Jika Mentari Tak Kembali
2. Cahaya Meredup
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. KAMAR TIDUR — KEESOKAN PAGINYA

Suara alarm terdengar nyaring mengisi penuh seisi ruangan Kamar. Tangan Mentari berusaha menggapai alarm itu tanpa melihat keberadaan alarm tersebut. Kepalanya yang masih terbenam ke bantal membuat Mentari kesulitan mencari alarm itu, namun akhirnya Ia menggapainya lalu mematikannya.

Mentari terbangun dari kasurnya lalu melihat keseluruh penjuru kamarnya yang berantakan. Setelah itu Ia berdiri dan berjalan ke arah Kamar Mandi.

INT. KAMAR MANDI — MOMENT LATER

Celana mentari turun hingga setengah betisnya lalu Ia duduk di closet. Wajah Mentari masih setengah sadar dari tidurnya, tangannya beberapa kali menggosok matanya yang masih terlihat mengantuk. Tak lama, terdengar suara air menyiram closet yang di duduki Mentari. Mentari menaikan celananya lagi lalu berdiri menghadap cermin yang agak besar di kamar mandinya. Dia menyadari bahwa dirinya masih menggunakan baju yang Ia pakai semalam. Mentari mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, Namun Ia sama sekali tidak ingat apapun selain dirinya mabuk.

INT. KAMAR TIDUR — MOMENT LATER

Pintu kamar mandi terbuka dan Mentari pun keluar dari sana lalu terdiam sejenak menatap kamarnya yang berantakan. Mentari berjalan memunguti beberapa baju yang berceceran di lantai dan tempat tidur lalu memasukannya kedalam keranjang cucian. Setelah itu Ia mengambil sebuah plastik trashbag dari dalam laci meja dan mulai memunguti sampah yang berserakan di kamarnya. Satu persatu sampah dimasukan kedalam trashbag, dari mulai botol minuman bekas hingga plastik camilan.

Mentari menemukan selembar kertas terselip di bawah kasurnya lalu membacanya. Itu adalah dokumen bukti pembayaran Rumah Sakit. Tertulis di bagian bawah kertas itu nominal "Rp 246.540.000,-" dengan di bubuhi cap bertuliskan "Lunas". Mentari pun melipat kertas itu lalu menyimpanya di atas meja disamping kasurnya. Saat Mentari sedang menyimpan dokumen itu, Ia melihat bingkai foto yang terjatuh, Ia mengambilnya dan melihatnya. Di foto itu Mentari menggunakan seragam SMA yang sudah tercoret-coret sedang dirangkul oleh Ayahnya. Mentari menghela nafas sesaat, lalu menyimpan foto itu diatas meja, disaat bersamaan juga Ia terkejut saat melihat ke arah jam alarm yang sudah menunjukan pukul sembilan pagi, wajahnya berubah panik.

MENTARI

Mampus gue!

(Sedikit berteriak)

Mentari pun bergegas memasukan sampah yang di pegangnya kedalam trashbag lalu mengikat trashbag itu dan mengeluarkannya dari kamar dengan sedikit berlari. Setelah itu Ia buru-buru membuka lemari pakaiannya dan mengeluarkan baju dengan terburu-buru hingga beberapa baju terjatuh ke lantai.

EXT. PARKIRAN KOST — PAGI

Mentari terlihat berlari ke arah tempat motornya biasa di parkir sambil berusaha merapikan sepatu yang belum terpasang sempurna di kakinya juga memperbaiki posisi helm yang belum sempurna terpakai namun tidak berhasil. Mentari pun menaiki motornya, mengeluarkannya dari himpitan motor lain dengan tergesa-gesa hingga motornya membentur motor di sekitarnya. Dari arah pos penjaga datang Joko yang melihat Mentari kesulitan.

JOKO

Saya aja yang keluarin motornya Mbak.

Mentari sedikit terkejut karena kedatangan Joko yang tiba-tiba. Mentari melirik ke arah Joko yang sedang menatapnya sambil sedikit membungkukan badannya. Mentari perlahan turun dari motor itu lalu Joko dengan sigap mengambil alih motor itu. Selagi Joko berusaha mengeluarkan motor, Mentari melanjutkan merapikan sepatunya hingga terpasang sempurna juga memperbaiki posisi helmnya. Terdengar suara motor menyala.

JOKO

Silakan Mbak.

(Memegangi motor)

MENTARI

Makasih Pak.

(Menunduk malu sambil menaiki motor)

Mentari pun menarik gas dan motor pun berjalan dengan cepat.

INT. GEDUNG KAMPUS — PAGI

Suasana gedung kampus itu cukup ramai oleh lalu-lalang mahasiswa. Dari kejauhan terlihat Mentari berlari dengan masih menggunakan helm di kepalanya. Ia berlari ke arah sebuah Ruangan Kelas yang berapa di ujung Lorong. Ia sampai di Ruangan itu, lalu melihat kedalam ruangan dari pintu. Ruangan itu cukup ramai oleh mahasiswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Beberapa orang di Ruangan itu menatap ke arah Mentari yang baru saja hadir. Salah satu yang menatap Mentari adalah Kevin yang duduk sendirian di barisan paling belakang sambil memainkan ponselnya. Mentari menatap Kevin yang sedang menatapnya lalu kembali memainkan ponselnya. Mentari lalu melihat ke arah seorang wanita yang duduk di barisan tengah. Ia adalah PUTRI (22), sahabat dari Mentari. Wanita berkacamata juga berparas cantik dengan Rambut pendek khas polwan. Mentari masuk kedalam Ruangan kelas lalu menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

MENTARI

Syukur deh dosennya belum dateng.

(mengatur nafas yang terengah-engah sambil membuka helm)

PUTRI

Lo gapunya alat penunjuk waktu apa gimana sih? Liat sekarang jam berapa, ini udah masuk jadwal lain.

Mentari mengeluarkan jam tangan dari tasnya lalu melihat waktu yang tertera yaitu 10:23.

MENTARI

Berati jadwal Pak Bowo udah selesai? Terus Lo tipsenin gue ga?

PUTRI

Enggak lah. Dosen kenal muka lo Tari. Kalo Lo ga hadir terus gue tipsenin, yang ada gue yang kena masalah.

MENTARI

Yah...terus gimana dong?

(Mentari tertunduk)

PUTRI

Ya gatau. Lagian juga ya, lo kenapa sih akhir-akhir ini telat mulu? Sekalinya ga telat, Lo malah tidur dikelas. Tadi pagi gue teleponin Lo berkali-kali tapi ga ada respon.

Mentari mengeluarkan ponsel dari tasnya lalu membuka ponsel itu. Ia melihat ada empat belas panggilan tak terjawab dari Putri.

MENTARI

Maafin gue Put.

(Menatap Putri)

PUTRI

Kalo ada masalah tuh ngomong, gue kan temen Lo. Kalo gue bisa bantu, pasti gue bantu.

MENTARI

Gue ga papa kok. Santai aja. Thanks ya Put.

(Tersenyum pada Putri)

INT. RUANGAN KELAS — SIANG

Ruangan kelas dipenuhi mahasiswa yang duduk rapi menghadap ke arah BU AJENG (47), Dosen bertubuh agak berisi dengan rambut terurai dan kacamata besarnya yang khas yang berdiri di depan Kelas sambil menjelaskan.

BU AJENG

Sekian untuk hari ini. Saya minta pada pertemuan selanjutnya, tugas laporan yang saya berikan harus sudah terkumpul.

Suasana kelas berubah riuh oleh suara dari mahasiswa yang membereskan barangnya sambil saling mengobrol. Para mahasiswa yang sedari tadi duduk pun satu-persatu berdiri dan meninggalkan kelas. Begitu pula Mentari yang baru selesai membereskan barangnya lalu berjalan keluar. Namun Bu Ajeng memanggilnya.

BU AJENG

Mentari! Setelah makan siang, saya tunggu di Ruangan saya.

MENTARI

Baik Bu.

Mentari menjawab dengan menundukan kepalanya.

BU AJENG

Kamu juga Putri.

PUTRI

Saya juga?

(Kaget)

BU AJENG

Iya, kalian berdua.

PUTRI

Kok jadi gue juga kena?

(Berbisik pada Mentari)

Mentari menjawab dengan gestur menggelengkan kepala pada Putri. Ekspresi Mentari jadi merasa bersalah karena temannya pun di panggil oleh Bu Ajeng. Mereka pun lanjut berjalan dengan ekspresi masih heran dengan hal yang terjadi. Kevin yang masih duduk di kursi belakang sedari tadi memperhatikan.

INT. RUANGAN DOSEN — SIANG

Mentari dan Putri duduk bersebelahan menghadap ke arah Bu Ajeng yang sedang menatap mereka berdua. Dalam Ruangan itu hanya ada mereka bertiga.

BU AJENG

Ada yang tau kenapa saya panggil kalian berdua?

MENTARI

Karena saya kan bu?

BU AJENG

Mentari, akhir-akhir ini saya sering dapat laporan dari beberapa dosen tentang kebiasaan kamu yang sering telat. Bukan cuma itu, kamu juga sering terlihat tidur di Kelas. 

Mentari hanya menunduk saat Bu Ajeng membeberkan semua kesalahannya yang terjadi akhir-akhir ini.

MENTARI

Maaf Bu, saya janji tidak akan mengulanginya lagi.

BU AJENG

Tapi kamu sudah melakukan kesalahan ini berulang-ulang. Hampir setiap hari saya selalu dapat laporan tentang kamu dan bukan hanya dari satu atau dua dosen. Tapi banyak.

MENTARI

Saya akan perbaiki kesalahan saya Bu.

BU AJENG

Memang sudah seharusnya seperti itu.

Mentari terus menunduka kepalanya, wajahnya berubah malu juga sedih atas kesalahan yang dibuatnya.

BU AJENG

Tari, Kamu mahasiswi berprestasi, saya kenal kamu dari awal kamu berkuliah disini. Alasan saya panggil kamu bukan untuk menyalahkan. Tapi saya khawatir dengan diri kamu, juga dengan beasiswa kamu. Kalau kamu terus menerus seperti ini, nilai kamu bisa turun, penilaian dosen terhadap kamu akan buruk. Yang terburuk, beasiswa kamu bisa di cabut.

Mentari makin menundukan kepalanya, tetesan air mata mulai turun dari matanya. Nafasnya mulai berubah sesenggukan tidak teratur.

MENTARI

Maafkan saya bu, akhir-akhir ini saya memang melakukan banyak kesalahan. Tapi saya janji perbaiki kesalahan saya, saya perbaiki nilai saya, saya ga akan telat lagi. Tolong bantu saya bu, jangan sampai beasiswa saya dicabut.

(Sambil menahan tangis)

Mentari menangis tersedu-sedu lalu menyandarkan dirinya pada Putri yang duduk di sampingnya. Putri merangkul Mentari sambil mengusapi bahunya.

PUTRI

Iya bu, tolong bantu agar beasiswa Tari ga di cabut. Saya kenal Tari sudah lama, dia anak yang pinter juga rajin. Cuma sekarang temen saya lagi melalui masa-masa sulitnya. Ayahnya sedang dirawat di Rumah Sakit dan Tari juga harus kuliah sambil bekerja untuk menuhin kebutuhannya. Tolong ya bu.

BU AJENG

Itu alasan saya panggil kamu juga kesini. Saya tau kalian berteman dekat. Jadi saya ingin meminta kamu mengawasi Tari, bantu dia agar pendidikannya tidak bermasalah seperti ini. Saya melakukan ini karena saya tau Tari Mahasiswi pintar. Saya pasti akan bantu kamu Tari. Tapi kalau kedepannya kamu tetap seperti ini, saya pun tidak bisa berbuat apa-apa.

EXT. PARKIRAN KAMPUS — SIANG

Parkiran dipenuhi oleh motor yang terparkir berjajar juga mobil yang ada di sisi lainnya. Suasana parkiran saat itu hanya ada beberapa orang saja yang lalu-lalang disana. Mentari berjalan dengan helm berada di tangannya berjalan bersama Putri menyusuri parkiran itu.

MENTARI

Sorry ya, gara-gara gue lo jadi kebawa masalah juga.

PUTRI

Sekarang gue ga kebawa masalah. Kecuali kalo lo masih kayak gini juga, baru gue kena masalah.

Mentari hanya diam mendengar perkataan Putri itu.

PUTRI (CONT'D)

Lagian gue heran sama lo. Semenjak kejadian bokap lo itu, lo jadi ga banyak cerita, kalo gue ajak keluar pun selalu ada aja alesannya. Yang gue tau cuma lo selalu langsung balik setelah kuliah beres, tapi setelah itu, gue ga tau kabar lo kaya gimana. Lo selalu bilang kalo malem lo sibuk jadi pelayan restoran, tapi lo ga pernah kasih tau gue tempat kerja lo dimana. Sampe kapan lo diem terus kaya gini? Gue pengen bantu lo, cuma gatau harus bantu apa.

Mentari dan Putri berhenti di samping motor Mentari terparkir. Mentari menyimpan helm yang sedari tadi di bawanya di motor.

PUTRI

Lo liat kan tadi seberapa baik Bu Ajeng mau bantu biar masalah akhir-akhir ini ga mempengaruhi beasiswa Lo? Gue pun mau bantu lo, makanya sekarang lo ceritain...

Mentari melirik ke arah jam tangannya, Ia pun memotong kalimat Putri yang belum selesai itu.

MENTARI

Put, nanti gue ceritain. Tapi sekarang gue harus pergi.

(Memakai helm)

PUTRI

Lo mau kemana sih?

MENTARI

Nanti gue ceritain. Janji.

(Mentari mengeluarkan motornya dari parkiran)

PUTRI

Yaudah, malem ini gue ke tempat kerja lo. Lo harus cerita. Dimana tempat kerja lo?

Mentari terlihat sangat terburu-buru. Selama Putri berbicara Ia sibuk mengeluarkan motornya dari parkiran. Mentari pun berhasil mengeluarkan motornya lalu menyalakan motornya.

MENTARI

Oke nanti gue kasih tau lewat chat ya. Bye Putri.

(Melambaikan tangan)

Mentari pun menarik gas motornya lalu motor pun melaju pergi membawa Mentari meninggalkan Putri sendirian di Parkiran itu. Mentari kebingungan sendiri, wajahnya terlihat agak kesal.

INT. LORONG RUMAH SAKIT — SORE

Sebuah pintu Lift terbuka, beberapa orang berdiri didalam sana. Dari barisan belakang, Mentari menyelinap berusaha keluar dari sana. Ia pun keluar dari lift itu lalu berjalan meninggalkan lift.

Mentari berjalan melewati lorong sambil matanya terus terfokus pada ponsel. Disana ada beberapa orang yang sedang duduk di kursi yang bersandar pada tembok. Beberapa lainnya berlalu lalang disana. Mentari yang berjalan dengan tidak fokus hampir menabrak sebuah kursi roda yang baru keluar dari sebuah ruangan. Mentari pun meminta maaf lalu lanjut berjalan. Ia pun sampai di depan sebuah ruangan, Ia berdiri di depan pintu sejenak lalu membuka pintu secara perlahan dan masuk.

INT. RUANG ICU — MOMENT LATER

Mentari masuk kedalam ruangan lalu menutup pintu secara perlahan. Di dalam ruangan itu ada beberapa pasien yang sedang berbaring di tempat tidur ditemani oleh satu atau dua orang yang duduk di sisi kasur. Setiap tempat tidur pasien di batasi oleh tirai yang tidak tertutup secara penuh. Mentari berjalan ke arah tempat tidur yang berada di ujung ruangan. Di tempat tidur itu terbaring seorang pria PAK GUGUN (51), Ayah dari Mentari. Ayahnya dalam kondisi koma, tubuhnya terkulai lemas, hidungnya di pasangi alat bantu pernafasan.

Mentari menutup tirai hingga tempat tidur Ayahnya tidak terlihat oleh orang lain yang berada disana. Mentari lalu menarik kursi yang berada di samping tempat tidur lalu duduk. Ia menatap pada wajah Ayahnya, tangannya meraih tangan Ayahnya lalu menggenggamnya. Di tangan yang tertancap selang infus itu Menyandarkan pipinya.

MENTARI

Bapa. Mentari mau cerita. Hari ini Bu Ajeng manggil Tari ke ruangannya. Bu Ajeng dosen Tari yang baik itu loh, Bapa inget kan? Mentari bikin Bu Ajeng repot Pak, gara-gara Mentari hari ini kesiangan lagi dateng ke kampus. Katanya kalau Mentari kaya gini terus bisa-bisa beasiswa Tari dicabut. Tapi untung Bu Ajeng baik, dia kasih Tari kesempatan, Bu Ajeng juga mau bantu Tari. Dia baik banget kan Pak?

Mentari menatap wajah Ayahnya yang masih dalam kondisi koma itu. Matanya berpidah menatap ke arah kaki Ayahnya lalu menyapu seluruh bagian tubuh Ayahnya secara perlahan hingga tatapannya kembali pada wajah Ayahnya.

MENTARI

Bapa. Mentari capek Pa. Tari malu sama kondisi Tari saat ini. Tari pengen ngeluh. Tapi gatau harus ngeluh ke siapa. Soalnya, cuma Bapa yang bisa dengerin Tari. Yang bener-bener ngerti. Tapi, Tari ga yakin Bapa bisa nerima keluh kesah Tari saat ini. Kalau Tari ceritain keadaan Tari saat ini, yang ada Bapa pasti kecewa karena tari udah ambil jalan yang salah. Maaf Pa, Tari terpaksa. Tapi Tari janji ini ga akan lama. Tari juga ga pengen kaya gini terus. Maafin Tari Pa. Maafin Tari.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar