2. Sesuatu yang Tersembunyi
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. KANTIN — PAGI

Dentingan bel sekolah terdengar jelas hingga penjuru sekolah menandakan jam istirahat tiba. Suasana kantin saat itu ramai dipenuhi siswa yang sedang makan siang, tapi ada juga yang duduk disana hanya untuk bercanda dengan teman-temannya. Albertus menjadi perhatian beberapa orang karena penampilan khas Indonesia Timur nya. Termasuk Dimas yang sedari tadi memperhatikannya dari kejauhan.

Albertus sedang mengambil jatah makannya pada semorang penjaga Kantin. 

ALBERTUS

Terimakasih Bu.

Albertus celingukan, kepalanya beberapa kali menoleh ke kiri dan kanan mencari tempat duduk yang kosong untuk dia dan temannya. Mata Albertus tertuju ke arah ujung kantin, ada sebuah meja yang masih kosong disana. Ia dan temannya berjalan memecah kerumunan menuju ujung kantin. Dimas yang sedari tadi memperhatikan, lalu membentangkan kakinya ke depan mengait kaki Albertus. Albertus terjatuh cukup keras, bahunya membentur lantai, Makanan yang di bawa Albertus berceceran mengotori lantai dan sepatu dari beberapa siswa. Ia menjadi pusat perhatian, beberapa siswa mentertawakannya termasuk Dimas. 

ALBERTUS

Maksudmu apa?

Albertus bangkit lalu mendorong Dimas cukup keras. Dimas seraya mengubah raut wajah tertawanya menjadi marah.

DIMAS

Anak baru udah berani ya!

ALBERTUS

Jangan mentang-mentang Aku anak baru jadi bisa seenaknya ya.

(menunjuk wajah Dimas)

DIMAS

Terus Lo mau gimana? Mau gue minta maaf?

Tangan Dimas mencolek tumpahan makanan yang ada di baju Albertus lalu mengoleskannya ke wajah Albertus.

ALBERTUS

CUKIMAI!!

Teriak marah Albertus seraya tangan kanannya meninju wajah sebelah kiri Dimas hingga terjatuh.

DIMAS

MONYET LO! 

Dimas bangkit lalu berlari ke arah Albertus. Perkelahian tidak bisa di hindarkan, mereka berdua saling hajar. Dari kejauhan Andhika berlari memecah kerumunan dan melompat ke arah perkelahian.Siswa lain yang berada di Kantin tidak berusaha melerai namun malah merekam kejadian itu dengan ponselnya.

BU ATUT

APA-APAAN INI?!

Teriak Bu Atut dari luar Kantin sambil memasang wajah marah. Seketika perkelahian terhenti. Siswa yang sedang menonton perkelahian berhamburan pergi dari tempat kejadian. Penampilan Albertus, Dimas dan Andhika serta siswa lain yang ikut berkelahi tidak karuan.

BU ATUT

Semuanya ikut saya ke kantor, SEKARANG! 

INT. RUANGAN BU ATUT — PAGI

Albertus, Andhika, dan Dimas beserta dua kawannya berdiri dihadapan Bu Atut yang duduk di kursi kantornya. Kepala mereka smeua tertunduk. 

BU ATUT

Selama saya disini tidak pernah ada kejadian memalukan seperti itu.

Tatapan tajam sambil menggelengkan kepala menunjukan rasa marah dan kecewa pada muridnya. Suasana terpecah oleh pintu yang terbuka oleh Damar. Para siswa menoleh ke arah pintu yang ada tepat di belakang mereka.

DAMAR

Permisi Bu...

Raut wajah Damar berubah bingung saat melihat barisan siswa dengan penampilan acak-acakan. Damar melanjutkan sambil memeriksa kondisi para muridnya.

DAMAR

Ada apa ini bu?

BU ATUT

Siswa baru Pak Damar ini membuat Onar di hari pertama sekolah.

Tatapan tajam Bu Atut tertuju pada Albertus.

ALBERTUS

Bukan saya! Dia yang mulai.

(menunjuk Dimas)

BU ATUT

Dimas ini siswa berprestasi, tidak mungkin terlibat perkelahian.

ALBERTUS

Tapi Bu...

Kalimat Albertus terpotong oleh senggolan bahu dari Andhika yang langsung memberikan gestur menggelengkan kepala.

BU ATUT

Dimas, silahkan kamu dan temanmu kembali ke Kelas.

Dimas berjalan keluar dari ruangan itu sambil matanya menatap Albertus dan melontarkan senyum ledekan. Albertus mengerenyitkan dahinya lalu menatap Andhika yang hanya memberikan isyarat untuk diam.

BU ATUT

Saya sudah biasa melihat Andhika membuat masalah. Tapi kamu siswa baru sangat mengecewakan.

ALBERTUS

Tapi dia yang menghina saya didepan umum.

BU ATUT

Pak Damar, anak didik Anda ini memukul Dimas di kantin. Kali ini saya beri kelonggaran. Tapi saya minta Pak Damar didik dia dengan benar.

DAMAR

Baik bu, biar saya bicara dengan mereka berdua.

Damar merangkul Andhika dan Albertus lalu mengajaknya untuk keluar dari ruangan. Albertus terlihat bingung. 

ALBERTUS

Bukan saya yang mulai, tapi kenapa saya yang disalahkan?

Albertus masih berusaha membela dirinya namun ditahan oleh Damar dan membawanya keluar dari ruangan itu.

EXT. BELAKANG SEKOLAH — MOMENTS LATER

Damar membawa Albertus dan Andhika ke belakang sekolah. Ada sebuah sanggar kumuh yang kurang diperhatikan di SMA Karya. Mereka bertiga duduk di tangga depan sanggar.

DAMAR

Sekarang saya ingin dengar sendiri dari kalian.

(Nada bicara serius)

ALBERTUS

Tadi di kantin...

ANDHIKA

Kalo lo mau ceritain biang masalahnya itu Dimas, Pak Damar udah tau.

Andhika memotong kalimat Albertus memberikan senyum meledek. Albertus jadi kebingungan. 

DAMAR

Ungkapkan aja keluh-kesah dan kebingungan kamu. Saya liat dari tadi kamu kebingungan, seperti banyak pertanyaan dikepala kamu itu.

(menunjuk dahinya sendiri)

ALBERTUS

Kenapa Bu Atut biarkan Dimas pergi, padahal dia yang salah?

ANDHIKA

Karena Dimas juara olimpiade.

(mengikuti logat Albertus)

ALBERTUS

Terus kalau juara olimpiade kenapa? Kalau salah ya harusnya salah dong.

(meninggikan suara)

ANDHIKA

Hukum rimba disini emang unik. Anak pinter, teladan apalagi juara olimpiade itu ada dipuncak rantai makanan. Nah kita cuma alang-alang.

DAMAR

Andhika ini kapten tim basket di klub Guardian dan baru saja menjuarai kompetisi tingkat provinsi. Tapi kamu gatau kan?

ALBERTUS

Itu prestasi hebat tapi kenapa tidak di umumkan juga saat upacara?

ANDHIKA

Soalnya gue anak bandel dan bego kalo di Kelas. Siswa kaya gue cuma dianggap aib sekolah. Lagi pula buat Bu Atut, bakat selain bidang akademik itu bukan prestasi. Bener kan Pak?

Tawa Andhika keluar dari mulutnya seraya matanya menatap ke arah Damar yang sedari tadi tersenyum. 

DAMAR

Liat sanggar dibelakang kamu, lebih mirip rumah hantu kan dibanding sanggar seni? Dulu ekstrakulikuler di sekolah ini banyak. tapi itu dulu.

Albertus masih kelihatan bingung. 

ALBERTUS

Lalu, kenapa tadi kak Andhika ikut berkelahi?

Tawa lepas dari Andhika keluar dari mulutnya saat mendengar pertanyaan si anak baru itu.

ANDHIKA

Niat gue ngelerai, tapi geng Dimas sialan itu kayanya nganggep gue ikut-ikutan buat bantu lo.

ALBERTUS

Tapi kenapa kakak tidak membela diri didepan Bu Atut?

ANDHIKA

Ada hal tertentu yang sia-sia buat di lakuin, salah satunya debat sama Bu Atut. Paling ujungnya pun dia ga akan percaya omongan anak bandel kaya gue.

Damar menghampiri Albertus lalu merangkulnya. 

DAMAR

Albertus ini berbakat loh. Tadi pagi dia nyanyi bagus banget di kelas saya. Pengen kaya Freddie Mercury katanya.

ANDHIKA

Selera lo bagus juga, boleh dong nyanyi sekarang.

ALBERTUS

Kok jadi nyanyi? Pertanyaan saya masih belum terjawab semua Pak.

DAMAR

Saya jawab nanti sore. Sepulang sekolah saya tunggu kamu disini. Sekarang kalian kembali ke kelas masing-masing.

Damar lalu berjalan pergi di ikuti Andhika meninggalkan Albertus sendirian.

ANDHIKA

Sampe ketemu nanti sore.

(melambaikan tangan)

Raut wajah Albertus makin kebingungan dengan tingkah guru dan kakak kelas yang baru saja Ia kenal.

ALBERTUS

Pak, kok saya ditinggal.

Teriak Albertus seraya berlari kecil meninggalkan tempat itu.

EXT. LORONG KELAS — MOMENTS LATER

Dentang bel sekolah nyaring terdengar menandakan waktu pulang tiba. Albertus berjalan dengan tatapan kosong penuh dengan kebingungan. Ia berjalan melewati para siswa yang baru saja keluar dari kelas juga. Hingga sampailah dia di depan Sanggar itu.

EXT. HALAMAN SANGGAR — CONTINUOUS

Lamunan Albertus terpecah saat menyadari dirinya telah sampai di depan sanggat kumuh itu. Di tempat yang sama, Damar dan Andhika terlihat saling bercanda dan sesekali ketawa-ketiwi.

ANDHIKA

Kirain lo ga akan dateng.

DAMAR

Yaudah ayo keburu ada yang liat.

Damar berjalan ke arah pintu sanggar lalu memegangi pintu itu namun tidak membukanya

ALBERTUS

Tempat apa ini?

Pintu pun terbuka secara perlahan hingga penuh. Albertus mengikuti Damar memasuki sanggar itu. Raut wajah Albertus yang awalnya sangat serius berubah kaget.

INT. SANGGAR — CONTINUOUS

Damar memasuki sanggar diikuti oleh Albertus yang terlihat kebingungan. 

DAMAR

Pagi semuanya!

Sapa Damar penuh semangat pada para muridnya yang ada di Sanggar itu.

TIARA

Sekarang sore pak.

Ucap TIARA (17), seorang siswi berparas cantik dengan rambut panjang terikat seperti ekor kuda poni. Ia sedang berdiri menatap Damar dari sebuah cermin besar di dinding Sanggar.

Sanggar itu terlihat kumuh dari luar, namun didalamnya sangatlah rapi. Cerimin besar menempel kokoh pada dinding Sanggar. Peralatan seni seperti drum, piano hingga kanvas lukis tertata rapi di sudut-sudut ruangan. Andhika berada di belakang Albertus hanya tersenyum melihat Albertus kebingungan.

ANDHIKA

Woy, malah bengong.

BIMA

Asik ada anggota baru nih.

Ucap Bima, siswa bertubuh kurus yang terlihat senang akan kedatangan Albertus.

ALBERTUS

Siapa kalian?

ANDHIKA

Harusnya kita yang nanya gitu.

Ejek Andhika sambil berlalu pergi dan menduduki Sofa di sisi ruangan.

DAMAR

Kok cuma kalian, Boris mana?

INTAN

Lagi beli gorengan Pak.

Albertus mengenali wajah Intan dan ingat bahwa Intan adalah salah satu siswa yang dipuji Bu Atut saat upacara karena menjuarai olimpiade matematika.

BORIS

Gorengan Mang Ujang masih hangat!

BORIS (16) seorang siswa dengan logat batak yang khas datang membawa dua bungkus gorengan ditangannya. Matanya langsung tertuju pada Albertus yang sedari tadi masih diam. Siswa itu bergegas menyimpan bawannya di meja lalu menghampiri Albertus.

BORIS

Aku Boris.

(mengulurkan tangan)

ALBERTUS

Aku Bertus, Albertus.

(menjabat tangan Boris)

TIARA

Oh jadi nama lu Albertus.

BORIS

Lah, kalian belum kenalan? Jadi aku yang pertama? Berati aku teman pertama Bertus disini.

Albertus yang terlihat kebingungan mulai menjadi tenang karena orang-orang disana ternyata ramah. 

DAMAR

Biar saya yang memperkenakan. Setiap murid disini punya julukan masing-masing. Yang sedang membagikan gorengan itu Boris. The Clown.

Telujuk Damar mengarah pada Boris yang langsung berbalik dan melambaikan tangan pada Albertus

DAMAR

Kalau yang itu Tiara.

(menunjuk Tiara)

TIARA

Dancing Queen.

Tiara tersenyum pada Albertus sambil memberi salam seperti seorang Puteri. 

DAMAR

Lelaki yang saat jam istirahat kebawa-bawa masalah kamu itu Andhika. Dia ini serba bisa. Sesuai permintaannya sendiri, dia ingin disebut Renaissance Man.

Damar menatap Andhika yang memasang wajah sombong. Tiara dengan ketus menatap Andhika. 

TIARA

Serba bisa ya, bukan serba jago.

Andhika menunjukan tatapan kesalnya pada Tiara yang mengejeknya sambil menjulurkan lidah.

DAMAR

Itu Little Magician, namanya Bima.

Damar menatap Bima yang sedang memainkan kartu ditangannya.

DAMAR

Yang terakhir Intan, Storyteller.

TIARA

Pak Damar, guru kita tersayang itu julukannya, Mentor.

Albertus masih terlihat kebingungan dengan semua itu.

ALBERTUS

Kenapa semua orang disini punya julukan?

DAMAR

Apa kamu sama sekali tidak bisa menebak?

ALBERTUS

Klub pahlawan super?

BORIS

Kau benar wahai anak muda.

Boris dengan nada bicara serius dan wajah yang meyakinkan. Mata Albertus terbelalak mendengar perkataan itu. Namun, gelak tawa tiba-tiba pecah saat orang-orang disana mendengar siswa baru itu sangat polos menarik kesimpulan.

DAMAR

Mereka adalah siswa berbakat. Itu alasan saya membawa kamu kesini, karena saya melihat bakat bernyanyi kamu di Kelas tadi pagi sangat mengaggumkan.

(merangkul Albertus)

ALBERTUS

Bukannya tadi Pak Damar bilang kalau disekolah ini tidak ada ekstrakulikuler selain klub matematika dan komputer?

DAMAR

Memang. Sekolah tidak tahu akan hal ini.

ALBERTUS

Berati ini ilegal? kenapa saya dibawa kesini padahal saya belum tentu mau untuk bergabung dengan kalian? Sudah cukup saya mebuat masalah pagi ini, saya gamau bermasalah lagi.

Albertus melepaskan rangkulan Damar dari pundaknya. 

ANDHIKA

Lo udah ngehajar murid kesayangan Bu Atut. Lo ga sadar perlakuan Bu Atut ke Dimas dan kita berdua udah kaya pangeran dan budak? Setidaknya disini Lo tau kalau orang-orang ini ga akan memperlakukan lo kaya gitu

DAMAR

Saya tidak akan memaksa kamu, biar kamu yang memutuskan.

INTAN

Lagi pula kita ingin menjaga dunia yang udah Pak Damar ciptakan untuk kita. Disini setiap orang bebas untuk mengekpresikan diri, ga kaya diluar sana, semua hal hanya dihargai dari nilai dan angka. Satu yang harus kamu tau. Diluar pintu itu ada dunia nyata, tapi didalam sini dunia kami, dunia harapan.

(tegas)

Albertus tertegun mendengar perkataan Intan yang sangat tulus dan mendalam.

ALBERTUS

Sudah sore Pak, Saya harus pulang.

Albertus meninggalkan ruangan itu. Boris berdiri dari kursinya dan berusaha menghampiri Albertus yang berjalan keluar dari pintu Sanggar itu. Tangannya di tahan oleh Andhika yang menatapnya dan menggelengkan kepala.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar