A Prenup Letter
11. #11

FADE-IN

FADE-OUT

 

36. INT. RESTORAN ELISA. RUANG VIP. SIANG

Cast. Danny. Susan. Kusnadi. Miran.

 

Wajah Kusnadi pucat pasi, demikian juga Susan dan Miran. Mereka bingung mendengar perkataan Enni dan apa yang dilakukannya dengan surat perjanjian pra-nikah itu.

 

Susan memandang Danny dengan cemas.

 

    SUSAN

Dan, apa yang terjadi? Aku nggak paham… Tolong, jelaskan… (suaranya berbisik)

 

Danny menelan ludah, bingung harus menjawab apa. Dia menatap Kusnadi sejenak.

 

    DANNY

San, sori… Aku balik dulu… Nanti aku telepon kamu… (lalu berpaling pada Kusnadi dan Miran). Om, Tante… Maaf, saya kembali dulu…

 

Tanpa menunggu lagi, Danny berjalan cepat menuju pintu keluar ruangan VIP.

 

FADE-IN

FADE-OUT

 

37. INT. RESTORAN ELISA. SIANG

Cast. Danny. Eka. Enni. Eddy. Elisa. Extrass

 

Enni berjalan keluar dari ruang VIP dengan langkah-langkah lebar, disusul oleh Eka dan Eddy. Elisa yang sedang ada di dekat meja kasir terkejut, lebih kaget lagi melihat Eka berjalan di belakang Enni.

 

    ELISA

Tante… Om… maaf, ada yang bisa dibantu? Makananya belum disajikan.

 

    ENNI

Ah… Elisa… maafkan Tante… Acaranya batal. Nanti kamu bisa kirim tagihannya ke alamat Tante… Boleh Tante minta nomor handphone-mu?

 

Dengan bingung Elisa kembali ke meja kasir. Sementara itu Eka berbisik pada Enni.

 

    EKA

    En… Ayolah… Jangan marah-marah… Kasihan Kusnadi…

 

    ENNI

    (mata melotot karena marah)

Apa?? Jadi, kamu kasihan sama maling itu? Yang bener aja! Aku sungguh nggak paham jalan pikiranmu!

 

    EKA

    Eh… anu… maksudku… kasihan anak-anak…

 

    ENNI

Biarin! Danny masih muda! Dia bisa dapat pacar seratus kali lebih cantik dari Susan, dari keluarga terhormat! Bukan keluarga maling sok kaya seperti Kusnadi!

 

Elisa kembali ke dekat Enni dan Eka dengan kartu nama ditangannya. Diberikannya kartu nama itu pada Enni.

 

    ELISA

    Ini kartu nama saya, Tante…

 

    ENNI

(mengambil kartu nama dari tangan Elisa, menatap sejenak padanya, lalu berpaling pada Eka) Ini ada calon buat Danny… Dia masih single, cantik, dan orang tuanya bukan bajak laut seperti Kusnadi!

 

Elisa, Eka, dan Eddy terpana mendengar perkataan Enni. Demikian juga Danny yang menyusul belakangan.

 

    DANNY

    Ma!

 

Enni dan Eka menoleh. Seketika Enni tersenyum melihat Danny.

 

    ENNI

Danny, kamu sudah putus dari Susan… Mama mau kamu balikan sama Elisa, ya… Mama mau dia jadi menantu Mama (sambil menyentuh bahu Elisa dan tersenyum manis)… Dia lebih cantik dari Susan, dan Mama yakin orang tuanya nggak seperti orang tua Susan…

 

Danny dan Elisa terpana mendengarnya. Eka menarik lengan Enni.

 

    Eka

En… Sudahlah… Nggak enak sama tamu-tamu di sini… Dari tadi mereka merhatiin kita, lho…

 

Enni melirik suaminya dengan kesal, namun dia mempertimbangkan perkataannya.

 

    ENNI

Baiklah… (berpaling pada Elisa). Tante pulang dulu, ya… Nanti Tante hubungi kamu lagi.

 

Dengan dagu dan punggung tegak, Enni berjalan menuju pintu keluar, diikuti Eka, Danny, dan Eddy yang masih bingung.

 

    DANNY

    (berpaling pada Elisa) Aku pulang dulu… Sorry, situasinya lagi nggak enak… Tolong, tagihan dan nomor rekening kirim ke WA, ya…

 

Elisa hanya mengangguk ragu-ragu, memerhatikan hingga keluarga Danny lenyap di balik pintu keluar.

 

 

                                                   CUT TO:

 

38. INT. KANTOR MARCO. RUANG TAMU. SIANG

Cast. Marco. Zulkifli. Extrass.

                                     

Marco masuk ke ruang lobi kantornya dan disambut seorang pria kurus berusia lima puluhan bernama Zulkifli.

 

Satpam

  (mendekati Marco) Pak Marco, ada tamu untuk Bapak. Pak Zulkifli. (menunjuk Zulkifli yang langsung bangkit dari duduknya)

 

ZULKIFLI

Selamat siang, Pak Marco… (mengulurkan tangan untuk bersalaman). Saya Zulkifli, pengacara Ibu Alina.

 

MARCO

Pengacara? (menatap heran)

 

Lalu Marco dan Zulkifli duduk berhadapan. Zulkifli mengeluarkan kotak kacamata, mengenakan kacamatanya, lalu mengambil kartu nama dari dalam tas dan mengulurkannya pada Marco. Kemudian dari sisi lain tas, Zulkifli mengeluarkan map dan mengulurkannya pada Marco.

 

ZULKIFLI

Maaf, jika saya menyampaikan kabar yang tidak menyenangkan.

                                        

Marco segera membuka map itu, meraih beberapa lembar kertas di dalamnya dan dibacanya cepat-cepat. Wajahnya memucat. Untuk sesaat dia hanya diam mematung dengan tangan mencengkeram pinggiran kertas-kertas tersebut.

 

ZULKIFLI

Maaf…

(Meskipun sudah terbiasa menyaksikan berbagai perubahan aura wajah sepanjang karirnya sebagai pengacara perceraian, perasaan tidak nyaman itu tetap ada dalam benak Zulkifli setiap kali dia harus menyampaikan pengajuan perceraian mewakili para klien-nya)

 

MARCO

Jadi… Istri saya minta… cerai? (melihat ke arah Zulkifli yang mengangguk)

 

Wajah Marco memucat. Zulkifli merasa iba, tapi dia hanya sebatas menjalankan pekerjaan.

 

    ZULKIFLI

Pak Marco bisa baca-baca dulu dokumen ini. Jika ada poin-poin yang tidak dipahami, Bapak bisa menghubungi saya. Atau… mau saya rekomendasikan pengacara untuk membantu Bapak?

 

MARCO

Saya akan baca dulu…

 

ZULKIFLI

Baik… Bapak bisa menghubungi saya kapan saja bila diperlukan…

 

Zulkifli melepas kacamata baca yang dipakainya dan menyimpannya kembali ke dalam tas, kemudian bangkit, mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman.

 

    ZULKIFLI

    Terima kasih atas kerjasamanya, Pak Marco…

 

    MARCO

Pak… Di mana istri saya sekarang ini?

 

ZULKIFLI

Setahu saya, dia ada di rumah keluarganya.

 

Marco hanya mengangguk, menatap kepergian Zulkifli lalu beralih pada dokumen perceraian di atas meja. Pandangannya terasa kosong.

 

    

CUT TO:

 

39. INT. APARTEMEN MARCO. KAMAR. SIANG

Cast. Marco.

                                        

Marco berdiri di ambang pintu kamarnya, memandang ke dalam sekali lagi. Tempat tidur. Lemari baju. Meja rias di mana beberapa alat rias wajah yang biasa dipakai Alina masih ada di sana.

 

Marco menghela napas dalam-dalam. Wajahnya muram, sedih, tidak bersemangat. Lalu dia menutup pintu kamar. Matanya mengelilingi apartemen yang ditata minimalis itu. Semuanya rapi, tapi tampak kosong.

 

Marco menarik koper yang ada di sebelah kakinya, menuju ke pintu. Dibukanya pintu, lalu keluar, menutup pintu. Berjalan di sepanjang lorong apartemen tanpa menoleh lagi ke belakang.

 

    

CUT TO:

 

40. INT. RUMAH DANNY. RUANG TAMU. MALAM.

Cast. Danny. Enni. Eka. Elisa.

                                        

Danny sambil membawa tas kerja di tangan kanan, berdiri di depan pintu masuk. Matanya menangkap sepasang sepatu wanita. Dahinya sedikit berkerut (heran karena sepatu itu jelas bukan sepatu ibunya), lalu dia mendorong pintu yang sedikit terbuka dan masuk.

 

Di dalam ruang tamu, Enni, Eka, dan Elisa sedang duduk di ruang tamu. Semuanya menoleh ketika Danny berjalan masuk.

 

ENNI

Ah, Danny sudah pulang… Danny… Ini lhoh, ada Elisa…

 

Danny terkejut melihat Elisa ada di ruang tamu rumahnya bersama Enni dan Eka. Dia memaksakan senyum.

 

DANNY

Oh… Hai, Elisa…

 

Danny berjalan mendekat, lalu ikut duduk di sofa, di dekat ayahnya. Elisa ada di hadapannya. Danny dan Elisa berpandangan sejenak.

 

ELISA

(merasa rikuh) Hai, Dan… maaf, kebetulan lewat, jadi sekalian mampir…

 

ENNI

Ah, bukan… Ini Mama yang undang Elisa buat makan malam di sini. Sekalian ngobrol-ngobrol… (berpaling pada Elisa) Sudah lama sekali kan Tante nggak ngobrol sama kamu, Lis… Tante kangen… Tante rasa Danny juga kangen sama kamu…

DANNY

Ma…

 

Danny menelan ludah, merasa tidak enak mendengar ucapan ibunya. Demikian juga Eka yang dahinya langsung berkerut. Dia berusaha memberi isyarat supaya Enni tidak kebablasan tapi istrinya tak peduli.

 

Elisa tersenyum dengan raut wajah yang merasa tidak nyaman ketika bertatapan dengan Danny sekali lagi.

 

    ENNI

Nggak usah malu-malu… Mama dan Papa juga pernah muda… (lalu berpaling kembali pada Elisa) Yuk, Danny sudah pulang, kita makan malam sekarang.

 

    ELISA

    Nggak nunggu Eddy?

 

    ENNI

Nggak usah… anak itu kalau sudah keluyuran selalu lupa pulang… (menyeringai) Ayo…

 

Enni bangkit diikuti Eka dan Elisa. Mereka menuju ke ruang makan, sementara Danny masih termenung di sofa ruang tamu. Di meja makan ketika melihat Danny masih bergeming, Enni segera memanggil.

 

    ENNI

    Danny…

 

Danny buru-buru menoleh dan bangkit dari duduknya.

 

    DANNY

    Eh, iya, Ma…

 

Dengan langkah gontai, Danny menuju ruang makan dan bergabung dengan keluarganya dan Elisa.

 

Sementara Enni dan Elisa terlihat duduk di meja makan dan bercakap-cakap dengan santai dan penuh tawa.

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar