3. Dunia Harapan
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. JALANAN — SORE/MALAM

Albertus berjalan disisi jalan sebuah komplek perumahan, kepalanya tertunduk, matanya mengarah pada jalanan di depannya. Hari mulai menjadi gelap saat itu. Hingga sampailah dia didepan gerbang rumahnya, sebuah rumah bergaya modern dengan halaman yang luas. Seorang Satpam membukakan gerbang untuknya lalu Ia pun masuk.

INT. RUMAH ALBERTUS — MOMENTS LATER

Pintu terbuka, Albertus masuk ke Rumahnya. Ayahnya sudah menunggunya sedari tadi. Belum sempat dirinya mengucapkan salam, sebuah tamparan mendarat disisi kanan pipinya yang sentak membuatnya kaget.

AYAH ALBERTUS

Anak tolol!

(membentak)

ALBERTUS

Ayah, kenapa?

(lemas)

AYAH ALBERTUS

Sia-sia ayah mendaftarkan kamu ke Sekolah ternama! Maksud kamu mukulin kakak kelas apa? Mau jadi jagoan?

ALBERTUS

Bukan aku, dia yang mulai.

AYAH ALBERTUS

Gausah bohong! Kepala sekolah kamu yang kasih tau Ayah. Kamu sekolah disana buat belajar, biar bisa masuk universitas bagus dan meneruskan usaha pertambangan, bukannya buat sok jago. Ayah kecewa.

Kepala Albertus bangkit, matanya menatap tajam mata sang Ayah. Matanya dilinangi air mata yang seakan memaksa untuk tumpah. Emosinya sudah tidak terbendung lagi.

ALBERTUS

Ga ada yang percaya Albertus! Semua orang menuduh Albertus layaknya penjahat, bahkan Ayah Albertus sendiri. Ayah benar, Albertus memang anak tolol!

Dengan nada tinggi dan tersedu sedu, Albertus meluapkan semua kekesalannya lalu pergi berjalan menaiki tangga.

AYAH ALBERTUS

Albertus, Ayah belum selesai!

Albertus berhenti lalu berbalik ke arah ayahnya.

ALBERTUS

Satu lagi. Albertus muak dipaksa ikuti mimpi ayah soal pertambangan. Itu bukan cita-cita Albertus!

Albertus pergi berlalu menaiki tangga lalu masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.

INT. KAMAR ALBERTUS — MOMENTS LATER

Albertus melemparkan tasnya lalu terduduk lemas di lantai dan membenamkan kepala dipangkuan lututnya. Tangisannya semakin tak terbendung, air matanya semakin banyak tertumpah membasahi celananya. Tangisannya seketika terhenti, Ia teringat kalimat yang di ucapkan Andhika padanya. 

ALBERTUS

Dunia lebih percaya kebohongan manusia pintar dibanding fakta yang terucap dari mulut seorang pembuat onar.

Albertus berbicara sendiri sambil berusaha menghentikan tangisannya. 

EXT. HALAMAN RUMAH ALBERTUS — PAGI BUTA

Hari masih gelap, masih sangat pagi untuk orang beraktifitas. Albertus mengeluarkan Sepedanya dari Rumah Itu. Albertus sejenak menatap rumahnya dan menghela nafas sejenak. Ia lalu menaiki sepedanya dan pergi dari sana.

EXT. POS SATPAM SEKOLAH — PAGI BUTA

Albertus sudah sampai di Sekolah. Suasana sekolah sepi, hanya Satpam sekolah dan petugas kebersihan yang datang lebih pagi dari dirinya. Pak Gugun pun menyapa Albertus. 

PAK GUGUN

Rajin banget pagi buta udah di sekolah.

(tersenyum)

ALBERTUS

Hehe, iya Pak sekalian olahraga.

PAK GUGUN

Kalo jam segini ruang kelas juga belum dibuka dek.

ALBERTUS

Oh saya kira sudah, maklum Pak saya siswa baru jadi tidak tau.

PAK GUGUN

Pantesan. Yaudah tunggu saja dulu disini. Siapa namanya Dek?

Tanya Pak Gugun sambil merapikan baju.

ALBERTUS

Saya Albertus.

PAK GUGUN

Berangkat sepagi ini pasti belum sarapan kan? Biar sekalian saya belikan, nasi kuning di depan situ enak, Dek Albertus harus coba.

ALBERTUS

Tidak usah Pak terimakasih, saya sudah makan.

Jawab Albertus sungkan namun diiringi suara dari perut yang tidak bisa diajak bekerja sama.

PAK GUGUN

Perutnya ajak kerja sama dong kalau mau bohong. 

(tertawa)

Yasudah saya kedepan dulu, kamu tunggu disini.

Albertus menjadi malu karena dirinya ketauan berbohong. Satpam itu pergi dari sana. Tak lama Satpam itu kembali dengan membawa keresek berisi makanan. 

PAK GUGUN

Nih sarapan dulu. Minumnya ambil aja dari galon di dalem pos.

Pak Gugun memberikan sebungkus nasi kuning pada Albertus.

ALBERTUS

Jadi merepotkan pak. Berapa harganya? Biar saya ganti.

PAK GUGUN

Santai aja Dek, anggap aja ini ucapan selamat datang di SMA karya. Sama itung-itung nemenin saya sarapan. Tapi maaf cuma nasi kuning.

(membuka makanan)

ALBERTUS

Saya jadi ga enak pak, ini sudah lebih dari cukup. Terimakasih banyak.

Albertus menundukan kepalanya sebagai ucapan terimakasih.

INT. RUANG KELAS — PAGI

Bel masuk sekolah terdengar nyaring hingga kedalam kelas. Albertus hari ini duduk sendirian dibarisan belakang. Keadaan di Kelas Albertus sedikit berbeda. Teman sekelas yang kemarin bernyanyi bersamanya, hari ini sangat jelas agak menjaga jarak dari dirinya. Malah beberapa siswa melontarkan tatapan sinis padanya. Namun Albertus tidak terlalu menghiraukannya dan malah melamun berfikir sendirian.

EXT. HALAMAN SANGGAR — SORE

Albertus sampai di depan Sanggar sambil membawa dua bungkus gorengan persis seperti yang di lakukan Boris. Namun saat itu pintu sanggar masih terkunci, belum ada siapa-siapa disana. Ia pun duduk di tangga depan pintu Sanggar. Ekspresinya terlihat khawatir dan bingung. 

Tak lama kemudian terdengar suara beberapa orang yang tertawa mendekat, kedengarannya seperti suara Andhika. Albertus berdiri untuk bersiap-siap menyambut mereka. Ternyata di sore itu mereka datang bersamaan kecuali Damar. Seketika mereka terdiam sejenak melihat Albertus yang sudah berada di Sanggar itu sebelum mereka.

ANDHIKA

Lah dari tadi disini?

BORIS

Maaf Sanggarnya belom dibuka, kuncinya aku yang bawa hehe.

Boris melambaikan kunci, menunjukannya pada Albertus sambil bergegas membuka pintu.

TIARA

Kayaknya kita gausah beli cemilan nih hari ini, udah ada yang bawain.

Tiara menunjuk ke arah bungkusan yang ada di tangan Albertus.

ANDHIKA

Wah, thanks ya bro, ayo masuk!

Andhika merangkul Albertus dan menggiringnya masuk. Bingung kenapa mereka malah seperti sudah mengenal Albertus sejak lama.  

INT. SANGGAR — MOMENTS LATER

Mereka semua masuk kedalam Sanggar itu. Albertus berjalan masih dengan rangkulan Andhika. Tak lama dari arah belakang, Damar datang mdengan membawa satu kotak Pizza. 

DAMAR

Pagi semuanya! Saya bawa pizza! 

Sapa Damar penuh semangat saat memasuki pintu Sanggar. Matanya langsung tertuju pada Albertus yang berada disana.

DAMAR

Wah anggota sudah lengkap. Maaf saya cuma bawa pizza satu box.

ANDHIKA

Tenang Pak, Albertus udah bawain cemilan juga.

DAMAR

Cocok!

Saat semua orang sedang sibuk dengan makanan. Albertus berdiri depan Ruangan itu menghadap semua orang disana. 

ALBERTUS

Maafin sikap ku kemarin. Setelah pulang dari sini aku terfikir perkataan kalian tentang perlakuan orang lain itu benar.

Semua orang menatap Albertus. 

BORIS

Udah santai aja. Ayo kita makan dulu. 

ALBERTUS

Kalau boleh sedikit cerita. Di hari pertama sekolah, aku jadi paham banyak hal. Dimulai penghinaan dari Dimas, lalu sikap Bu Atut. Bahkan kemarin ayahku sendiri lebih percaya laporan Bu Atut daripada ucapan anaknya. Memang hubunganku dengannya sudah tidak baik sejak dulu. Hanya kalian yang bersikap baik. Apalagi Kak Andhika yang ikut disalahkan padahal dikejadian kemarin, cuma dia satu satunya orang yang tidak bersalah.

Tatapan mata setiap orang disana pada Albertus penuh simpati melihat Albertus yang berusaha menahan tangis. 

ALBERTUS

Lagi pula mimpi ku ingin menjadi musisi bukan pengusaha tambang seperti permintaan ayah. Dan kemarin Kak Intan bilang kalau disini kita bebas berekspresi. Saya ingin disini. 

TIARA

Kalo gitu tunjukin bakat kamu sekarang.

Tiara mencairkan suasana. 

ALBERTUS

Tapi aku penasaran, kenapa semua orang disini harus punya julukan?

DAMAR

Julukan itu bukan kemauan kami. Semua julukan itu dari Andhika, makanya dia pun ngasih julukan ke dirinya sendiri.

INTAN

Si paling narsis.

Celetukan mengundang tawa keluar dari mulut intan yang sedari tadi hanya diam. Saat semua orang disana mentertawakan Andhika, Albertus berjalan ke sisi ruangan ke arah sebuah piano yang setegah tertutup oleh kain. Kain dibuka lalu Ia menyalakanya hingga memancing perhatian semua yang ada disana. Jarinya menyentuh satu persatu tuts piano dan piano pun berbunyi normal.

ALBERTUS

Aku ingin punya julukan juga.

Andhika mengangguk lalu semua orang bersiap untuk meliaht apa yang akan dilakukan Albertus. Albertus pun mulai bernyanyi lagu Somebody to Love dari band Queen. Albertus bernyanyi dengan gaya menirukan Freddy Mercury. Semua orang terkesima melihat Albertus yang sangat bersemangat. 

Suara tepuk tangan dari semua yang ada disana menutup penampilan hebat dari Albertus. Tiara dan boris bahkan berdiri saat memberikan tepuk tangan. Albertus membungkukan badannya memberi hormat.

TIARA

Kita sebut dia vocalist, atau mungkin golden voice.

BORIS

Atau frontman.

ANDHIKA

No! Dari mentalitasnya, panggil dia young mamba!

Albertus tersenyum saat mendengar ucapan Andhika. Semua orang memberikan tepuk tangan pada Albertus. 

INT. SANGGAR — MOMENTS LATER

Hari sudah semakin sore. Tapi semua orang disana masih terlihat sangat bersemangat. Damar yang sedari tadi diam, melirik ke arah jam tangannya. 

DAMAR

Sekarang sudah mau gelap, lebih baik kita sudahi dulu untuk hari ini.

ALBERTUS

Tapi Pak saya ingin juga lihat bakat yang lain.

(kecewa)

ANDHIKA

Besok kan masih bisa.

TIARA

Bocah baru ga sabaran nih.

DAMAR

Saya lupa bilang kalau mungkin kita bisa disini lagi minggu depan. Besok sampai Sabtu guru akan mengadakan rapat hingga sore, jadi akan beresiko jika kita terlihat berkumpul setelah jam sekolah.

Semua murid menunjukan kekecewaan. 

DAMAR

Tapi saya akan beri kalian tugas menyiapkan penampilan untuk minggu depan. Berikan saya hal baru.

EXT. JALANAN - MALAM

Hari mulai gelap, matahari sudah terbenam sepenuhnya. Damar berjalan keluar dari sekolah menuntun sepedanya, di sampingnya Albertus menemani sambil menuntun sepeda juga. Lampu-lampu jalanan juga rumah dan pertokoan satu persatu mulai menyala menyinari jalanan.

ALBERTUS

Kenapa Pak Damar membuat perkumpulan itu?

DAMAR

Saya tidak ingin kalian bernasib seperti saya dulu.

Albertus menunjukan rasa penasaran.

INT. RUMAH DAMAR — FLASHBACK

IBU DAMAR (O.S.)

Damar! Makan dulu yuk, Ibu sudah masak kesukaan kamu.

Damar kecil berlari menghampiri Ibunya yang sedang merapikan piring sambil membawa buku gambar di tangannya.

DAMAR KECIL

Liat bu, gambar Damar bagus kan?

Senyum tipis terbentuk dari bibir sang Ibu menyembunyikan rasa khawatir.

IBU DAMAR

(mengusap Damar kecil)

Iya bagus, pinter anak Ibu. Sekarang kita makan dulu.

Damar bersemangat mengambil nasi dan telur mata sapi kedalam piringnya lalu mengoleskan kecap manis diatas makananya layaknya sedang melukis. Tak sadar sedari tadi Ibunya memeprhatikan dengan raut wajah orang yang sedang mencari cara untuk menyampaikan sesuatu. Kegiatan Damar terhenti karena menatap Ibunya yang sedari tadi hanya diam menatapnya.

DAMAR KECIL

Ibu ga makan?

IBU DAMAR

Ibu sudah makan.

Tatapan tulus terpancar dari mata wanita itu. Tapi, Damar remaja tahu jika Ibunya sedang berbohong.

IBU DAMAR

Damar, Ibu senang melihat kamu jago menggambar, gambar kamu bagus. Tapi Ibu dengar nilai sekolah kamu menurun. Ibu ingin kamu belajar lebih giat Nak.

DAMAR KECIL

Tapi nilai melukis Damar paling bagus di Kelas.

IBU DAMAR

Ibu tau, tapi Ibu harap kamu bisa mengkesampingkan dulu hobi menggambar kamu untuk belajar lebih giat.

Mata Ibunya berkaca-kaca tidak tega saat mengucapkan kalimat itu pada anak kesayangannya.

DAMAR KECIL

Cita-cita Damar ingin jadi pelukis. Kenapa Ibu ngelarang Damar? Ibu sendiri bilang lukisan Damar bagus. Iya kan bu?

IBU DAMAR

Bukan itu maksud Ibu. Cita-cita kamu bagus. Tapi Ibu mengkhawatirkan masa depan kamu. Ibu berharap kamu sekolah yang tekun, dapat nilai bagus terus dapat kerja yang jelas.

DAMAR KECIL

Jadi menurut ibu cita-cita Damar ga ada masa depannya?

IBU DAMAR

Damar, Dunia memang tidak akan pernah adil pada orang seperti kita. Bahkan mungkin kita tidak pernah diperhatikan. Kamu sudah mulai besar, Ibu ingin kamu belajar dengan tekun. Walaupin dunia masih terasa tidak adil, setidaknya dunia mulai memperhatikan jika kamu pintar.

Air mata mulai menetes di pipi sang Ibu. Wajah Damar kecil terlihat kesal. Namun, kekesalannya memudar saat melihat Ibunya juga bersedih. Damar membagi dua telur mata sapi dan nasi miliknya lalu memberikannya pada Ibunya. Ibunya kaget melihat sikap anaknya yang sedari tadi berdebat dengannya sudah tersenyum.

DAMAR KECIL

Damar sekarang paham. Damar janji bakal belajar lebih giat lagi. Damar pengen jadi guru. Tapi Ibu juga harus janji jangan bohong lagi dan ngebiarin Damar makan sendirian.

Damar meraih tangan Ibunya yang terlihat semakin meneteskan air mata.

EXT. JALANAN — MALAM

Damar dan Albertus masih berjalan bersama sambil menuntung sepedanya masing masing. 

DAMAR

Berat sebenernya melepaskan mimpi. Tapi akan lebih sakit hati kalau Ibu kecewa sama Saya. Menjadi pelukis bukan jalan orang biasa seperti saya untuk menjadi manusia. Makanya sekarang saya ingin support anak-anak yang punya mimpi besar semacam kamu.

ALBERTUS

Saya terharu dengar cerita Pak Damar.

Albertus mengusap mata dengan tangannya.

DAMAR

Rumah saya masuk ke sana, mau mampir dulu?

ALBERTUS

Tidak usah Pak, saya mau langsung pulang.

Albertus meraih tangan Damar untuk bersalaman pamit pulang lalu menaiki sepedanya dan pergi berlalu.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar