Kata Sandi
3. Titik Tengah

EPISODE 3 : Titik Tengah

 

1. INT. RUMAH ALEX - DAY

 

ACT. 1

Alex, dengan pakaian rapinya, hendak berangkat menuju toko fotokopi. Di hadapannya ada Abah Gusman, memasang raut wajah yang serius, sementara Alex tercenung menatap sebuah papan catur di atas meja.

 

Abah Gusman

Jang, toko fotokopian teh kumaha, aman?

(Alex mendongak, buyar semua lamunannya)

 

Alex

Aman, Bah. Tos pendak partner kanggo Sandi teh. Rencangan Asep ti SMA, Neng Endah namina.

(Alex semringah, Abah Gusman memalingkan pandangannya)

 

Abah Gusman

Sae atuh ai kitu mah, ayeuna Asep tiasa fokus ka jongko nu aya di pasar lebak. Omat, Sep.

Lamun sanes Asep saha deui nu bade neruskeun jongko

(Asep mengangguk, membawa papan catur yang semula berada di atas meja lalu pamit pada Abah dengan muka murung)

 

Alex

Bah, Asep bade ka toko fotokopian heula. Assalamualaikum!

(Abah mengembuskan napas panjang)

 

Abah Gusman

Salam kanggo Neng Endah, punten Abah teu acan tiasa tepang.

 

ACT. 2

Alex menoleh, mengangguk tipis lalu berjalan pelan-pelan sembari memeluk caturnya. Entah tempat mana lagi yang akan benar-benar memberinya rasa aman untuk menjadi dirinya sendiri. Alex bersiul, menatap langit sembari mengangguk-anggukkan kepala. Bak di film-film korea yang selalu ia tonton.

 

2. EXT. Jalan menuju Fotokopian – Day

 

Alex (Voice offer)

Haloo, Langit dan awan, entah kenapa setiap kali melihat keduanya, aku selalu merasa terpojok. Mereka ibarat aku dan Abah, melekat tak bisa dipisahkan. Aku bagai hama yang menempel tanpa kejelasan, menyedot fungsi tanpa pamrih. Mungkin itulah alasan kenapa aku gak pinter menentukan sikap atau pilihan. Aku selalu ingin mengikuti wadah yang paling aman—tak peduli seberapa luas, seberapa wadah itu akan mengubah bentuk asliku menjadi wujud baru yang bahkan tak kukenal.

(Alex berhenti saat ia sudah sampai di depan tempat fotokopi, bibirnya tersenyum saat Imam, Sandi dan Yusuf sedang berbincang, kemudian ia mendekat)

 

3. INT. FOTOKOPIAN – DAY

 

Sandi

Rek naon deui yeuh budak

(Mata Sandi menatap Alex dari atas sampe bawah, tangannya terlipat di dada)

 

Yusuf

Om Alex! Om Alex! Ajarin Yusuf sepeda dong

(Yusuf beranjak dari duduknya, menghampiri Alex lalu menarik-narik kemejanya)

 

Imam

Udah Yusuf, udah. nanti Abi yang ajarin. Kasihan nanti baju Om Alex-nya kusut

(Imam merangkul Yusuf yang langsung cemberut)

 

Alex

Boleh, sayang...

Tapi, nanti abis Om Alex ngalahin Abi-mu dulu, ya?

(Alex membusungkan dada, penuh percaya diri. Kacamata andalannya pun ia naikkan ke atas rambut dengan tatapan menantang. Ia menyimpan papan catur di atas meja, merapikan semuanya. Siap main)

 

Sandi

Naon deui, Lex, nu maneh tonton? Jol obsesi ka catur. Gues dua minggu yeuh, padahal permainan tanpa progres

(Sandi duduk di depan Alex, seperti hendak melawannya)

 

ACT. 1

Sementara Imam mengajak Yusuf belajar sepeda di jalanan depan fotokopian. Bak pemandangan syahdu antara ayah dan anak. Sandi dan Alex berhenti dengan tatapan menyerang mereka sejenak untuk memandang haru pada pemandangan itu. Sandi dan Imam bertukar senyum.

 

Alex

Tong ngaremehkeun heula, Bray. Urang geus nonton Queen’s Gambit 10 kali yeuh

 

Sandi

Teu sieun, kuy ah. Nu eleuh closing toko

(Mereka mengucapkan deal secara serentak, lalu berjabat tangan)

 

ACT. 2

Mereka berdua sangat serius, pertarungan sengit. Akhirnya setelah beberapa kali Alex kalah di dalam pertandingan, Sandi merasa bosan.

 

Sandi

Posisi terbuka, agresif. Italian game. Klasik.

Nyaho urang ge atuh, Bray. Teu kudu nonton series beflix heula

(Sandi terkekeh, sedangkan Alex semakin muram)

 

Alex

Licik, Jir

Sandi

Naha licik, fair kieu

 

Alex

Nya, Licik! Maneh bisa sagala tapi milih jadi tukang fotokopi.

Ai urang eweuh kabisa nanaon, padahal cita-cita sagede gunung

(Sandi menyeringai, menampar lengan Alex)

 

Sandi

Adil, atuh. Urang teu boga privilege. Abah is everything i asked in this cruel world. Mun maneh embung mah Abah Gusman keur urang weh.

 

Alex

Jig, cokot. Mun tukeran kumaha? Enak nyaho boga indung bapak jiga maneh, bebaskeun anak jadi naon wae

(Alex merajuk, hatinya sedikit sedih. Sandi malah tertawa meledak)

 

Sandi

Sesuai porsi, mun ka alaman ku sorangan belum tentu opini tadi ka ucap, Lex. Tingali si Imam, teu boga duanana tapi hirupna leuwih bermakna ti urang duaan

(Kalimat terakhir Sandi ada benarnya juga, maka Alex pun termenung)

 

Orang Asing Rese

Ehem, Kerja kok main-main

 

ACT. 3

Orang asing yang rese dari instansi pemerintah yang selalu datang ke fotokopian selama beberapa bulan terakhir. Berdiri di tengah-tengah papan catur, dengan wajah dan postur yang mengintimidasi. Alex dan Sandi secara refleks, menoleh ke arah sumber suara. Mata mereka melotot.

 

Alex

Woah, woah! Selain staf di larang masuk, Pak!

 

Orang Asing Rese

Kenapa? Emang kalian nyembunyiin barang terlarang di sini?

(Sandi dan Alex gelagapan, sedangkan si Orang Asing menolak pinggangnya)

 

Sandi

Hah?! Ya, enggaklah, Pak.

 

Orang Asing Rese

Kamu! Lawan saya sini.

(Tanpa aba-aba, Orang asing itu duduk di depan Sandi. Alex buru-buru berdiri dengan canggung. Sandi menelan ludahnya)

 

ACT. 4

Alex berlari ke arah Imam, berbisik padanya lalu pandangan Imam beralih pada dua orang yang sedang bermain catur secara sengit di dalam toko. Imam memberi isyarat pada Alex untuk menjaga Yusuf yang langsung disambut dengan penuh sukacita oleh bocah itu. Imam berjalan gegap gempita, menelisik ke arah orang asing yang tak cukup asing itu. Ia berdeham, duduk di samping Sandi. Berbisik di telinganya, Sandi pun mengangguk.

 

Orang Asing Rese

Minta bantuan teman? Italian games, itu caramu main daritadi, setiap langkahnya membosankan. Mudah ditebak.

(Kalimat yang terucap bagai sebuah sindiran, tapi Imam dan Sandi tak tahu apa maksudnya)

 

Imam

Aya pelanggan, San. Geus heula maenna

(Orang asing itu pergi, setelah membeli banyak sekali kertas A4)

 

    ACT. 5

Sandi dan Imam, menatap lekat-lekat punggung orang asing itu. Namun tiba-tiba saja Alex beteriak, ia memakai sepeda Yusuf dengan kecepatan tinggi dan susah di rem, akhirnya dia terjatuh. Sementara Yusuf berlari di belakangnya sambil tertawa girang. Kejadian itu berlalu begitu cepat sehingga reaksi Sandi dan Imam hanya mengedipkan mata mereka dengan bingung.

 

4. EXT. Pelataran Fotokopi – AFTERNOON

 

ACT. 1

Alex duduk di bale, dengan dengkul berdarah. Sementara Endah sedang membersihkan lukanya, sesekali ia meringis lalu tersenyum kecil lalu meringis lagi. Imam, Sandi dan Yusuf yang melihat kejadian itu di depannya pun merasa agak aneh.

 

 

Endah

Kumaha, Kang. Tos mendingan?

(Tanya Endah, setelah berhasil menempelkan hansaplast pada luka Alex)

 

Alex

Seger, maksudna, mendingan, Neng. Nuhun

 

Sandi

Cih

(Mencibir, kening merengut)

 

Endah

Yusuf, kalau mau belajar sepeda sama ateu aja, ya?

(Yusuf mengangguk antusias, kemudian mereka berdua belajar sepeda lagi. Ketekunan Yusuf memang menurun dari Imam)

 

Alex

Tekun na mah nurun ka maneh, Mam.

 

Imam

Nya da urang bapakna

(Sandi tersenyum meledek, Alex menjulurkan lidah)

Lex, teu ngarti urang. Nemu Endah timana? Adem kitu

 

Alex

Tong di embat atuh, incaran urang ti jaman SMA eta teh

(Sandi melotot, Imam heran)

 

Sandi

Sasakolaan jeung arurang kitu? Adik kelas?

(Alex mengangguk)

 

Imam

Oh, pantes familiar, populer teu budakna?

 

Alex

Teu pati sih, nu populer mah urang jeung maneh, Mam.

(Sandi menunjuk dirinya sendiri, alisnya naik)

Maneh wibu, jadi awewe rada soak

(Sandi menoyor Alex, mereka bertiga pun tertawa)

 

    ACT. 2

Alex menatap Endah yang senantiasa dengan sabar mengajari Yusuf bagaimana caranya bersepeda, senyumnya tak sirna. Malah semakin membuat hatinya berdesir, lalu ia menatap kedua sahabatnya. Entah kenapa ia secara otomatis mengembuskan napas lega. Hidupnya sempurna.

 

Alex (Voice offer)

Bagai permainan catur, setiap buah catur mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, sejauh apapun aku mencari keluar, jawabannya selalu ada di dalam diriku sendiri.

Aku satu-satunya anak Abah, pasti dipundakku sudah tertulis tugas apa yang akan dilanjutkan. Bukan semata-mata keegoisannya belaka, tapi ia ingin kebaikannya selama hidup itu ada pewarisnya. Dan tanpa materi yang dihasilkan dari toko beras di pasar, maka segala zakat, sedekah, infaq itu akan berhenti. Sadar, Lex!

Sandi mungkin ada benarnya, aku terlalu serakah. Sementara hidupku sudah lebih dari cukup, mungkin Endah akan menjadi pelengkapku setelah lama mencari makna hidup selama ini.

Terlebih aku selalu menjadi penengah di dalam hidup semua orang, pelerai yang harus selalu tampak bahagia. Bahkan di antara 3 sekawan ini, aku selalu tak bisa berpihak. Berada di posisi tengah terasa serba salah, sisi kanan melihatku selalu berada di kiri, begitu pun sebaliknya.

Namun, untuk yang satu ini, akhirnya aku bisa memilih tanpa di dikte. Endah, sebisa mungkin harus ada di dalam hidupku untuk waktu yang lama. Seenggaknya izinkan aku jadi egois untuk yang satu ini.

 

 

ACT. 3

Pikiran Alex kembali ke masa-masa 3 sekawan itu masih muda, Imam yang masih berapi-api banyak sekali bersinggungan pendapatnya dengan Sandi, Alex muda saat itu hanya mampu tersenyum tipis dan langsung memisahkan mereka dengan duduk santai di tengah-tengah, kemudian menyodorkan dua es krim. Dia banyak mengalah, karena merasa sudah terlalu banyak menang di dalam hidupnya, dibandingkan kedua temannya yang lain.

    

ACT. 4

Imam, Sandi dan Alex, berdiri di dekat etalase sembari menatap Endah dan Yusuf yang sedang tertawa bahagia. Oh, betapa mereka mendambakan sosok ibu untuk seorang Yusuf. Tanpa sadar, mereka tersenyum semringah secara bersamaan. Senyum itu tiba-tiba sirna saat salah satu pelanggan datang

 

Orang Asing

10 lembar, Kang

(Wajah orang asing dengan rambut gondrong, Sandi merengut. Dia mengenal orang aneh itu, orang yang tak sengaja ia buntuti sampe ke rumahnya dan hampir ketahuan)

 

Sandi

Bulak-balik, Kang?

(Orang asing itu mengangguk, membalikkan badan. Saat Sandi sedang motokopi, matanya menangkap kalau orang asing itu menyeringai ke arah Yusuf dan Endah. Hatinya gugup sejenak. Sementara Imam dan Alex berbincang entah tentang apa, semua suara tampak samar, Sandi berusaha mendengar suara orang asing itu, tapi yang terdengar hanya nyaring dari kunyahan permen karet orang asing itu saja, setelah orang asing itu pergi. Sandi terduduk sembari melamun di sisi Imam)

 

Imam

Jiga mafia pelanggan maneh nu eta mah, Lur

 

Alex

Mafia duda-duda kesepian, siap-siap weh, Mam

 

Imam

Gandeng ah

(Namun, mata Sandi tak bisa lepas dari sosok asing tadi, sifat bodo amatnya mulai terusik)

 

Alex

Dor! Maneh maghrib balik, kan? 8 jam shift na?

(Sandi terkejut sedikit, tapi sudah terbiasa dengan kejailan Alex, ia menghiraukan kejailannya dan langsung menanggapi dengan serius)

 

Sandi

Nya, bejakeun ka si Abah. Urang shift na ti jam 10 sampe jam 6 sore, Endah jam 2 sampe jam 10. Jam-jam rame Si Endah can bisa sorangan makana shift na overlap kitu.

 

Imam

Lex, urang ge balik nya. Karunya si Yusuf can dibere makan jeung mandi. Yuk ah barudak. Yusuf! Pulang, yuk!

(Yusuf berlari memeleluk Imam, melambaikan tangan pada mereka saat berpamitan, Sandi ikut pulang meninggalkan Alex dan Endah)

 

Endah

Endah tos tiasa jaga sendiri, Kang. Wios bade uwih mah

 

Alex

Eleh taruhan catur, Neng. Akang kudu didieu sampe closing

(Endah tersipu, masuk ke dalam toko. Alex berbunga-bunga)

 

    ACT.4

Malamnya, ketiga sahabat itu berpikir, kalau ternyata mereka membutuhkan pion-pion lain untuk bertahan. Bukan hanya yang terkuat dan terpenting, tapi untuk melengkapi. Mereka bertiga tidur dengan pikiran yang sama kalau Endah adalah jawaban dari kekosongan mereka selama ini, setidaknya sempurna untuk Yusuf.

 

ACT. 5

Episode ketiga juga di tutup dengan Sandi yang duduk di depan laptop kamarnya, hendak membuka laptop dengan memasukkan kata sandi-nya ‘Titik Tengah’. Adegan tersebut diambil dari belakang, tetapi saat Sandi mengetik, kamera hanya fokus pada layar.

 


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar