Lurah 200 Juta
9. Kardi Terpilih Jadi Lurah
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Penulis : Rana Kurniawan


Episode 9: Kardi terpilih jadi lurah


Genre: Drama Politik, Satire Sosial

Durasi: ±25 menit

Tema: Saat kebenaran tak bisa lagi disembunyikan




FADE IN:


EXT. BALAI DESA SUKAMAJU – MALAM


Sebuah panggung besar berdiri di halaman balai desa. Lampu-lampu sorot menyoroti tulisan besar di backdrop:


“DEBAT TERBUKA CALON LURAH DESA SUKAMAJU”



Warga berbondong-bondong datang. Suasana seperti pasar malam.

Di barisan depan duduk tokoh-tokoh penting: Pak Camat, Kapolsek, wartawan lokal, dan tim sukses masing-masing calon.


Suara MC menggema.


MC (O.S.)

Selamat malam, warga Sukamaju!

Malam ini kita akan menyaksikan debat terbuka dua calon lurah!


(Sorak sorai warga terdengar. Kamera menyorot Kardi di belakang panggung, gugup. Tangannya memegang catatan kecil berisi janji kampanye.)



INT. BELAKANG PANGGUNG – MALAM


Dul sibuk mempersiapkan Kardi.

Ia merapikan baju batik dan menepuk bahu Kardi.


DUL

Santai aja, Kar. Jawab pelan, senyum dikit, udah cukup.

Jangan emosi kalo ditanya Rana.


KARDI

(kaku)

Kenapa harus dia yang nanya, Dul?

Dia bukan sekadar wartawan... dia dendam.


(Dul diam. Kamera mendekat pada wajah Kardi — sorot matanya penuh kekhawatiran bercampur rasa bersalah.)



EXT. PANGGUNG DEBAT – MALAM


Kardi naik ke panggung. Di sisi lain, calon lawannya, Bapak Darsa, terlihat tenang dengan map di tangan.

Rana berdiri di tengah, memegang mikrofon. Ia menjadi moderator malam itu.


RANA

Selamat malam, warga Sukamaju.

Saya Rana dari Media Harapan Rakyat.

Debat malam ini akan menguji integritas dan visi para calon lurah kita.


(Tepuk tangan pelan terdengar. Rana menatap Kardi sekilas, lalu mulai membaca pertanyaan pertama.)



SCENE 1 – SESI PERTANYAAN


RANA

Pertanyaan pertama untuk Pak Kardi.

Beberapa minggu terakhir, beredar laporan mengenai aliran dana kampanye yang tidak jelas sumbernya.

Apakah Bapak bisa menjelaskan kepada warga — dari mana uang itu berasal?


(Kamera menyorot wajah Kardi — senyum kaku, peluh di dahi.)


KARDI

(suara pelan tapi tegas)

Saya hanya ingin membantu warga.

Saya gunakan tabungan pribadi... tidak ada yang gelap.


RANA

(tabah, menatap tajam)

Tapi menurut data yang kami peroleh, jumlah pengeluaran Bapak lebih dari dua ratus juta rupiah.

Apakah benar tabungan pribadi bisa sebesar itu, Pak Kardi?


(Suara gemuruh warga, sebagian berbisik.)


WARGA (bisik-bisik)

Dua ratus juta? Banyak amat...


(Kardi mulai kehilangan kontrol.)


KARDI

(sedikit keras)

Saya gak suka insinuasi seperti itu!

Saya berjuang untuk rakyat, bukan untuk kaya!


(Darsa tersenyum kecil, sementara Rana menahan diri.)


FADE IN:


EXT. BALAI DESA – PAGI BERIKUTNYA


Langit cerah. Balai desa sudah ramai.

Panitia, warga, dan saksi dari dua calon berkumpul di halaman depan.

Di atas meja, kotak suara siap dibuka.


SUARA PANITIA TPS

Baik, kita mulai penghitungan suara pemilihan lurah Kadubana!


(Satu per satu surat suara dibuka. Kamera fokus pada ekspresi warga yang tegang.)


PANITIA TPS (lanjut)

Kardi... satu suara!

Darsa... satu suara!

Kardi... Kardi... Darsa...


(Sorak mulai terdengar dari pendukung Kardi.)


MONTAGE CEPAT:


Rana memotret proses penghitungan.


Saripah menggenggam tangan Kardi erat.


Pak Herman menatap layar ponsel di mobilnya, ekspresinya datar.



PANITIA TPS (mengumumkan hasil akhir)

Jumlah suara sah:

Kardi, 1.284 suara.

Bapak Darsa, 1.067 suara.


(Sorak langsung pecah. Warga berteriak girang.)


PANITIA TPS (lanjut)

Dengan ini kami nyatakan:

Kardi resmi menjadi lurah terpilih Desa Kadubana!



EXT. HALAMAN BALAI DESA – SIANG


Warga berkerumun memberi selamat.

Kardi berdiri di atas panggung sederhana dengan pengeras suara di tangannya.


KARDI (pidato)

Saudara-saudaraku... ini bukan kemenangan saya.

Ini kemenangan kita semua — rakyat Kadubana!

Saya janji, setiap langkah ke depan akan untuk rakyat, bukan untuk kepentingan siapa pun.


(Warga bersorak. Saripah meneteskan air mata bahagia.)


Kamera naik perlahan ke langit, sementara di kejauhan mobil hitam Pak Herman berhenti.

Dari balik kaca gelap, terlihat wajah Herman yang tersenyum tipis.


PAK HERMAN (pelan, nyaris berbisik)

Selamat datang di permainan sesungguhnya, Kardi.



FADE OUT.

TULISAN DI LAYAR:


BERSAMBUNG – EPISODE 10: “PIJAR TERAKHIR”



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)