Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
2. Amarah Yudis Kepada Ratri

14. INT/EXT. SELASAR – RS BANDUNG — SIANG

Yudis keluar ruangan dengan sekujur tubuh yang terasa lunglai. Air mata berlinang mengaliri wajah nan lelah. Pelan sekali butirannya menetes di lantai keramik putih. Amarah, sakit hati, dan takut bercampur di roman mukanya.

Yudis terus berjalan dengan kaki yang terasa mengambang. Selasar RS laksana lorong gelap yang berakhir di sebuah dunia penuh air mata kepedihan. Seorang PERAWAT yang berpapasan melirik, tetapi seketika mengalihkan pandangan kembali karena gentar ketika Yudis balas menatap tajam.

Yudis berhenti di depan sebuah ruang rawat inap. Dia menarik napas dalam, lalu mengempaskannya pelan seolah menurunkan beban. Dia menyeka air mata dan membuka pintu.

CUT TO


15. INT. RUANG INAP – RS BANDUNG — SIANG

Ratri berbaring terpejam di ranjang. Ibu Farida berdiri di sebelahnya menatap cemas dan menoleh begitu Yudis masuk.

YUDIS

Asalamualaikum. (Bingung) Lho? Ibu? Kan ....

IBU FARIDA

Wa alaikumusalam warahmatullah, Yudis.

YUDIS

Kok, di sini, Bu? Sudah diperiksa dokter?

IBU FARIDA

Sudah. Ibu enggak papa, kok. Makanya Ibu boleh ke sini buat menemani Ratri.

Ibu Farida menatap Yudis lekat-lekat penuh tanya dan cemas.

IBU FARIDA (CONT’D)

Apa kata Dokter, Yudis? Bagaimana Ratri?

Yudis tak menjawab dan malah menatap Ratri dengan sorot marah karena tertipu. Ibu Farida heran dan makin cemas.

IBU FARIDA (CONT’D)

(Mendesak) Kenapa Yudis? Si Neng kenapa?

Dada Ibu Farida turun naik dan mulai napasnya tampak semakin berat. Melihat itu, Yudis segera berusaha menenangkan diri.

YUDIS

(Menggumam lirih) Subhanallah ... (Sedikit mengangkat suara) Ratri hamil, Bu.

IBU FARIDA

(Lega) Alhamdulillah ...! Benarkah?

Yudis mengangguk pelan dan mencoba tersenyum meski kecewa. Ibu Farida memeluk Yudis yang tersenyum getir sambil membalas erat pelukan ibunya untuk melepaskan segala perih. Teringat sesuatu, Ibu Farida segera menghubungi ibu Ratri.

IBU FARIDA (CONT’D)

Assalamualaikum. Besan, kita harus segera syukuran, nih! (Jeda) Iya, Ratri hamil!

Obrolan selanjutnya terdengar sayup-sayup di telinga Yudis yang kalut. Ratri terbangun lalu perlahan bergantian menatap heran Yudis dan Ibu Farida yang baru menutup ponsel.

RATRI

Ada apa, Bu? Kenapa aku di sini, ya?

IBU FARIDA

(Bersemangat) Kamu hamil, Neng. Allah menaikan derajatmu menjadi seorang Ibu!

Ibu Farida mengusap dan mengecup kepala Ratri penuh kasih.

RATRI

(Berbisik penuh haru) Alhamdulillah ....

Wajah Ratri seketika cerah dan tersenyum kepada Yudis yang berdiri di ujung tempat tidur. Yudis balas tersenyum sinis.

IBU FARIDA

(Gusar) Kamu ini bagaimana, sih? Kok, seperti tidak senang begitu, Yudis?

YUDIS

(Gugup) Eh, tentu senang, Bu. Cuma agak kaget dan cemas. Ini kan, anak pertama.

Yudis menyembunyikan kegelisahan dengan senyuman. Ratri tersenyum tapi merasa risih dengan tatapan Yudis. Hatinya bertanya-tanya dan mulai memikirkan berbagai kemungkinan.

CUT TO


16. INT/EXT. DALAM MOBIL – JALAN RAYA — SIANG

Lalu lintas cukup ramai. Sepanjang perjalanan, Yudis tampak bingung dan terus berpikir bagaimana harus bersikap. Ratri terlihat masih lemah meski wajahnya lebih segar. Ibu Farida terus mengusap kepala Ratri sambil tersenyum penuh syukur.

IBU FARIDA

Neng pokoknya harus jaga kesehatan, ya. Kalau mau apa-apa, bilang saja sama Yudis, pasti akan dipenuhi. Benar kan, Yudis?

YUDIS

(Tersadar dan gugup) eh, i ... iya, Bu!

Ratri tersenyum ke Ibu Farida. Dia lalu melirik wajah suaminya dari spion. Tampak siratan amarah di mata Yudis.

CUT TO


17. EXT. HALAMAN – RUMAH YUDIS — SIANG

Mercy hitam itu berhenti di depan rumah bergaya klasik. MANG DADANG (50), tukang kebun yang terkadang merangkap sopir, segera membuka pintu pagar. Mercy meluncur masuk pelan dan berhenti di depan garasi. Mang Dadang mendekati mobil dan heran melihat Yudis malah melamun memeluk setir.

MANG DADANG

(Bergumam) Lo? Kok, malah melamun, Den?

Mang Dadang berinisiatif membuka pintu belakang mobil dengan santun. Ratri digandeng Ibu Farida keluar mobil.

IBU FARIDA

Barang-barangnya tolong diturunkan dan langsung simpan di kamar saja ya, Mang.

MANG DADANG

(Santun) Oh, baik, Bu. Beres pokoknya!

Usai menutup pintu, Mang Dadang menurunkan barang di bagasi dan membawanya masuk mengikuti Langkah Ibu Farida dan Ratri.

Yudis tersadar. Dia turun dari mobil dengan malas dan duduk di teras. Pandangannya kosong ke halaman yang asri dengan kolam ikan dan air mancur. Taman itu laksana neraka di depannya. Mata Yudis begitu lantang meneriakkan kemurkaan. Sesekali dia menggeleng bingung dan mengusap muka lelahnya.

CUT TO


18. INT. RUANG UTAMA – RUMAH YUDIS — MALAM

PARA TAMU mengumandangkan tahmid, tasbih dan takbir. Yudis menunduk menyembunyikan kekecewaan. Air matanya berlinang dan napasnya sesak. Ustaz Syuhada menghampiri dan tersenyum lebar memeluk bahu Yudis sambil sedikit mengguncangnya.

USTAZ SYUHADA

Masyaallah! Calon ayah kita sangat bahagia, ya. Sampai terharu begini.

Yudis terpaksa tersenyum dan segera mengusap air mata.

CUT TO


19. INT. TANGGA – RUMAH YUDIS — MALAM

Di tengah tangga, Yudis mengintip ke bawah. Tampak Ratri, Ibu Farida, UMI SITI (50), dan Ustad Syuhada duduk-duduk mengobrol di ruang tengah. Umi Siti memeluk Ratri, yang lain pun tampak bahagia. Yudis teringat satu percakapan.

CUT TO FLASHBACK


20. INT/EXT. MOBIL — SIANG

Jalanan cukup lengang. Yudis menyetir mobil dengan Ratri duduk di jok sebelahnya dan Ibu Farida di kursi belakang.

YUDIS

Bagaimana masalah si Rio, Neng?

Ratri tersenyum menatap suaminya.

RATRI

Menurut Abi, berdasarkan beberapa pendapat Ulama dan Alquran, perempuan yang hamil karena berzina bisa dinikahi oleh yang menghamili maupun orang lain, tapi makruh.

Yudis manggut-manggut sedangkan Ibu Farida tampak ragu.

IBU FARIDA

Tapi, beberapa ulama meyakini perempuan hamil itu haram dinikahi siapa pun, lo.

Ratri kembali tersenyum dan mengangguk hormat.

RATRI

Betul, Bu. Kita juga perlu melihat dari sisi sosial kemasyarakatan. Jika perempuan hamil tidak segera dinikahkan, bisa mengakibatkan krisis mental. (Terasa berat menahan sedih) Mereka bisa berpikir dirinya sangat kotor dan hina.

YUDIS

Berarti enggak masalah ya, Rio menikahi perempuan yang dihamilinya itu?

Ratri mengangguk dan segera menenangkan diri.

RATRI

Menurut Neng itu baik, sesuai dengan tuntunan syariat. Juga, bisa sebagai sarana taubat bagi kedua pelakunya.

Yudis tersenyum. Tangan kirinya membelai pipi sang istri lembut sambil tetap menyetir. Ibu Farida manggut-manggut.

FLASHBACK CUT TO


21. INT. TANGGA – RUMAH YUDIS — MALAM

Yudis menghela napas dan menaiki anak tangga yang tersisa.

CUT TO


22. INT/EXT. BALKON KAMAR – RUMAH YUDIS — MALAM

Bulan perlahan tertutup awan hitam. Yudis duduk di depan kanvas kosong di sudut balkon yang sudah tertata lengkap aneka keperluan melukis. Tangannya menggantung kaku di depan kanvas memegang kuas yang tercelup warna. Dia hanya menatap kanvas itu dengan pikiran beku. Angin berembus cukup kencang, tapi dia seperti tak merasakan apa-apa.

Tangannya perlahan menggoreskan nama “Dewanti”. Air matanya mengalir deras di pipi, bermuara di bibir. Asin air mata dikecapnya perih. Yudis segera menimpa tulisan di kanvas dengan warna lain. Dia tersedu lalu bersandar terpejam.

Ibu Farida menepuk bahu Yudis hingga kaget dan tersadar.

IBU FARIDA

Bangun, Yudis! Kok tidur di sini? Kamu kayak enggak antusias deh, mau jadi ayah.

YUDIS

(Salah tingkah) Eh, masa iya sih, Bu?

Ibu Farida menghela napas panjang dan menggeleng-geleng.

IBU FARIDA

Kenapa? Gelisah karena akan jadi ayah? (Tersenyum bijak) Ibu yakin, putra Ibu bisa mengemban amanah ini dengan baik.
YUDIS
(Ragu) A-apa iya, ya Bu? (Menggumam) Apa aku bisa menanggung semua ini, Bu?

IBU FARIDA

Eeh ... Bisa! Kamu pasti bisa. Ibu yakin. Ayo, temani istrimu sana! Ibu ini kan juga enggak kuat jagain terus. Ibu mau tidur.

YUDIS

(Gelagapan) I-iya Bu. Aku masuk, deh.

CUT TO


23. INT. KAMAR – RUMAH YUDIS — MALAM

Yudis masuk. Tampak Ratri sudah terbaring di ranjang memejamkan mata. Beberapa obat tergeletak di atas nakas sebelah ranjang. Ibu Farida melintas memberi isyarat.

IBU FARIDA

(Setengah berbisik) Ibu keluar dulu, ya.

Yudis teringat sesuatu dan segera mencegah Ibu Farida.

YUDIS

Ibu jangan lupa minum obat Ibu, ya.

Ibu Farida tersenyum dan menepuk lembut lengan atas Yudis.

IBU FARIDA

Ibu sehat, Yudis. Karena kebahagiaan akan mempunyai cucu lebih dari obat buat Ibu.

YUDIS

(Gusar) tapi, Bu ... kondisi Ibu kan ....

Ibu Farida mengibaskan telapak tangan sambil tertawa.

IBU FARIDA

Alah, sudah! Jangan banyak tapi. (Setengah berbisik) Ibu tidur dulu, ya. Kalau ada apa-apa sama istrimu, cepat panggil Ibu.

Ibu Farida melirik cemas ke Ratri. Yudis hanya mengangguk dan tersenyum melepas ibunya keluar dengan pandangan.

Malam kian larut. Detak jarum jam dinding semakin mengiris hati Yudis yang berbaring di sebelah Ratri. Yudis memandangi wajah cantik Ratri yang tengah tertidur pulas dengan sejuta benci. Yudis sangat resah karena tak sanggup menahan air mata yang keluar di setiap kedipan. Yudis begitu sulit memejamkan mata meski sangat lelah membolak-balik badan. Semakin Yudis memaksa matanya, semakin kuat gelisahnya dibayangi wajah Dewanti yang tertawa mengejek.

CUT TO


24. INT. KAMAR - RUMAH YUDIS — SUBUH

Azan berkumandang. Yudis segera bangun. Dia menoleh sekilas ke Ratri. Rasa benci Kembali menyergap. Yudis meninggalkan ranjang menuju ke kamar mandi yang pintunya dibiarkan terbuka. Tampak Yudis mencuci muka dan gosok gigi. Dia keluar dan mengisi cangkir dengan kopi, meraih rokok, lalu membawa keduanya keluar melintasi sajadah dan sarung yang tergantung rapi di jemuran kecil salah satu sisi kamar.

CUT TO


25. INT/EXT. BALKON KAMAR – RUMAH YUDIS — SUBUH

Yudis duduk menikmati udara sejuk dengan kopi dan berbatang-batang rokok. Ratri yang masih mengenakan mukena, datang memeluk Yudis dari belakang sambil tersenyum manja.

RATRI

Aa enggak tidur? Sudah salat belum?

Yudis segera melepaskan tangan Ratri. Ratri sangat heran dan duduk di samping Yudis sambil menatapnya lekat.

RATRI (CONT’D)

Ada apa, Aa. Marah ya, sama Neng?

Ratri mencium embusan asap rokok Yudis yang tetap cuek.

YUDIS

(Tegas) Kamu tidur aja. Sayangi janinmu.

Ratri makin bingung. Dipandanginya wajah Yudis dalam-dalam. Tangannya mencoba menggenggam tangan Yudis. Namun, Yudis menepisnya. Mata Ratri mulai berkaca-kaca tak percaya.

RATRI

(Lirih) ada apa ini sebenarnya, A’?

YUDIS

(Agak berang) Seharusnya aku yang tanya, ada apa sebenarnya? Apa maksud semua ini?

RATRI

(Resah dan sakit hati) A-apa, A? Neng enggak ngerti. Bilang aja apa salah Neng, agar Neng bisa memperbaiki diri buat Aa.

YUDIS

(Sinis) Memperbaiki diri! Untuk apa memperbaiki diri? Hanya di depan manusia. (Menoleh ke Ratri dan memandangnya tajam) Aku tanya sama kamu sekarang. Dosa terbesar apa yang telah kau lakukan di masa lalu sebelum menikah denganku?

RATRI

(Kaget dan bingung) Maksud Aa?

Yudis tersenyum sinis. Emosinya kian meluap-luap.

YUDIS

(Ketus dan berpaling) Dasar pendusta!

Ratri seperti tersengat aliran listrik tegangan tinggi. Air matanya seketika mengalir deras. Fajar mulai menyingsing tapi tak terlihat indah di matanya. Pandangannya mengabur.

RATRI

(Terisak) Neng bohong apa sama Aa?

YUDIS

Masih juga belum mengaku, ha? Oke! Aku tanya lagi sama kamu, ya. Kita menikah sudah berapa lama? (Lebih keras) Jawab!

Yudis memandang Ratri penuh amarah. Ratri tak mampu beradu pandang dengan sepasang mata yang berkilat-kilat itu.

RATRI

(Menahan isak) satu bulan, Aa ....

YUDIS

Satu bulan! Lalu kenapa usia kehamilanmu sekarang sudah tiga bulan lebih? Kenapa?

Ratri memandang Yudis tak percaya. Dadanya turun naik.

RATRI

Apa itu benar, A’? Apa aku nggak salah dengar?

menunduk tak mampu membendung tangisnya.

YUDIS

(Geram) Pengkhianat! Kalau kau tak percaya, kita ke dokter. Tanya, berapa usia kandunganmu. Jangan cuma satu dokter. Kalau perlu, kita datangi semua dokter di Bandung ini. Biar kamu sadar dengan kesalahanmu dan tak bisa berdusta lagi!

Tangan Yudis mencengkeram cangkir kopi hingga pecah. Serpihannya menancap di telapak tangan. Darah mengucur membasahi celana. Raut muka Yudis datar seolah tak merasa sakit. Ratri terkejut dan berusaha meraih tangan itu, tapi Yudis menghindar dan masuk kamar tanpa memerdulikan Ratri.

CUT TO


26. INT/EXT. BALKON KAMAR – RUMAH YUDIS — PAGI

Yudis kembali ke balkon dengan tangan yang telah terbalut perban dan celana yang diganti. Matahari sudah mulai bersinar. Hangat cahayanya malah membuat hatinya bertambah terbakar melihat Ratri tergugu-gugu dan pecah tangisnya.

YUDIS

(Ketus) Percuma kamu menangis, Ratri. (Menghela napas kesal) Andai kamu mengatakan kondisimu sebelum menikah, mungkin aku akan menerimanya. Tapi kamu malah memilih menipuku. (Menggeleng-geleng bingung sambil mengusap rambut) aku enggak tahu apa jadinya kalau ibu tahu ini.

Yudis menatap Ratri tajam, mendekat dan menunjuknya.

YUDIS (CONT’D)

(Geram) Kalau sampai terjadi hal buruk pada ibu gara-gara ini, aku enggak akan memaafkanmu di dunia sampai akhirat!

Ratri tersentak dan berusaha menenangkan diri.

RATRI

(Lirih) Aa masih mau antar Neng ke dokter? Neng ingin meyakinkannya sekali lagi.

YUDIS

(Sinis) Aku akan lakukan apa pun biar kamu sadar kesalahanmu. Tapi, ingat! Jangan sekali-kali kamu ceritakan ini ke orang tua kita sampai aku sendiri yang menceritakannya. Paham kamu, Ratri?

Ratri tak menjawab. Dia hanya menatap Yudis dengan sangat sayu lalu melangkah lunglai masuk kamar. Yudis mengepalkan tangan kanannya dengan geram.

CUT TO


27. INT. KAMAR MANDI - KAMAR – RUMAH YUDIS — PAGI

Di bawah guyuran air, Ratri menumpahkan semua luka dan air mata. Dia meremas perutnya sambil menangis dan menjerit tanpa suara. Wajahnya menengadah dengan mata terpejam tersiram air. Dia memukul-mukul lesu dinding di dekatnya sambil terus menangis hingga kakinya lemas terduduk.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar