A Prenup Letter
5. #5

FADE-IN

FADE-OUT

 

17. INT. KANTOR DANNY. SIANG

Cast. Danny. Leo. Extrass

 

Di ruang kantor, terlihat Danny, Leo Suyadi (atasannya) dan beberapa rekan kerjanya berkumpul, berdiri bersandar di meja masing-masing. Leo sedang mengumumkan sesuatu.

 

    LEO

Secara resmi, per hari ini, pengganti saya sebagai Procurement Manager adalah Danny Suhendra! (berpaling pada Danny yang berdiri di sebelahnya). Selamat, Danny!

 

Karyawan lain bertepuk tangan dan memberikan salam selamat untuk Danny.

 

DANNY

(menyalami Leo, lalu rekan-rekannya bergantian)

Terima kasih… terima kasih…

 

Setelah semua memberi ucapan selamat pada Danny, mereka kembali ke meja masing-masing, sementara Leo memberi isyarat pada Danny untuk mengikutinya. Mereka masuk ke ruang kecil berdinding kaca, kantor Leo. Leo menutup pintu di belakang Danny, lalu menyilakan Danny duduk, berhadapan dengannya di depan meja kerja.

 

    LEO

Sekali lagi selamat untuk kenaikan jabatanmu…

 

DANNY

Terima kasih, Pak…

 

LEO

Secara garis besar, kamu sudah tahu apa saja tugas dan tanggung jawab bagian Procurement, sistem kerja, dan lain-lain. Belum ada perubahan untuk anggota tim, masing-masing bagiannya seperti yang selama ini sudah berjalan. Kamu juga sudah paham workflow dari supplier ke Procurement, ke PPIC, Production, lalu ke bagian Finance dan Accounting.

 

DANNY

(mengangguk)

Ya, Pak.

 

LEO

Saya sarankan kamu cari satu orang lagi untuk menggantikan posisi kamu dalam tim. Kecuali kamu bisa mengatur supaya teman-temanmu nggak overload karena posisimu yang baru.

 

DANNY

Ya, Pak… Nanti akan saya pikirkan.

 

LEO

Terima kasih untuk kerjasama yang baik selama ini. Sejak pertama kali kamu ada di sini, saya amati kamu cepat belajar. Kamu mudah beradaptasi. Dan… eum… saya belum pernah dengar omongan negatif tentang kamu dari staff yang lain. Hubungan dengan semua supplier juga baik. Itu salah satu poin yang sangat menunjang untuk karir kamu di masa depan.

 

DANNY

Ya, Pak… terima kasih…

 

LEO

    (menyodorkan dua lembar kertas)

    Ini surat kenaikan posisi, gaji, dan tunjangan yang baru.

 

Danny menerima kertas-kertas itu, membacanya sekilas lalu.

 

    LEO

Saya rasa cukup. Masa pensiun saya… (melirik kalender di meja)… eum… dua minggu lagi.

 

    DANNY

    (bangkit dari duduknya)

Baik, Pak. Terima kasih untuk dukungan dan pembelajaran selama ini. Saya bisa kembali ke ruangan saya?

 

LEO

(mengangguk dan melambaikan tangan kanan)

Silakan…

 

Danny berbalik dan berjalan hendak keluar. Tapi di dekat pintu, Leo memanggil namanya lagi.

 

    LEO

Danny… (Danny berbalik) Kamu harus pintar membawa diri di depan supplier. Itu salah satu kunci kesuksesanmu di masa depan!

 

    DANNY

    (agak bingung, mengerutkan dahi)

    Baik, Pak…

 

Danny membuka pintu, keluar, lalu menutupnya lagi diikuti pandangan mata Leo.

                                                    CUT TO:

 

18. EXT. TERAS RESTORAN. SORE

Cast. Danny. Susan. Extrass

 

Danny dan Susan duduk di restoran terbuka. Tidak banyak tamu di restoran itu karena hari masih sore. Ada dua mahasiswa di meja lain yang sedang mengerjakan tugas dengan laptop.

 

Di meja sudah terhidang makanan kecil seperti calamari ring, singkong goreng, french fries, dan dua botol air mineral yang segelnya sudah terbuka. Susan mengambil satu botol, lalu mengajukannya ke depan Danny, berpura-pura itu adalah botol anggur.

 

    SUSAN

Mari bersulang! (Danny mengikuti dengan botolnya, sembari tersenyum)… Congratulations!

 

DANNY

    Thank you…

 

Danny dan Susan meneguk minuman dari botol masing-masing, lalu tersenyum lebar mengingat yang diminum hanya air mineral.

 

    SUSAN

    Seharusnya kita ke hotel dan minum wine beneran…

 

    DANNY

    (menggeleng)

Nggak, ini cukup. Kalau wine beneran, nanti aku dan kamu mabok, siapa yang nyetir?

     

    SUSAN

Nggak mungkin mabok… Kita minum kan nggak mungkin gila-gilaan… Ini masih sore…

 

Susan mengambil kotak kecil dari dalam tas tangannya, lalu mengulurkannya pada Danny.

 

    DANNY

Apa ini? (sambil membuka kotak tersebut, dan tampak jepitan dasi warna silver dengan butiran berlian)

 

SUSAN

Dipakai, ya…

 

    DANNY

    Thank you… (lalu kotak itu ditutupnya kembali)

 

Susan dan Danny mulai menikmati camilan di meja.

    SUSAN

    Gimana surat perjanjian dari Papa?

 

    DANNY

    (terdiam beberapa saat, berpikir)

Aku masih belum dapat rumah yang bisa kubeli. Kalau bukan lokasinya yang jauh, harganya juga mahal sekali. Dengan gajiku saat ini, aku belum bisa bayar down payment yang diminta developer.

 

Susan menghela napas.

 

    SUSAN

Gimana kalau apartemen? Aku nggak keberatan kok, seandainya kita harus tinggal di apartemen. Papa juga nggak melarang beli apartemen, kan?

 

    DANNY

Sama mahalnya… (menghela napas, sebentar raut wajahnya tampak lesu)… Sorry to say… semua jauh dari kemampuanku. Aku jadi nggak yakin bisa dapat satu seperti permintaan papa kamu di surat perjanjian itu.

 

    SUSAN

Jadi, gimana? Masa gara-gara rumah nggak kebeli, kita harus putus? (raut wajahnya berubah, dari sedih menjadi kesal)… Papa bikin repot aja!

 

DANNY

Terus terang, aku nggak pernah membayangkan hal seperti ini. Aku tahu tanggung jawabku sebagai calon kepala keluarga. Tapi aku nggak pernah berpikir, aku harus menyiapkannya bahkan sebelum aku melamarmu.

 

SUSAN

Sorry…

    

    DANNY

    Bukan salahmu.

    

Sejenak sunyi. Danny dan Susan sibuk dengan pikiran masing-masing.

    

    SUSAN

    (tiba-tiba mendongak, terbersit ide di kepalanya)

Gimana kalau aku bantuin kamu?

 

DANNY

    Maksudmu?

 

    SUSAN

Kita patungan… Dari uang muka sampai cicilan bank, aku akan bayar separuh. Lima puluh, enam puluh, tujuh puluh persen, berapa pun yang kamu perlukan!

 

DANNY

(terkejut dengan usulan Susan)

Jangan! Aku nggak mau kamu terlibat, lalu Papa kamu marah kalau dia tahu kamu bantuin aku. Ini ujianku, San… bukan ujianmu…

 

SUSAN

Kamu nggak perlu khawatir. Aku punya tabungan sendiri, kok… bukan minta ke Papa. Semua transaksi off the record. Papa nggak bakalan tahu kecuali aku yang ngasih tahu… Dan, nggak mungkin kan, aku kasih tahu dia?

 

DANNY

    (menggeleng)

Jangan, Susan… eum… Kita nggak bisa pakai cara seperti itu…

 

SUSAN

    Kenapa nggak bisa?

 

    DANNY

    (menghela napas)

Kamu tahu kan, kenapa papa kamu bersikeras kita harus punya surat perjanjian pra-nikah? Itu karena dia ingin punya menantu yang setara dengannya, secara ekonomi, dan status sosial. (menghela napas lagi) Dan jelas… aku bukan menantu idaman. Aku bukan anak orang kaya. Orang tuaku juga bukan pejabat. Aku sudah di luar standar orang tuamu.

 

Wajah Susan memucat mendengar perkataan Danny.

 

    DANNY

(meraih tangan Susan dan menggenggamnya)

Thanks for everything, San. Aku tetap akan berusaha memenuhi keinginan Papa kamu. Entah gimana caranya, pasti ada solusi untuk masalah ini.

 

SUSAN

Tapi, gimana kalau kamu masih nggak bisa juga? Waktu kan jalan terus. Aku belum pernah tanya ke Papa, tapi aku khawatir dia punya deadline sendiri.

 

DANNY

(diam sejenak)

Kalau begitu, lebih baik aku mengajukan kenyataan ke orang tuamu bahwa aku memang nggak mampu…

Susan menatap Danny dengan pandangan sedih.

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar