Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
6. Tuduhan

60. EXT. TAMAN - RUMAH SAKIT — MALAM

Dewanti duduk kesal di bangku taman. Bagas duduk di sebelahnya. Baru saja Bagas akan merayu, Dewanti sudah berbalik menghadapnya dengan tatapan marah dan curiga.

DEWANTI

(Penuh tekanan menahan marah) apa hubunganmu dengan Ratri, Kak?

BAGAS

Ya ... dia ... teman adikku, yang tergila-gila padaku. (Menepis) Ah, itu kan, masa lalu ....

DEWANTI

(Semakin marah) dia mengandung bayimu!

BAGAS

(Kaget) kok, aku? Dia kan, punya suami?

DEWANTI

Janinnya sudah empat bulan! Mereka baru menikah sebulan, Kak. Itu bayimu, kan?

BAGAS

Sial! Mana mungkin aku suka cewek murahan!

Dewanti menarik napas Panjang sambil menggeleng.

DEWANTI

Entahlah, Kak. Kayanya aku lebih percaya Ratri daripada Kakak. (Jeda) Kakak pulang, deh. Aku masih mau menemani Ratri di sini.

Bagas menatap tajam Dewanti dengan muka berang tertahan.

BAGAS

(Penuh tekanan) menemani Ratri atau Yudis?

Dewanti menggeleng kecewa ke Bagas dan meninggalkannya.

CUT TO


61. INT. RUANG IGD - RUMAH SAKIT — MALAM

Wajah Yudis tampak gelisah. Dia berjalan mondar-mandir di depan ranjang Bu Farida yang belum sadar. Ada air mata yang mengalir dari kedua sudut mata Dewanti melihat Yudis seperti itu. Dewanti berjalan menghampiri Yudis perlahan.

DEWANTI

(Berbisik sangat lirih) Yudis ....

Yudis menghentikan langkah lalu menatap wajah Dewanti. Dia segera bersedekap dan menggigit jari. Tumpahlah air mata Yudis yang selama ini tertahan. Dewanti bingung harus berbuat apa. Dia mendekat dan hendak memeluk Yudis, tetapi urung. Sejenak Dewanti hanya termangu memandangi Yudis dengan sedih. Perlahan isak Yudis mereda. Wajahnya pucat, sembab menatap wajah Dewanti begitu lekat dan dalam.

DEWANTI

(Berbisik dengan parau) Duduk dulu, yuk.

Yudis menurut. Dewanti duduk di sebelahnya dan menatap Yudis penuh empati. Pandangan Yudis menerawang ke atas.

YUDIS

(Lirih dan sedih) Mungkin ini balasan karena aku telah menyakitimu. Maaf ya, De.

Dewanti mencoba menguatkan Yudis dengan senyum dan tatapan.

DEWANTI

Berdoa aja. Moga Ibu dan istrimu membaik.

YUDIS

(Sinis) Istri? Istri pembohong, maksudmu?

DEWANTI

(Kaget) Ratri sudah bohong apa, Dis?

YUDIS

(Menerawang geram) bahwa dia sedang hamil dan itu akibat perbuatannya dengan Bagas. 

DEWANTI

(Kaget dan berbisik hati-hati) sebelum menikah, kamu enggak tahu dia hamil?

YUDIS

(Kesal) itulah! Sialan Bagas! Bisa-bisanya dia miliki kedua perempuanku sekaligus!

DEWANTI

(Bingung) Tapi ... Ratri tampaknya perempuan baik. (Mengedikkan bahu) enggak percaya rasanya kalau dia bisa berbuat sejauh itu.

Yudis mendesah letih dan tersenyum miris menatap Dewanti.

YUDIS

(Menggumam) Baik ... Baik ... (Jeda) kamu yang terlalu baik, De. Makanya gampang tertipu sama Ratri, sama Bagas. Eit, Sorry! (Menggumam kecewa) Kamu bebas sih, kalau masih mau percaya sama calon suamimu itu.

DEWANTI

(Lirih) berarti, kamu juga terlalu baik, dong? Jadinya, kita sama-sama tertipu.

Yudis menghela napas panjang sambil bersandar di kursi.

YUDIS

Yah, gini deh, nasib orang baik. (Menoleh ke Dewanti) terima kasih udah nemenin aku di titik terendah. Kamu ... yang terbaik.

Dewanti mengangguk dan tertunduk menyimpan senyum malu. Yudis akan meraih tangan Dewanti. Dewanti menghindar.

DEWANTI

(Berbisik) Dis, ingat! Kamu masih punya istri ... (melirik ke Bu Farida) dan ibu.

Yudis menghela napas panjang dan mengusap muka. Dewanti dan Yudis tak menyadari Ratri di sebelah mereka yang terbatas tirai telah sadar dan mendengar semua. Ratri sekuat tenaga menahan suara isak agar tak terdengar. Dia meremas perut dan teringat peristiwa dari mana janin itu bermula hadir. 


CUT TO FLASH BACK



62. INT/EXT. TERAS - RUMAH SALWA — MALAM

Ratri celingukan menoleh ke kanan dan kiri. Ragu-ragu dia menghampiri pintu dan memencet bel di dekatnya. Terdengar suara bel “asalamualaikum”. Tak lama kemudian, terdengar sahutan SALWA (25) dari dalam dan gagang pintu bergerak.

SALWA (O.S)

Wa alaikumusalam warahmatullah ....

Salwa membuka pintu dan terkejut bahagia melihat Ratri.

SALWA (CONT’D)

Ratri? Ya, ampun! Ayo, ayo ... duduk dulu!

Ratri dan Salwa segera duduk berhadapan di bangku teras.

SALWA (CONT’D)

Kenapa jauh-jauh ke Jakarta? Duh! Terakhir ketemu, aku belum punya ponsel sih, ya? 

RATRI

Iya, sih. Jadinya, aku cuma punya alamatmu. (Jeda) gini, Ayah minta kamu bantu ngajar lagi di pesantren. Mau, ya?

SALWA

(Menyesal) Aduh! Sayang banget, Rat! Aku udah ngajar di sekolah sekarang. Maaf, ya.

RATRI

(Kecewa) Yah ... Ya, udah deh. Enggak apa-apa. Aku balik dulu kalau gitu ya, Sal.

SALWA

Eh? Malam-malam begini? Enggak ... enggak ... kamu mending nginep dulu di sini. Besok baru pulang. Tenang ... ortuku lagi keluar, kok. Jadi, kamu enggak perlu sungkan. Oke?

Ratri baru saja membuka mulut sambil matanya melirik ke kanan dan kiri berusaha mencari alasan. Namun, Salwa langsung merebut dan membawa masuk tas Ratri. Ratri kaget dan tersenyum menyerah. Melihat langit gelap, Ratri mengikuti langkah Salwa dari belakang dan masuk rumah.

CUT TO


63. INT. KAMAR TAMU - RUMAH SALWA — MALAM

Salwa membuka pintu, menaruh tas, dan mengajak Ratri masuk.

SALWA

Nih! Ini kamar khusus buat Putri Ratri!

RATRI

Khusus? Kamu enggak tidur di sini, Sal?

SALWA

Enggak, lah. Ini tuh, kamar khusus untuk tamu seperti kamu. Yang sukanya sembunyi-sembunyi kalau mau salat malam. Dengan begini, kamu bisa beribadah lebih khusyuk tanpa takut ketauan orang lain. Iya, kan?

Ratri menepuk jidat, tersenyum memandang takjub ke Salwa.

RATRI

Astagfirullah ... Jadi, selama ini aku udah ketauan sama kamu ya, sebenarnya? Duh ....

SALWA

Tenang ... rahasia aman di tanganku. (Jeda) sekarang, selamat istirahat, Tuan Putri!

Salwa membungkuk hormat. Ratri mencubit pinggang Salwa.

RATRI

(Sambil tertawa) Apaan, sih? Enggak pake gini, deh! Ayo, bangun gak? Bangun enggak?

Salwa reflek berkelit menghindar dan tertawa kegelian.

SALWA

Eit! Iya ... iya ... aku nyerah, deh! (Terengah-engah) ya, udah. Aku tinggal dulu, ya. Udah tahu arah kiblatnya, belum?

Ratri mengangguk sambil mantap menunjuk ke satu arah.

SALWA (CONT’D)

Pantes aja kamu susah nyasar, Rat. Inget kiblat mulu, sih! Ke Jakarta mah, kecil ....


CUT TO

64. INT. KAMAR TAMU - RUMAH SALWA — TENGAH MALAM

Seorang lelaki membuka pintu dan masuk dengan langkah sempoyongan. Tangannya yang mencekik botol kosong, melemparkan botol itu ke atas sofa. Melihat Ratri yang tertidur pulas, dia menyeringai dan menarik kedua tali korden di dekat ranjang. Usai mengikat kedua tangan Ratri di kepala ranjang, lelaki itu menyingkap selimut Ratri. Dia naik ranjang, menyumpal mulut Ratri dengan kain, dan mulai menindih tubuh Ratri. Mata Ratri mengerjap-ngerjap antara sadar dan tidak. Wajahnya segera menjauh dari orang yang sedang demikian dekat padanya. Ratri menahan napas karena mual dengan bau yang keluar dari mulut orang itu. Saat Ratri berhasil membuka mata, dia kaget melihat seorang lelaki berambut tipis sedang menindihnya. Kedua mata lelaki itu merah menatapnya penuh hasrat. Ratri berusaha melepaskan diri dan baru menyadari kalau sudah terikat. Sekuat tenaga Ratri berteriak dalam bisu dengan mata melotot dan berlinangan air mata. Lelaki itu tak peduli dan tetap dengan beringas terus menggagahinya berulang-ulang hingga Ratri pingsan.

CUT TO


65. INT. KAMAR TAMU - RUMAH SALWA — SUBUH

Azan berkumandang. Ratri bangun dengan susah payah karena seluruh tubuhnya terasa sakit. Sumpal di mulut dan ikatan tali di tangan telah terlepas. Hampir saja Ratri berteriak ketika melihat noda darah pada seprei. Ratri sadar apa yang telah dia alami. Dia menangis dan berlari ke kamar mandi.

CUT TO


66. INT. KAMAR MANDI TAMU - RUMAH SALWA — SUBUH

Ratri mengguyur tubuh berkali-kali. Dia menggosok seluruh tubuhnya kuat-kuat, seolah ingin melepas apa pun yang terasa menempel dan menjijikkan. Dia terus menangis tersengal-sengal. Saat menatap bagian tubuh bawahnya, dia merasakan nyeri yang hebat dan tak kuat berdiri. Ratri bersandar ke tembok sambil meratap dan perlahan melorot ke lantai di bawah guyuran air pancuran yang masih menyala.

CUT TO


67. INT. KAMAR TAMU - RUMAH SALWA — SUBUH

Ratri keluar dalam keadaan sudah berganti pakaian dengan langkah sempoyongan sambil menahan nyeri di antara kedua kaki. Dia meraih mukena dan mulai salat. Ratri berusaha menahan tangis selama salat. Usai salam, tangis Ratri pecah dan tersungkur bersujud hingga sajadah itu basah kuyup.

CUT TO


68. INT. KAMAR TAMU - RUMAH SALWA — PAGI

Sinar surya melalui jendela. Ratri tertidur dalam sujud.

SALWA (O.S)

Ratri! Makan, yuk! Kamu lama amat salatnya? Mentang-mentang kamar khusus ....

Ratri tersadar dan perlahan bangun. Dia merasa pening, tetapi berusaha bangkit. Ratri membasuh wajah di wastafel. Dia memandangi mata sembabnya lalu keluar dengan malas. 

CUT TO


69. INT. RUANG MAKAN - RUMAH SALWA — PAGI

Salwa sedang menata makanan ketika Ratri menghampiri dan langsung duduk di hadapannya. Ratri tak konsentrasi membantu Salwa. Sesekali dia menatap Salwa penuh khawatir.

RATRI

Sal, kayanya rumahmu enggak aman, deh. Kamu jangan kebiasaan sendirian aja di rumah. Kamu perlu lapor orang tuamu, Sal.

Salwa menghentikan aktivitas dan memandang heran ke Ratri.

SALWA

Enggak aman? Enggak aman gimana sih, Rat?

Salwa duduk di sebelah Ratri sambil memandanginya lekat-lekat. Ratri berusaha membuka mulut, tapi tiba-tiba suaranya tercekat. Air mata mulai menggenang di sudut mata.

RATRI

(Terbata-bata) Semalam ... ak-aku ... aku ....

Dari arah dapur, masuklah seorang pria berambut tipis, bermata bulat dan tajam. Ratri langsung tersentak berdiri.

RATRI

Kau! Apa yang kaulakukan di sini? Jangan berani mengganggu kami! Ini sahabatku!

Salwa menatap Ratri dan Bagas bergantian dengan semringah.

SALWA

Hei! Kalian rupanya sudah saling kenal, ya? Di mana? Ini kakakku, Rat. Wajar dong, kalau tinggal di sini. Emang dia rampok?

Ratri ganti memandang Salwa dan Bagas dengan tak percaya.

RATRI

(Tercekat) Kakakmu? Pria biadab ini kakakmu, Sal? (Lemah) Dia ... dia ... memperkosaku semalam, Salwa. (Berteriak parau) Dia telah menghancurkan hidupku!

Salwa kaget dan menoleh ke Bagas yang malah menyeringai.

SALWA

Kamu ngomong apa, Rat? Jangan bicara seenaknya! Enggak mungkin kakakku melakukan perbuatan busuk seperti itu.

Ratri melangkah perlahan mendekati Salwa dengan memelas.

RATRI

Kamu enggak percaya? Lihat tempat tidurku. Ada darahku. (Berteriak) Aku diikat dan mulutku disumpal hingga tak bisa melawan!

Ratri menatap Bagas penuh amarah dan kebencian. Salwa memandang tajam penuh tanya ke Bagas dan mendekatinya. 

SALWA

Benar apa yang dikatakan Ratri, Kak?

Bagas melangkah ke arah Ratri yang makin emosi melihatnya.

BAGAS

(Sinis) Alah! Jangan sok suci, deh! Kamu juga suka, kan? Ayo! Ngaku aja, Cantik!

Bagas mencoba mencolek dagu Ratri dengan mata membulat menatap nakal ke Ratri. Ratri menghindar dan melayangkan tamparan. Bagas murka dan segera menangkap tangan Ratri.

BAGAS

Hei! Jangan banyak tingkah! Atau kau mau aku melakukannya lagi di hadapan adikku?

SALWA

(Histeris) Kakak gila, ya? Lepaskan Ratri!

Salwa berusaha melepaskan tangan Ratri dari cengkeraman Bagas dan langsung memeluknya. Ratri pun menangis kencang. 

FLASH BACK CUT TO

70. INT. RUANG IGD - RUMAH SAKIT — MALAM

Ratri menangis sesenggukan di atas ranjang sambil meremas perut. Yudis dan Dewanti kaget mendengarnya. Dewanti menengok ke ranjang Ratri dan berusaha menenangkannya. Sementara Yudis hanya memandang letih dari ujung tirai.

DEWANTI

Kamu kenapa, Ratri? Ada keluhan? Biar saya sampaikan ke perawat atau dokter jaga, ya.

Ratri menggeleng. Dia berusaha tenang dan mengatur napas.

RATRI

Aku cuma kepikiran sama Ibu. Gimana kondisi Beliau sekarang, De? Baikan?

Yudis berdiri di dekat Dewanti sambil melirik Ratri sinis.

YUDIS

(Mencibir) Enggak usah sok perhatian! Mau berapa kali lagi kamu menipu Ibu? Dasar!

RATRI

(Memelas) A’, apa maksud Aa’? Sekali pun aku enggak pernah kepikiran ingin menipu Ibu atau siapa pun. Sama sekali, A’!

YUDIS

Lalu kenapa kamu enggak bilang sejak awal kalau sudah berzina dengan Bagas? Sok alim kamu ya, di depan Ibu? Kenapa Ibu, Ratri? 

Ratri menggeleng-geleng kecewa dengan mata berkaca-kaca.

RATRI

(Parau) Aa’ tega menuduh Neng berzina?

YUDIS

Lalu apa namanya hamil di luar nikah? Ha?

RATRI

(Tercekat) Aku diperkosa, A’! Oleh Bagas!

Yudis dan Dewanti kaget. Mereka pucat dan saling pandang.

IBU FARIDA (O.S)

(Tersengal-sengal) Astagfirullah ....

Yudis kaget dan segera ke Bu Farida yang sedang memegangi dada kiri dan sulit bernapas. Yudis memeluk Bu Farida. 

YUDIS

(Panik) Dokter! Suster! Tolong ibu saya! 

Dewanti menahan Ratri yang memaksa ingin turun ranjang.

RATRI

Aku ingin melihat kondisi Ibu, De! Semua ini salahku! Aku harus bertanggung jawab!

DEWANTI

Tenang, Rat! Sudah ada medis yang menangani. Biarkan mereka bekerja dulu!

Bagas masuk celingukan dan heran melihat tim medis melarikan Ibu Farida di atas blankar keluar ruangan. Dia menengok ke ranjang Ratri yang kosong. Buru-buru Bagas mengikuti blankar Bu Farida. Bu Farida masuk ke ruang VIP dan Bagas melihat Dewanti di ruang VIP sebelahnya bersama Ratri.

CUT TO


71. INT. RUANG VIP BU FARIDA - RUMAH SAKIT — MALAM

Dokter baru selesai memeriksa Bu Farida. Usai memberi instruksi ke suster, Dokter dan suster pamit menyiapkan. Yudis mengangguk lalu duduk menggenggam tangan Bu Farida.

IBU FARIDA

(Tersengal-sengal) Kenapa aku dan Eneng enggak satu ruangan? Banyak yang ingin kukatakan padanya. Dia butuh dukungan.

YUDIS

Sudahlah, Bu. Yang penting Ibu istirahat.

CUT TO


72. INT. RUANG VIP RATRI - RUMAH SAKIT — MALAM

Bagas masuk sambil tersenyum lebar dan merentangkan kedua lengan ke Dewanti yang duduk di sebelah ranjang Ratri.

BAGAS

Ah, Dewanti! Dewi Penawan Hati. Kita pulang, yuk. Aku akan jelaskan semua.

Dewanti jengah dan menatap jijik ke Bagas. Bagas bingung.

DEWANTI

Jelaskan di sini aja, Kak. (Jeda) Ratri, ceritakan. Bagaimana kamu mengenal Bagas?

Ratri menyipitkan mata dan menatap penuh luka ke Bagas. Perlahan dia turun dari ranjang, membuat Dewanti terkejut.

RATRI

Yang aku tahu cuma satu. Pria bejat ini telah merenggut kesucianku dengan keji!

Dewanti memeluk Ratri untuk mengontrol emosi Ratri dan dirinya sendiri. Dia mengelus-elus lengan Ratri penuh iba.

BAGAS

Apa-apaan ini? Kamu enggak percaya kata-kata cewek murahan ini begitu aja kan, De?

Ratri melepaskan diri dari Dewanti dan mendekati Bagas.

RATRI

Laki-laki biadab! Karena kau hidupku menderita. Lihat hasil perbuatanmu ini! aku hamil dan suamiku tahu kalau ini bukan anaknya. Manusia bejat! Aku bunuh kau!

Ratri mencoba mencekik Bagas yang hanya bisa diam. Wajah Bagas pucat menyimpan ketakutan yang sangat. Dewanti berusaha memeluk Ratri. Namun, Ratri selalu berhasil meronta dan terus menyerang Bagas sambil menangis histeris. 

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Baca saya punya juga ya
1 tahun 5 bulan lalu
Eikh dah selaesai saja. Bagus kak ceritanya.
1 tahun 5 bulan lalu