum-senyum) Kau tirulah harusnya orang Abang sama Kakak ini. Pacaran itu jangan cuma sayang-sayangan nggak jelas. Kerja bareng kek, bisnis sama kek, belajar sama kek, merancang masa depan kek, me_ (Mencocokkan jemari dengan jumlah keinginan yang sedang disebutkan)

 

ANAK PENGUNJUNG I

Apa sih Mak!? (Mengayunkan tangan kanan dengan kesal) Macam betul ajalah, lagi liburan pun masih sempat-sempatnya buat kesal. Bagusan tadi aku jalan-jalan sendiri aja! (Meninggalkan Mamaknya)

 

PENGUNJUNG I

Tuh kan, kalian lihatlah kelakuan anak gadisku itu! Kalau dinasehatin bukannya didengar, malah marah-marah dan ninggalin mamaknya. Kususullah dulu anak itu ya, baik-baik kalian selama pacaran! (Menyerahkan angket yang beralaskan papan dan berjalan mengikuti jejak anaknnya)

 

LOVATO & NAYA

Makasih Nantulang9. (Sedikit berteriak)

 

Keduanya saling melirik dan bersikap malu-malu kucing. Naya merunduk dan  Lovato menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba seorang lelaki yang sudah cukup dewasa menepuk pundak Lovato.

 

PENGUNJUNG II

Ini angketnya sob. (Menyerahkah angket beralaskan papan) Keren kali emang cara pacaran kalian. Positif vibes lah. Salut! (Menepuk-nepuk pundak Lovato)

 

NAYA

Ehh… bu-bukan Bang, kami cuma teman. (Melambaikan kedua telapak tangan tanda ketidak setujuan)

 

PENGUNJUNG II

Kalau pacarannya positif gini, enggak usah malu-malu kau dek. Lagian nggak baik nggak mengakui pacar sendiri. Oke ya sob, aku cabut dulu, masih banyak acaraku. Biasalah. (Berbisik pada Lovato)

 

LOVATO

Makasih ya sob! (Saling menepuk tangan ala lelaki)

 

Naya mendengus kesal. Ia sangat tidak suka tertuduh begini. Sementara Pengunjung II sudah meninggalkan tempat. Lovato menyentuh pelan lengan Naya.

 

NAYA

Vato, jalan-jalannya besok aja ya. Tiba-tiba aku ingat ada tugas kampus yang belum dikerjain. (Menyerahkan sisa angket yang ada di tangan dan berjalan cepat meninggalkan tempat)

 

DALAM HATI

 

LOVATO

Tugas kampus? Tidak mungkin, Naya pasti nggak enak badan atau…? Apa kalimat-kalimat pengunjung tadi mengganggu dia?

 

8       INT. DEPAN KAMAR PENGINAPAN NOMOR 15-SIANG HARI

Lovato mondar-mandir di depan kamar Naya. Ingin sekali ia mengetuk pintu itu, tapi ia takut seperti kemarin, mengusik waktu istirahat Naya.

 

PEGAWAI PENGINAPAN

Permisi, ada yang bisa saya bantu?

 

LOVATO

Eh, enggak kok Kak. Cuma lagi nungguin teman yang nginap di kamar ini. (Menunjuk kamar nomor 15)

 

PEGAWAI PENGINAPAN

Yakin nginap di kamar ini Pak? Soalnya penghuni kamar ini sudah check out subuh tadi.

 

Mulut Lovato mengaga tanda keheranan. Ia tidak menyangka kemarin adalah hari terakhirnya melihat Naya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar