Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
4. Gadis Bermata Cokelat

40. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — SIANG

Tante Diana masuk dengan wajah sumringah memeluk Ibu Farida.

TANTE DIANA

Asalamualaikum ... Duh, Teh. Jangan sering kumat begini, dong! Nanti, aku bisa ikut ketularan jantungan lo, kaya Teteh ini.

IBU FARIDA

(Tertawa kecil) Wa alaikumusalam warahmatullah. Bisa aja adikku satu ini.

Tante Diana kemudian mengambil duduk di dekat Ibu Farida.

TANTE DIANA

Pokoknya, Teteh harus jaga kesehatan. Biar bisa datang ke syukuran calon bayinya Rio.

IBU FARIDA

(Sedikit terkejut) Oh, iya. Rara mau empat bulan ya, kandungannya? Kapan acaranya?

TANTE DIANA

(Antusias) Seminggu lagi, Teh. Datang, ya.

YUDIS

(Ketus) Hebat banget ya, si Rio itu. Kawinnya sih, baru satu bulan. Eh, istrinya dong, udah hamil empat bulan aja.

Ratri jadi salah tingkah. Matanya bergerak bingung berusaha menahan sakit hati yang cukup tampak di raut wajahnya.

TANTE DIANA

(Merasa bersalah) Yah, mau gimana lagi. Yang penting, saat ini Rio jadi lebih baik dan mandiri. Toh, semua orang pasti punya masa lalu dan pernah berbuat salah, kan?

Yudis menahan diri meski ingin membantah, Ratri menunduk.

CUT TO


41. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — SIANG

Usai menyuapi, Ratri mengelap bibir Ibu Farida dan membantu meminum obat. Ibu Farida bahagia saat Tante Diana mendekat.

TANTE DIANA

Beruntungnya, punya menantu Neng Ratri.

IBU FARIDA

(Tersenyum) Alhamdulillah. Insyaallah, Rara juga akan sebaik Ratri ya, Dian.

TANTE DIANA

Amin! (mengusap muka lalu menoleh ke Yudis) Dis, jaga baik-baik istrimu ini.

IBU FARIDA

Betul! (Bercanda) Barang langka ini. Jangan sampai rusak dan sakit hatinya, ya.

Yudis terkesiap. Ratri gugup dan memijat kaki Ibu Farida.

TANTE DIANA

Ya, sudah. Kalau gitu, aku pamit ya, Teh.

YUDIS

Eh, bareng yuk, Tante. Aku mau ke galeri.

Ibu Farida menatap heran ke Yudis yang buru-buru bangkit.

IBU FARIDA

(Gusar) Kamu kenapa sih, Dis, kok kaya enggak betah di dekat Ratri? Masa pengantin baru honeymoon-nya cuma sebulan?

Yudis gelagapan lalu memeluk dan mengelus kepala Ratri. Ratri kaget, tapi berusaha tersenyum manis menerimanya.

YUDIS

(Lembut) Aku cuma antar tante sambil ngecek kerjaan bentar. Ga marah kan, Neng?

Ratri menggeleng. Yudis mengecup kening Ratri dan mencium tangan Ibu Farida yang saling melirik geli dengan adiknya.

YUDIS

Pamit dulu ya, Bu. Assalamualaikum

IBU FARIDA

Wa alaikumusalam warahmatullah.

Ibu Farida lega melepas kepergian Yudis dan Tante Diana. Ratri menunduk bingung sambil terus memijit kaki Ibu Farida.

CUT TO


42. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — SORE

Jarum jam dinding terus berputar. Ratri selesai salat Asar di sebelah ranjang Ibu Farida. Dia melepas dan menata mukena lalu mengambil segayung air dan membantu Ibu Farida berwudu. Usai dibantu mengenakan mukena, Ibu Farida menoleh ke Ratri.

BU FARIDA

(Cemas) Neng, coba telepon Yudis. Kok, sampai jam segini dia belum balik juga?

Ratri tersenyum lembut sambil mengelus lengan Ibu Farida.

RATRI

Tenang, Bu. Mungkin memang masih banyak urusan. Ibu salat dulu aja sambil aku coba hubungi Aa, ya.

Ibu Farida mengangguk sambil tersenyum. Beliau segera berfokus salat. Sementara Ratri menjauh dan dengan agak ragu memandangi nomor ponsel Yudis, tetapi akhirnya dia menelepon. Nada panjang lama tak diangkat.

CUT TO


43. INT. GALERI BANDUNG — SORE

Yudis melirik sekilas nama Ratri yang tertera di layar ponselnya yang berdering. Dia kembali asyik melukis. Tampak di sekelilingnya beberapa bungkus rokok, botol minuman berenergi dan minuman bersoda berserakan. Matanya terlihat sedih, marah, dan lelah tapi dipaksa terus menatap kanvas.

CUT TO


44. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — SORE

Begitu melihat Ibu Farida selesai salat, Ratri buru-buru mematikan ponsel dan menghampiri mertuanya itu yang menunggu dan menyambut dengan tatapan penuh tanya ke Ratri.

IBU FARIDA

(Penasaran) Bagaimana? Apa kata Yudis?

RATRI

(Gugup) Ah, eh, ... kata Aa, Beliau baru kedatangan klien baru lagi, Bu. Jadi, mungkin akan agak lama selesai ngobrolnya.

Ibu Farida menghela napas panjang dengan sorot mata kecewa.

CUT TO


45. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — MALAM

Ratri memberikan suapan terakhir ke mulut Ibu Farida dan meletakkan piring kosong di atas nakas. Dia membantu Ibu Farida minum air putih, lalu menghampiri jendela kamar yang menampilkan langit gelap. Ratri pun menutup tirainya.

IBU FARIDA

(Kesal) sudah malam begini, Yudis belum juga pulang. Untung saja istrinya Yudis sesabar kamu, Neng. Saat Ibu di usiamu, mana bisa tahan ditinggal lama seperti ini. Sudah hamil, orang tua sakit lagi. Padahal sudah menikah, tapi kok tingkahnya masih seperti bujang saja sih, Yudis ini.

Yudis muncul di ambang pintu kamar sambil tersenyum manis.

YUDIS

(Menggoda) Siapa yang masih bujang, Bu?

Ratri dan Ibu Farida sontak menoleh ke Yudis yang berjalan menghampiri Ibu Farida dan mencium tangan beliau.

YUDIS (CONT’D)

Assalamualaikum.

Yudis lalu mencium kening Ratri yang terkejut menerimanya. Yudis memeluk bahu Ratri sambil menyodorkan bungkusan yang sedari tadi dibawanya sambil menatap mesra Ratri.

YUDIS (CONT’D)

Yudis bukan membujang, Bu. Tapi, abis berkeliling mencari surabi favorit Eneng.

Ratri memandang Yudis tak percaya. Dengan haru, dia menerima bungkusan dan memekik kecil melihat isinya.

RATRI

Masyaallah! Aa masih ingat kesukaan Ratri.

Ibu Farida bernapas lega dan tersenyum bahagia melihatnya.

CUT TO


46. EXT. TAMAN DEPAN RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — MALAM

Ratri keluar dari ruang inap dan menutup pintu hati-hati sambil membawa sepiring surabi menuju Yudis yang duduk di bangku taman dan baru mematikan dan membuang puntung rokok yang sudah sangat pendek. Ratri menyodorkan surabi.

RATRI

(Ramah) Buat Aa. Aa belum icip ini, kan?

Yudis melirik dingin. Ratri yang baru duduk di sampingnya jadi kaget dan bingung. Piring itu menggantung begitu saja.

YUDIS

(Acuh tak acuh) jangan GR! Aku cuma menjaga perasaan Ibu agar jantungnya segera pulih dan enggak kumat lagi.

Ratri memejamkan mata sambil menarik napas dalam. Dia mengembuskan napas perlahan dan mengangguk maklum. Dengan sedih, Ratri meletakkan piring di bangku dan menatap Yudis.

RATRI

(Ragu) Aa sudah tidak cinta Eneng lagi?

YUDIS

(Mendengus kesal) Mana bisa aku cinta lagi setelah tahu kamu sembunyikan borokmu itu.

Napas Ratri tercekat. Matanya mengerjap menahan tangis.

RATRI

(Terbata-bata) apa ... Aa masih mencintai gadis bermata bulat cokelat itu? Yang lukisannya Aa robek di balkon tempo hari?

Yudis terkejut lalu menepiskan tangan dan berdecak gusar.

YUDIS

Bukan urusanmu! Jalankan saja tugasmu menjaga kesehatan Ibu! Itu saja peranmu!

Ratri mengangguk lemah. Dia bangkit mengambil piring, tetapi sejenak kemudian diletakkannya lagi di samping Yudis dan berlalu menuju ruang inap sambil mengusap air mata. Yudis memandangi punggung Ratri dan beralih ke piring.

CUT TO


47. INT. RUANG INAP – RUMAH SAKIT BANDUNG — VARIOUS TIME

MONTAGE

A. Ratri mengelap Ibu Farida dengan handuk kecil basah.

B. Ratri membantu Ibu Farida turun dari ranjang, membawakan kantung infus, dan menuntunnya ke kamar mandi.

C. Yudis memeluk Ratri di hadapan Ibu Farida. Saat Ratri mengajak bicara, Yudis menyingkir sambil mengangkat telepon.

D. Usai disuapi Ratri, Ibu Farida menunjuk piring yang masih penuh makanan sambil menyuruh Ratri makan. Ratri hanya tersenyum mengangguk tapi sambil memberi Ibu Farida minum.

E. Ratri termangu sambil meneteskan air mata di sebelah Ibu Farida yang tertidur. Tatapannya kosong, wajahnya kuyu.

F. Ratri terkantuk-kantuk berjalan menuju sofa. Yudis masuk dengan wajah lelah dan mengusir Ratri. Yudis berbaring di sofa dan langsung pulas. Ratri kembali duduk di samping ranjang Ibu Farida sambil menatap Yudis yang bibirnya gelap.

G. Ratri buru-buru mengemas dan membawa barang-barang Ibu Farida lalu mengikuti Yudis yang memapah Bu Farida keluar ruangan. Tampak rona bahagia dan lega di wajah ketiganya. 

CUT TO


48. INT. KAMAR YUDIS – RUMAH YUDIS — SORE

Ratri mematut diri di depan cermin. Dia hendak memasang celak. Namun, saat memperhatikan kedua matanya, tampak sudah ada garis hitam tanda kelelahan. Ratri menghela napas panjang. Dia lalu mengamati telapak tangannya yang kurus. Ratri memandangi tubuhnya dan menyadari tubuhnya yang makin kurus dengan perut membuncit. Segera Ratri mengganti bajunya dengan jubah longgar agar garis tubuhnya tersamar.

BU FARIDA (O.S)

(Berteriak) Neng! Kalian sudah siap?

RATRI

(Setengah berteriak) sebentar, Bu! Aa masih di kamar mandi. Aku sudah siap, kok.

Ratri mendekati pintu kamar mandi dan mendengar Yudis terbatuk-batuk. Ratri mengetuk pintu pelan beberapa kali.

RATRI (CONT’D)

(Lembut) A’, sudah ditunggu Ibu, tuh.

Setelah mengulang-ulang tanpa jawaban, Ratri membuka pintu yang tak terkunci dan melihat Yudis masih terbatuk-batuk di depan wastafel sambil menutup mulut dengan tisu toilet.

RATRI (CONT’D)

(Tetap lembut) Aa kenapa? Sakit? Abis begadang lagi, ya? Rokoknya stop, dong ...."

Ratri perlahan mendekati Yudis. Tanpa menoleh, Yudis yang membungkuk di depan wastafel mendorong kuat perut Ratri.

YUDIS

(Membentak) Pergi sana, Pendusta!

Ratri terjungkal hampir telentang tetapi masih tertahan kedua tangannya di lantai. Sesaat Ratri diam karena syok. Sambil meringis memegangi perut, Ratri mencoba bangkit.

RATRI

(Putus asa) Neng akan sangat senang jika Aa membunuh Neng. Sepertinya, hanya kematian yang dapat membebaskan Neng dari beban derita ini. (Jeda) Tapi, temuilah Ibu dulu. Beliau sangat menyayangi Aa.

Dengan marah, Yudis melempar tisu yang dipegangnya ke dalam keranjang sampah di bawah wastafel. Yudis keluar kamar mandi, menyambar syal yang tersampir di gantungan dinding, dan segera membelitkan di leher lalu keluar kamar tanpa memedulikan Ratri yang meringis kesakitan memegangi perut.

CUT TO


49. INT. KAMAR MANDI YUDIS – RUMAH YUDIS — SORE

Ratri menarik napas dalam. Dia masuk mendekati cermin wastafel dan membetulkan kerudung yang sedikit kusut. Dia memandangi wajahnya di cermin, kemudian tersenyum getir dan menunduk. Ratri terkejut melihat noda merah di tisu dalam keranjang sampah. Ratri segera mengambil tisu itu dan menatapinya penuh cemas. Dari luar, terdengar suara mobil dinyalakan. Ratri segera membuang tisu itu dan keluar.

CUT TO


50. INT/EXT. MOBIL YUDIS — SORE

Sepanjang perjalanan, Ratri terus menatap cemas ke wajah Yudis yang pucat dari balik kaca spion tengah. Beberapa kali Yudis berusaha menahan batuk dengan menggigit syal. Ibu Farida tak menyadari karena asyik memandang keluar jendela.

Ratri sesekali melirik Ibu Farida sambil diam-diam menulis pesan via ponsel ke Yudis. Ratri minta Yudis tidak memaksakan diri pergi dan mau ditemani Ratri ke rumah sakit. Terdengar suara pesan masuk ke ponsel Yudis tetapi tidak digubris Yudis. Ratri menelepon ponsel Yudis lalu memutuskan panggilan. Yudis mengintip sekilas nama pemanggil dan mendesah malas membaca pesan Ratri. Ibu Farida menoleh penasaran ke Yudis. Yudis buru-buru mengatur sikap.

IBU FARIDA

Dari siapa, Dis? Penting banget kayanya?

YUDIS

(Agak gugup) Ah, enggak kok, Bu. Nanti aja. Masih nyetir. Bahaya kalau direspon.

Yudis melirik tajam ke Ratri. Ratri jadi serba salah.

Lalu-lintas mulai macet. Laju kendaraan tersendat-sendat. Yudis makin terlihat lelah. Ratri bertambah cemas. Ketika mobil berhenti di sebuah lampu merah, dia membuka jendela dan melambai ke seorang PEDAGANG ASONGAN.

RATRI

(Berteriak) Pak, tolong minumnya, ya!

Ibu Farida menoleh ke Ratri yang menutup jendela kembali setelah membayar. Beliau menatap dengan rasa bersalah.

IBU FARIDA

(Cemas) Duh! Kamu haus, ya? (Jeda) Memang, kalau sedang hamil itu ke mana-mana sebaiknya bawa cemilan dan air minum. Maaf, ya. Ibu lupa menyiapkan buat kamu.

Ratri hanya menggeleng sambil tersenyum. Dia membuka tutup botol, lalu memberikan ke Yudis yang agak kaget dibuatnya.

RATRI

Ini. Diminum, A’.

Yudis menerima tanpa kata dan langsung meminumnya. Setelah puas, Yudis menaruh botol di dasbor. Ibu Farida tersenyum.

IBU FARIDA

Ibu kira buat Neng.

RATRI

(Tersenyum malu) Ratri lupa kalau Aa sejak tadi belum minum air putih dari rumah, Bu.

IBU FARIDA

(Menghela napas lega) Neng benar-benar istri yang baik. Ibu sangat menyayangimu.

Ibu Farida tersenyum lembut sambil mengelus puncak kepala menantunya. Ratri balas tersenyum tulus penuh terima kasih.

RATRI

(Merendah) Neng hanya melakukan kewajiban seorang istri, Bu.

Ibu Farida menggeleng sambil menatap Ratri dalam-dalam.

IBU FARIDA

(Terharu) Bukan. Itu bukan semata kewajiban, tetapi cinta. Perasaanmu untuk Yudis terasa begitu tulus di mataku, Neng.

Ratri tersipu sambil melirik Yudis yang pura-pura tak mendengar dan berusaha fokus menyetir kembali di tengah lalu-lintas yang mulai terurai.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar