Kata Sandi
2. Anak Magang

EPISODE 2 : Anak Magang

 

1. INT. TOKO FOTOKOPI – DAY

Sandi, memakai setelan seperti biasanya, kaos oblong, celana gombrong, rambutnya terikat karena cuaca panas. Sementara, Alex memakai kemeja hitam, celana bahan, kacamata hitam, tampak seperti hendak melamar kerja.

 

ACT. 1

Toko Fotokopi sedang ramai, Sandi berusaha berkonsentrasi mengerjakan permintaan pelanggan toko. Dari mulai menjilid makalah anak SMA, memfotokopi KTP, Print naskah lomba pidato, termasuk membeli ATK. Mood Sandi sudah drop sejak pagi, semua keruwetannya hari itu semakin memuncak saat Alex tiba-tiba datang dengan setelan rapi—sahabat nyentriknya yang satu itu sedang membuat video yang di re-take berulang-ulang. Otak Sandi sampai mendidih dibuatnya.

 

Sandi

Lex, cicing heula bisa teu? Keur riweuh, yeuh

(Menoleh ke belakang, menatap Alex dengan sinis)

 

Alex

What? Cicing? Urang keur nyieun video ‘a day in my life’

(Alex menaikkan alisnya, menunjuk ke smartphone yang ia simpan di meja laptop, dengan buku-buku sebagai penyangga, Alex acuh tak acuh lalu melanjutkan aktivitasnya lagi)

Justru ieu momen nu pas, supaya warga tiktok apal kegiatan manajer toko fotokopi nu sukses ti ngora keneh, maneh mah moal paham

 

ACT. 2

Sandi kemudian berjalan menuju mesin fotokopi, menyalakan tombol ON, ia memasukkan beberapa lembar kertas ke rak mesin, meletakkan sebuah dokumen ke kaca area untuk menyalin cahaya, secara otomatis dia merapikan posisi tepi dokumennya agar sesuai garis skala dan berada di tengah, kemudian pencet tombol paper select, atur ukuran kertas yang akan dicetak, atur juga berapa lembar yang akan dicetak, dan tekan tombol start. Menutup mesinnya, lalu Sandi memandang dengan saksama raut wajah Alex yang sejak tadi pura-pura merapikan barang-barang yang sudah rapi. Sementara riuh pelanggan di luar etalase mulai besautan. Yang satu sudah beres, ada lagi yang datang. Setelah selesai, ia mengeluarkan dokumen asli dan hasil fotokopiannya, kemudian menjilidnya. Namun, saat dokumen hasil fotokopiannya sudah jadi, pelanggan malah protes.

 

Orang Asing 1

Ini kurang rapi, Mas

(Orang asing dengan tampang sangar, nada meneror)

 

Sandi

Hm

(Menoleh, menganalisa jilid dokumennya lagi, seperti normal-normal saja, keningnya berkerut, bibir melengkung ke bawah tanda tak setuju)

Segitu mah udah rapi ah, Kang

 

Orang Asing Rese

Rapihin lagi, emang kamu gak tahu siapa saya?

(Makin meneror)

 

Sandi

(Agak tercekat, tapi raut mukanya kembali datar, tanpa satu kata pun lagi, Sandi merapihkan jilid yang sudah rapi, dengan memakai triknya, ia membawa dokumen itu ke meja dekat Alex yang sedang membuat video. Sandi berpura-pura mengetuk-ngetuk semua sisi dokumen, mencermati tingkat persisinya dan mengembalikan dokumen itu kepada si pelanggan rese)

Ini pak, jadi 40 ribu totalnya

 

ACT. 3

Tadi sempat menatap sekilas dokumen orang asing rese itu, ada lambang instansinya. Sandi tak gentar, toh dia sudah melakukan tugasnya dengan sesuai. Dengan kejadian itu, mood Sandi semakin terjun bebas. Setelah ia melayani semua pelanggan tanpa sisa, duduklah ia di kursi sebelah Alex. Mengembuskan napas kelelahan sembari menutup mukanya, frustasi. Sementara Alex, sedang mengedit videonya sendiri.

 

Alex

Kalem, San. Maneh mah geus suhu jadi tukang fotokopi. Jelema nu sagala rupa geus manggihan. Isilop legeg kitu mah bye keun weh

 

Sandi

Maneh, nying. Nu nyieun urang beuki jangar mah. Ningali baturan keur riweuh teh bantuan lain sibuk jadi artis

(Nadanya datar, tapi tepat sasaran)

 

Alex

Eits, urang sebagai manajer mah teu kudu terjun ka lapangan. Maneh teu ningali urang keur mikir solusina titadi teh?

(Alex merangkul Sandi, wajahnya tetap tengil. Namun, Sandi menempisnya, ia menyandarkan kepalanya di head rest kursi, tangannya menjuntai begitu saja. Alex sedikit merengut)

Tring, ieu solusina. Engke sore bakal aya anak magang, omat kudu ramah jeung sabar ngajarkeunna. Soalna eta budak teh aset negara

(Alex menggapai smarphone yang ia taruh di atas meja, kemudian menunjukkan sebuah foto)

Geulis, kan? Saha heula atuh nu nga-rekrut na. Manajer Alex

 

Sandi

Urang butuh nu cekatan, teliti, jeung cerdas. Geulis? Aset negara? Jang naon, Asep. Ieu mah fotokopian, lain tukang make up pejabat

 

ACT. 4

Alex mengangkat bahu, fokus kepada videonya lagi. Ia memencet tombol upload pada aplikasi tiktok, wajahnya semringah. Walau agak gengsi, Sandi berusaha mengintip smarphone Alex.

 

Alex

Keula emang pejabat make MUA?

Hiji deui, Stop, manggil urang Asep. Era atuh bray.

 

Sandi

(Sandi mengangkat bahu untuk pertanyaan pertama)

Teu bersyukur geus dibere ngaran ku si abah, diganti ku Alex.

Nyaho teu Alex mah kesanna siga ngaran buronan

(Sandi akhirnya sedikit terkikik)

 

Alex

Humor na wibu mah kieu pisan euy

 

Sandi

(Berdeham)

Maneh giat pisan nyieun tiktok, emang views paling gede geus sabaraha sih? Cik hayang apal

 

Alex

(Sandi menyeringai, lalu memperlihatkan videonya)

Edan teu? Barudak well~

 

Sandi

1 rebu likes, 3 rebu views. Kalakuan geus siga mega bintang

(Menggelengkan kepala, menggoda)

 

Alex

Pragmatis, sialan

 

Sandi

Daripada maneh oportunis

 

ACT. 5

Tiba-tiba, Imam lewat sembari menyapa mereka berdua. Pakaian hendak shalat Jum’at. Sementara Yusuf ngintil bagaikan ekor si bapak muda itu. Muka mereka berdua berseri.

 

Imam

Assalamualaikum. Hayu, Lex.

(Imam menatap Sandi, lalu tersenyum simpul tanpa ajakan. Alex beranjak, menonjok ringan bahu Sandi)

 

ACT. 6

Alex, Imam dan yusuf pun berjalan menuju masjid. Sedangkan Sandi, malahan beranjak untuk mencari komiknya, setelah dapat, ia melanjutkan lagi bacaannya.

 

 

2. EXT. JALAN MENUJU MASJID – DAY

 

ACT. 1

Mereka berjalan sejajar, Yusuf berada di tengah. Menggandeng keduanya, layaknya keluarga cemara. Lucunya, Yusuf menggoyang-goyangkan kedua tangannya. Dan dengan spontan, sesekali Imam dan Alex mengangkat Yusuf dengan gambaran sebuah kapal terbang. Saat suasana tenang dan mereka hampir sampai, Imam berjongkok, merapikan rambut serta pakaian Yusuf. Dan Alex memandang penuh haru interaksi tersebut, berkhayal suatu hari ia pun punya anak selucu dan sepintar Yusuf.

 

Imam

Dek, kalau ada yang mau ditanyain atau diobrolin, mending sekarang aja, ya. Masih inget, kan. Hukum berbicara saat khutbah Shalat Jum’at?

 

Yusuf

Haram!

 

Imam

Jadi, mana pertanyaannya?

(Yusuf terlihat bingung dan kesulitan, bagai diberi tes)

 

Alex

Geus, Mam. Budak mah mun dikitukeun malah mati kutu

(Alex menyeret pelan-pelan anak itu, meninggalkan Imam yang terpaku)

 

3. INT. TOKO FOTOKOPI - DAY

 

ACT.1

Sandi, akhirnya bisa bernapas agak tenang. Saat suasana di toko sudah mulai kondusif lagi. Sembari duduk menghadap jalanan hanya untuk sekadar jaga-jaga. Pikirannya pun tenggelam, entah terlalu dalam masuk ke plot komiknya, atau pada labirin yang ada di dalam otaknya.

 

Sandi (Voice Offer)

Pragmatis? Sebenernya, gak ada satu manusia pun yang tahu niat dan tujuan manusia lainnya, kan? Begitu juga Alex, sedekat apapun kita, gak ada hak untuk menduga cara berpikirku. Apalagi kalau menyangkut soal prinsip. Jelas, aku jauh dari pragmatis.

Pedomanku bahkan tak sejelas itu, cara berpikirku saja masih acak. Mungkin, itu hanya sudut pandang yang berbeda.

Tapi, bisa jadi, output dan caraku mengambil keputusanlah yang terkesan pragmatis. Teori harus diuji oleh pengalaman. Manusia gak bisa hidup di dalam ide-ide gagasan mereka saja. Tanpa mereka sadari aku tak sepraktis itu, nyatanya aku hidup di dalam dunia wibu-ku hanya supaya merasa tetap hidup.

Bisa jadi karena pemilihan karier-ku, dengan track record nilai yang bagus di SMA, saat orang tua menawarkan lanjut kuliah, aku dengan tegas memilih menjadi tukang fotokopi.

Selain karena waktu yang efisien dan terlihat nyantai, pekerjaan ini setidaknya secara teoritis, sangatlah mengagumkan.

Sangat tidak pragmatis, bukan? Oh, prasangka.

 

ACT. 2

Pikiran Sandi flashback, ketika dia SMA. 3 sekawan sedang mampir ke toko fotokopi ini. Dan ada Pak Haji Gusman, dengan senyum yang melekat saat melayani pelanggan sehingga memancarkan aura yang langsung menusuk ke hati pemuda 16 tahun yang bernama Sandi kala itu.

 

Sandi (Voice Offer)

Sebelum atau setelah menjalani profesi ini, aku merasa sangat bersyukur. Suka-duka di dalam pekerjaan itu biasa, ada satu lagi yang membuat aku mencintai pekerjaan ini. Orang-orang secara sukarela menaruh dokumen penting mereka untuk dicetak ulang padaku, kepercayaan yang mungkin gak akan mereka taruh di mana pun, apalagi dengan kemajuan teknologi yang ada. Sudah berapa banyak momen-momen penting aku saksikan ketika bekerja di sini, itu juga sedikit banyak membuatku merasa senang. Aku bisa tahu, tujuan bahkan masalah orang-orang. Dokumen pernikahan, perceraian, lamaran kerja, proposal perusahaan, bahkan bapak-bapak rese tadi pun, sekilas aku melihat dokumen rahasianya. Tapi, apa peduliku? Semua itu tak terkait.

Seni dari pekerjaan ini, justru acuh tak acuh.

(Sandi menutup komiknya, ia tersenyum tulus)

 

Endah

Punten, Punten, Kang! Haloo

(Dengan nada riang nan semangat, wanita itu berusaha membangunkan Sandi dari lamunan panjangnya. Sontak Sandi terkejut)

 

Sandi

Muhun? Bade motokopi sabaraha lembar, teh?

(Endah memberi isyarat tidak secara konstan, lalu masuk ke dalam toko tanpa disuruh)

EH! Selain staf dilarang masuk

(Sandi menunjuk ke sebuah tulisan di dinding, Endah nyengir sembari menggaruk kepalanya)

 

Endah

Sanes bade motokopi, Kang. abdi mah bade damel didieu

 

Sandi

Oh, anak magang tea

(Ia dengan cepat melihat jam, masih siang. Bahkan yang shalat jum’at saja belum pulang)

Naha tos dongkap, sonten sanes kuduna mah?

 

Endah

Punten, sonten teh aya pangaosan di bumi, janten ayeuna weh da saur Kang Alex mah perkenalan heula

(Ada momen hening, sehingga suasana sedikit canggung)

 

ACT. 3

Sandi mempersilakan Endah duduk, wanita itu celingak-celinguk mengamati keadaan toko. Bibirnya tak berhenti tersenyum. Saat Sandi duduk di samping Endah. Raut wajah keduanya sungguh kontras, Sandi datar, tatapan matanya kosong, sedangkan Endah berseri-seri. Secara personal, Sandi tak pernah mengobrol dengan seorang wanita kecuali pelanggannya. Momen tegang itu mulai bisa mencair saat Sandi berdiri, lalu menghampiri mesin fotokopi.

 

Sandi

Dinten ayeuna mah, belajar heula cara pake mesin ieu weh

Sandi membuka penutupnya, Endah mendekatinya lalu berdiri sangat dekat di sampingnya, Sandi tak berani menoleh, ia berusaha bergeser)

Pencet tombol ON, simpen beberapa lembar kertas ka rak mesin, simpen dokumen ka kaca area nu ujung ieu, ameh pas di tengah, tong hilap rapihkeun, pencet tombol paper select, atur ukuran kertas nu bade dicetak, atur sabaraha lembar nu bade dicetak, pencet tombol start. Tutup mesin na, lamun atos beres. Candak dokumen asli sareng hasilna, terus pencet off. Kitu kira-kira, paham?

(Endah mengangguk, wajahnya masih kelihatan bingung tapi serius menyimak)

Sok ayeuna mah praktekkeun

 

ACT. 4

Walau beberapa kali salah, akhirnya Endah melakukannya dengan benar, lalu Sandi menjelaskan bagian yang lain. Ia memperkenalkan beberapa fungsi dan kegunaan barang. Cara menyapa dan melayani pelanggan, harga-harga barang dan jasanya. Endah masih mendengarkan tanpa bertanya ulang.

 

Sandi

Ngartos? Inget simpen artos dina laci ieu. Engke lamun pindah shift, pembukuan di tulis dinu ieu nya

(Ia mengacungkan sebuah buku kas)

Aya nu bade ditaroskeun deui?

 

Endah

Resep Detective Conan, Kang?

(Endah menunjuk komik yang berada di atas meja laptop, Sandi tampak malu. Ia berlari kecil ke arah komiknya kemudian menyembunyikannya di belakang badannya)

Abdi tos ningal ah, naha beut disumputkeun?

(Endah menahan tawa, menepuk lengan Sandi secara leluasa seperti mereka sudah kenalan lama)

Bodor pisan si akang teh. Oh! Enya, teu acan kenalan, abdi Endah

 

Sandi

Sandi...

(Endah mengulurkan tangan, tapi Sandi pura-pura hendak menyimpan komiknya ke lemari)

Endah apal Conan? Resep oge, nya?

(Endah mengangguk imut, kemudian obrolan mereka pun mulai mencair begitu saja)

 

 

4. INT. MASJID – DAY

 

Yusuf

Aha! Abi, Yusuf udah punya pertanyaannya

 

ACT. 1

Khutbah Jum’at masih berlangsung,suasana masjid pun khidmat. Sebelum kalimat-kalimat itu keluar dari mulut bibir mungil Yusuf. Imam memejamkan matanya kuat-kuat, menahan malu. Tangannya mencoba membungkam mulut Yusuf, sementara Alex menahan tawa sembari menepuk rambut bocah itu, kepalanya menggeleng.

 

Yusuf

Kenapa tadi Abi enggak ngajak Om Sandi shalat Jum’at juga!

Yusuf juga pengen ngerasain shalat Jum’at bareng Om Sandi...

(Imam membuka mata, matanya mulai menyipit tanda peringatan. Hal itu bertepatan dengan selesainya khutbah, Iqomah berkumandang. Alex dan Imam saling pandang, membuang napas mereka dengan penuh kelegaan. Tak lupa Imam memberi isyarat maaf pada jemaah yang sudah melihat mereka tajam)

 

ACT. 2

Episode kedua di tutup dengan Sandi yang duduk di depan laptop kamarnya, hendak membuka laptop dengan memasukkan kata sandi-nya ‘Anak Magang’. Adegan tersebut diambil dari belakang, tetapi saat Sandi mengetik, kamera hanya fokus pada layar.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar