3. Bagian 3

INT. LAPANGAN PELATNAS - PAGI

Amarah berjalan menuju Lapangan. Sesaat ia berhenti, semua orang berdiri di depan Board Ranking Atlet.

Amarah hanya mengangguk. Kurnia berdiri di depan mereka.

KURNIA

Selamat karena kamu jadi juara dunia tahun ini.

Semua orang bertepuk tangan.

KURNIA

Dan selamat karena kamu jadi nomor satu dunia tunggal putri.

Suara tepukan tangan terdengar lagi, semakin besar.

Amarah melihat namanya berada di peringkat satu. Ia melihat nama-nama Atlet Pelatnas di situ. Matanya berhenti.

Ia melihat nama Diana yang berada di peringkat limabelas Dunia. Ia melihatnya datar.

KURNIA

Oke, perayaannya selesai. Sekarang kembali latihan.

Orang-orang bubar, beberapa Atlet mengucapkan selamat kepada Amarah. Ia hanya mengangguk dan tersenyum sopan.

Ia tidak bergerak dari sana. Ia masih melihat Board itu, datar.

KURNIA

Amarah, kamu di panggil.

Amarah melihat Kurnia, menunggu.

KURNIA

Masalah Diana.

Amarah hanya diam. Ia berjalan bersama Kurnia.

EXT. BELAKANG RUMAH DIANA - SORE

Ibu sedang menyiram Tanaman dan Bunga-bunga di halaman belakang. Diana keluar dari dalam Rumah, melihat aktivitas Ibunya.

DIANA

Apa memang belakang rumah kita kayak gini, Bu?

Ibu menoleh ke belakang, melihat Diana yang duduk. Ia melanjutkan menyiram Tanaman dan Bunga.

IBU

Gak pernah. Ini semua Bapak kamu yang tanam. Ini hobi barunya.

DIANA

Sejak kapan dia suka Bunga?

IBU

Waktu kamu masih kecil. Waktu Bapak kamu masih bener. Hobinya berkebun. Semenjak dia sadar, dia mulai hobi lamanya. Tiap hari di siram, rawat... kayak anak sendiri.

Diana hanya melihat Tanaman dan Bunga-bunga itu. Sesaat ia melihat Lututnya, menggerakannya.

INT. KAMAR DIANA - MALAM

Diana yang bersandar di dinding kamar. Ia melihat Handphonenya, sebuah video di mainkan.

Amarah berada di dalam video itu bersama beberapa orang lainnya yang sedang berbicara dengan Kurnia. Amarah melihat Kamera dan tersenyum.

NARATOR (V.O)

Amarah yang baru saja menjadi Juara Dunia Tunggal Putri dan memenangkan Denmark Open kembali ke Pelatnas untuk mempersiapkan diri di turnamen selanjutnya.

Amarah yang duduk di depan kamera, ia melihatnya.

AMARAH

Iya. Banyak orang yang mengatakan seharusnya saya merayakan kemenangan ini. Tapi tidak. Saya ingat apa yang di katakan Ratu waktu dia jadi Juara Dunia. Cukup merayakan di hari saya menang. Besoknya saya hanya atlet biasa yang gak ada apa-apanya di bandingkan dengan atlet lainnya. Saya masih harus ikut turnamen seperti atlet-atlet lain mencari gelar dan itu yang menjadi pegangan saya selama ini.

Video berubah menjadi Amarah yang sedang berlatih bersama Kurnia dan beberapa Orang lainnya yang membantu Amarah.

NARATOR (V.O)

Selama ini Amarah yang selalu di bawah bayang-bayang Diana Kharisma mengungkapkan apa yang ia rasakan selama ini.

AMARAH

Bermain dan berlatih bersama Ratu bisa jadi kebanggaan dan beban sendiri. Saya selalu menghormati Ratu sebagai senior dan banyak dari kami di Pelatnas menganggap Ratu sebagai panutan di dalam dan di luar lapangan. Tapi kami tidak boleh terpaku dengan Ratu. Saya harus bisa membuat jalan saya sendiri dan itu yang saya lakukan sekarang.

Amarah yang berpose di depan kamera dengan Raketnya dan Medali Emas Kejuaraan Dunianya. Ia melihat Kamera dengan serius.

NARATOR (V.O)

Ketika di tanya mengenai pernyataan yang menatang Diana. Amarah mengatakan ia serius dengan apa yang ia katakan.

AMARAH

Iya, saya serius apa yang saya katakan. Ratu dapat Gelar Ratu karena dia memang layak mendapatkannya Dan itu yang saya lakukan sekarang untuk mendapatkan gelar Ratu itu dari dia.

NARATOR (V.O)

Federasi dalam pernyataanya mengatakan sudah menegur Amarah karena menantang Diana yang juga seniornya di Pelatnas. Ketika di tanyai soal hukuman yang di berikan kepada dirinya, Amarah merasa tidak bersalah.

Video pertandingan Amarah dan Diana di putar. Terlihat Diana yang cedera ketika melawan Amarah di pertandingan terakhir.

AMARAH

Saya merasa tidak bersalah. Saya tidak peduli pendukung Ratu mengatakan saya tidak sopan atau apa. Saya hanya menjadi diri saya sendiri. Yang saya lakukan hanya menatang Ratu untuk bertanding lagi, hanya itu. Saya rasa itu wajar dalam Olahraga. Saya yakin Ratu juga ingin melawan saya lagi. Karena pertemuan terakhir kami saya masih belum puas karena Ratu cedera.

Diana melihat Layar Handphonenya dengan serius.

AMARAH

Maka saya katakan sekali lagi. Saya menantang Ratu dalam turnamen. Lawan aku sekali lagi, kita tentukan siapa yang layak mendapatkan gelar Ratu.

Amarah berpose di depan Kamera. Sambil merentangkan Tangan ke depan. Ia menekuk tangannya ke depan, berpose "kemari", menantang.

Layar Video berhenti. Diana melihat sekitar kamarnya, datar.

CUT TO:

Diana sedang tidur di tempat tidurnya. Perlahan-lahan terdengar suara. Suara itu menjadi lebih besar, entah dari mana.

LAKI-LAKI (V.O)

DIANA!

Terdengar suara nafas yang tersengal-sengal, seperti kehabisan nafas.

LAKI-LAKI (V.O)

DIANA!

Terdengar suara kendaraan yang melintas --

BRAAK!!

LAKI-LAKI (V.O)

DIANAAA!!!

Bersamaan dengan Diana bangun dari Tidurnya, ia terkejut, melihat sekitar. Keringat di seluruh tubuhnya --

Dengan cepat ia membuka selimutnya dan memeriksa Kedua Kakinya, menggerakannya.

Kedua Kakinya masih tersambung. Diana mencoba menggerakan Kakinya dan bisa. Diana merasakan sakit, ia memegang Lututnya. Ia menarik nafas dengan cepat, memburu.

Tubuhnya menegang, mengikuti rasa sakit itu.Ia memukul-mukul Kasurnya menahan sakit. Ia menggigit Selimut dengan keras. Menahan suaranya.

Diana mengatur nafasnya, perlahan. Tarik nafas dan buang melalui mulutnya, berulang kali. Perlahan-lahan tubuhnya tidak menegang, sudah kembali tenang. Diana mengatur nafasnya.

Keringat membanjiri tubuh Diana, ia menutup wajahnya. Nafasnya sudah kembali normal.

Ia melihat langit-langit kamarnya, datar.

INT. RUMAH DIANA - PAGI

Diana dan Ibu sedang sarapan. Ibu melihat Diana yang hanya diam, tidak menyentuh sarapannya.

IBU

Mau Ibu bikinin yang lain?

Diana tersadar, ia melihat Ibu, tersenyum kecil.

IBU

Ibu senang kita bisa sarapan sama-sama. Udah lama kita gak kayak gini.

Diana tidak menjawab, ia hanya diam. Ibu melihat Diana, datar.

IBU

Kamu di sini udah dua minggu dan kamu gak bicara apa-apa sama Ibu. Apa kamu anggap Ibu kayak Bapak kamu juga?

DIANA

Udah Bu, jangan di bahas lagi.

IBU

Ibu gak akan bahas kalau kamu yang mulai duluan. Bapak kamu udah meninggal dan tinggal kita berdua.

DIANA

Ibu bisa lupain gitu aja sama apa yang dia lakuin ke Ibu? ke Diana?

IBU

Kalau kamu pulang cuma buat bicara itu ke Ibu. Kamu lebih baik jangan pulang, Diana. Jangan nambah masalah lagi ke hidup kita.

Ada jeda di antara mereka.

DIANA

Sampai kapanpun Diana gak bisa lupain apa yang Dia lakuin ke kita. Sampai mati Diana gak maafin dia.

Diana bangun dan berjalan pergi --

IBU

Yang kamu lakuin cuma rusak tubuh sama pikiran kamu, Nak.

Diana berhenti, ia hanya diam di tempat. Ia berjalan pergi.

INT. KLINIK - SIANG

Diana sedang melakukan Fisioterapi. Diana mengangkat Beban dengan Lututnya, sekali, ia berhasil.

Dua kali, ia berusaha menahan beban itu.

FISIOTERAPIS, 30-an, berdiri di depan Diana, memperhatikannya.

FISIOTERAPIS

Sekali lagi, pelan-pelan.

Diana melakukan apa yang di suruh, ia masih berusaha --

Tidak bisa. Beban itu tidak terangkat.

Diana yang terlihat kecewa, ingin melakukannya sekali lagi. Ia melihat Fisioterapis.

Fisioterapis itu sesaat melihat Diana, kemudian mengangguk.

FISIOTERAPIS

Oke, sekarang hitung pelan-pelan.

Diana mulai mengangkat Beban itu pelan-pelan. Wajahnya menahan sakit. Ia berusaha sekuat mungkin --

Tidak bisa, beban itu tidak terangkat.

Diana menghela nafas panjang, ia kecewa.

Diana melakukannya sekali lagi --

FISIOTERAPIS

Cukup, Diana gak usah dipaksa.

Diana masih berusaha, tidak bisa.

FISIOTERAPIS

Gak usah di paksaiin.

DIANA

Saya masih bisa.

FISIOTERAPIS

Dalam pikiran kamu bisa, tapi tubuh kamu gak bisa.

Ada jeda di antara mereka.

FISIOTERAPIS

Wajar kamu kecewa, tapi kamu harus ikutin tubuh kamu.

DIANA

Tubuh saya masih bisa.

YOGI (O.S)

Dengerin apa yang di bilang Fisio, Diana.

Mereka melihat Yogi yang memperhatikan mereka. Di sudut ruangan.

YOGI

Gak ada gunanya lawan tubuh kamu sendiri. Percuma kamu lakuin semua ini kalau ujung-ujungnya lutut kamu makin parah.

FISIOTERAPIS

Besok kita coba lagi.

YOGI

Makasih.

Fisioterapis itu pergi. Yogi dan Diana hanya diam. Yogi melihat Diana, serius.

YOGI

Udah aku bilang masalah kamu bukan cuma tubuh kamu.

DIANA

Aku bilang gak ada apa-apa.

YOGI

Kamu ada apa-apa. Udah berapa kali aku bilang.

Ada jeda di antara mereka.

YOGI

Oke, terserah kamu. Yang susah kamu juga.

DIANA

Dokter macam apa yang lepas tangan sama pasiennya.

YOGI

Kalau pasiennya kayak kamu aku gak masalah lepas tangan. Aku bisa kirim kamu balik ke Dokter Pelatnas.

DIANA

Dokter kurang ajar.

Mereka berdua menghela nafas panjang, bersama-sama.

YOGI

Aku memang tahu kalau masalah fisik. Tapi kalau soal pikiran dan mental aku gak tahu, Diana. Tapi yang pasti aku tahu kamu ada apa-apa dan itu yang jadi penghalang kamu sekarang.

Diana tidak menjawab, ia hanya diam.

YOGI

Kamu terlalu pintar buat gak sadar masalah kamu sendiri. Ibu kamu bicara sama aku.

Diana melihat Yogi.

YOGI

Aku yang telepon.

DIANA

Tukang ikut campur.

YOGI

Baru tahu?

Diana tersenyum mendengarnya.

DIANA

Aku cuma gak mau ingat apapun lagi soal itu.

YOGI

Siapapun pasti gak mau ingat. Tapi bukan berarti kamu bisa lari gitu aja, kan?

Diana hanya diam. Yogi memberikan Diana sesuatu. Diana melihatnya.

YOGI

Kamu perlu. Aku yakin dia bisa bantu kamu. Kamu mau jadi pencudang yang cuma bisa salahin orang lain?

Yogi berjalan keluar, sesaat ia berhenti, melihat Diana.

YOGI

Setiap atlet lawannya bukan musuh mereka, tapi diri mereka sendiri. Itu yang aku tahu pasti. Itu dinding yang harus kamu lewati.

Diana melihat Kartu Nama itu, hanya ada nama dan nomor telepon, bertuliskan:

DINA SAPUTRI.

Yogi berjalan pergi, Diana sendiri di tempat itu.

EXT. PARKIRAN - SIANG

Diana turun dari Mobil, ia melihat sekitar. Terdapat beberapa gedung dalam satu tempat, ia melihat banyak Mobil-mobil yang terparkir di sana.

Ia melihat tulisan di gedung itu, bertuliskan:

PB LANCANG

Diana melihatnya, datar. Ia menghela nafas.

Diana berjalan ke Gedung di depannya.

INT. GEDUNG LATIHAN - SIANG

Anak-anak sedang bertanding, terdengar decitan sepatu dengan karpet, teriakan dan suara pukulan Raket dengan Kok.

Orang-orang yang menonton mereka berteriak, memberikan semangat. Terdengar juga suara Umpire yang memimpin pertandingan.

Terdapat tiga lapangan di Gedung itu dan semuanya di pakai.

Diana berdiri di depan pintu, melihat pertandingan itu.

Beberapa orang di sana menyadari keberadaan Diana. Orang-orang mendekati dan berbicara kepada Diana. Diana yang menyadarinya melayani mereka, ada yang bersalaman, berfoto bersama. Diana tersenyum ramah kepada mereka. Banyak orang yang mengerumuni Diana. Ia tampak kewalahan melayani mereka.

Umpire dan Anak-anak yang bertanding menyadari apa yang terjadi dan sesekali mereka melihat ke arah Sudut. Membuat pertandingan tertunda.

ANNOUNCER (O.S)

Mohon Bapak-bapak dan Ibu-ibu agar tidak mengganggu jalannya pertandingan. Sekali lagi mohon kepada Bapak-bapak dan Ibu agar tidak menganggu jalannya pertandingan.

Diana yang menyadarinya berusaha keluar dari kerumunan itu dan berjalan ke arah tribun penonton.

INT. TRIBUN PENONTON - SIANG

Ia mencari tempat duduk, sesaat ia melihat --

KASMAN, 60-an, duduk di salah satu kursi. Diana berjalan dan duduk di sampingnya. Kasman menyadarinya dan ia melihat Diana. Diana menyalaminya seperti Orang Tua. Mereka menonton pertandingan itu, dalam diam.

DIANA

Banyak yang berubah, Pak.

KASMAN

PB kita ada pemilik baru. Mereka lagi bikin seleksi buat beasiswa.

DIANA

Jadi ingat kayak dulu.

KASMAN

Mereka yang ikut seleksi biar bisa kayak kamu.

DIANA

Gak ada yang perlu di ikutin dari saya, Pak.

KASMAN

Buat apa jadi Ratu tapi gak ada yang jadi pengikutnya. Mereka itu pengikut kamu.

DIANA

Jadi saya sekarang jadi alat marketing?

KASMAN

Mungkin. Tiap tahun makin banyak pendaftaran di PB kita. Semuanya karena kamu.

DIANA

Saya bisa kayak gini karena Bapak juga. Bapak yang selamatin saya.

KASMAN

Dan lihat kamu sekarang. Nomor satu dunia.

DIANA

Mantan, Pak.

KASMAN

Masih nomor dua dunia.

DIANA

Gak lama saya keluar dari sepuluh besar.

KASMAN

Kamu tinggal turun lagi ke lapangan, kan? jadi nomor satu dunia lagi.

Diana tidak menjawab, ia melihat Pertandingan. Kasman juga diam, melihat pertandingan.

Kasman menunjuk ke salah satu Court, Diana meingkutinya. ANAK PEREMPUAN, 13, yang sedang bertanding. Anak Perempuan itu berteriak, memenangkan pertandingan.

KASMAN

Dia ada bakat, sejauh ini belum ada yang bisa ngalahin dia. Dia belum ketemu orang yang kerja keras.

DIANA

Orang yang kerja keras bisa kalahin orang yang berbakat.

KASMAN

Dan itu masih berlaku sampai sekarang.

Diana hanya diam.

KASMAN

Kita belum tahu apa yang dia lakuin kalau ada di bawah tekanan.

DIANA

Dia masih muda. Masih banyak waktu.

KASMAN

Iya, kadang-kadang mereka layu sebelum berkembang. Atlet sekarang suka hilang fokus, banyak pengganggu. Mereka cuma harus fokus dan itu gak bisa mereka lakuin.

Diana melihat Kasman, memperhatikannya.

KASMAN

Termasuk kamu sekarang.

Ada jeda di antara mereka.

KASMAN

Bapak udah kenal kamu dari dulu. Bapak tahu apa yang kamu pikirin.

Diana hanya diam.

KASMAN

Karena kamu gak fokus makanya Amarah jadi nomor satu sekarang.

DIANA

Dia jadi nomor satu karena di kuat, Pak. Dia kalahin saya.

KASMAN

Kalau kamu fokus. Amarah bisa kamu kalahin.

DIANA

Cedera lama saya kambuh, Pak.

KASMAN

Itu cuma alasan kamu, Nak.

Diana hanya diam. Kasman melihat Diana, memperhatikannya.

KASMAN

Kamu cuma cari alasan dan Bapak tahu. Tapi ingat kenapa kamu mau berjuang, kerja keras sampai bisa kayak sekarang.

Diana hanya diam, ia menonton pertandingan.

DIANA

Tapi itu yang jadi masalah, Pak. Saya gak tahu kenapa saya harus lakuin ini lagi. Saya gak ketemu motivasi saya lagi.

KASMAN

Itu semua hanya pikiran kamu. Sekarang kamu lawan pikiran kamu sendiri. Masalah itu harus kamu hadapi sendiri. Suka gak suka.

Diana dan Kasman yang diam.

KASMAN

Karena kamu main gak ada kebanggaan dalam diri kamu makanya kamu kayak gini sekarang. Berhenti jadi pengecut kayak Bapak kamu, Nak.

Diana hanya diam, melihat ke arah lain.

KASMAN

(mengelus kepala)
Bapak senang bisa lihat kamu lagi.

Kasman pergi, Diana menonton pertandingan itu, datar.

EXT. PARKIRAN - SIANG

Diana berjalan menuju Mobil, ia berhenti. Ia melihat orang di depannya. Ia tersenyum.

SANTI HARTONO, 40-an, tersenyum melihat Diana. Mereka berpelukan.

CUT TO:

Mereka berdiri bersebelahan, melihat sekitar.

SANTI

Kamu beneran pulang.

DIANA

Aku baru tahu Kakak di sini. Kak Kurnia gak ada kabarin aku.

SANTI

Kalian sibuk turnamen. Aku juga baru di sini.

DIANA

Habis yang ikut seleksi nanti di marahin.

Mereka berdua tersenyum. Santi melihat Diana, lekat-lekat. Ia menepuk pundak Diana, pelan.

SANTI

Kalau kamu perlu apa-apa pasti Aku bantu.

DIANA

Makasih, Kak.

Santi memeluk Diana, ia berjalan ke arah gedung. Diana melihat Santi, datar.

INT. RUMAH DIANA - MALAM

Diana bersandar di dinding kamarnya, ia melamun. Terdengar suara getaran. Diana mengambil handphonenya dan menempelkan di telinganya.

DIANA

Halo, Coach.

KURNIA (V.O)

Gimana fisio kamu, lancar?

Diana tidak menjawab, ia hanya diam.

KURNIA (V.O)

Gak, ya?

DIANA

...kenapa aku jadi gini ya, Kak?

KURNIA (V.O)

Ada yang salah? udah wajar kamu karena kamu nahan selama ini.

Diana hanya melihat ke langit-langit.

KURNIA (V.O)

Yang jadi masalah kalau kamu terus-terusan diam. Gak lakuin apa-apa.

Diana tidak menjawab.

KURNIA (V.O)

Ingat tujuan kamu kenapa kamu lakuin ini semua, Dek.

Diana hanya diam.

KURNIA (V.O)

Semua ada di kamu. Kamu mau maju atau gak.

Diana hanya diam.

KURNIA (V.O)

Aku tadi ditelepon Santi.

DIANA

Iya, dia di PB lama aku.

KURNIA (V.O)

Dia masih sama kayak dulu.

Diana hanya tersenyum mendengarnya.

KURNIA (V.O)

Oke, nanti Aku telepon lagi.

Diana menutup telepon. Ia melihat langit-langit kamarnya, datar.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar