Lurah 200 Juta
11. Saat Semua Terbongkar
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Penulis : Rana Kurniawan


Episode 11: Saat Semua Terbongkar


Genre: Drama Politik, Investigasi, Satire Sosial

Durasi: ±30 menit

Tema: Kebenaran akhirnya datang, tapi tak semua siap menerimanya



FADE IN:


INT. KANTOR DESA SUKAMAJU – PAGI


Pintu kantor desa terbuka keras.

Dua petugas kepolisian masuk, disusul Kapolsek dan dua wartawan lokal dengan kamera menyala.


KAPOLSEK

Kami datang untuk penyelidikan dana kampanye calon lurah.

Kami minta semua dokumen keuangan diserahkan.


(Suasana mendadak tegang. Beberapa staf saling berpandangan. Kertas-kertas tercecer di meja.)



INT. RUMAH KARDI – PAGI


Saripah sedang menyiapkan sarapan.

Tiba-tiba pintu diketuk keras.


SUARA DI LUAR

Pak Kardi! Polisi nyari Bapak di kantor desa!


(Saripah menoleh kaget. Kardi keluar dari kamar, wajah pucat.)


SARIPAH

Mereka nyari kamu, Pak.


KARDI

(tenang tapi berat)

Udah saatnya... semuanya dibuka.


(Ia memakai kemeja putih bersih, rapi. Tapi wajahnya terlihat seperti orang yang siap menerima hukuman.)




EXT. JALAN MENUJU KANTOR DESA – PAGI


Kardi berjalan sendirian di antara warga yang mulai berkerumun.

Tatapan-tatapan sinis menghantamnya dari segala arah.

Anak-anak kecil berhenti bermain dan memandangnya diam-diam.


(Suara bisikan warga terdengar samar, berselang-seling dengan langkah kaki Kardi yang berat.)


“Itu dia yang katanya bagi-bagi duit.”


“Pantesan kaya mendadak.”


“Kasihan istrinya.”



INT. KANTOR DESA – PAGI


Kardi tiba. Polisi menunjukkan surat penyelidikan.


KAPOLSEK

Kami minta Bapak ikut ke kantor sebentar untuk klarifikasi.


KARDI

(sambil tersenyum lemah)

Saya ikut, Pak. Tapi biar saya bawa ini.


(Ia mengambil map berisi bukti transfer dan nota-nota — tanda bahwa ia tidak sepenuhnya menutupi semuanya.)



INT. RUANG INTEROGASI POLSEK – SIANG


Kardi duduk di kursi. Di seberangnya, dua penyidik membuka dokumen.


PENYIDIK 1

Jadi, dana ini asalnya dari siapa?


KARDI

(diam sejenak, lalu jujur)

Dari Herman. Orang kota.

Katanya bantuan pembangunan. Tapi ujungnya, semua jadi jebakan.


(Penyidik saling pandang. Kamera menyorot wajah Kardi yang pasrah.)


PENYIDIK 2

Berarti Bapak sadar dana itu ilegal?


KARDI

Sekarang saya sadar.

Dulu saya pikir semua orang politik memang begini caranya.

Saya salah besar.



INT. REDAKSI MEDIA – SIANG


Rana sedang ditelepon oleh seseorang. Suaranya tegang.


SUARA TELEPON (MISTERIUS)

Hentikan liputan soal Kardi.

Kalau tidak, kamu yang hilang duluan.


(Telepon terputus. Rana terdiam. Ia menatap layar laptop — artikel barunya sedang trending nasional.)


DITA

Ada apa, Ran?


RANA

(suaranya gemetar)

Kebenaran udah kebuka.

Tapi ternyata... gak semua orang mau liat kebenaran.



INT. RUANG TAHANAN SEMENTARA – MALAM


Kardi duduk di lantai, menatap ke langit-langit.

Dari jendela kecil, cahaya lampu jalan masuk pelan.


(Suara langkah kaki mendekat. Polisi membuka pintu.)


POLISI

Ada tamu.


(Rana masuk, membawa map kecil. Keduanya saling diam beberapa detik.)


RANA

Aku datang bukan buat wawancara.

Aku cuma mau bilang... aku ngerti kenapa kamu jatuh.

Kamu gak jahat, Kar. Kamu cuma kalah.


(Kardi tersenyum lemah.)


KARDI

Kalah karena percaya uang bisa ganti niat baik.

Sekarang aku tahu, uang gak bisa beli tidur tenang.


(Rana menatapnya lama, lalu menyerahkan sebuah kertas.)


RANA

Ini berita revisi terakhirku.

Aku tulis jujur — bukan hanya tentang dosamu, tapi juga tentang penyesalanmu.


(Kardi menerima kertas itu. Air matanya jatuh satu tetes. Kamera close-up pada tangannya yang gemetar.)



EXT. DESA SUKAMAJU – MALAM


Desa tampak sunyi. Di warung kopi, televisi kecil menayangkan berita:


“Mantan lurah Sukamaju menyerahkan diri terkait kasus dana kampanye. Warga berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua calon pemimpin.”



(Beberapa warga menonton dalam diam. Tak ada tawa, tak ada hujatan — hanya sunyi penuh penyesalan.)



INT. RUMAH SARIPAH – MALAM


Saripah duduk sendiri, menatap foto pernikahan mereka.

Ia tersenyum pahit.


SARIPAH (monolog pelan)

Kamu kalah, Pak... tapi setidaknya kamu kalah dengan jujur di akhir.


(Kamera menyorot lilin kecil di meja — menyimbolkan sisa cahaya dari cinta dan harapan.)




EXT. RUMAH TAHANAN – PAGI


Kardi keluar dari ruang tahanan sementara dengan borgol di tangan.

Ia menatap langit cerah — matahari pagi hangat tapi menyakitkan.


KARDI (monolog)

Mungkin aku bukan lurah yang baik.

Tapi kalau nanti aku keluar... aku mau jadi warga yang benar.


Sementara itu Posisi Kepala desa di santikan sama Sugeng.

Deskan dari Masyarakat Karna Kardi di Penjara


(Musik piano lembut m

engiringi langkahnya ke mobil tahanan. Kamera naik ke langit — menyorot desa dari atas, tenang tapi penuh luka.)



FADE OUT.

TULISAN DI LAYAR:


BERSAMBUNG – EPISODE 12: “API DALAM BAYANGAN”


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)