A Prenup Letter
2. #2

FADE-IN

FADE-OUT

 

6. INT. RUMAH SUSAN. RUANG TAMU-RUANG MAKAN. SORE

Cast. Susan, Kusnadi, Miran

 

Susan masuk ruang tamu lalu menuju tangga ke lantai dua. Sayup terdengar suara orang mengobrol.

    

MIRAN

Kamu tuh aneh, mau ngelarang Susan pacaran sama Danny, kenapa nggak dari dulu di awal-awal…

 

Susan mendengar namanya dan nama Danny disebut, urung naik tangga, berdiri di belakang tembok pembatas ruang dan menguping.

 

    MIRAN

Sekarang dia mau dilamar, kamu kelabakan, ribut, seperti orang kebakaran jenggot.

 

KUSNADI

Kalau aku nggak lihat kasus anak-anaknya Toga atau Frans, mana kepikiran kalau background suami-istri yang nggak seimbang bakal bikin masalah. Mau cerai susah banget gara-gara ribut harta gono-gini. Habis tenaga, waktu, uang… Ruwet!

 

MIRAN

Ya, tapi apa kamu nggak kasihan sama Susan… Kasihan Danny juga. Mereka pacaran sudah tahunan, tahu-tahu harus putus gitu aja cuma karena kamu lihat pernikahan anak orang yang gagal.

 

KUSNADI

Lebih baik dilarang sekarang daripada menyesal kemudian, mumpung belum terikat. Kamu tahu, proses perceraian anaknya si Frans makan waktu dua tahunan. Gara-gara ribut soal harta gono-gini, nggak ada yang mau ngalah. Bukan ribut soal perwalian anak…

    

    MIRAN

    (menghela napas)

    Jadi, apa rencanamu?

 

    KUSNADI

Aku nggak mau yang seperti itu terjadi pada Susan. Aku nggak tahu latar belakang keluarga Danny. Tapi, sudah jelas dari segi ekonomi, keluarganya pasti jauh di bawah kita.

 

MIRAN

Kamu tahu darimana?

 

KUSNADI

Mobilnya.

 

MIRAN

Mobil nggak bisa jadi patokan. Bisa aja dia memang nggak mau pakai mobil mahal-mahal.

 

KUSNADI

Ah… Anak muda zaman sekarang! Nggak mungkinlah nggak pamer kalau punya mobil bagus!

 

MIRAN

Terserahlah… Tapi, aku rasa Danny bukan orang yang suka pamer juga.

 

KUSNADI

Meskipun pekerjaannya baik, Danny cuma karyawan biasa, belum ada jabatan. Berapalah gaji karyawan itu… Aku mau yang pasti-pasti aja… Yang ketahuan gimana kondisi keuangan keluarganya.

 

MIRAN

(mengerutkan kening dan mengangkat bahu)

Sepertinya kamu sudah punya calon…

 

KUSNADI

(mengangguk)

Ada… Alex, anaknya Hananto. Ingat, kan? Belum lama ini dia pulang dari Amerika.

 

MIRAN

Alex yang dulu sering main kesini waktu Susan masih SMA?

 

KUSNADI

(mengangguk)

Kalau Alex sudah jelas kan anak siapa, gimana latar belakang keluarganya… Yang paling penting, bapaknya Alex, si Hananto itu, bisa jadi garansi. Kita nggak perlu khawatir bagaimana masa depan Susan kalau dia nikah sama Alex. Semua terjamin. Alex anak tunggal. Susan juga. Kurang apa, coba?

 

Sejenak Susan membeku mendengar nama yang disebutkan ayahnya. Lalu dia muncul dari balik tembok dengan raut wajah kesal.

 

    SUSAN

Papa ini kenapa, sih? Kenapa jadi bawa-bawa nama Alex?

 

Kusnadi dan Miran terkejut.

 

    MIRAN

    Eh, sudah pulang, San?

 

    SUSAN

    (tidak peduli pada Miran, menatap kesal pada ayahnya)

Papa ini kenapa? Yang mau nikah sama aku itu Danny, bukan Alex… Aku nggak punya hubungan sama Alex.

 

KUSNADI

Ada bagusnya juga kamu menguping, San.

 

Susan meletakkan tas tangan di atas meja, menarik kursi yang berhadapan dengan Miran dan duduk.

 

    KUSNADI

Susan, setiap orang tua pasti mau yang terbaik buat anak. Betul… Papa lebih ingin kamu nikah sama Alex daripada Danny. Alasannya, ya… Karena keluarganya sudah Papa kenal cukup baik. Keluarga kita sebelas-dua belas, ada di level yang sama.

 

SUSAN

Aduh, Papa… Level apaan, sih? Ini bukan main games lhoh, ada level-levelan segala! Kalau Papa belum kenal sama keluarga Danny, ya kenalan, dong… Kan Danny sudah nanyain Papa, kapan keluarga kita bisa ketemu keluarganya. Papa atur jadwal kapan bisa…

 

KUSNADI

(menghela napas)

Papa tahu, Danny baik. Alex juga baik. Kalau dua-duanya sama-sama baik, Papa lebih suka yang duitnya lebih banyak. Nggak munafik, zaman sekarang semua butuh duit. Papa mau hidupmu terjamin.

 

SUSAN

Danny juga bukan orang susah, Pa… Keluarganya mungkin nggak sekaya Papa, nggak punya perusahaan besar seperti Papa. Tapi… Ini yang mau nikah kan Susan, bukan Papa…

 

KUSNADI

Kalau begitu, minta Danny tanda tangan surat perjanjian pra-nikah dulu. Papa perlu dia bisa menjamin kesejahteraan hidupmu nanti.

 

SUSAN

(berdiri, menyambar tas, wajah cemberut)

Papa balik ke situ-situ lagu! Ck… Pokoknya, aku nggak mau bikin surat perjanjian itu! Aku juga nggak mau dijodoh-jodohin sama Alex!

 

Susan melenggang ke lantai dua. Kusnadi dan Miran saling menatap kemudian Miran mengangkat bahu dan berdiri, meninggalkan Kusnadi yang masih termenung di meja makan.

 

 

                                                 CUT TO :

 

7. INT. CONVENTION HALL. SORE

Cast. Danny. Alina. Marco. Alex. Extrass

 

Di convention hall, sedang diadakan pameran properti. Beberapa perusahaan properti menggelar booth, masing-masing dilengkapi dengan maket, brosur, meja, dan dan beberapa kursi.

 

Danny memasuki ruangan, berkeliling, berhenti di beberapa booth untuk melihat maket, mengambil brosur, atau bicara dengan sales person yang berjaga.

 

Agak jauh di depan satu booth, Danny berhenti sejenak, menatap pada Alina, menyunggingkan senyum lebar. Alina pun tersenyum. Danny berjalan mendekat.

 

    DANNY

    (mengulurkan tangan untuk bersalaman)

    Hai, Al! Apa kabar?

 

    ALINA

Halo,Danny! Kabarku baik. Kamu sendirian? Mana Susan?

 

DANNY

Katanya ada meeting, nggak bisa ikut kemari. Eh, sekarang bisnis properti? Wedding organizer-nya masih jalan?

 

Danny melihat-lihat maket yang ada di booth. Alina mengambil beberapa lembar brosur.

 

    ALINA

Oh, ini bisnisnya Marco, sama teman-temannya. Dia lagi ke toilet sebentar. WO aku masih ada. Kamu lagi cari rumah? Mau nikah, ya? Ntar pakai WO aku, ya…

 

DANNY

Beres… Ini lokasi di mana, Al?

 

    ALINA

Eh, wait… Kamu sudah ngelamar Susan? Congrats, ya… Aku belum dapat info apa-apa nih, dari Susan.

DANNY

(menggeleng)

Belum. Aku lihat-lihat dulu, barangkali ada yang cocok. Ini lokasinya di mana?

 

Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Danny, Marco datang mendekat, Alina menoleh.

 

    ALINA

    Ah, ini Marco sudah balik…

 

Danny berbalik dari maket, berhadapan dengan Marco. Keduanya saling mengulurkan tangan untuk bersalaman.

 

    DANNY

    Hai!

 

    MARCO

    Halo, Dan. Lama nggak ketemu, ya. Apa kabar?

 

    DANNY

    Baik. Sekarang bisnis properti?

 

    MARCO

    Iya, masih kecil-kecilan lah, sama temen-temen.

 

Dari sisi lain ruangan, terlihat Alex berjalan mendekat, lalu berhenti di booth ketika melihat Danny yang sedang berbincang dengan Alina dan Marco.

    

    ALEX

    Danny!

 

    DANNY

    (menoleh dan terkejut melihat Alex, lalu tersenyum lebar)

    Hai, Lex!

 

Alex dan Danny bersalaman erat, saling menepuk bahu.

 

    ALEX

    Lagi cari rumah?

 

    DANNY

Iya, masih lihat-lihat. Oya, kenalin… Ini Alina, ini Marco.

 

Alex, Alina, dan Marco saling bersalaman.

 

    DANNY

    Kamu juga cari rumah?

 

    ALEX

    (menggeleng)

Ah, nggak. Cuma lihat-lihat. Kebetulan ada beberapa klien yang ikut pameran di sini.

 

Alex mengeluarkan kartu nama, lalu memberikannya pada Danny dan Marco.

 

    ALEX

Ini… Aku kerja di sini. Kalau ada proyek yang mau dibangun, rumah, apartemen, gedung, pabrik, bisa kontak aku.

 

Alina melihat jam di pergelangan tangan kirinya.

 

    ALINA

    (bicara pada Marco)

Aku balik kantor dulu, ya. Nanti karyawanmu datang, kan?

 

    MARCO

    (mengangguk)

    Iya, nanti Rio dan Jemmy kemari.

 

    ALINA

    (menyerahkan beberapa lembar brosur pada Danny)

Sorry, aku balik kantor dulu, ya. Ada janji sama klien.

 

Danny mengangguk dan menerima brosur. Alina mengambil tas tangan dari kursi, lalu melambaikan tangan pada Marco, Danny, dan Alex. Lalu ketiga pria itu menghadap ke maket.

 

    DANNY

    Ini lokasi perumahannya di mana?

 

    MARCO

(mengambil brosur berbentuk buku tipis, membuka di halaman yang tepat, meletakkannya di atas kaca maket, lalu jemarinya mulai menunjuk).

Di sini…

 

FADE-IN

FADE-OUT

 

 

8. INT. RESTORAN. MALAM

Cast. Danny. Alex. Elisa. Extrass.

 

Danny dan Alex duduk berhadapan di dalam restoran. Raut wajah keduanya terlihat sangat senang, bertemu teman lama.

 

    ALEX

    Wah, sudah berapa tahun kita nggak ketemu, ya?

 

    DANNY

    (berpikir sebentar, lalu mengangkat bahu)

    Sepuluh tahun ada, ya? Kita lulus SMA kapan, sih?

 

Alex dan Danny tertawa. Seorang pelayan datang membawa dua cangkir kopi dan meletakkannya di meja dan berlalu.

 

    ALEX

    Kerja di mana, Dan?

 

    DANNY

    Paper and printing.

 

    ALEX

    Eum… Sudah merid?

 

    DANNY

    (menggeleng)

    Belum. Kamu?

 

    ALEX

    Belum juga… Pacar aja nggak punya… (tersenyum lebar)

 

Dari arah depan muncul Elisa, berjalan mendekat. Alex yang duduk menghadap ke depan mengerutkan kening. Ketika Elisa sudah dekat, Alex menyapa.

 

    ALEX

    Elisa?

 

Danny tersentak, lalu menoleh ke samping, sementara Elisa sudah berdiri di sebelah meja mereka.

 

    ELISA

    Hai! Alex, ya?

 

Alex berdiri dan setengah melambai pada Danny. Elisa menoleh. Danny dan Elisa bertatapan, sejenak keduanya terlihat sama-sama kaget.

 

    DANNY

(berhasil pulih lebih cepat, lalu berdiri dan mengulurkan tangan kanannya untuk menyalami Elisa)

Hai, Lis… Apa kabar?

 

ELISA

Danny…

 

Setelah menyalami Danny, Elisa bersalaman dengan Alex.

    ELISA

    Berdua aja?

 

    ALEX

    (tersenyum lebar)

    Iya… Kamu sama siapa? Sendiri?

 

    ELISA

    Iya… Ini café-ku.

 

    ALEX

Oh… (lalu melihat ke sekitarnya sekilas)… Nice! Eum… Kalau nggak sibuk, ayo kita ngobrol… Sudah lama banget kita nggak ketemu…

 

Danny berinisiatif pindah ke kursi di sebelahnya, memberikan kursi yang tadi didudukinya untuk Elisa.

 

    ELISA

    (menatap Danny ragu-ragu, lalu berpaling pada Alex)

    Eum… Nggak masalah?

 

Danny dan Alex menggeleng.

 

    ALEX

    Nggak lah…

 

Elisa duduk di kursi di sebelah Danny. Seorang pelayan datang menghampiri Elisa.

 

    ELISA

    Cappucino satu.

 

Setelah pelayan berlalu, Elisa menatap Alex.

 

    ELISA

    Apa kabar?

 

    ALEX

    Kalau kata motivator, dahsyat!

 

Mereka bertiga tertawa, dan suasana di antara mereka mencair.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar