Khayal
5. ACT 3

28 INT. KEDIAMAN VALEN - DALAM RUANG TAMU - SORE

Valentino Rasyid alias Valen (28) meringkuk di atas sofa. Ia mengenakan kaos lengan panjang warna hitam dengan celana jeans dan rambut yang masih segar tertata, namun wajahnya dibasuh oleh rasa was-was. Penampilannya yang rupawan tidak menyatu sama sekali dengan kegelapan pada matanya. Valen membungkuk dengan kedua siku bertumpu pada kedua lututnya. Dia tampak sibuk menggigit kuku jempol tangan kirinya.

 

Duduk di sebelahnya adalah Manajer Valen. Ia mengenakan kemeja berkancing lengan pendek dan celana formal slim-fit. Sang manajer tampak cemas dengan kondisi Valen sekarang.

 

VALEN

(Meratap) Mereka pasti ngamuk sekarang.

 

MANAJER VALEN

Semua bakal baik-baik aja, Valen.

 

VALEN

Akang enggak kenal Danila Dago itu orangnya kayak gimana. Emang Akang enggak liat pas video murka dia jadi viral?

 

MANAJER VALEN

Itu kan udah dua tahun yang lalu... Saya yakin dia pasti nyikapin kamu enggak ikutan press-con dengan hati yang lapang--

 

Sebelum Manajer Valen menyelesaikan kalimatnya, jendela di belakang sofa mereka berdua tiba-tiba pecah. Valen dan Manajer Valen menjerit dan melompat dari sofa. Serpihan kaca mengenai pakaian mereka namun tidak menggores kulit dan wajah keduanya. Terdapat gulungan kertas putih yang diikat bersama dengan batu bata yang tergeletak tidak jauh dari bangkai jendela.

 

Pintu ruang tamu Valen dibuka paksa oleh sesuatu yang terdengar seperti tendangan. Danila, masih mengenakan dress dari press conference, menghantam ubin lantai menuju tempat Valen dan Manajer Valen berpijak. Sang manajer pun refleks mengambil posisi di antara Valen dan Danila, yang tampak sangat emosional. Dandanan Danila basah oleh keringat dan rambutnya sudah tidak lagi lembut dan bergelombang.

 

DANILA

(Nadanya sarkastik. Sorot matanya liar terhadap Valen dan Manajer Valen) Oh! Mohon maaf, apa saya secara dramatis menghancurkan ketenangan rumah Mas?

 

MANAJER VALEN

Mba Danila, mari kita coba diskusikan dulu dengan kekeluargaan--

 

DANILA

Oh, gue sangat kekeluargaan sekarang, mas bro! Jangan suruh gue buat menjunjung tinggi asas kekeluargaan! Gue adalah pencipta konsep asas kekeluargaan! Contohnya, ketika anggota keluarga kita ngancurin press-con punya anggota keluarga yang lain, yang namanya keluarga selalu nyelesaiin masalah dengan cara ngerusakin rumah dan nendang lubang anus anggota keluarga yang bersangkutan! Apa Anda setuju, Valentino Rasyid?

 

Valen memalingkan wajahnya dari Danila. Ketakutan semakin tercermin pada wajahnya yang pucat. Sementara itu, sang manajer masih berusaha untuk berbicara mewakili kliennya.

 

MANAJER VALEN

Mba Danila, apakah Mba enggak bisa setidaknya memaklumi apa yang Valentino sedang lalui sekarang? Bagaimana perasaan Mba kalo tiba-tiba begitu bangun pagi Mba Danila langsung dapet death threat dari seluruh jagat Internet?

 

DANILA

Gue bakal ngerasa bahwa dibunuh sama sutradara gue sendiri jauh lebih horror dari pada dibunuh sama bom Molotov. Sekarang boleh enggak lo enyah dari hadapan gue karena terakhir kali gue cek tanggal lahir IMDB ini orang (Mengacu kepada Valen), klien lo ini udah cukup umur buat ngebela dirinya sendiri!

 

Meskipun masih terguncang, namun Valen kemudian menepuk pundak kiri manajernya.

 

VALEN

(Melirih) Enggak apa-apa, Akang. Mending Akang tunggu di dapur aja.

 

MANAJER VALEN

Tapi--

 

VALEN

Kak Dani bener. Aku harus bisa ngehadapin ini.

 

Sang manajer berjalan loyo meninggalkan ruang tamu.

 

Tidak lama kemudian Miror dan Laura memasuki ruang tamu Valen.

 

VALEN

(Terkejut akan kehadiran pacar dan mantan pacarnya) Kalian berdua ngapain di sini?

 

MIROR

(Menyunggingkan senyuman mengejek) Gue cuma pengen lihat bokong lo dilibas.

 

VALEN

(Matanya beralih dari Miror ke Laura) Halo, Laura. Udah lama.

 

LAURA

(Nadanya mengejek juga) Iya, udah lama. Terakhir kali kita ketemu, lo masih orang baik-baik yang belum berani nusuk gue di belakang.

 

VALEN

Jangan bilang lo masih mikir kalo gue yang ngancurin karier lo.

 

LAURA

Menurut lo kenapa gue bela-belain ikutan main di project ini? It’s payback time, bitch.

 

DANILA

Guys! Inget! Gue dapet giliran pertama nge-bully ini anak.

 

VALEN

(Kepada Danila) Gue bisa jelasin, Kak Dani.

 

DANILA

Oh, silahkan! Tolong dijelaskan! Boleh lo jelasin kenapa event yang harusnya mengenai gue malah berubah seratus delapan puluh derajat menjadi mengenai lo?

 

 

VALEN

(Menghela napas panjang, lalu kembali duduk dan meringkuk di atas sofa) Awalnya cuma hate comment doang. Gue pikir ini cuma troll yang lagi sirik karena akhirnya gue diajak buat ngerjain project dari luar negeri. Tapi kemudian gue mulai dapet DM yang makin lama makin nyeremin dan tim gue udah coba ngeblokir mereka semua tapi tadi pagi gue baru dapet email dan kayaknya inbox gue di-hacked dan semuanya jadi lepas kendali dan... (Menghela napas lagi) Gue enggak ngerti juga kok ini bisa bocor ke mana-mana. Padahal kita udah ekstra waspada banget.

 

DANILA

Apa betul gara-gara ini lo dipecat dari semua project lo? Karena gue enggak mau Khayal malah menjelma jadi kamp pengungsian buat aktor enggak laku.

 

VALEN

(Merendahkan suaranya) Gue masih belum siap buat ngejawab yang satu itu. (Tiba-tiba langsung meninggikan suaranya. Nadanya memelas) Tapi gue bersumpah gue bakal kasih dua ratus persen buat project Kak Dani! Asli, sumpah banget gue bersumpah! Dan gue enggak pernah punya niat buat bikin bad publicity buat project Kakak. Cuman masalahnya, gue ngerasa--

 

MIROR

Lo takut wartawan nanyain lo mengenai death threat atau lo takut lo bakal dead beneran pas press-con?

 

VALEN

Siapa tahu salah satu dari wartawan di sana diem-diem nyiapin pistol di dalam tas kamera mereka! Kita kan enggak tahu!

 

MIROR

(Pura-pura batuk) Mental tempe.

 

VALEN

Lo enggak pernah ngalamin death threat! Lo enggak berhak ngejekin gue!

 

DANILA

(Menggelengkan kepala) Kalian memang pasangan romantis.

 

LAURA

Tumben-tumbennya gue harus setuju sama si Miror. (Kepada Valen) Bukannya lo itu aktor, Tempe? Ketika lo ketakutan, harusnya lo berakting kayak lo cowok paling berani sedunia! (Beralih ke Danila) Ini anak memang begini penyakitnya. Disuruh ngelakuin stunt Taekwondo di atas atap gedung dianya mau-mau aja tapi giliran disuruh pasang poker face malah nyalinya jadi kecebong.

 

VALEN

Gue bingung, jadi gue itu Tempe atau Kecebong?

 

LAURA

Tempe adalah harta warisan Indonesia. Lo enggak berhak dapet julukan Tempe. Gue bilang lo Kecebong.

 

MIROR

Setuju. Lo Kecebong.

 

DANILA

Fixed lo Kecebong.

 

VALEN

Fine. Gue Kecebong.

 

DANILA

Mending sekarang gini aja. (Kepada Valen) Pertama, lo harus minta maaf via medsos gara-gara udah ngancurin press-con gue. Enggak susah, kan? Medsos lo masih nyala, kan, Kecebong?

 

VALEN

(Menghela napas panjang lagi) Siap, Kak.

 

DANILA

Lo juga harus bilang via medsos kalo Khayal bakalan jadi masterpiece yang bahkan lebih keren dari pada Rama dan Shinta dan Danila Dago basically adalah ibu baptis lo dan lo enggak akan pernah ngecewain ibu baptis lo--

 

VALEN

Iya, iya. Gue kebayang kok harus ngomong apa.

 

DANILA

Dan terakhir (Mengacungkan jari telunjuk ke Valen, Miror, dan Laura) lo, lo, dan lo: latihan perdana, Senin, jam 5 sore, Darwis Convention Hall (Valen, Miror, dan Laura mulai mengajukan keluhan namun Danila meninggikan suaranya) Gue enggak peduli apa excuse lo! Lo ada rekaman, lo tunda! Lo harus nyusu bayi, siapin pompa dari rumah! Lo takut ada yang ngebacok, lo siapin pasukan 86! Satu-satunya yang bisa menyelamatkan drama gue dari disaster beneran adalah kalo kalian-kalian semua bisa ngasih penampilan terbaik kalian! Ada pertanyaan?

 

LAURA

Sori, gue punya satu pertanyaan: kalian ada yang keberatan buat jadi bintang tamu di vlog gue?

 

DANILA

Kenapa bukan lo aja sih yang kena death threat-nya?

 

CUT TO:

 

29 INT. TAKSI - DALAM - MALAM

Danila duduk di kursi belakang sebuah taksi. Dia telah meninggalkan kediaman Valen dan hendak kembali ke apartemennya. Hujan mulai semakin deras di luar sana sembari supir taksi di depannya bermanuver ria demi menghindari kemacetan. Mata Danila terpaku kosong pada butiran air yang menghantam jendelanya.

 

Sjumandjaja kembali muncul, duduk di samping Danila.

 

SJUMANDJAJA

(Bibirnya didekatkan ke telinga kiri Danila. Nadanya melodik sekaligus mengejek) I told you so~

 

Danila tidak memberikan respon. Matanya masih terpaku pada hujan di jendela. Sjumadjaja tertawa terbahak-bahak.

 

SJUMADJAJA

(Menyeka mata setelah tawanya mereda) Oke, fine... Gue paham kalo lo enggak ngefans sama gue tapi setidaknya sis, kalo orang denger judul film gue, nama pertama yang muncul di kepala mereka adalah nama gue duluan-- bukannya nama aktor-aktor gue. Lo tahu kenapa?

 

Danila masih tidak memberikan respon.

 

SJUMADJAJA

Karena satu negeri ini tahu betul bahwa gue lah yang paling meres keringat. Gue lah yang paling banyak kerja kerasnya. Gue lah yang menciptakan nama mereka semua. Sakit, kan, rasanya? Ketika semua orang mengelu-elukan nama lead actor mental Kecebong itu dan bukannya nama lo. Lo yang paling menderita sungguhan tapi semua pemburu sensasi di luar sana, dengan fee cuman lima puluh ribu Rupiah per paragraf, langsung menjadikan lo sebagai catatan kaki belaka. Catatan kaki coba! Figuratively and literally! Lo udah baca, kan, artikel yang langsung mereka upload ke website sialan mereka? Bahkan ada artikel yang salah ngeja nama lo. Ngakak parah! Dan by the way, hingga detik ini juga, sama sekali enggak ada satu pun media di luar sana yang berani salah eja nama gue-- padahal gue udah is-dead, sayonara, bye-bye. Coba deh, menurut lo itu gara-gara seksisme atau mereka simply cuma enggak nganggep lo itu ada?

 

Danila masih tidak memberikan respon namun tampak bahwa rahangnya mengeras.

 

SJUMANDJAJA

Let’s see... Apalagi shit yang kena dress mahal lo hari ini... Ah! Seinget gue juga, lo sama sekali enggak dapet kesempatan buat ngejelasin mengenai Khayal pas press-con tadi. Kurang tragis apa coba? Padahal itu adalah press conference lo. Padahal itu adalah momen lo. Tapi gue tahu betul, pada akhirnya lo cuma bisa nyalahin diri lo sendiri. Andai lo bener-bener paham bahwa satu-satunya orang yang peduli dengan produksi ini cuma lo doang, mungkin lo enggak akan segampang itu kejeblos ke dalam jebakan Batman kayak gitu. Menurut lo media, Miror Hanin, Valentino Kecebong, Laura Andini, dan Beta Karim peduli dengan yang namanya seni? Peduli dengan yang namanya inovasi? Peduli dengan lo? Mereka cuma peduli dengan nama mereka aja! Dan sebagai pemimpin mereka, harusnya lo yang punya kendali atas nama mereka-mereka semua!

 

Setelah masih terdiam beberapa saat, akhirnya Danila membuka rahangnya perlahan-lahan.

 

DANILA

(Berbisik) Gue harus review ulang naskah drama gue.

 

SJUMANDJAJA

(Mengangguk mantap) Setuju.

 

DANILA

Terutama Babak Terakhir-nya. Gue harus revisi habis-habisan Babak Terakhir gue.

 

SJUMANDJAJA

(Mengangguk lagi) Setuju banget.

 

DANILA

Gue harus bikin Khayal lebih dramatik lagi. Lebih menggigit lagi. Lebih baik lagi. (Akhirnya menolehkan wajahnya kepada Sjumadjaja) Menurut lo gue mending beneran masukin adegan bugil enggak, ya?

 

SJUMANDJAJA

Kita coba baca naskahnya bareng-bareng dulu baru kita putuskan. Setuju?

 

DANILA

Setuju.

 

Akhirnya taksi yang ditumpangi Danila tiba di depan lobi gedung apartemennya. Danila membayar sang supir, mengucapkan terima kasih, lalu melesat menuju ke dalam lobi. Danila tidak menyiapkan payung dan hujan semakin deras.

 

Begitu Danila telah lenyap dari pandangan, Supir Taksi mengitari bundaran depan, memutar mobilnya, memberi salam kepada satpam yang bertugas, dan meninggalkan premis. Sembari ia lanjut mengemudi, ia mendapatkan panggilan dari ponselnya.

 

Supir Taksi menyalakan speaker. Matanya masih terfokus pada jendela depan.

 

ISTRI SUPIR TAKSI

Udah di mana, Mas?

 

SUPIR TAKSI

Baru nurunin sewa tapi hujannya udah deras banget. Mending aku pulang aja deh. (Tiba-tiba terdiam. Alisnya mengernyit seolah sedang bergulat dengan rasa ragu di dalam hatinya)

 

ISTRI SUPIR TAKSI

Halo, Mas?

 

SUPIR TAKSI

 Aku baru aja dapet penumpang aneh tadi.

 

ISTRI SUPIR TAKSI

Penumpang aneh? (Nadanya panik) Kamu enggak dijambret kan?

 

SUPIR TAKSI

Enggak, kok. (Terkekeh ringan demi meredakan kekhawatiran sang istri, kemudian kembali terdiam. Kali ini ia ragu mengenai bagaimana cara menanggapi ‘penumpang aneh’ yang sempat duduk di kursi belakang. Dia pun memutuskan untuk berhenti berpikir terlalu panjang) Yang numpang tadi Embak-Embak. Tadi dia nanyain aku apa mendingan dia masukin adegan bugil di Babak Terakhir.

 

ISTRI SUPIR TAKSI

Babak Terakhir?

 

SUPIR TAKSI

Aneh, kan?

 

ISTRI SUPIR TAKSI

Maksudnya kayak sepak bola?

 

SUPIR TAKSI

Iya kali. Tahu deh. Manusia jaman sekarang emang makin aneh.

 

CUT TO:

 

30 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM AULA - SORE

Seisi aula tampak hiruk-pikuk dengan anak-anak muda yang sibuk berkeliaran, sedang menyiapkan set dan keperluan logistik. Di atas panggung raksasa terdapat meja yang dipergunakan untuk table read. Danila belum hadir namun Miror, Valen, Laura, dan Beta sudah mengambil posisi duduk mengitari meja tersebut.

 

Tampak Beta dan Valen sedang mengobrol santai. Miror, mengenakan pakaian mewah seperti biasanya, tampak sedang mengerahkan konsentrasi penuh terhadap naskah yang ada di atas meja. Laura mengamati Miror sambil mengurus bayi Marwen yang tertidur di dalam keranjang dorong.

 

LAURA

(Kepada Miror sambil terkekeh geli) Lo lagi ngapain, sih?

 

MIROR

(Mengangkat bola matanya dari naskah ke arah Laura. Ekspresinya datar dan kesal karena konsentrasinya kini terpecah-belah) Gue lagi ngapalin dialog gue. Boleh gue kembali ke skrip dan lo kembali ke orok?

 

LAURA

(Lanjut terkekeh) Ini baru geladi kotor, cinta. Yang lo baca itu masih first draft. Jangan terlalu niat ngapalinnya.

 

MIROR

(Setengah membanting naskah dan menjulurkan leher ke arah Laura, seolah hendak menantang lawan mainnya tersebut) Lo lagi ngusilin gue karena mantan lo adalah cowok gue atau karena lo masih enggak rela jadi urutan ketiga di call sheet?

 

LAURA

Pertama, yang penting gue urutan pertama buat versi filmnya. Kedua, masalah gue dengan si Kecebong adalah antara gue dan Kecebong doang (Valen memberikan sorotan tajam kepada Laura tapi tidak dihiraukannya). Ketiga, yang namanya naskah atau skrip itu pasti bakalan direvisi dan direvisi terus. Bahkan pas hari pementasan lo pasti bakalan dilemparin dialog baru sama si Kak Dani. Yang penting adalah lo bawa rileks aja dan go with the flow. Dan baju lo terlalu bagus buat geladi kotor. Jangan salahin gue kalo ketek lo langsung basah habis table read pertama.

 

MIROR

Serius? Lo, yang pensiun tiba-tiba buat jadi YouTube Mom, berniat ngasih gue saran mengenai cara menjadi aktris?

 

LAURA

Terserah apa komentar sarkas lo tapi nyanyi dan akting itu dua binatang berbeda, cinta. Lo enggak bisa bikin semacem strategi saat lo berakting.

 

BETA

(Ikut masuk ke dalam percakapan) Saya setuju sama Youtube Mom. Akting itu sederhana tapi susah. Antara kamu bisa ngerasain karakternya atau sama sekali enggak.

 

VALEN

Gue usul mending Youtube Mom jadi acting coach Miror.

 

LAURA

Panggil gue “Youtube Mom” sekali lagi dan gue giling kalian semua. By the way jangan lupa kalian semua wajib nongol di vlog gue habis geladi kotor hari ini.

 

Danila akhirnya bergabung bersama para aktor. Dia tampak terengah-engah dan berkeringat namun matanya berbinar-binar. Senyum lebarnya penuh dengan antusiasme yang membuat para aktor bertanya-tanya di dalam hati mereka. Danila kemudian mengambil kursi yang masih kosong dengan tumpukan kertas berjilid beristirahat di atas kedua tangannya. Ketika Danila meletakkan tumpukan kertas berjilid tersebut di atas meja, baik meja maupun panggung di bawah mereka sedikit terguncang-- membuat para aktor sedikit tercengang.

 

Seorang lelaki dewasa berusia pertengahan 40-an turut bergabung bersama Danila dan kawan-kawan. Dia mengenakan kemeja flannel tak berkancing dengan kaos di baliknya.

 

DANILA

Selamat sore semuanya! Ah, sebelumnya gue kenalin dulu sama yang namanya Mas Timo Yonathan. (Timo tersenyum sementara para aktor mengucapkan salam singkat) Doi adalah dosen gue jaman kuliah dulu dan doi setuju buat bantuin gue sekaligus minjemin anak-anak mahasiswanya buat ngurusin set design dan logistik.

 

TIMO

Met sore, semua (Tersenyum sambil setengah membungkuk). Saya cuma ingin bilang kalo satu-satunya alasan saya bergabung di project ini adalah agar saya bisa bekerja sama dengan anak didik paling berbakat yang pernah ikut ke dalam kuliah saya.

 

DANILA

Aaaaww, terima kasih, Mas Timo.

 

CUT TO:

 

31 INT. RUANG WAWANCARA - DALAM - SORE

Pada kesempatan kali ini, Jurnalis mewawancarai Timo Yonathan.

 

TIMO

(Menghadap ke kamera. Cengiran lebar merekah pada wajahnya yang bersemangat) Saya bisa duduk satu meja sama Miror Hanin! Holy shit!

 

CUT TO:

 

32 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM AULA - SORE

Kembali ketika Danila memperkenalkan Timo.

 

DANILA

Oke, semuanya! (Sambil membagikan kertas berjilid ke para aktor dan Timo) Sebelumnya gue mau minta maaf agak sedikit telat buat table read perdana kita karena gue harus meeting dulu sama yang punya venue dan gue juga harus nge-print skrip kita yang baru.

 

MIROR

(Alisnya terangkat tinggi) Skrip baru?

 

DANILA

Yap. Jadi sepanjang akhir pekan kemarin gue lembur habis-habisan karena gue ngerasa skrip yang pertama agak kurang gimana gitu. Kalo boleh gue bilang, kurang Danila Dago-nya. Intinya adalah, gue kepengen drama ini sukses karena kekuatan ceritanya dan bukan cuma karena star power para aktornya. Tapi jangan khawatir, revisi yang gue bikin enggak merombak habis-habisan esensi utama dari cerita. Dan judul drama kita masih Khayal jadi enggak usah ragu buat bikin hashtag di medsos masing-masing. (Menoleh ke Beta) Kecuali buat Pak Beta, Bapak enggak usah repot-repot bikin Snapchat segala. Oke?

 

BETA

Memangnya kamu kira seberapa tua saya ini sekarang?

 

DANILA

(Berpikir sejenak) Lima puluh enam?

 

Karena secara mengejutkan tebakan Danila adalah tepat, Beta tidak lanjut berkomentar dan mengarahkan pandangannya pada skrip baru yang kini di tangannya. Para aktor lainnya juga melakukan hal yang serupa.

 

LAURA

(Berkedip ke arah Miror sambil menyeringai puas) Gue bilang juga apa, cinta.

 

DANILA

(Menyadari keranjang dorong di dekat Laura) Laura, lo ngebawa bayi lo ke geladi kotor?

 

LAURA

Oh! Gue mikirnya, ada bayi gue di sini bakalan ngebantu gue lebih menghayati karakter gue sebagai seorang ibu. (Danila kemudian menyipitkan mata ke arah Laura, tidak mempercayai alasan tersebut) Dan mertua gue mendadak diare.

 

DANILA

Fine. Asalkan bukan bayinya yang mendadak diare di atas panggung gue. Kayaknya dari pada basa-basi lagi, mending kita langsung aja mulai table read--

 

MIROR

(Mengangkat tangan kirinya sambil menyela ucapan Danila) Kok Babak Terakhir-nya enggak ada, ya?

 

Semua orang di meja langsung membalikkan halaman menuju Babak Terakhir yang memang tidak lagi ada, seolah-olah drama Khayal tidak memiliki akhir cerita.

 

DANILA

Ah, nyaris lupa. Gue mutusin buat ngehapus semua yang ada di Babak Terakhir versi draf pertama. Gue pengen bikin yang Danila Dago banget dan sayangnya buat yang satu itu gue masih stuck. Tapi enggak apa-apa, kita bisa latihan cukup buat Babak Pertama, Kedua, dan Ketiga. Sumpah, gue bakalan ngasih Babak Terakhir ke kalian paling lambat minggu depan.

 

BETA

Padahal saya lihat Babak Terakhir yang draf pertama udah sangat bagus, kok.

 

MIROR

Iya. Justru gue tertarik buat main di drama ini karena Babak Terakhir-nya.

 

DANILA

Sekali lagi semuanya, enggak usah khawatir. Gue bersumpah gue bakalan bikin Babak Terakhir yang lebih keren dari pada apa yang bisa kalian semua bayangkan. Kalian bakal terpukau. Kita mulai table read-nya! (Menepuk kedua tangannya kencang-kencang)

 

CUT TO:

 

33 INT. RUANG WAWANCARA - DALAM - SORE

Kembali ketika Jurnalis mewawancarai Beta Karim. Beliau menghadap ke kamera, menjelaskan premis dari drama panggung Khayal.

 

BETA

Esensinya Khayal mengisahkan tentang keluarga kelas menengah ke bawah yang latarnya di awal millennium 2000-an. Dramanya sendiri terdiri dari empat babak: Babak Pertama, Babak Kedua, Babak Ketiga, dan Babak Terakhir.

 

JURNALIS

Boleh diceritakan mengenai Babak Pertama-nya?

 

BETA

(Mengangguk) Babak Pertama adalah ketika keluarga Dilla diperkenalkan untuk pertama kalinya. Orang tuanya Dilla dan Delvin --namanya Matias dan Marsela; saya memerankan Matias-- bekerja sebagai karyawan level menengah. Bukan kepala tapi bukan keroco juga. Jadi plot dimulai ketika Dilla, yang diceritakan masih kelas 2 SMA, pulang ke rumah dan muncul dengan lebam di sekujur badannya. Yang menjadi masalah adalah si Dilla ini enggak mau cerita mengenai kenapa dia tiba-tiba muncul kayak dia baru aja dikeroyok satu RT/RW. Di sini setiap anggota keluarga, yang hidup dan bernapas di satu atap yang sama, punya reaksi mereka masing-masing. Karakter saya khawatir dengan Dilla tapi istri saya justru apatetik. Dia lebih curiga sama anaknya dari pada sama yang ngeroyok anaknya.

 

JURNALIS

Dan apakah terjadi masalah ketika geladi kotor Babak Pertama?

 

BETA

Tentu saja. Masalah klasik yang selalu dihadapin semua aktor: chemistry.

 

CUT TO:

 

34 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM AULA - SORE

Tiba hari ketiga dari geladi kotor dan fokus masih terpaku pada Babak Pertama. Sudah tidak ada lagi meja di atas panggung yang kini digantikan oleh prop yang masih belum lengkap.

 

Para aktor, kini mengenakan kaos dan sweatpants, berdiri di atas panggung dengan skrip di tangan mereka. Mereka tampak lelah dan kewalahan. Sementara itu, Danila dan Timo menonton penampilan mereka dari kursi penonton.

 

LAURA

(Mengutarakan dialognya kepada Beta. Penuturannya penuh penghayatan. Matanya langsung dihujamkan kepada Beta) “Kamu tidak pernah berubah! Kamu selalu membela anakmu! Selalu anakmu dan tidak pernah istrimu! Buka matamu, Matias! Anakmu itu tidak sesuci yang kamu kira!”

 

BETA

(Mengutarakann dialognya namun tanpa penghayatan. Mengacuhkan kontak mata Laura dan hanya membaca skripnya kata demi kata) “Maksudmu apa? Anak kita dirujam tapi kamu ingin aku percaya anak kita adalah pelakunya? Kamu pikir dia melukai dirinya sendiri untuk apa? Mencari perhatian? Kamu pikir selama ini kita membesarkan anak yang bodoh?”

 

LAURA

(Melanjutkan dialog dan penghayatannya. Sorot matanya memohon reaksi dari Beta) “Aku tidak percaya Dilla itu bodoh-- Aku percaya Dilla itu pembohong!”

 

BETA

(Melanjutkan dialognya dengan datar. Mata masih terpaku pada skrip di tangan. Sekarang nadanya seperti sedang melamun) “Begitu ternyata? Kamu sudah tidak lagi mempercayai darah dagingmu sendiri? Terserah! Sejak awal toh Dilla tidak memerlukanmu! Aku saja sudah lebih dari cukup!”

 

LAURA

“Kamu tahu betul aku lebih lama mengenal dia dari pada kamu ayahnya sendiri! Setidaknya aku sanggup untuk menerima kenyataan-- (Tiba-tiba menghentikan dialognya) Sori, tapi gue ngerasa gue harus ngomong sesuatu. (Beralih ke Beta) Pak Beta, Bapak lagi bete sama saya, ya?

 

BETA

(Akhirnya kepalanya yang tertunduk pada skrip terangkat dan menghadap ke Laura. Alisnya mengernyit heran) Apa maksud kamu?

 

LAURA

Saya enggak dapet reaksi dari Bapak. Kesannya Bapak ogah.

 

BETA

Kamu aja yang terlalu baper.

 

LAURA

Saya notice Bapak enggak pernah mau ngelihat mata saya.

BETA

Saya baru bakalan lihat mata kamu pas pementasan beneran. Udah lah, kamu enggak usah kebanyakan tingkah.

 

LAURA

Kebanyakan tingkah? Bapak sadar enggak betapa merendahkannya komentar Bapak tadi?

 

BETA

Merendahkan bagaimana?

 

LAURA

Saya paham kalo Bapak udah punya seribu tahun pengalaman jadi aktor tapi di atas panggung ini, kita berdua itu setara, Pak. Seperti suami istri, kita berdua itu setara. Apa susahnya sih buat Bapak menghargai usaha saya? Minimal hargai dengan cara ngasih saya kontak mata!

 

DANILA

(Menepuk tangannya keras-keras, melerai Beta dan Laura dari kursi penonton) Woy, woy! Baru tiga hari latihan dan udah berantem? Jangan gitu dong!

 

LAURA

Sori, Kak, tapi gue ngerasa entah gue-nya yang terlalu passionate latihan atau lawan main gue yang terlalu males. Mungkin pikirnya dia itu maharaja yang enggak sudi menatap kita para rakyat jelata!

 

BETA

Danila, boleh kita break lebih awal? Sekalian nunggu kumatnya ini anak reda.

 

LAURA

Kumatnya ini anak? Bapak memang beneran enggak menghargai saya, ya?

 

BETA

Saya lebih suka menghargai orang yang masih waras.

 

LAURA

Oh, gue adalah manusia paling waras yang pernah lo kenal!

 

 

DANILA

(Menepuk tangannya lagi) Oke! Sebelum drama keluarga ini menjelma jadi thriller pembunuhan, mending kita skip aja yang satu ini dan loncat ke adegan selanjutnya. Pas Delvin bantuin pasang perban ke siku lengannya Dilla terus si Delvin berusaha bicara hati ke hati sama adiknya--

 

MIROR

(Mengangkat tangannya) Kak Dani, gue enggak suka sama dialognya Dilla!

 

DANILA

(Ke diri sendiri) Gue yang berdosa atau semua orang yang emang lagi senget?

 

MIROR

(Tidak menghiraukan komat-kamit Danila) Gue lebih suka dialog dia pas versi draf pertama. Lebih rasional. Yang versi baru ini gue lihat si Dilla jadi kayak sociopath.

 

DANILA

Si Dilla itu bukan sociopath, bule! Dia orangnya labil dan plin-plan dan enggak bisa ditebak dan justru itu daging dari ceritanya dan justru adalah tugas lo buat bikin kalo si Dilla ini enggak kayak sociopath! Lo harus memanusiakan si Dilla. Lo paham maksud gue?

 

MIROR

Jadi maksud lo dia ngomong kayak sociopath tapi sebenernya dia bukan sociopath? Itu sama aja kayak, ini orang bukan sniper tapi dia hobi nembakin orang dari atap rumah.

 

VALEN

Boleh enggak jangan nge-joke mengenai orang nembakin orang dulu? Gue masih PTSD nih.

 

DANILA

(Kepada Miror) Bentar, lo beneran paham enggak sama yang namanya “memanusiakan karakter”? Karena kalo lo beneran enggak paham, bisa-bisa antara lo malah jadi over-acting atau lo malah jadi robot. Udah hari ketiga, loh.

 

MIROR

Gue malah makin bingung. Buat apa gue memanusiakan seseorang yang fiksional?

 

DANILA

(Kepada diri sendiri) Gila, gue nyaris lupa betapa amatiran ini manusia (Menggaruk kepalanya). Mending Miror sama Valen coba tampilin dulu ke gue. Anggep aja ini udah pementasan beneran.

 

Beta dan Laura menepi ke ujung panggung. Sementara itu, Miror dan Valen duduk di atas prop sofa. Miror membaca dialognya sekilas kemudian meletakkan skrip miliknya di dekat sepatunya. Miror menarik napas dan mengumpulkan volume suaranya.

 

MIROR

(Suaranya nyaris tidak terdengar dari kursi Danila) “Dilla udah punya perasaan, kalo kayaknya ada orang yang mengikuti punggung Dilla beberapa hari terakhir--”

 

DANILA

(Melambaikan tangannya lebar-lebar) Stop, stop! Enggak kedengeran, sis! Lebih kenceng lagi!

 

MIROR

(Kepada Danila) Tapi kan ceritanya gue lagi ngomong heart-to-heart sama kakak gue. Nanti kelihatannya kayak gue lagi neriakin kakak gue.

 

DANILA

Ini teater, cinta. (Nadanya mengolok) Bahasa bulenya live theatre. Lo harus lebih ekspresif lagi.

 

MIROR

(Berdeham lalu menaikkan volume suaranya namun kini terdengar kaku) “--tapi Dilla takut cerita sama Ayah dan Ibu. Bukan takut mereka tidak akan percaya sama Dilla. Bukan. Dilla takut mereka percaya tapi tidak mau melakukan apa-apa--”

 

DANILA

(Menginterupsi lagi) Oke, sekarang lo kedengeran kayak robot sociopath.

 

VALEN

Kayak Terminator.

 

LAURA

(Ikut berkomentar dari ujung panggung) Kayak makhluk CGI.

 

BETA

(Ikut berkomentar juga) Kayak pesinetron.

 

MIROR

(Memejamkan matanya sambil menarik napas dalam-dalam. Membuka mata kemudian melanjutkan dialognya. Kali ini lebih eksplosif dan berlebihan. Air mata mulai menetes) “--Dilla melihat, Ayah dan Ibu selalu capek di rumah. (Mulai terisak) Mereka tidak punya tenaga atau minat buat mendengarkan masalah Dilla. Mereka hanya ingin hasil. Kadang Dilla merasa kasih sayang mereka mengenal pamrih. Bahkan, (Semakin tersedu-sedu) di belakang pikiran Dilla, Dilla berpikir mungkin adalah berkah Dilla dihajar hingga tak berkutik--”

 

DANILA

(Menginterupsi Miror lagi) Sekarang lo kayak lagi keram.

 

VALEN

Kayak model video klip.

 

LAURA

(Ikut berkomentar dari ujung panggung) Kayak anak gue pas mau ngompol.

 

BETA

(Ikut berkomentar juga) Kayak pesinetron.

 

MIROR

(Kembali seperti semula. Air mata masih membasahi pipinya) Sumpah, ini adalah keluarga paling pasif-agresif sejagat raya.

 

CUT TO:

 

35 INT. RUANG WAWANCARA - DALAM - SORE

Kembali ke masa kini, ketika Jurnalis mewawancarai Beta.

 

BETA

(Menghadap ke kamera) Saya bilang semuanya baru bener-bener hancur pas hari kelima. Yang pasti bukan salah saya. Saya selalu sopan dan saya selalu ramah dengan lawan main saya.

 

CUT TO:

 

36 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM AULA - SORE

Hari kelima geladi kotor. Beta sedang mengobrol dengan Timo ketika tiba-tiba kepalanya dilempar oleh karton rokok yang sudah setengah kosong.

 

Beta segera membalikkan badannya. Wajahnya murka.

 

BETA

(Membentak) Siapa yang ngelemparin saya tadi?

 

LAURA

(Menghentakkan kaki menuju Beta. Wajahnya tidak kalah murka) Istri lo yang ngelemparin lo barusan, kakek tua kampret! Berani bener lo ngerokok di dressing room gue!

 

BETA

Eh, jaga sopan santunmu, bocah!

 

LAURA

Menurut lo gue give a fuck? Gue nyusu orok gue di dressing room gue, tahu! Lo mau tanggung jawab kalo abu rokok lo kecampur sama ASI gue?

 

BETA

Sebelum kamu jadi Emak-Emak anemia kayak gini, mending kamu coba pake otak kamu dulu dan jangan langsung asal nuduh kalo saya yang punya itu karton rokok!

 

LAURA

Pliss, semua orang di gedung ini bahkan bisa nyium kalo ketek lo udah bau nikotin!

 

Danila segera menghentakkan kakinya dan menghampiri Beta dan Laura. Dia tampak frustasi.

 

 

DANILA

Guys, gue bahkan belum minum kopi sore ini! Pliss jangan bikin isu dulu--

 

LAURA

(Kepada Danila) Sumpah ya, Kak Dani! Gue kira bakalan si Miror atau si Valen yang bakal bikin gue makan hati! Eh ternyata malah Si Pengangguran!

 

BETA

(Kepada Laura) Jaga mulutmu itu! (Kepada Danila) Danila, gimana kalo peran ayahnya dibikin duda ditinggal mati aja?

 

LAURA

Oh, gue udah ngejaga mulut gue cukup lama tapi gue juga manusia! Kesabaran gue ada batasnya! Lagak lo kayak lebih keren dari kita semua tapi faktanya justru lo yang paling karatan di antara kita semua! Gue bahkan berani bilang kalo si Miror lebih berguna dari pada lo!

 

MIROR

(Ikut ke dalam perkelahian) Kenapa lo malah bawa-bawa gue?

 

BETA

(Tidak menghiraukan Miror. Masih terpaku pada Laura) Eh, bocah! Jangan sampe saya bikin orok kamu mewek--

 

LAURA

(Tidak menghiraukan) Tahu enggak apa dugaan gue? Dugaan gue adalah, lo terus-terusan pasang mata lo ke skrip lo gara-gara lo kesulitan ngapalin dialog lo. Bahkan Miror udah hapal mati semua dialog kita dari depan ke belakang.

 

MIROR

(Kepada Laura) Jadi lo lagi muji gue atau lagi nge-shade gue?

 

LAURA

(Tidak menghiraukan Miror. Masih terpaku pada Beta) Apa masalah lo, Opa? Minimal lo masih inget enggak ini hari dan tanggal berapa?

 

Beta, yang kehilangan kesabarannya, seolah hendak menerjang Laura namun Danila dan Miror refleks menarik pinggang Beta.

 

DANILA

(Kepada Beta) Hei, jangan ada kekerasan! (Kepada Laura) Jangan ada emaskulasi juga! Ya Tuhanku, gue ini sutradara-- bukan babysitter!

 

BETA

(Kepada Laura) Jangan ngarep saya bakalan muncul di Youtube sampah kamu itu!

 

LAURA

(Mengolok) Enggak ada subscriber gue yang bahkan tahu lo itu siapa!

 

DANILA

Mending kalian berdua dinginin kepala dulu sana! Duduk aja di sofa dulu sana--

 

Namun ketika Danila menoleh ke prop sofa yang ada di atas panggung, barulah mereka berempat menyadari bahwa Valen sedang terkulai lemas di atas sofa tersebut. Dia memeluk lututnya dan wajahnya kembali pucat.

 

DANILA

(Mendesah) Apa lagi masalah lo, Kecebong?

 

VALEN

(Meratap sendiri) Gue enggak mau ngebicarain masalah gue.

 

DANILA

Fine. Sekarang gue pengen lihat apa lo udah bisa bawain monolog lo off-book--

 

VALEN

(Tidak menghiraukan Danila) Manajer gue minta berhenti.

 

LAURA

(Menoleh ke Beta) Setidaknya ada yang lebih tragis dari pada lo sekarang.

 

 

BETA

(Tidak menghiraukan Laura) Nak Valen, kok bisa manajer kamu berhenti? Bukannya kamu cerita kalian baik-baik aja?

 

VALEN

Sesuatu terjadi dan... (Langsung menelan ludah) Gue bakal terus diurus sama agency gue tapi mulai sekarang gue harus cari taksi sendiri buat pulang ke rumah.

 

DANILA

(Menghampiri Valen) Apa maksudnya “sesuatu terjadi”? Gue enggak suka kalo nama lo dan “sesuatu” ada di satu kalimat! Jangan bilang lo cari sensasi lagi! Gue udah bilang, drama ini seharusnya mengenai gue-- bukan mengenai lo!

 

VALEN

(Meloncat dari sofanya. Matanya sembab dan garang terhadap Danila. Ternyata dia sempat meneteskan air mata juga) Kenapa Kak Dani egois banget, sih? Enggak pernah Kak Dani coba ngertiin perasaan gue!

 

MIROR

(Ikut angkat bicara. Membentak semua orang di atas panggung) Dan kenapa enggak ada satu pun dari kalian semua yang coba ngertiin perasaan gue?

 

DANILA

(Berbalik dan menghadap Miror) Apa lagi sekarang?

 

MIROR

(Kepada Danila) Sumpah demi malaikat cinta, nyaris seminggu gue udah mati-matian mencoba “memanusiakan” bullshit lo! Gue udah berusaha banget! Gue coba bikin background story Dilla. Gue coba tulis diari sebagai Dilla. Gue bahkan udah coba latihan vokal buat A-I-U-E-O doang. Tapi lo enggak pernah suka! Gue bikin halus, lo enggak suka! Gue bikin dramatis, lo juga enggak suka! Menurut gue yang salah udah bukan lagi aktornya, tapi karakternya!

 

DANILA

Oh, jadi lo nyalahin tulisan gue sekarang? Cuman sampe di sini tahan banting yang lo sombongin ke kita-kita?

 

MIROR

Gue adalah manusia paling tahan banting yang pernah Tuhan ciptakan, oke? Kalian enggak tahu apapun mengenai gue! Dan gue bilang, tulisan lo, Kak Dani, sama sekali enggak realistis! Mending kita balik lagi aja ke draf pertama!

 

DANILA

Sori, gue enggak mau denger masukan dari aktris amatiran.

 

MIROR

Gue juga enggak mau dikritik sama dramawan amatiran.

 

VALEN

(Melolong kepada Danila dan Miror) Kenapa kalian malah langsung ngelupain gue? Gue yang ngamuk duluan di sini!

 

LAURA

Eh, gue yang ngamuk pertama, Kecebong! Lo yang malah ikut-ikutan!

 

VALEN

(Kepada Laura) Ngaku aja, Laura! Lo seneng kan ngelihat penderitaan gue?

 

LAURA

Iya, gue seneng! Penderitaan itu bermanfaat buat seorang aktor-- apalagi buat adegan nangis.

 

VALEN

(Kepada Laura) Seksis banget lo! Cowok juga bisa nangis, tahu!

 

LAURA

Baru berapa tahun yang lalu lo machonya minta ampun! Kok lo jadi rusak begini sih, Valen?

 

VALEN

Tahu enggak? Kebalikannya Miror, lo mirip banget sama karakter yang lo peranin. Dingin dan enggak berperasaan. Pantesan geladi kotor lo penuh penghayatan banget!

 

LAURA

Jangan coba-coba bandingin gue sama pacar bayaran lo!

 

BETA

(Gilirannya melolong ke semua orang di atas panggung) Sekarang malah saya yang kalian lupain! Anak muda jaman sekarang memang udah enggak tahu lagi yang namanya menghormati orang!

 

LAURA

(Berpaling kepada Beta) Gue setuju. Kita-kita memang lebih muda dari pada lo. Udah jadi lo minum obat pikun lo?

 

Tiba-tiba bunyi klakson membahana hingga menguasai seantero aula. Mulut semua orang terbungkam sambil menutup telinga mereka.

 

Begitu bunyi klakson tersebut mereda, mereka mendapati Teresa berdiri sambil berkacak pinggang dari kursi penonton. Tangan kanannya memegang klakson.

 

TERESA

Danila, boleh kita berdua ngobrol sebentar?

 

CUT TO:

 

37 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM GUDANG PROP - SORE

Teresa mengajak Danila bicara empat mata di gudang prop. Ruangan tersebut tampak sangat sesak dan berdebu.

 

DANILA

Kenapa Teteh ngajak ngobrol di sini?

 

TERESA

(Melirik dari kaca pintu. Tidak menghiraukan Danila) Harusnya enggak ada yang bisa denger kita kan di sini?

 

DANILA

Dari mana Teteh dapet itu klakson?

 

TERESA

(Meninggalkan pintu. Berpaling kepada Danila. Wajahnya serius) Oke. Danila, tolong terus terang sama aku. Apa ada masalah sama geladi kotor kamu?

 

DANILA

(Setengah melengking) Oh, itu? Enggak ada masalah, kok! Aktor mana sih yang enggak dramatis? Namanya juga baru lima hari latihan! Masih belum terbiasa dengan satu sama lain (Memaksakan tawa riang).

 

TERESA

Oh, begitu ya... Karena drama panggung ini harus sukses, Danila.

 

DANILA

Ngerti. Jangan khawatir, Teteh-- Khayal bakal mengguncang dunia.

 

TERESA

Janji ya, Danila? Karena drama panggung ini harus bener-bener sukses.

 

DANILA

(Mengernyit heran) Maksudnya apaan tuh? Apa justru Teteh yang lagi punya masalah? (Terkesiap) Apa ada masalah dengan funding? Atau muncul kabar enggak sedap lagi dari media? Tadi aku baru tahu kalo ternyata manajernya si Kecebong mendadak resign.

 

TERESA

Enggak ada masalah kok. Secara teknis ini tidak dikategorikan sebagai masalah. Cuman ada (Memberikan gesture dengan dua jarinya) sedikiiiiiiiit perubahan. Sedikit doang.

 

DANILA

(Berkacak pinggang) Perubahan apaan?

 

TERESA

Ini baru saran aja. Gimana kalo bukannya kita pentas enam bulan lagi... (Danila mulai merengutkan wajahnya) kita langsung pentas bulan depan?

 

Danila langsung tertawa. Tapi Teresa tidak ikut tertawa.

 

DANILA

(Air muka jatuh ke lantai) Oh, Teteh serius ternyata.

 

TERESA

Sekali lagi, ini baru saran aja. Kalo bisa pentas bulan depan ya yowess dan kalo enggak bisa, mungkin kayaknya kita harus mengevaluasi ulang--

 

DANILA

(Menyela) “Mengevaluasi ulang” itu cuma bahasa diplomatis buat “silahkan enyah dari rumah gue”! Astaganajong, itu artinya kita cuma punya empat minggu buat geladi kotor! Kita baru latihan Babak Pertama doang! Aku bahkan belum nulis Babak Terakhir-nya!

 

TERESA

Secara teknis minggu ini adalah minggu pertama dan karena ini udah hari Jumat, kamu cuma punya tiga minggu lagi.

 

DANILA

Kok begitu sih, Teteh? Ini sama sekali enggak adil!

 

TERESA

(Meninggikan suaranya) Oh, ini sangat adil, Danila! Mau tahu apa yang enggak adil? Ketika kakek kamu sendiri ngomong ke muka kamu kalo kamu enggak layak mewarisi bisnis keluarga dan mengancam menendang kamu keluar dari rumah! Enggak semua hal adalah mengenai kamu, Danila! (Napasnya tidak beraturan. Wajahnya merah karena amarah yang dipendam) Maaf, kok saya jadi mendadak emosi begini ya?

 

DANILA

Oh, shit... (Mengamati rona wajah Teresa) Aku ngerti kalo Teteh enggak akur sama keluarga besar tapi aku enggak nyangka kalian udah sebegitu seleknya.

 

TERESA

(Mengeringkan tenggorokan, mencoba tenang) Enggak ngerti kenapa, tapi usiaku udah 46 tahun dengan dua anak dewasa tapi aku masih diperlakukan kayak anak enggak becus. Dan lucunya adalah pementasan konyol ini malah menjadi satu-satunya kesempatan aku buat membuktikan kalo aku bukan anak enggak becus. Tuhan, harusnya ini cuma bagian dari CSR-- bukan strategic project perusahaan! Oh, dan aku juga harus nambahin: pas Hari-H nanti semua sayap depan bakal diisi sama keluarga besar dan dewan direksi. Oh, sama pemegang saham juga.

 

DANILA

Kok pementasan aku malah jadi kayak acara korporat begini, sih?

 

TERESA

Aku ngerti dan percaya sama aku, Dani: aku sama sekali enggak ada niat buat nambahin pressure ke pundak kamu tapi kamu harus coba memahami bahwa pressure di pundak aku itu jauh lebih bongsor. Danila, aku punya anak kembar yang sama-sama kepengen kuliah sampe S3 di Inggris. Aku enggak bisa kehilangan pekerjaan aku sekarang.

 

DANILA

Anak Teteh mau kuliah jurusan apaan?

 

TERESA

Antropologi.

 

DANILA

Ya Tuhan...

 

CUT TO:

 

38 INT. UNIT APARTEMEN DRIANDO - DALAM - MALAM

Danila memutuskan untuk menghabiskan malamnya di apartemen Driando. Dia terbaring lemas di atas sofa Driando dengan handuk basah di atas kedua matanya. Danila tampak sangat lelah dan sangat tertekan.

 

Driando, yang baru pulang dari kantornya, mencoba duduk di dekat kaki Danila sembari meletakkan dua gelas kopi untuk mereka berdua.

 

DANILA

(Meracau. Matanya masih terbungkus oleh handuk basah) Gue benci sama mereka semua...

 

DRIANDO

Saya yakin Dani pasti bisa nemu solusinya. Diminum dulu kopinya.

 

DANILA

(Lanjut meracau) Dan mereka minta gue buat ngemahamin perasaan mereka? Egois banget sih umat manusia...

 

DRIANDO

Memangnya biasanya Dani enggak pernah ketemu masalah kayak gini?

 

DANILA

(Melempar handuk basahnya dan terduduk hingga menghadap ke Driando. Rambutnya agak urakan) Enggak pernah! Dan itu juga yang bikin gue bingung. Kenapa pas jaman gue nyutradarain film semua orang pada harmonis kayak Keluarga Cemara dan giliran gue bikin sesuatu dengan medium yang logikanya jauh lebih gampang, semua kolaborator gue menjelma jadi Pengabdi Setan? Si Laura --yang hormonnya suka mendadak kumat-- nyaris melakukan KDRT sama aktor “DAN” gue. Aktor “DAN” gue merawanin seantero gedung teater dengan puntung rokok dan kaleng bir di mana-mana. Lead actor gue hobi nervous breakdown enggak jelas dan resmi sudah: si Miror Hanin enggak bisa akting. Titik! Tanpa koma! Mungkin ada tanda seru. Dan tiba-tiba, nasib dana pensiun Teteh Teresa ada di tangan gue sekarang. Buat apa gue ngertiin perasaan mereka kalo mereka sendiri enggak ngertiin perasaan gue?

 

DRIANDO

Uhm, bukannya kepengen ngebela mereka, tapi mungkin ada sesuatu yang mereka enggak bilang ke Dani.

 

DANILA

Maksudnya mereka ngerahasiain sesuatu dari gue?

 

DRIANDO

Maksud saya bukan rahasia atau semacamnya. Drama panggung kan beda sama film. Di drama panggung aktor-aktornya bisa aja ditimpuk sama penontonnya, atau diejekin, atau siapa tau tiba-tiba mati lampu atau kepala mereka tiba-tiba nge-blank dan malah jadi lupa dialog dan langsung diketawain satu perguruan. Risikonya menakutkan dan mungkin mereka cuma nervous tapi mereka enggak mau bilang apa-apa sama Kak Dani.

 

 

DANILA

Tapi mereka itu profesional, brother. Mereka harusnya udah terbiasa dengan risiko seperti itu.

 

DRIANDO

Kalo begitu, mungkin ada hal lain yang bikin mereka jiper.

 

DANILA

Itulah kenapa gue bersyukur gue milih jadi sutradara, bukannya aktor.

 

DRIANDO

Bukannya tugas sutradara termasuk membimbing aktornya?

 

DANILA

Ada perbedaan signifikan antara sutradara dan psikolog. (Tiba-tiba memejamkan matanya sambil meringis) Dan gue baru inget kalo laptop gue ketinggalan di gedung.

 

DRIANDO

Oh? Mau ditemenin?

 

DANILA

Enggak apa-apa. Gue bisa sendiri kok. Gue harap masih ada orang di dalam sana.

 

CUT TO:

 

39 INT. DARWIS CONVENTION HALL - DALAM LOBI DEPAN - MALAM

Danila menyeret kakinya dan berniat membuka pintu menuju ke dalam aula. Memorinya mengatakan laptop miliknya masih tergeletak di salah satu kursi penonton. Akan tetapi, persis ketika tangannya sedikit lagi meraih pintu, perhatiannya teralihkan oleh apa yang ia lihat dari kaca.

 

Dari balik pintu tersebut tampak Miror berdiri sendirian di atas panggung. Tercengang, Danila refleks menunduk ke ponsel yang ada di tangannya. Padahal waktu sudah menunjukkan hampir jam sebelas malam dan seisi gedung sudah gelap dan kosong, jadi apa yang Miror sedang lakukan di atas panggung sana?

 

Satu-satunya sumber penerangan di dalam aula adalah lampu sorot di sekitar panggung. Danila memasang mata dan telinganya lebar-lebar. Miror sedang berlatih monolog. Sesekali ia tampak kewalahan. Sesekali ia tampak sangat frustasi dan mengumpat sendirian. Sesekali ia menginjak-injak skrip yang tergeletak di atas panggung. Terlepas dari itu, Miror tidak beranjak pergi dan meninggalkan panggung tersebut. Dia masih bergulat sendirian dengan monolognya.

 

Danila bertanya dalam hatinya, sudah berapa lama Miror berlatih sendirian seperti ini dan apakah ini bukan pertama kalinya dia begadang sendirian seperti ini? Barulah kemudian Danila menyadari bahwa dia tidak sendirian.

 

Aktris kawakan Dhalia, Fifi Young, dan Farida Arriany ikut memperhatikan Miror dari tempat Danila berada. Ketiga aktris tersebut tampak muda dan sangat rupawan. Dhalia tampak seperti bangsawan sedangkan Fifi Young mengenakan gaun kebaya yang masih terkesan kasual. Di sisi lain, Farida Arriany mengenakan sundress polkadot yang sopan namun feminin.

 

Dhalia, Fifi Young, dan Farida Arriany menyengir lebar sambil mengamati bersama Danila.

 

DHALIA

(Kepada Fifi Young dan Farida Arriany) O-M-G, you guys! Nostalgia banget enggak sih?

 

FIFI YOUNG

Iye. Kayaknya baru kemarin aja gue latihan sendirian enggak jelas kayak doi, berdoa semoga makin lama gue latihan makin jago gue mengkhayati karakter gue. Tapi jaman kita dulu enggak ada teater fancy kayak gini. Kita dulu mainnya di kayak macem joglo gitu.

 

DHALIA

Kayaknya lebih ke saung deh.

 

FARIDA ARRIANY

Udah, bilang aja pematang sawah.

 

FIFI YOUNG

Apa ya yang bikin jaman kita menyedihkan banget?

 

FARIDA ARRIANY

(Mengangkat bahu) Penjajahan... inflasi sembako... hairspray...

 

DHALIA

Dan jaman kita dulu kontennya juga lebih ribet dari pada jaman sekarang. Hayo, yang pernah disuruh main di propaganda Penjajah silahkan tunjuk tangan!

 

Dhalia, Fifi Young, dan Farida Arriany sama-sama mengacungkan tangan.

 

FARIDA ARRIANY

See? Shit kayak gini yang bikin gue enggak rindu sama yang namanya akting. Akting itu jauh lebih susah dari kelihatannya tapi tetep aja, enggak ada yang respect sama penderitaan kita.

 

DHALIA

Yep. Capek-capek gue latihan logat seribu satu suku tapi ending-ending-nya semua orang lupa sama kita. Hayo, yang filmnya udah musnah atau nyungsep ke kolong jembatan silahkan tunjuk tangan!

 

Dhalia, Fifi Young, dan Farida Arriany kembali mengacungkan tangan. Mereka langsung tertawa bersama.

 

DANILA

(Kepada trio aktris kawakan tersebut) Sssssh! Jangan kenceng-kenceng ketawanya. Nanti si Miror denger.

 

DHALIA

Sis, dari pada lo nge-stalking aktor lo kayak gini, mending lo masuk aja ke dalem. Bantuin itu anak. Sejenius-jeniusnya aktor, kita tetep perlu yang namanya sutradara.

 

FIFI YOUNG

Gue bahkan sampe nikahin sutradara gue.

 

DANILA

(Melangkah menjauhi pintu aula, mendekati meja resepsi lobi) Gue udah capek banget dan gue di sini cuman buat ngambil laptop ketinggalan-- bukan buat ngasih bimbel kilat. Ngomong-ngomong kalian ada yang ngelihat laptop gue?

 

FARIDA ARRIANY

Paling disimpen sama satpam. Tapi pas lo ketemu doi, gue saranin mending lo langsung cek antivirus lo. Besar kemungkinan satpamnya udah pake laptop lo buat nge-download film jorok.

 

FIFI YOUNG

Film jorok jaman sekarang enggak asik. Enggak ada seninya dan giliran harusnya frontal, eh nyalinya langsung bubar. Kayak lo di kolam renang terus lo ketemu bocah yang ngakunya bakalan naik perosotan yang buat orang dewasa, tapi ending-ending-nya minta ditemenin nyokapnya juga.

 

FARIDA ARRIANY

Jaman kita enggak tanggung-tanggung. Lo pada masih inget enggak sama yang namanya Laki-Laki Tak Bernama? (Bersiul panjang) Man! itu udah kayak Fifty Shades-nya jaman kita. Koreksi! Laki-laki Tak Bernama bahkan lebih hot dari pada Fifty Shades.

 

DHALIA

(Mengangguk mantap) Itu film emang hot banget. Jaman dulu, abis lo nonton itu film, dijamin besoknya lo pasti dapet nilai cepe buat ulangan IPA.

 

FIFI YOUNG

Meski jorok tapi filmnya surprisingly edukatif.

 

DANILA

Hello, ladies! Jadi apa kalian tahu satpamnya udah di mana?

 

FIFI YOUNG

Udah pulang lah! Satpam juga punya kehidupan kali. It’s Friday night! Mentang-mentang satpam lo pikir dia enggak pengen clubbing?

 

DHALIA

Eh, Danila. Gue mau nanya deh sama lo: lo itu enggak suka sama aktor ya?

 

DANILA

(Tidak sabaran) Gue udah bilang kalo gue cuman lagi capek aja. Gue baru melalui bad day nih.

 

FIFI YOUNG

Cuy, bad day itu adalah pas lo udah capek-capek menang berbagai macam piala tapi tetep aja peran yang ditawarin sama lo peran PSK semua. Hayo, yang udah pernah minimal sekali aja meranin PSK silahkan tunjuk tangan!

 

Dhalia, Fifi Young, dan Farida Arriany kembali mengacungkan tangan.

 

DHALIA

Jaman dulu lo belum aktris kalo lo belum pernah meranin PSK.

 

FARIDA ARRIANY

Itu udah kayak versi ospeknya kita-kita.

 

FIFI YOUNG

Danila, kita-kita enggak akan nge-judge lo kalo lo enggak suka sama kaum kita. Sutradara dan aktor itu emang udah kayak air dan knalpot. Tapi faktanya si aktris amatiran sana lagi peras keringet banget --literally peras keringat! Lihat aja ketek itu anak-- buat bisa mensukseskan karakter dia. Kalo dia bisa mensukseskan karakter dia, bukannya itu artinya dia ngebantu mensukseskan drama lo juga?

 

DANILA

Gue mungkin baru bantuin dia dua minggu lagi. Sementara itu biarin aja dia peras keringat sendiri kayak gitu.

 

DHALIA

Lo tadi bilang kalo ada perbedaan signifikan antara sutradara dan psikolog. Akan tetapi ada juga perbedaan signifikan antara aktor dan babu.

 

FARIDA ARRIANY

Bersyukurlah lo punya aktor yang siap bekerja keras buat karakter mereka karena itu spesies langka, sis. Lo bakal nyesel begitu mereka beneran punah-- kayak gue. Hayo, yang udah pernah meninggal muda silahkan tunjuk tangan!

 

Dhalia, Fifi Young, dan Farida Arriany kembali mengacungkan tangan.

 

LAURA

Kak Dani?

 

Danila memekik. Trio aktris kawakan telah menghilang dan kini Danila hanya mendapati Laura yang berdiri sekitar tiga meter dari posisi Danila sekarang. Laura mengenakan jaket kebesaran dengan tas jinjing menggantung pada bahunya. Laura tampak terheran-heran.

 

Danila segera merapikan penampilannya dan menenangkan dirinya.

 

DANILA

(Bernada ceria) Hai, Laura! Ada apa ke sini malem-malem?

 

LAURA

(Terpatah-patah) S-Skrip gue ketinggalan. Kak Dani nga-ngapain?

 

DANILA

Oh, laptop gue ketinggalan. Kayaknya udah diambil satpam dan satpamnya kayaknya udah pulang juga.

 

Laura terdiam untuk beberapa saat. Wajahnya yang kalut masih terpaku pada keceriaan Danila yang sangat dibuat-buat.

 

Laura kemudian merasakan tanda-tanda kehidupan dari dalam aula.

 

LAURA

(Melangkah mendekati pintu aula) Apa ada orang lain lagi selain kita di sini--

 

Laura mengintip dari kaca kemudian memutarkan lehernya ke arah Danila. Ekspresinya lebih terkejut lagi.

 

 

LAURA

Si Miror masih di sini?

 

DANILA

(Mengangkat bahu) Gue juga baru ngeh. Anyway, gue pulang dulu ya. Udah malem banget. (Langkahnya panjang, nyaris setengah berlari meninggalkan lobi)

 

LAURA

(Terpatah-patah sambil berseru) K-Kak Dani!

 

DANILA

(Menghentikan langkahnya. Punggung masih membelakangi Laura namun kepalanya berputar sedikit ke belakang) Kenapa?

 

LAURA

A-Aku cuma pengen make sure aja-- Kakak enggak apa-apa, kan?

 

DANILA

Gue sempurna. Oke, bye!

 

Danila berlari meninggalkan Laura dan gedung teater.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar