Kata Sandi
1. Krisis Identitas

Kata Sandi


Written by

Fey Mega

  

EPISODE 1 : Krisis Identitas

 

 

1. INT. KAMAR DAN RUMAH SANDI – DAY

Sandi, (25), memakai kaos oblong lengan pendek berwarna gelap, celana boxer berwarna gelap juga, sementara rambutnya berantakan, laptop menayangkan anime Attack on Titan dengan headphone di telinganya. Kamarnya terlihat berantakan, tumpukan komik tergeletak di sisi kanan lantai kamarnya.

 

Sandi

Persetan, lah, cinta. Risih ningali na oge


(Laptop Sandi sedang memutar salah satu adegan terindah antara Eren dan Mikasa. Adegan ini muncul di Season 2, episode 12, di mana ayah Eren, Hannes, dimakan oleh para Titan, dan Mikasa terluka. Jadi dia pikir ini adalah saat terakhir dalam hidupnya. Dia kemudian mengungkapkan perasaannya kepada Eren, membuat adegan ini menjadi adegan yang paling membekas diingatan penggemar)

 

    ACT. 1

Sandi menutup keras laptop, tanpa mematikannya dulu secara sempurna. Lalu ia berdiri dari kursi meja belajarnya. Melirik ke jam dindingnya. Ada kepanikan di dalam wajah datarnya, kemudian ia celingak-celinguk mencari jaketnya. Karena kamar yang berantakan, pencarian itu memakan waktu yang cukup lama. Saat menemukan barang yang ia cari, mukanya tak bangga, malahan bibirnya secara refleks mendesah lega. Ia bergegas memakai jaketnya, walau agak kepayahan.

 

Sandi

Naon sih, rek gawe ge asa riweuh kieu. Siga pejabat weh urang teh

 

ACT. 2

Sandi menggerutu saat keluar dari kamarnya, tak lupa membuka kulkas

untuk mengambil sebotol air teh kemasan yang sudah setengah, bekas

ia minum kemarin. Ketika menenggak air minumnya, matanya agak

berpendar ke seisi ruangan yang temaram, rumah yang tampak selalu

sepi. Kedua orang tua dan kakak perempuannya yang selalu sibuk,

bahkan di pagi hari sekalipun. Setelah minumannya habis, ia menaruh

sampah botolnya di sembarang tempat.


Sandi

Mereun urang emang hirup di senayan siga pejabat nu sok sibuk

(Ia mendesah, raut mukanya agak sendu)

 

ACT. 3

Sandi menghampiri pekarangan rumahnya, merapikan tas ransel, lalu mengecek HP-nya, beberapa detik ia habiskan untuk memilih lagu yang tepat untuk menemani perjalanannya hari itu. Akhirnya, ia memilih lagu Habit dari Sekai No Owari. Ia memasangkan headphone bluetooth-nya, lalu melaju dengan sepedanya bagai pemain utama sebuah film anime.

 

2. EXT. JALANAN RUMAH MENUJU TOKO FOTOKOPI – DAY

 

Sandi (Voice Offer)

Saat pria berumur 25 tahun masih terobsesi dengan anime, apa pandangan hidupnya masih absolut? Menurutku kebanyakan orang bakal skeptis sih sama segala keputusan yang kubuat selama ini. Tapi, apa peduliku? Selagi semua yang kujalani masih dalam koridor moral yang konstan. Paling tidak dalam kematangan cara berpikir manusia di umur 25 tahun, menikmati anime sudah ditingkat kedalaman yang berbeda dari aku sepuluh tahun lalu. Misalnya saja di Attack on Titan, tiba-tiba muncul konklusi di dalam diri ini, apa Eren termotivasi oleh rasa takut atau inspirasi?

(Sandi yang larut dalam perdebatan batinnya, terkesiap saat tubuh dan sepedanya ambruk begitu saja ke tanah)

 

ACT. 1

Sandi hendak memarahi seseorang yang menyebrang sembarangan di belakangnya, tubuhnya masih terduduk di tanah. Saat bangkit, ia menghampiri manusia yang ternyata masih bocah itu. Tangannya sudah mengepal, giginya pun mengerat hebat.

 

Sandi

Punten, Cil, Bocil. Engke mah mun bade nyebrang teh hati-hati atuh

 

ACT. 2

Bocah itu mendongak, membuat mata Sandi melotot dan bibirnya bergetar panik ketika ia melihat darah di siku kanan anak itu, sementara anak itu hanya tersenyum manis tanpa tangisan, Sandi membungkuk dan menggendong tubuh anak itu.

 

Sandi

Dek, ngapain di sini sendirian? Mana Abi?

 

Yusuf

Abi lagi ngaji di masjid, tadi aku pengen pipis tapi gak mau ganggu Abi, makanya nyari toilet sendiri.

(Yusuf, menunjuk sebuah mesjid di seberang jalan)

 

Sandi

Terus? Toilet, kan, ada di dalam masjidnya. Kok keluar sini?

(Sandi meninggalkan sepedanya begitu saja, ia berlari sambil menggendong Yusuf ke dalam toilet masjid)

 

Yusuf

Om, tungguin ya, Yusuf masih takut ke toilet sendiri

 

3. INT. MASJID – DAY

 

ACT. 1

Sandi berdiri di depan toilet yang pintunya dibiarkan terbuka. Matanya mencari-cari di mana ayah si anak. Sebuah suara merdu sedang mengumandangkan Qur’an terdengar dari dalam masjid yang tampak lengang. Yusuf selesai buang air kecil, lalu mereka berdua masuk ke masjid dan menghampiri Imam yang sedang bersimpuh menghadap kiblat. Mereka berdua dengan sabar menunggu Imam membereskan aktivitas mengajinya dengan duduk bersila di pinggir yang tak jauh dari imam duduk.

Ketika Imam menutup Al-Quran, tubuhnya langsung menghadap Sandi dan Yusuf. Sorot mata Imam sangat teduh, bahkan auranya terpancar saat senyum tipis muncul dari bibirnya.

 

Imam

Darimana aja, Dek? Abi tadi suruh tunggu di situ, kan?

(Nadanya tegas, namun penuh rasa khawatir)

 

Sandi

Geus, lah, Mam. Nu penting mah Yusuf na aman. Tadi eta bocah hayangeun ngompol ceunah. Ngan mbung ngaganggu maneh, matak inditna sorangan tah bocah

ACT. 2

Sandi merasa iba saat melihat Yusuf menunduk penuh penyesalan. Mungkin Imam juga merasa menyesal, kurang peka terhadap kesulitan anaknya. Maka ia memeluk Yusuf yang sedang bersila di depannya. Lalu, menyisir rambut acak-acakan anaknya itu dengan tangan. Yusuf pun mulai tersenyum lagi, sedangkan Sandi mengedipkan mata pada Yusuf saat mata mereka tak sengaja bertemu.

Pikiran Sandi mulai kembali ke kondisi dan tujuan awalnya, otaknya merunutkan kejadian, ia dengan panik mengecek barang-barangnya. Tas masih ada, jam tangan aman, kondisi pakaiannya aman walau agak kotor, tapi saat ia memegang daun telinganya, ia sadar kalau headphone dan sepedanya masih tertinggal di luar.

Sandi hendak berdiri. Namun, ada seseorang yang dengan gaya borjuis memasuki pelataran masjid, sosok itu mematung lama di depan jendela. Memperhatikan mereka dengan kacamata hitamnya.

 

Sandi

Kunaon maneh? Kasambet?

(Sosok itu menyeringai, merapikan rambut klimisnya. Lalu masuk ke dalam masjid)

 

Alex

Enya kasambet, hanjakal jurigna keur di ceramahan pak ustad

 

Sandi

Ka urang eta teh?

 

ACT. 3

Imam memangku Yusuf untuk keluar dari tempat ibadah tersebut, lalu menegur perlahan teman-temannya yang sudah mulai guyon di tempat suci seperti tadi. First warning.

Akhirnya, mereka berempat keluar dari masjid.

 

Sandi

Perasaan tadi sapedah jeung headphone urang aya di tengah jalan?

 

Alex

Say thank you, Alex. Budak cileureun siga maneh mah emang pantes di rukiyah. Siga nu murah wae atuh eta barang-barang teh, Jang Sandi?

(Sandi mencibir, merasa tak terima atau berterima kasih. Ia hanya mencium kening Yusuf lalu menaiki sepedanya, menuju tujuan awalnya)

 

Sandi

Urang tiheula, ah, barudak! Om, berangkat kerja dulu, ya, Dek!

(Tanpa menoleh, ia menggowes sepedanya)

 

ACT. 4

Setelah Sandi hilang dari pandangan, ketiganya duduk-duduk di pelataran masjid. Kali ini Alex yang memangku Yusuf, bocah itu sedang asik memainkan HP alex. Sembari mereka berdua tertawa, Imam terus menatap ke arah Sandi pergi tadi.

                          

Imam

Lex, urang boga usul jang si Sandi

(Setelah beberapa detik fokus ke HP, akhirnya Alex menoleh heran ke arah Imam)

 

Alex

Naon? Sok weh ngomong siga ka batur wae

(Imam seperti sedang menyusun kata-kata yang tepat)

 

Imam

Ceuk urang mah si Sandi teh butuh partner ganti shift.

Watir, teu ningali tadi eta kantong matana sagede naon?

 

Alex

Oh? Sugan teh naon, enya kalem, Sandi emang ngusulkan eta ka si Abah. Geus di ACC tinggal nungguan jelemana weh

 

Yusuf

Om Sandi itu orang Jepang, ya?

(Alex dan Imam saling pandang, kebingungan)

 

Imam

Kita semua orang Indonesia, Dek

 

Yusuf

Termasuk Om Sandi?

(Mereka berdua, Alex dan Imam mengangguk mantap)

 

Yusuf

Oh, terus Abi bisa baca Qur’an, Om Alex juga lagi belajar baca Qur’an sama kaya Yusuf. Kok Om Sandi doang yang gak baca Qur’an? Padahal temen-temen Yusuf juga ngaji semua. Kirain Om Sandi orang Jepang makanya gak bisa baca Qur’an

(Alex berdeham, Imam beranjak dari situ untuk masuk kembali ke masjid)

 

Imam

Ngaji bareng, hayu

(Alex memberikan hormat pada Imam, tapi Yusuf tetap meminta jawaban tentang Sandi)

 

Imam

Gak semua orang Indonesia harus bisa baca Qur’an, kita itu beragam. Dan gak semua orang jepang gak bisa baca Qur’an.

Yang penting orang islam itu harus mau belajar.

 

Yusuf

Om Sandi bukan islam?

 

Alex

Islam, Dek! Siapa yang mau es krim!

(Alex berusaha mengalihkan, Imam membuang napas yang tertahan, sementara Alex minta izin membeli es krim ke warung sebelah dulu. Secara otomatis keingintahuan bocah itu pun teralihkan)

 

4. INT. TOKO FOTOKOPI– DAY, AFTERNOON, NIGHT

 

ACT. 1

Sandi duduk tenang di depan etalase toko, jam menunjukkan pukul 10 pagi, di mana jam shift-nya di mulai. Suasana hari Sabtu di pagi hari memang biasanya lengang seperti ini. Sandi menopangkan dagunya, malas. Kejadian tadi pagi sama sekali tak sesuai rencana kecilnya, harusnya ia bisa tiba jam 9 pagi, beres-beres terlebih dulu sebelum sarapan. Namun, hari ini berjalan terlalu tergesa-gesa baginya yang menerapkan prinsip slow living.

Desahan beberapa kali keluar masuk di hidung dan mulutnya. Ia memainkan sebuah bolpoin secara random.

Tiba-tiba ada suara gerasak-gerusuk.

 

Orang Asing

Kang, didieu icalan kamera?

(Sandi terperanjat, matanya memincing ke orang asing itu)

 

Sandi

Cetak foto mereun, nya? Tiasa

 

Orang Asing

Sanes, kamera weh, kanggo moto

 

Sandi

Teu icalan atuh, kang. Tukang fotokopi ieu mah

 

Orang Asing

Ari itu naon atuh

(Ia menunjuk ke neon box yang terpajang di depan toko. Sandi keluar toko untuk memastikannya)

 

Sandi

Canon, kang?

 

Orang Asing

Muhun, eta teh sanes merek kamera, kan?

(Sandi menggeleng frustasi, dihentakannya langkah kaki menuju tokonya lagi. Tanpa melirik lagi si orang asing, Sandi marah)

 

Sandi

Eta mah merek mesin fotokopian, sanes kamera hungkul atuh

 

Orang Asing

Meuni jutek, pira jadi tukang foto ge. Biasa weh bray

(Orang asing itu melengos sembari memaki-maki Sandi)

 

ACT. 2

Sandi menepuk jidat, berjalan menuju komputer toko lalu menyalakan playlist jejepangannya. Ia kemudian bisa duduk santai kembali, setelah tadi ada gangguan yang tak berarti.

 

Sandi

Isuk keneh geus aya jelema gelo

(Belum sempat ia lama-lama bersantai, tiba-tiba ada manusia yang datang lagi, dengan berat hati ia melayaninya)

 

Orang Asing 2

Kang, bade fotokopi dua lembar

(Sandi lega, setidaknya yang satu ini pelanggan normal)

 

Sandi

Muhun, Teh. Dokumenna nu mana, nya

 

Orang Asing 2

Ieu Kang aya dina HP

 

Sandi

Oh, maksudna print mereun, nya, teh?

 

Orang Asing 2

Sanes, Kang, saur si Bos ge da fotokopi, sanes print

(Sandi ingin membalas ngegas, tapi kok dia malah kasihan sama yang ini mah, soalnya mukanya bego beneran. Sambil menahan tawa, Sandi mengiyakan saja biar cepat sambil meraih HP-nya)

 

Sandi

Siap, teh! Dua lembar

(Setelah orang asing kedua pergi, Sandi duduk dengan suara keras di kursinya. Hari ini sungguh sangat berat)

 

Sandi

Araneh kieu pelanggan poe ayeuna mah, nasib nasib

 

ACT. 3

Setelah kedua orang aneh itu, sisa shift Sandi berjalan bagaikan hari-hari biasanya, pelanggan-pelanggan, kendaraan-kendaraan, hewan-hewan, manusia-manusia itu berlalu-lalang bagaikan time lapse. Sementara ia terduduk stagnan di tempatnya.

 

Sandi (Voice Offer)

Hari-hari seperti inilah yang terkadang menyadarkanku, kalau hidup yang kujalani selama ini adalah hidup yang tanpa progres, tapi inilah kehidupan utopis yang sejak kecil aku dambakan. Slow live slow risk, Sejarah itu ditulis oleh bangsa yang menang.

Buktinya di Attack on Titan. Semuanya bias, terus ngapain juga aku harus begitu berusaha? Santai yang penting nyaman dan stabil. Ngomong-ngomong, anak yang tertabrak tadi pagi itu namanya Yusuf, dia sudah aku anggap sebagai anak sendiri, walau Imam bapak kandungnya.

Iya, Imam dan Alex itu sohibku dari SD.

    Kita berempat bagaikan keluarga yang tak sedarah. Susah senang sudah kita lalui bersama. Maka, diluar dari mereka, bagiku tak terlalu penting. Intinya aspek yang lain hadir hanya untuk menyeimbangkan saja. Terdengar kejam, tapi itu sebuah kejujuran.

 

                        Orang Asing 3

Kang, fotokopi ini, ya, masing-masing 10 lembar

(Lamunan Sandi buyar seketika, sosok familiar muncul)

 

Sandi

Oh, oke, Kang

(Tanpa banyak tanya ia melaksanakannya, setelah hasilnya beres dan memberikannya ke orang asing 3. Tanpa basa-basi orang itu langsung meninggalkan toko)

 

ACT. 4

Sandi mengernyit, sosok dengan jaket hitam, rambut panjang yang di kuncir, serta sorot mata yang memincing. Sedikit mencurigakan, apalagi setiap Sandi memerhatikan dokumen-dokumen yang sering ia fotokopi itu antara kartu keluarga atau fotokopi akta lahir dari berbagai nama anak yang berbeda. Ia berpikir mungkin saja, pria itu bekerja dengan panti asuhan atau sebagainya. Lagipula Sandi tak suka ikut campur. Jam menunjukkan pukul 10 malam, waktunya shift dia berakhir. Untuk pertama kalinya di hari itu, munculah senyum bahagia di bibir Sandi. Sembari beberes peralatan toko, bergegas untuk tutup.

 

ACT. 5

Sandi mengambil rute yang sama saat ia berangkat tadi pagi, tetapi jauh di depan pandangannya, ada sosok pelanggan terakhir yang barusan datang ke toko. Masuk ke dalam sebuah kontrakan yang tak lama ia tinggali. Ada sedikit kecurigaan di dalam otaknya, makanya dia dan sepedanya berhenti sebentar untuk memperhatikan.

 

Sandi

Cileupeung, mun urang disangka rek maling kumaha, nya?

(Sandi pun berlalu dari situ, selang beberapa detik, orang asing itu keluar kembali, ditatapnya punggung Sandi yang berlalu menaiki sepedanya dengan sorot mata dinginnya)

 

ACT. 6

Episode pertama di tutup dengan Sandi yang duduk di depan laptop kamarnya, hendak membuka laptop dengan memasukkan kata sandi-nya ‘Krisis Identitas’. Adegan tersebut diambil dari belakang, tetapi saat Sandi mengetik, kamera hanya fokus pada layar.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar