Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
8. Jebakan Untuk Bagas

83. INT. RUANG ICU - RUMAH SAKIT — SUBUH

Secarik fajar mengintip dari balik jendela yang tidak tertutup penuh oleh gorden. Azan subuh berkumandang. Yudis terbangun, mengambil air wudu, dan menegakkan salat. Usai salam, Yudis mengambil sebaskom air dan menaruhnya ke atas nakas di sebelah ranjang Bu Farida. Yudis hanya menunggu sambil terus memandangi wajah ibunya. Bibirnya bergerak-gerak merapalkan zikir. Lamat-lamat, Bu Farida membuka mata dan tersenyum melihat Yudis. Yudis balas tersenyum lega.

YUDIS

Asalamualaikum, Bu. Salat dulu, ya.

Ibu Farida mengangguk terharu. Yudis membantu Bu Farida berwudu dengan air di baskom dan mengenakan mukena. Usai salat, Bu Farida mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.

IBU FARIDA

(Lemah) Bagaimana kondisi Ratri, Dis?

YUDIS

Oh, sebentar. Aku tanya Dewanti dulu, Bu.

Yudis meraih ponsel di nakas dan menghubungi nomor Dewanti. 

YUDIS (CONT’D)

Asalamualaikum. Kamu sudah salat, De? 


CUT TO


84. INT. RUANG KENANGA - RUMAH SAKIT — SUBUH

Dewanti yang menjawab telepon dengan mata setengah terpejam sontak matanya berbinar dan duduk tegak tersenyum bahagia.

DEWANTI

Oh, eh, iya nih. Baru mau ambil wudu.

YUDIS (V.O)

Ratri gimana kondisinya? Udah sadar?

Dewanti tersadar. Dia mengusap wajah sambil menghela napas panjang. Dia menoleh ke Ratri yang terbaring di ranjang.

DEWANTI

Mm ... belum. Nanti kalau udah, aku kabari.

YUDIS (V.O)

O.K. Terima kasih banyak ya, De. Duh, aku bener-bener enggak tau gimana caranya bisa balas kebaikanmu selama ini, De. Moga yang terbaik deh ya, buatmu. Asalamualaikum. 

DEWANTI

(Lirih) wa alaikumusalam warahmatullah.

Dewanti meletakkan ponsel dengan gamang lalu berwudu.

CUT TO


85. INT. RUANG KENANGA - RUMAH SAKIT — PAGI

Hangatnya sinar mentari yang menembus melalui jendela membuat Ratri yang baru siuman merasa silau sulit membuka mata. Gumamannya membuat Dewanti buru-buru menutupkan gorden sebagian lalu bergegas ke sisi ranjang Ratri.

DEWANTI

Alhamdulillah kamu sudah sadar, Ratri.

Dewanti menggenggam tangan Ratri. Ratri meraba perut.

DEWANTI (CONT’D)

(Hati-hati dan penuh simpati) Oh, maaf. Janinmu gugur, enggak bisa diselamatkan.

RATRI

(Menggumam dengan tatapan menerawang) Inna lillahi wa inna ilayhi rajiun ....

DEWANTI

Semalam kamu dioperasi untuk mengeluarkannya. Dan sekarang, taraa ....

Dewanti merentangkan tangan sambil tersenyum lebar. Ratri tersenyum hambar lalu berangsur memudar, menatap Dewanti.

RATRI

Kamu belum pulang dari semalam, De?

Dewanti tersenyum menggeleng dan mengelus rambut Ratri.

DEWANTI

Aku harus memastikan kamu baik-baik aja.

Ratri menghela napas lemah. Sorot matanya meredup iba.

RATRI

Kamu sendiri? Pasti syok kan, tahu soal Bagas? (Parau) Maaf ya, De. Aku udah hancurin perasaanmu sekali lagi. Aku ....

DEWANTI

Udah, udah! Ini bukan salahmu, tapi salah cowok bejat itu. (Jeda) eh, aku kabari Yudis dulu ya, kalau kamu udah sadar.

Dewanti bangkit mengambil ponsel dan mengetik pesan ke Yudis. Ratri diam memandangi Dewanti lekat-lekat lalu menghela napas dalam sambil memejamkan mata menahan perih. Dewanti kembali ke sisi Ratri. Ratri pun membuka mata.

RATRI

Ibu bagaimana sekarang? Keributan semalam pasti bikin penyakit beliau kambuh, ya?

DEWANTI

Beliau sudah siuman kok, sejak semalam.

RATRI

(Kaget) siuman? Jadi, Ibu beneran kambuh?

Dewanti hendak menenangkan Ratri ketika pintu dibuka. Ibu Farida yang duduk di kursi roda masuk didorong Yudis. Ratri melirik Dewanti yang menatap penuh cinta ke Yudis. Ratri menunduk memendam sakit hati hingga Ibu Farida di dekatnya.

RATRI

(Lirih) Maafin Neng sudah bohong ke Ibu.

Ibu Farida mencoba tersenyum tapi air matanya malah menetes.

IBU FARIDA

Kamu enggak bohong, Neng. Kamu cuma menutupi aibmu. Itu wajar. Justru Ibu yang harusnya minta maaf sama Neng karena gagal mendidik anak lelaki Ibu menjaga istri.

Yudis menunduk dengan bahu terguncang menyembunyikan tangis. Kedua tangannya semakin erat memegang kursi roda. Ratri mengalihkan pandangan ke Yudis. Yudis terpukul melihat mata lelah Ratri yang telah dibuatnya menangis seperti sekarang.

RATRI

Aku memang bukan Maria yang mengandung Isa dengan Kalam Tuhan, Aa. Aku cuma perempuan sederhana yang terzalimi, terenggut kesuciannya lahir dan batin. Tapi, aku bisa apa? Ini takdir Allah, ujian buatku. 

Yudis segera memeluk Ratri. Wajah mereka bersentuhan. Air matanya membasahi wajah pucat Ratri. Ratri memejamkan mata.

YUDIS 

Aa yang jahat sama Neng. Perlakuan Aa makin menambah penderitaan Neng. Aa menyesal. Maafkan suamimu yang zalim ini. 

Seisi ruangan meneteskan air mata. Sejenak, suasana terasa sangat menyayat. Perlahan Yudis melepaskan pelukan. Diusapnya kepala Ratri penuh kasih. Ratri kembali menatap Yudis. Matanya makin terlihat sayu. Dewanti menghela napas dalam menahan cemburu melihat besarnya cinta Yudis ke Ratri.  

RATRI

(Perih tetapi berusaha tegar) Aa, Neng ini bukan perempuan suci, hanya pembohong penyebab aib keluarga. Neng sadar diri. Neng rela Aa meninggalkan Neng. Carilah perempuan lain yang lebih baik, sayang sama Aa dan Ibu. (Jeda) Dan sepertinya ....

Ratri melirik Dewanti. Dewanti salah tingkah. Dia menggeser posisinya menjauhi Yudis. Ratri memicingkan mata dan terus memandang penuh selidik wajah Dewanti yang mulai memerah.

RATRI (CONT’D) 

Sepertinya, perempuan itu sudah ada di dekat Aa. (Jeda) Neng ikhlas, Aa. Neng enggak mau bikin Aa jadi enggak bahagia. 

Yudis menggeleng gusar dan menggenggam tangan Ratri erat.

YUDIS

Neng bicara apa, sih? Aa enggak akan pernah meninggalkan Neng. Neng itu pilihan Ibu buat Aa, dan Aa sayang sama Neng. Aa janji akan selalu berusaha membahagiakan Neng, menebus dosa Aa kemarin ke Neng. 

DEWANTI

Iya, Ratri. Yudis enggak akan menyia-nyiakan kamu lagi. Yudis itu salah satu pria terbaik di dunia. Kalau kemarin Yudis melakukan kesalahan, karena dia manusia biasa yang punya amarah dan air mata. 

Yudis mengangguk menyesal lalu menunduk. Ratri menatap lekat Dewanti yang tersenyum tulus. Pandangannya pindah ke Yudis.

RATRI

(Lirih) Aa mau janji, enggak akan pernah lagi berlaku kasar apa pun yang terjadi?

Yudis menghela napas, tersenyum, lalu mencium jemari Ratri.

 YUDIS

Maaf, Neng. Aa pernah bohong. Sebenarnya, sejak kita menikah, Aa sudah mencintai Neng. Cinta Aa enggak pernah luntur karena kejadian ini. (Jeda) Kemarahan Aa lebih karena kecewa sama diri sendiri dan dendam pada orang yang sudah jahat ke Neng. Mulai sekarang, Aa janji akan mencintai dan melindungi Neng dengan cara yang benar. 

Ratri tersenyum bahagia mendengarnya. Wajahnya seketika cerah. Bola matanya kini berbinar-binar. Bening, hingga Yudis dapat melihat wajahnya pada kedua bola mata Ratri. Mereka kembali berpelukan. Berkali-kali Yudis mengecup kening istrinya. Tangan mereka begitu kuat bergenggaman. Ibu Farida menengadahkan kedua tangan dan mendongak melafazkan syukur tanpa suara sambil beruraian air mata. Beliau lalu menunduk berusaha menenangkan diri. Hati Dewanti tercabik-cabik oleh tiap kata Yudis. Perlahan dia mundur dan keluar.

CUT TO


86. INT/EXT. KORIDOR - RUMAH SAKIT — PAGI

Susah payah Dewanti menyingkirkan air mata. Dia berjalan sambil mengambil ponsel dan mengetik pesan ke Yudis.

TEKS

Selamat atas kembalinya keutuhan keluargamu. Jangan lupa, semangati Ratri untuk menjalankan rencana kita pagi ini.

Dewanti memencet tombol kirim, mengusap pipi, dan pergi.

CUT TO


87. INT. RUANG MAKAN - RUMAH BAGAS — PAGI

Salma menata makanan dan alat piring di atas meja makan.

SALMA

(Berteriak) Kak Bagas! Sarapan dulu!

Bagas turun dari lantai dua dengan malas menuju meja makan. Sesekali dia mengaduh memegang pelipis kanannya yang lebam. Salma menyiapkan hidangan ke piring Bagas lalu ke piringnya dan duduk menikmati makanan. Bagas makan sambil mengantuk. Sejenak, Salma menghentikan makan dan memandangi Bagas.

SALMA (CONT’D)

Wajahmu kenapa, Kak? Kok, lebam gitu?

BAGAS

(Malas) hem? Anu ... biasalah lagi ngantuk. Semalam nabrak tiang. Enggak keliatan.

Salma hanya membulatkan bibir sambil mengangguk-angguk kecil. Kerling matanya menunjukkan tak percaya pada Bagas.

SALMA

Abis ini anter Salma ya, Kak. Ada urusan.

Bagas yang baru menyuap makanan, berhenti dengan kesal.

BAGAS

Duh! Ke mana lagi, sih? Kamu kan tahu Kakak pulang larut kemaren. Masih capek!

SALMA

(Merayu) Ayolah, Kak. Daripada nganggur.

BAGAS

Enak aja nganggur! Kakak ambil cuti mendadak hari ini biar bisa sedikit santai. Eh, malah kamu kasih kerjaan.

SALMA

Mau dong, kakak ganteng pinter baik hati ....

BAGAS

Hh ... lemah hatiku kalau udah dipuji begini. Ya udah, deh. Makan dulu, ya?

SALMA

(Girang) Oke sip, kakak! Makan dulu deh, yang kenyang. Mau tambah telur? Sambal?


CUT TO

88. INT/EXT. MOBIL BAGAS - DEPAN KANTOR POLISI — PAGI

Terdengar suara panduan Google Map di ponsel Salma yang memberitahukan bahwa mereka telah sampai tujuan. Bagas menyetir lambat dan memandang ke luar tak percaya.

BAGAS

Kantor polisi? Ngapain kamu ke sini, Sal?

SALMA

Ada tugas. Ayolah, cepet! Parkir di dalam.

BAGAS

Ngapain parkir? Kamu turun sini aja, kan?

SALMA

Duh ... Kak Bagas temenin, dong! Kan, banyak cowoknya. Takut aku sama mereka.

BAGAS

Eh, kenapa takut? Polisi itu sahabat Anda.

SALMA

Iya, sahabatnya Anda. Bukan Salma, kan?

Bagas memencet hidung Salma hingga Salma mengaduh keras.

BAGAS

Bisa aja kamu ini. Udah jadi guru masih kolokan. Udah besar juga. Mending kamu turun, rayu itu salah satu polisi biar jadi pacar kamu, terus minta ditemeni, deh. Dijamin enggak ada yang ganggu.

Salma melotot tajam dan memukul bahu Bagas penuh emosi.

SALMA

Apaan sih, Kak? Tega banget sama aku!

BAGAS

Aduh! Kamu kenapa serius banget mukulnya? (Jeda) ya udah, Tuan Putri. Aku anterin, deh. Daripada kamu kena pasal penganiayaan dan tindakan tidak menyenangkan di sini.

Bagas menyetir mobil memasuki parkiran kantor polisi. Salma diam-diam tersenyum menang dan mengirim pesan ke Dewanti.

CUT TO

89. INT. RUANG SPKT - KANTOR POLISI — PAGI

Salma dan Bagas masuk. Bagas kaget melihat di sana ada Yudis, Dewanti, dan Ratri yang duduk di kursi roda. BEBERAPA POLISI tampak berjaga. Bagas menoleh ke Salma.

BAGAS

Salma! Apa-apaan ini? Kamu menjebakku?

Salma mengedikkan bahu sambil menghela napas panjang. Dia berjalan meninggalkan Bagas dan berhenti di sebelah Ratri. Yudis mendekati PETUGAS1 yang duduk di meja komputer. 

YUDIS

Ini Bagaspati yang kami laporkan, Pak.

Petugas mengangguk dan mengedarkan pandangan ke ruangan.

PETUGAS

Apakah barang buktinya sudah ada?

Yudis menoleh ke Salma. Salma bingung sesaat dengan sorot mata minta penjelasan. Dia teringat lalu membuka tas mengeluarkan sebuah USB dan menyerahkannya ke petugas.

SALMA

Ini, Pak. Rekaman CCTV di depan kamar tamu kami malam itu. (Gemetar) Bukti Kak Bagas masuk dalam keadaan mabuk ke kamar Ratri dan keluar dengan celana asal-asalan.

BAGAS

Sal! Tega kamu memfitnah kakakmu ini? Apa buktinya aku memperkosa Ratri di dalam?

Salma menoleh dan memicingkan mata sangat jijik ke Bagas.

SALMA

Aku enggak akan menunjukkannya di sini karena itu akan menyakiti Ratri. Tapi, mungkin Kakak belum lupa dengan kata-kata Kakak sendiri di depan pintu kamar Ratri usai melakukan perbuatan nista itu. Semua terekam dengan suara sangat jelas, Kak!

Salma tak kuasa menahan tangis. Bagas pun jatuh bersimpuh.

BAGAS

(Menggumam) Jadi, itu CCTV dengan suara? Sejak kapan di sana ada CCTV, Sal? Aku ....

PETUGAS2 memberi isyarat pada DUA PETUGAS yang sedari tadi berjaga di dekat Bagas. Mereka memegangi tangan Bagas.

PETUGAS2

Saudara Bagas, untuk sementara, Anda kami amankan terkait penyidikan kasus ini ....

Yudis, Ratri, Dewanti, dan Salma saling pandang penuh haru.

CUT TO

90. INT/EXT. BERANDA - KANTOR POLISI — PAGI

Yudis, Ratri, Dewanti, dan Salma keluar dengan perasaan lega. Mereka sejenak menenangkan diri dari kejadian tadi.

YUDIS

Maaf ya, Sal. Kami jadi harus membuatmu berhadapan melawan kakak sendiri tadi.

SALMA

Enggak apa-apa, Aa. Justru aku lega. Sejak awal, aku udah ajak Ratri melaporkannya. Tetapi Ratri malu dan masih syok saat itu.

Yudis duduk berlutut di hadapan Ratri dan memandang lembut.

YUDIS

Neng, aku tahu malu itu sebagian dari iman. Dan kamu selalu memakainya sebagai perhiasan. Tapi, lain kali, kalau terjadi apa-apa denganmu, nauzubillahi min zalik, kamu bilang aku, ya. Izinkan aku membantu.

Ratri mengangguk pelan tapi pasti. Matanya berkaca-kaca.

RATRI 

(Parau) Terima kasih, Aa. (Jeda) terima kasih semuanya. Syukur alhamdulillah, aku dikelilingi orang-orang baik seperti ini.

Salma dan Dewanti mengangguk dan bergantian memeluk Ratri. Salma teringat dan mengeluarkan kunci mobil dari tas.

SALMA

(Ragu-ragu) Kak De, bisa bantu bawa mobilku, enggak? Aku enggak bisa nyetir. Sopirnya lagi nginep di hotel prodeo, nih.

Yudis, Ratri, dan Dewanti saling pandang dan tertawa kecil.

ARYA (O.S)

Enggak bisa! Dewanti harus ikut aku.

Yudis, Ratri, Dewanti, dan Salma menoleh kaget ke Arya yang hadir dengan tangan kiri disembunyikan di balik punggung.

DEWANTI

Arya! Kok, kamu ngapain di sini, sih?

ARYA

Ya, cari kamu. Tugas kita belum kelar, lo!

Dewanti menepuk jidat.

DEWANTI

Oh, iya. Sorry. Semalam aku sibuk ....

ARYA

Menghadiri undangan, menyadari kebrengsekan Bagas, dan merawat Ratri.

DEWANTI

(Takjub) Kok, kamu tahu, sih?

ARYA

(Bercanda) Salah sendiri jadi anak mami yang selalu lapor setiap mau pergi.

DEWANTI

Ah, iya! (Jeda) terus, yang kamu sembunyikan itu apa?

ARYA

Tebak!

DEWANTI

Pasti boneka lagi.

Ratri dan Salma saling pandang dengan perasaan takjub dan sama-sama bilang “lagi!” tanpa suara. Mereka menahan geli. Arya tersenyum dan menyerahkan boneka monyet ke Dewanti.

 DEWANTI (CONT’D)

Ouw, lucuuu bangeeet!

Dewanti gemas dan mencium boneka itu. Tiba-tiba, terdengar boneka itu bersuara, “Jangan cium ... jangan cium ... bukan mahram. Ke KUA dulu.” Tawa Dewanti meledak hingga bahunya bergoncang. Yudis, Ratri, dan Salma pun ikut tertawa.

ARYA

Jadi, mau kerjain tugas atau belok KUA dulu? Mumpung deket tuh, di sebelah.

DEWANTI

Apaan, sih? Ayolah, kelarin tugas!

ARYA

Pamit dulu ya, semuanya!

Arya dan Dewanti melambaikan tangan dibalas Yudis, Ratri, dan Salma.

SALMA

Semoga setelah ini semua bisa menjadi lebih baik ya.

RATRI

Amin.


Salma dan Ratri berpelukan erat. Yudis tersenyum bahagia melihat mereka. Tak berapa lama Salma melepaskan pelukannya.

SALMA

Kalau begitu aku pamit dulu ya.

YUDIS

Loh ... Loh ... Nggak bareng kita aja?

RATRI

Iya Sal, aku masih kangen loh.

SALMA

Iya, aku juga masih kangen. Tapi, aku masih ada urusan lain. Insyaallah nanti kita agendakan ya.

YUDIS

Bagaimana kalau kami antar?

SALMA

Ah ... nggak apa-apa. Lagi pula arah tujuanku berlawanan dengan arah pulang kalian. Aku sudah pesan taksi online kok.

Salma melihat handphonenya memastika posisi taksi online pesanannya.

SALMA (CONT'D)

Sudah dekat nih.

Sebuah mobil avanza berwarna hitam masuk Kantor Polisi menuju loby. Salma melihat plat nomor polisi mobil.

SALMA (CONT'D)

Nah, mobilku sudah datang. Aku duluan ya.

Mobil berhenti tepat di loby pintu masuk. Salma masuk mobil. Salma membuka jendela lalu melambaikan tangan kepada Ratri dan Yudis. Mobil meninggalkan halaman Kantor Polisi. Yudis dan Ratri saling tatap.

RATRI

Aa Cinta sama Neng?

YUDIS

Sangat. Aa sangat cinta dan bahagia bisa menjadi suami Neng.

Keduanya saling tatap. Ratri tersenyum tulus. Sementara binar mata Yudis menyiratkan kesedihan karena teringat dosa yang telah dia lakukan kepada Ratri.

YUDIS (CONT'D)

Maafin Aa ....

Belum selesai Yudis mengucapkan kata-katanya, telunjuk Ratri mendarat tepat di bibir Yudis.

RATRI

Sssttt ... sudah Aa ... sudah ... Neng ikhlas.

Yudis menatap Ratri dalam-dalam lalu membelai lembut pipi Ratri dengang punggung tangan kananya.

RATRI (CONT'D)

Kita mulai lembaran baru ya Aa.

Yudis mengangguk. Ratri memegang lembut tangan Yudis yang sedang mengelus pipinya.

YUDIS

Bismillah.

Yudis dan Ratri saling menatap. Keduanya tersenyum bahagia lalu mereka berpelukan begitu erat.

TAMAT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar