Khayal
6. ACT 4

40 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM AULA - PAGI

Hari Sabtu garis-miring hari keenam geladi kotor telah tiba.

 

Danila, Laura, Miror, Valen, dan Beta berada di atas panggung namun terpencar-pencar. Kecanggungan dan kekesalan masih sangat terasa. Fakta bahwa hanya ada mereka berlima di dalam aula membuat segalanya terasa lebih suram. Timo dan para mahasiswanya tidak hadir untuk lanjut merancang set karena akhir pekan.

 

Danila diam-diam mengamati setiap aktornya. Laura tampak sedang melamun tidak jelas. Miror tampak kelelahan. Valen, seperti biasa, tampak gusar sedangkan Beta adalah yang paling menyendiri di antara semuanya. Danila sendiri merasakan kekalutan yang berbeda di dalam hatinya namun ia enggan mengutarakannya-- apalagi di hadapan para aktor yang tidak disukainya.

 

Terlepas dari itu, Danila merasa mengurung diri di dalam aula tidak lagi produktif bagi siapapun juga.

 

Danila memutuskan untuk memecahkan keheningan.

 

DANILA

(Menepuk tangannya keras-keras. Semua orang menoleh kepadanya) Gue memutuskan buat kita semua jalan-jalan.

 

VALEN

Jalan-jalan?

 

DANILA

Yap. Kita perlu ganti suasana. Jangan di Jakarta. Gue bilang kita jalan ke Bogor saat ini juga. Yang perlu ganti baju silahkan ganti baju. Kita ketemu di parkiran depan sepuluh menit lagi.

 

MIROR

(Cemberut) Kita harusnya latihan, Kak.

 

LAURA

Gue juga enggak yakin itu ide yang bagus.

 

DANILA

Kita bisa latihan di Bogor, sambil makan tales atau sambil minum milkshake. Bayangkan pepohonan hijau kebun raya, jalur pejalan kaki yang luas, dataran tinggi yang menyegarkan-- gue janji kalian bakal suka.

 

CUT TO:

 

41 EXT. JALAN TOL JAGORAWI - LUAR - PAGI

Aerial shot: tampak jalan tol menuju Bogor malah padat merayap.

CUT TO:

 

42 INT. MOBIL MINIVAN - DALAM - PAGI

Danila duduk di kursi pengemudi. Beta duduk di sampingnya. Laura, Miror, dan Valen duduk di kursi belakang. Semua orang tampak jengkel dan tidak nyaman kecuali Danila. Mobil tidak bergerak sama sekali.

 

MIROR

(Mengolok) Gue merasa sejuk banget sekarang. Terima kasih banyak, Kak Dani.

 

DANILA

Bukan salah gue tiba-tiba tol macet kayak gini.

 

MIROR

Lo enggak lihat di map dulu apa?

 

DANILA

Yang penting kan kita ganti suasana.

 

MIROR

Yep. Dari pada terkurung di dalam teater ber-AC mendingan terkurung di dalam kotak besi ber-AC. Gue suka sama logika lo.

 

VALEN

Kak Dani punya rencana kita mau nongkrong di mana habis ini?

 

DANILA

...Gue mikirnya kita mikir mengenai itu begitu kita nyampe di Bogor dulu.

 

VALEN

(Panik) Jadi maksudnya kita sama sekali enggak ada tujuan? Gimana caranya gue kasih tahu tim gue lokasi gue kalo gue sendiri enggak tahu di mana lokasi gue?

 

LAURA

Tenang aje. Kemungkinan gue diculik sama hater jauh lebih gede dari pada lo diculik sama hater. Gue jauh lebih terkenal dari pada lo.

 

VALEN

Bisa enggak lo jangan bikin candaan mengenai penculikan sama gue hari ini? Dan subscriber lo bisa naik itu gara-gara kemunculan gue di vlog lo!

 

LAURA

Ih, Ge-Er!

 

VALEN

Ih, culas!

 

LAURA

My God, lo lebih rapuh dari pada dandelion! (Kepada Danila) Kak Dani, gue enggak mau kemaleman balik ke Jakartanya. Mertua gue strict banget sama yang namanya jam malam.

 

MIROR

(Kepada Laura) Sejak kapan orang dewasa kayak lo disuruh ikut jam malam?

 

LAURA

Sejak gue punya tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain-- sesuatu yang lo (Kepada Miror) enggak akan bisa pahami.

 

BETA

(Melepaskan sabuk pengaman. Menggeram) Saya mau cari angin dulu.

 

DANILA

Pak Beta! Kita masih di tengah jalan!

 

BETA

Saya cuma pengen tahu sampe sejauh mana macetnya. (Meninggalkan kursi dan membanting pintu mobil)

 

LAURA

Paling-paling dia cuma mau mabok-mabokkan sama pengamen di luar. Gue juga mau cari sinyal! Suami gue entar panik enggak bisa ngubungin gue. (Ikut meninggalkan kursi dan keluar dari mobil)

 

MIROR

Gue juga pengen stretching bentar. Mentang-mentang gue paling muda malah gue yang disuruh duduk di tengah. (Ikut meninggalkan kursi dan keluar dari mobil)

 

 

VALEN

Woy, jangan tinggalin gue sendirian sama Kak Dani! (Ikut meninggalkan kursi dan keluar dari mobil)

 

DANILA

Apa maksudnya itu? Ugh, gue benci sama aktor! (Ikut meninggalkan kursi dan keluar dari mobil)

 

CUT TO:

 

43 EXT. JALAN TOL JAGORAWI - LUAR - PAGI

Tampak bahwa mobil yang berada sepanjang jalan sama sekali tidak bergerak. Cuaca cukup panas dan angin yang bertiup terasa kering dan berdebu. Danila mendapati Laura, Miror, dan Valen berjalan kaki ke arah yang sama.

 

Tidak jauh dari mereka, Beta tampak sedang menghampiri tiga orang pedagang liar yang saling bercengkerama.

 

LAURA

(Mengamati Beta dari kejauhan) Sumpah, itu orang enggak pernah kapok, ya? (Menghentakkan kaki cepat-cepat ke arah Beta)

 

MIROR

Woy, jangan berkelahi di jalan tol! Fuck, harusnya gue enggak pake high heels. (Menanggalkan sandal hak tinggi yang dikenakannya dan dengan kaki telanjang segera mengejar Beta dan Laura)

 

Begitu Laura dan Miror berhasil menyusul Beta, ketiga pedagang liar tersebut menyiram wajah Beta dengan kopi hitam.

 

Laura dan Miror tercengang. Mereka menghentikkan langkah mereka.

 

Danila dan Valen akhirnya mencapai mereka bertiga.

 

VALEN

Ada apa?

 

Laura dan Miror tidak menjawab. Mereka berdua juga tidak memahami apa yang sedang terjadi.

 

Beta hanya menundukkan wajahnya. Ia tidak memberikan perlawanan.

 

PEDAGANG LIAR #1

Pulang lo sana, banci!

 

PEDAGANG LIAR #2

Bikin malu lo, banci!

 

Perlahan-lahan Beta membalikkan badannya dan meninggalkan para pedagang liar. Ia masih menundukkan kepalanya sambil sesekali mengelap mata dan wajahnya.

 

Pedagang Liar #3 melemparkan gelas kopi kosong ke kepala Beta sambil mereka bertiga tertawa terbahak-bahak. Beta tidak membalikkan badannya. Ia lanjut menundukkan kepalanya dan berjalan meninggalkan mereka.

 

Beta melewati Laura, Miror, Valen, dan Danila. Ia tidak menghiraukan mereka dan lanjut berjalan.

 

MIROR

(Meninggikan suaranya ke punggung Beta) Cuy, kenapa enggak lo jitak mereka semua?

 

BETA

(Nadanya datar) Jangan cari masalah. Langsung balik ke mobil.

 

MIROR

Jadi begitu doang? Martabat lo baru aja disiram sama kopi lima ratus perak dan lo terima aja?

 

VALEN

Miror--

 

MIROR

Astaga, kalian semua pengecut!

 

Ketiga pedagang liar tersebut menyadari bahwa Miror Hanin berdiri tidak jauh dari mereka. Seketika itu juga mereka terkesima.

 

PEDAGANG LIAR #3

Wess, Miror Hanin--

 

MIROR

(Kepada para pedagang liar. Mukanya merah dan menakutkan) Makan tai gue, monyet! (Menghentakkan kakinya yang telanjang, meninggalkan semua orang yang ada di sana)

 

DANILA

(Mengamati Beta dan Miror. Bergumam kepada dirinya sendiri) Gue bener-bener benci sama yang namanya aktor. (Memutuskan untuk kembali menyusul Beta dan Miror kembali ke mobil, diikuti oleh Laura dan Valen)

 

CUT TO:

 

44 INT. MOBIL MINIVAN - DALAM - SIANG

Kemacetan telah mereda dan Danila serta kawan-kawan sedikit lagi memasuki Kota Bogor. Situasi di dalam mobil sangat hening.

 

Laura memutuskan untuk memecahkan keheningan.

 

LAURA

(Kepada Danila) Kak Dani, boleh kita cari rest area sebentar?

 

DANILA

(Menelan ludah) Kenapa?

 

LAURA

Gue perlu cari udara segar. Kali ini gue serius. Di dalem sini baunya kayak kopi basi.

 

BETA

(Berdeham) Mau tukeran kursi aja?

 

LAURA

Mungkin kita bisa sekalian cari handuk.

 

CUT TO:

 

45 EXT. PARKIRAN REST AREA - LUAR - SIANG

Mobil terparkir dan semua orang sudah keluar dari mobil.

 

Laura kembali ke parkiran sambil menenteng satu kantung kanvas berisi beberapa barang. Laura merogoh handuk kecil dari dalam kantung tersebut kemudian disodorkannya kepada Beta.

 

BETA

(Menerima handuk kecil dari Laura) Terima kasih. (Mengelap wajah dan kerahnya dengan handuk tersebut)

 

LAURA

(Mengamati Beta) Jadi?

 

BETA

Jadi?

 

LAURA

Jadi apa Bapak udah bisa ceritain kenapa Bapak dibanjur sama trio monyet tadi?

 

BETA

Itu bukan urusan kamu.

 

LAURA

Meski kita semua enggak saling suka, kita itu masih satu tim, Pak. Gue ninggalin bayi gue di rumah dan ikutan road trip dari neraka ini karena gue itu team player, bukan karena gue fangirl-nya Beta Karim. Suka enggak suka, urusan Bapak adalah urusan kita juga.

 

MIROR

(Melipat tangan) Gue enggak setuju. Gue enggak mau punya urusan sama seorang pengecut.

 

LAURA

(Kepada Miror) Lo juga. Kenapa lo jadi baper parah kayak gini? Bukan lo kok yang dibanjur sama itu orang.

 

MIROR

Jadi maksudnya gue salah mengartikan Beta Karim sebagai seorang pengecut? Oke, fine. Berhubung gue setengah bule, mungkin guenya aja yang masih enggak menguasai Bahasa Indonesia. Kalo gitu coba ajarin gue, Laura: apa julukan yang seharusnya gue berikan sama orang yang baru aja direndahkan di depan publik tapi terlalu cengeng buat memberikan perlawanan?

 

VALEN

Jadi maksud lo mendingan terjadi pertikaian di jalan tol tadi? Emang lo itu anarkis?

 

MIROR

Dari pada merajuk menyedihkan di rest area di tengah antah-berantah kayak gini!

 

DANILA

Ini bukan antah-berantah! Emangnya enggak ada satupun dari kalian yang pernah main ke rest area?

 

LAURA

(Tidak menghiraukan Danila. Kembali ke Miror) Lo enggak bisa kayak gini, Miror. Lo enggak bisa menuntut orang lain buat nyamain standar lo.

 

MIROR

Oh, jadi menurut lo gue sebaiknya ngikutin standar Beta Karim dan lo? Ngapain lo sekarang bertingkah lebih suci dari kita-kita? Padahal lo yang paling palsu di antara kita semua.

 

LAURA

Apa maksudnya itu?

 

MIROR

Bitch, please! Kita semua di sini tahu! Udah rahasia umum, tahu! Lo ngejekin gue karena mau-maunya pacaran setting-an sama si Valen padahal sebelumnya lo sendiri pacaran setting-an sama si Valen! Dan lo nyalahin si Valen gara-gara karier lo mandek padahal karier lo mandek SETELAH lo putusin si Valen! Gue tahu gue sering dianggap enggak berperasaan tapi setidaknya gue aware kalo gue itu enggak berperasaan. Lo cuman bisa nyalahin orang lain dan enggak bertanggung jawab sama nasib lo sendiri!

 

LAURA

Eh, jangan ngomong kayak lo tahu duduk perkara yang sebenernya!

 

BETA

Setting-an? Astaga, apakah cinta sudah mati sekarang?

 

VALEN

Cinta cuma ada di film, Pak Beta. Tapi di mata gue kalian semua enggak berperasaan.

 

LAURA

Gue enggak pernah sok jadi korban. Si Valen yang justru sok jadi korban. (Kepada Valen) Asli, akting lo lebih jago dari pada Kate Winslet di Titanic.

 

VALEN

Lihat, kan? (Kepada Laura) Lo lebih simpatik sama Beta dari pada gue padahal hidup gue lebih tragis dari pada sekedar dibanjur kopi--

 

BETA

(Menyela Valen) Percaya, nak. Hidup saya jauh lebih tragis.

 

MIROR

Sumpah, kalo ada kompetisi hidup siapa yang paling tragis, gue yang bakal keluar jadi pemenangnya.

 

LAURA

(Kepada Miror) Emang apa sih yang menjadi tragedi lo? Kebanyakan duit? Terlalu populer? Kesepian cuma lo mahadewi paling sempurna di dunia ini? Mau tahu kenapa jelek banget akting lo? Karena saking terbiasanya lo jadi mahadewi, lo udah enggak tahu lagi bagaimana caranya menjadi seorang manusia!

 

MIROR

(Naik pitam) Tarik kata-kata lo tadi!

 

Tiba-tiba bunyi klakson membahana. Mulut semua orang terbungkam sambil meringis dan menutup telinga mereka.

 

Begitu bunyi klakson tersebut mereda, mereka pun mendapati ternyata bunyi klakson tersebut berasal dari dalam mobil. Danila baru saja memencet tombol klakson tersebut dari luar jendela yang terbuka.

 

Danila meninggalkan jendela mobil dan menghampiri para aktornya.

 

DANILA

(Menoleh ke Beta) Pak Beta?

 

BETA

Iya?

 

DANILA

Boleh Bapak ceritakan kenapa Bapak dibanjur dan kenapa Bapak tidak melawan dan kenapa bau Bapak masih kayak kopi basi dan apakah kita harus mencari kamar mandi? Karena feeling saya semua orang di sini jadi kesetanan lebih gara-gara bau kopinya.

 

Beta tertawa.

 

Beta masih tertawa sambil meringkuk duduk di atas aspal.

 

DANILA

(Mengernyit, bingung sekaligus khawatir) Bapak baik-baik aja?

 

BETA

(Bicara sambil tertawa) Maap saya mendadak ketawa. Saya cuman-- (Menahan tawa namun gagal) Kamu itu memang penulis yang hebat, ya-- “Semua orang di sini jadi kesetanan lebih gara-gara bau kopinya”. Itu lucu... Saya bilang itu lucu karena memang betul. Saya masih bau. Busyet, busyet... (Tawanya selesai. Mengusap matanya kemudian menghela napas) Saya mau minta maaf setulus-tulusnya kepada kalian semua telah bikin kalian kesetanan kayak gini. Terutama buat Laura dan nak Miror.

 

LAURA

(Ikut duduk di atas aspal, mengambil posisi di samping Beta) Ada apa sebenernya, Pak?

 

BETA

Apa lagi memangnya? Yang selalu terjadi sama selebriti kayak kita.

 

 

LAURA

Saya selebriti tapi saya enggak pernah dibanjur kopi.

 

BETA

 Masalahnya saya bukan selebriti biasa. Para pedagang itu kenal kalo saya itu Beta Karim dan kayaknya mereka enggak suka sama muka saya. Bukan pertama kalinya saya ketemu tipe kayak mereka dan jelas enggak akan menjadi yang terakhir kali.

 

MIROR

(Nadanya dingin. Menyangkal Beta) Bukan alasan kenapa lo enggak melawan.

 

BETA

(Kepada Miror) Dan kamu benar. Saya seharusnya melawan. Tidak secara fisik, tentunya, tapi seharusnya saya mengatakan sesuatu. (Terdiam sejenak) Kalian familiar sama film saya beberapa tahun yang lalu? Yang judulnya Surat dari Pasir.

 

LAURA

Oh, gue suka banget Surat dari Pasir. Filmnya bahkan menang di festival internasional juga kan?

 

VALEN

Gue mutusin buat cabut dari dunia sinetron karena terinspirasi sama film itu.

 

MIROR

(Menggerutu dengan enggan namun masih menyangkal Beta) Gue akui gue suka sama Beta Karim yang ada di film itu.

 

DANILA

(Kepada Miror) Lo pernah nonton filmnya?

 

MIROR

Sempet diputer di beberapa bioskop di Belgia. Dan temen-temen gue yang orang Belgia juga suka banget sama filmnya.

 

BETA

Dan saya sangat bangga dengan film itu. Saya berani bilang itulah puncak karier saya. Memerankan transgender yang mengunjungi kampung halaman demi menghadiri pemakaman ayahnya... saya bilang itu adalah berkah luar biasa bagi seorang aktor. Setelah berkarier nyaris empat dekade lamanya, peran yang menantang seperti itu sangatlah langka. Saya sangat bangga. Sangat, sangat bangga. (Menggaruk belakang lehernya) Eh, ternyata cuman saya doang yang merasa bangga.

 

LAURA

Masak, sih? Padahal filmnya menyentuh banget, loh! Filmnya kan mengenai relationship antara ayah dan anak--

 

BETA

Publik tetep enggak suka. Publik cuma pengen ngelihat Beta Karim sebagai ayah teladan, atau sebagai ulama, atau sebagai pendeta, atau sebagai bintang tamu di sitcom yang bisanya cuma ngejayus setiap siang dan setiap malam. Dan ketika bukan hanya orang asing yang menjatuhkan penghakiman, melainkan juga istri dan anak-anakmu juga, udah enggak ada lagi yang tersisa di dalam hati ini.

 

DANILA

(Bergumam dari balik giginya) Jadi itu kenapa banyak sampah di rumah doi...

 

BETA

Saya sadar kok kalo saya enggak memberikan performa terbaik saya. Soalnya apa dampaknya, sih, pada akhirnya? Sebagus-bagusnya penampilan saya nantinya, pasti cuman label “banci” yang akhirnya hinggap di benak penonton.

 

Semua orang terdiam.

 

DANILA

Pak Beta, saya mau nanya sesuatu tapi mohon jangan salah artikan pertanyaan saya. (Beta mengangguk kecil) Kalo Bapak udah sebegitu malunya menjadi seorang aktor, kenapa Bapak setuju main di drama panggung saya?

 

BETA

(Kepada Danila) Karena naskahmu bagus. (Danila terbelalak) Bahkan saya berani bilang, ketika saya membaca naskahnya saya merasakan apa yang saya rasakan ketika pertama kali membaca skrip Surat dari Pasir. Karena saya menyadari bahwa meskipun saya sudah dipermalukan dan terus-terusan dikecewakan, di lubuk hati ini saya masih mencintai dunia seni peran. Lagipula, kini setelah saya kehilangan semuanya, apa lagi yang harus saya pertaruhkan?

 

Semua orang menyadari Laura sedang memelototi Beta dengan ekspresi ketakutan. Rahangnya setengah terbuka.

 

BETA

Laura? Kamu enggak apa-apa?

 

LAURA

Istri dan anak Bapak sendiri bahkan ninggalin Bapak?

 

BETA

Iya.

 

LAURA

Hanya gara-gara mereka enggak suka sama film Bapak?

 

BETA

Kurang lebih begitulah.

 

LAURA

Itu parah banget.

 

BETA

Ya. Parah banget.

 

LAURA

(Bangkit dari aspal. Bahasa tubuhnya mulai meliar dan histeris) Enggak. Bapak enggak ngerti. Kalian semua enggak ngerti. Itu parah banget! Sumpah itu parah banget! Kalo suami dan bayi gue misalnya ngebuang gue ke jalanan hanya gara-gara mereka enggak suka sama film gue, gue pasti bakal langsung jadi gila! (Mulai menangis) Itu parah banget! Parah banget! (Menggenggam bahu Danila) Kak Dani, boleh Kakak rewrite karakter gue? Gue enggak mau meranin ibu yang dingin dan enggak berperasaan. Gimana jadinya kalo beberapa tahun lagi Marwen ngira gue ibu tiri jahat? Enggak. Mulai sekarang gue cuma mau meranin orang baik-baik--

 

Danila menampar pipi Laura.

 

MIROR

(Terdecak kagum) Bitchslap!

 

LAURA

(Melongo sambil mengusap pipinya) Kak Dani?

 

DANILA

Gue minta maaf udah nampar lo tapi masalahnya gue mager mencetin klakson mobil lagi dan lo udah gila sejak kemaren-kemaren! (Menelan ludah kemudian menurunkan suaranya) Kenapa lo enggak ngaku aja kalo lo depresi jadi ibu rumah tangga? Kalo basically menjadi Youtube Mom cuman pelarian lo doang? Serius deh, bo.

 

LAURA

(Memalingkan wajahnya) Gue cinta sama keluarga gue.

 

DANILA

Jadi kenapa lo masih nyimpen dendam sama si Valen?

 

LAURA

(Meledak) Karena dia dapet semuanya! Ini enggak adil! Dia dapet tawaran main film dan dia dapet kesempatan go international dan dia dapet honor lebih gede dari gue dan dia dapet pacar setting-an yang lebih cantik dari pada gue sedangkan gue cuma dapet suami dan anak! Gue emang cinta mati sama suami dan anak gue tapi itu enggak cukup! Puas? Gue juga pengen punya karier! Tapi gue enggak bisa asal bikin keputusan karena apa yang gue lakukan sekarang berdampak sama suami dan anak gue! Dan setiap hari gue berperang sama batin gue sedangkan kerjaan si Valen cuman tidur-tiduran doang sambil merajuk di sofa! Ini enggak adil!

 

VALEN

Jadi lo iri sama hidup gue sekarang? Lo juga pengen ikut-ikutan merajuk di sofa?

 

LAURA

(Berpaling ke Valen) Valen, semua orang bakal terus memuja lo. Death threat dan manajer resign itu enggak berdampak apa-apa buat karier lo. Usia karier aktor itu lebih panjang dari pada usia karier seorang aktris. Entah akting lo bagus atau akting lo bau sampah sekalipun, lo bakal terus jadi pujaan kaum Hawa--

 

VALEN

Lo yakin dengan itu? Lo yakin? Karena lo enggak tahu apa yang sesungguhnya terjadi!

 

LAURA

Karena lo ogah cerita apa yang sesungguhnya terjadi!

 

VALEN

Karena gue enggak mau di-bully lagi sama kalian-kalian!

LAURA

Fine! Kita enggak akan nge-bully lo! Apa yang sesungguhnya terjadi?

 

VALEN

(Meledak) Gue dipecat! Itu yang sesungguhnya terjadi! Peran gue di film Netflix di-recasting! Dan deal buat future project gue udah musnah! Semua gosip di luar sana itu bener! Cuma drama Khayal ini yang gue punya sekarang! Dan sekarang agency gue lagi pertimbangin buat ngejual gue ke agency yang lain! Gue, yang lo bilang bakalan dipuja selamanya, lagi diperdagangin kayak ayam boiler! Gue bukan tempe, gue bukan kecebong-- gue itu ayam boiler sekarang!

 

Semua orang terdiam.

 

Beta memutuskan untuk angkat bicara duluan.

 

BETA

Semuanya mecat kamu?

 

VALEN

(Menurunkan suaranya. Kembali tenang) Semuanya.

 

MIROR

Emang dosa apa lo sebenernya? Lo pernah bikin sutradara lo mencret di celana? Gue enggak ngerti kok bisa.

 

 

VALEN

Gue tahu betul bahwa alasan gue bisa eksis di dunia ini adalah karena gue ganteng dan keren dan relatable dan begitulah. Sampe sekarang gue masih enggak keberatan kok cuman main di film komedi romantis atau jadi tokoh utama film action. Mumpung masih muda, iya kan? Dan gue akui, gue enggak keberatan cewek-cewek naksir sama gue--

 

LAURA

(Tidak sabar) Langsung ke intinya aja: kok lo bisa dipecat?

 

VALEN

Istri sutradara Netflix gue ngajak gue selingkuh bareng.

 

Semua orang membatu.

 

Tidak ada yang memberikan komentar apapun.

 

Dead air.

 

MIROR

(Menggaruk kepalanya) Yap. Gue resmi kasihan sama lo sekarang.

 

LAURA

Gue tulus pengen meluk lo sekarang.

 

BETA

Tapi kamu enggak ngikutin ajakan si cewek jablay itu kan?

 

VALEN

Enggak lah! Itu cewek jablay seusia sama nyokap gue! Tapi sutradara gue tetep enggak suka dan bukannya ceraiin bininya, dia malah pengen ngancurin karier gue.

 

MIROR

Jadi itu death threat--

 

VALEN

Kayaknya kalian bisa analisis sendiri, deh. Dan dia lebih kaya dari gue dan lebih powerful dari gue... (Mendesah) Gue enggak mau pensiun dini --sori, Laura-- tapi gue enggak sanggup dapet cobaan kayak gini setiap hari! Padahal alasan sesungguhnya gue menjadi aktor adalah gue melihat ini adalah profesi paling menyenangkan sedunia! Gue bisa pake kostum terus berantem ngelawan penjahat terus nyelametin cewek cantik terus bikin ketawa penonton tapi yang satu ini? Akting udah enggak lagi menyenangkan!

Harusnya gue mewek di depan kamera aja, bukan literally di semua tempat.

 

BETA

(Mengangguk mantap) Justru karena enggak menyenangkan itulah, kamu harus terus menjadi aktor.

 

VALEN

Sori, Pak. Maksudnya?

 

BETA

Akting itu enggak menyenangkan. Malah kebalikannya. Sebagai aktor kita dituntut untuk mempermalukan diri sendiri. Bahkan ketika kita bermain aman dan tampil cantik atau ganteng atau sempurna di depan penonton sana, akan selalu ada mata yang melihat berbeda. Dan terlepas dari pria atau wanita, cuma segelintir aja yang beneran bisa jadiin akting sebagai sumber penghidupan. Kalo kamu ngelihat hidup saya sama hidup Laura sekarang, mungkin masa depan kamu juga bakalan enggak kalah suram kayak kita-kita.

 

VALEN

Berarti maksud Bapak, mending saya berhenti sekarang aja sebelum masa depan saya suram?

 

BETA

Tapi kamu berhasil menolak godaan karena jauh di lubuk hati kamu, kamu sangat respect dengan dunia seni peran. Aktor yang bener-bener mencintai profesinya enggak akan menjual diri untuk honor raksasa atau go international. Jadi jangan langsung percaya dunia kamu udah kiamat. (Menoleh ke Laura) Laura?

 

LAURA

(Kepada Beta) What?

 

BETA

Apa ada yang mau kamu tambahkan?

LAURA

(Mengelak) Enggak tuh.

 

BETA

Setting-an atau enggak, kamu sama Valen tetep rekan sejawat yang udah ngerasain gimana sakitnya. Kamu mau tambahin sesuatu buat rekanmu ini?

 

LAURA

(Kepada Valen. Gengsinya masih tinggi) Gue masih enggak suka sama lo. Lo enggak sekalipun nelepon gue pas karier gue lagi terpuruk. (Beta menyenggol pinggang Laura) Tapi... tapi... gue bangga lo enggak menjual diri lo.

 

BETA

(Ke telinga Laura) Dan...

 

LAURA

(Menggeram) Dan... kalo lo perlu temen buat curhat, gue bisa pinjemin suami gue buat nemenin lo. (Cepat-cepat menambahkan) Cuman buat hari Minggu doang! Hari Sabtu giliran dia ngasuh Marwen. Gue masih seorang wanita. Gue masih perlu ke salon.

 

VALEN

(Tersenyum lega) Gue merasa jauh lebih tenang. ‘Ma kasih banyak, temen-temen.

 

Valen, Beta, dan Laura saling tersenyum bangga kemudian menoleh ke Miror dan Danila. Mereka bertiga seolah menginginkan sesuatu dari Miror dan Danila.

 

MIROR

(Melipat tangan) Gue enggak ada perlu curcol apa-apa. Hidup gue udah sempurna.

 

DANILA

(Melipat tangan juga) Hidup gue juga udah sempurna. Oke, karena sudah sore, mari kita balik lagi ke Jakarta.

 

VALEN

Kita enggak jadi jalan-jalan ke Bogornya?

 

 

DANILA

Ini udah sore dan secara teknis rest area ini udah termasuk Bogor. Kabupaten Bogor. Sama aja. Let’s go!

 

LAURA

Tapi gue laper...

 

DANILA

Fine. Kita ke rumah makan Padang sebentar tapi habis itu kita pulang.

 

LAURA

Danila?

 

DANILA

Apa lagi?

 

LAURA

Lo yakin lo enggak mau curcol apa-apa? Mumpung kita lagi saling membuka diri. (Air muka dan nadanya memancarkan rasa khawatir)

 

DANILA

(Sengaja memasang muka polos) Gue baik-baik aja. Waduh, sekarang gue juga ikutan laper. Yuk makan.

 

CUT TO:

 

46 INT. MOBIL MINIVAN - DALAM - PETANG

Danila menyetir dan Beta duduk di sampingnya. Laura, Miror, dan Valen tertidur di kursi belakang. Sayup-sayup dengkuran terdengar.

 

DANILA

(Melirik dari spion depan) Mereka sebegitu capeknya ya?

 

BETA

(Tersenyum geli) Memendam perasaan itu memang bikin capek. Mungkin baru sekarang mereka bisa tidur nyenyak.

 

DANILA

Ya.

 

Keduanya terdiam.

 

BETA

Boleh saya minta tolong sama kamu?

 

DANILA

Pliss jangan minta saya berhenti di rest area lagi. Kayaknya saya udah trauma sama yang namanya rest area.

 

BETA

Bukan, bukan... Saya pengen kamu coba ngobrol sama Miror.

 

DANILA

Hah?

 

BETA

Saya suka ngopi bareng sama satpam yang suka jaga-jaga di pos depan gedung dan mereka bilang Miror suka latihan sendirian sampe tengah malam.

 

DANILA

Oh? Pas kemarin malem maksudnya?

 

BETA

Mereka bilang sejak hari pertama geladi kotor.

 

DANILA

(Refleks menoleh ke Beta) Masak iya?

 

BETA

Dan kadang-kadang dia suka mampir ke gedung sebelum waktunya geladi kotor.

 

DANILA

(Matanya kembali ke kemudi) Begitukah? Emang dia lagi enggak ada konser?

 

BETA

Saya khawatir dia ngasih terlalu banyak pressure ke diri dia sendiri. Kayaknya ada sesuatu yang dia pendam juga di dalam hatinya tapi dia terlalu gengsi sama kita-kita.

 

DANILA

Saya enggak keberatan dia latihan sampe malem kayak gitu.

 

BETA

Danila...

 

DANILA

Jadwal pementasan kita maju. (Menelan ludah) Jadinya awal bulan depan.

 

BETA

(Terbelalak) Dan kamu belum bilang ke mereka semua?

 

DANILA

Saya yakin Laura sama Valen bisa catch up. Tapi Bapak harus akui... (Bola matanya bergeser) Aktingnya Miror masih jauh dari mengkilap. Dan dia memang harus ngasih usaha dua kali lipat. Tiga, malah.

 

BETA

Tetep aja... Saya tetep ngerasa kamu harus bicara sama dia.

 

DANILA

Nanti saya pertimbangkan.

 

Keduanya kembali terdiam.

 

BETA

Udah bagaimana Babak Terakhir-nya?

 

DANILA

Masih stuck. Tapi jangan khawatir. Saya seorang jenius.

 

BETA

Kamu yakin enggak ada yang kamu pendam di hati?

 

DANILA

(Memaksakan tawa) Pak Beta ini aneh-aneh aja.

 

Keduanya kembali terdiam.

 

BETA

Saya jujur kagum sama kamu.

 

DANILA

Oh, ya?

 

BETA

Kamu bilang drama Khayal ini berdasarkan masa remaja kamu, kan?

 

DANILA

Iya.

 

BETA

Tapi saya enggak pernah ngelihat kamu jadi galau atau jadi ngeri sepanjang geladi kotor.

 

DANILA

Kenapa saya harus ngerasa ngeri?

 

BETA

Yah... Enggak mudah membayangkan masyarakat umum yang enggak kamu kenal bakalan menonton kisah hidup kamu sendiri. Apalagi bentuknya drama panggung.

 

DANILA

Enggak ngeri, kok. Saya seneng malah.

 

BETA

Senang? Boleh tahu kenapa senang?

 

DANILA

...Agak susah menuangkannya dalam kata-kata.

 

BETA

Kamu penulis, kan? Cobalah tuliskan.

 

DANILA

Oke... (Berpikir sejenak) Ada bisikan di dalam hati kecil saya. Mengatakan sesuatu ke telinga saya.

 

BETA

...Apa yang hati kecil kamu bisikkan?

 

DANILA

Bahwa saya akhirnya akan menang. Bahwa saya dibantu oleh ratusan malaikat yang akan membawa saya ke kemenangan. Ketika saya menang, akhirnya saya menemukan makna di balik setiap penderitaan. Di balik setiap kekalahan. Di balik setiap kehilangan.

 

BETA

...Apa yang menjadi kehilanganmu, nak?

 

DANILA

(Menoleh ke Beta) Banyak.

 

CUT TO:

 

47 INT. RUANG WAWANCARA - DALAM - SORE

Kembali ke masa kini, ketika Jurnalis mewawancarai Beta Karim.

 

BETA

(Menatap ke kamera. Lemah dan lemas) Saya udah ada feeling saat itu. Harusnya saya ngelakuin sesuatu.

 

JURNALIS

Kenapa Anda tidak melakukan sesuatu?

 

BETA

Penulis berbeda dengan aktor. (Menggigit bibirnya) Semakin brilian... semakin berbeda.

 

CUT TO:

 

48 EXT. GEDUNG APARTEMEN - ATAP TERBUKA - MALAM

Danila duduk di tepian atap dengan naskah Khayal di atas pangkuannya. Ia bisa melihat kelap-kelip lalu lintas dan pemukiman lainnya dari tempat ia berada. Malam terasa dingin dan angin bertiup kencang. Ia menutup matanya, merasakan angin malam pada sekujur lapisan kulitnya.

 

Njoo Cheong Seng muncul dan duduk di samping Danila. Lelaki dewasa yang mengenakan kacamata botol susu sapi, dasi kupu-kupu, dan setelan menyerupai tuksedo. Ia meniru bahasa tubuh Danila, yang masih memejamkan matanya.

 

NJOO CHEONG SENG

Rasanya enak, kan? Kesendirian.

 

 

DANILA

(Membuka matanya) Ya. Rasanya enak.

 

NJOO CHEONG SENG

Dan pemandangannya indah.

 

DANILA

Iya. Gue harus lebih sering main ke atap.

 

NJOO CHEONG SENG

Nongkrong sendirian di atas atap di tengah malam kayak gini... is the best.

 

DANILA

Mmmm, the best.

 

NJOO CHEONG SENG

Sudah kepikiran mau gimana Babak Terakhir-nya?

 

DANILA

Gue justru berharap lo bisa ngasih tahu gue mending kayak gimana.

 

NJOO CHEONG SENG

Gue enggak bisa menulis lagi, Danila. Gue udah mati.

 

DANILA

Gue tahu itu.

 

NJOO CHEONG SENG

Kamu sempet ketemu Fifi Young?

 

DANILA

Yep. Dia sehat-sehat aja.

 

NJOO CHEONG SENG

Baguslah.

 

Keduanya terdiam. Sama-sama menikmati kesendirian sambil mengamati dunia di bawah kaki mereka.

 

DANILA

Lo pernah denger aktor senior namanya Beta Karim? Dia masih hidup, by the way.

 

NJOO CHEONG SENG

Yang main jadi transgender di Surat dari Pasir, kan?

 

DANILA

Dia bertanya ke gue apakah ada yang gue pendam di dalam hati gue. Gue bilang gue fine-fine aja. Kemudian gue bilang gue malah seneng bisa menghidupkan masa remaja gue di atas panggung sana.

 

NJOO CHEONG SENG

(Tertawa) Jadi lo tetep bersikukuh enggak akan cerita?

 

DANILA

Cerita mengenai apa?

 

NJOO CHEONG SENG

Apa yang lo pendam. Lebih tepatnya kebenaran yang lo pendam.

 

DANILA

Tugas aktor adalah menginspirasi manusia. Tugas penulis adalah membohongi mereka.

 

NJOO CHEONG SENG

(Melongo) I see...

 

DANILA

Gue cukup menceritakan apa yang ada di naskah. Enggak kurang dan enggak lebih. Gue kira lo yang udah jadi maestro drama Indonesia bisa lebih memahami gue dari pada si Beta Karim dan kawan-kawan.

 

NJOO CHEONG SENG

Secara teknis gue adalah maestro drama Hindia Belanda.

 

DANILA

Oh, ya?

 

NJOO CHEONG SENG

Gue eksis pas sebelum Kemerdekaan. Itulah kenapa yang tahu mengenai gue cuma lo doang dan enggak ada lagi. Semuanya musnah. Apa yang gue tulis, apa yang gue ciptakan... Musnah.

 

DANILA

Terus apa yang lo lakukan?

 

NJOO CHEONG SENG

Gue menyerah dan gue buka toko bunga.

 

DANILA

Toko bunga?

 

NJOO CHEONG SENG

Gue suka bunga.

 

DANILA

Bunga, ya?

 

NJOO CHEONG SENG

Kenapa lo menulis, Danila Dago?

 

DANILA

What?

 

NJOO CHEONG SENG

Ketika lo tahu semua yang lo tulis bakal musnah... Ketika lo tahu semua orang bakal ngelupain lo cepat atau lambat, kenapa lo masih terus menulis?

 

DANILA

Karena gue pengen menang Golden Lion. Karena gue pengen mencetak sejarah--

 

NJOO CHEONG SENG

(Meledak tertawa) Buat apa lagi nge-bullshit-in orang mati, Danila Dago? Kasih tahu gue. Kenapa lo menulis?

 

Danila terdiam. Ekspresinya tidak bisa dibaca.

 

Matanya terpaku pada dunia di bawah kaki mereka.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar