77. EXT. PEMAKAMAN - SIANG
Hanya sedikit orang yang datang ke pemakaman Rama. Guru-guru di sekolah, teman sekelas, pria-pria bersetelan hitam, dan teman-temannya: Haikal, Bian, Daffa, Lulu, Vanesha, Sandra, dan Wulan.
Setelah proses pemakaman dan pembacaan doa-doa selesai, dan beberapa orang telah pergi, menyisakan teman-teman Rama saja.
Lulu meneteskan air mata dan Daffa dengan tatapan tajam langsung memeluknya sementara Bian menangis sejadi-jadinya dan ditenangkan oleh Haikal.
HAIKAL
Stay be a man Cil!
Dengan terisak tangis, Bian membersihkan air matanya menggunakan bajunya dan berhenti menangis. Setelah hal itu, Haikal dan Sandra memutuskan untuk pergi sementara Daffa dan Lulu juga begitu, sementara yang lainnya membubarkan diri dan menyisakan Wulan seorang diri.
Ketika Wulan melihat nama yang tertera pada batu nisan, datang Pak Herman dengan wajah yang sembab, berjongkok dan menaburkan beberapa bunga, lalu berdiri di dekat Wulan.
PAK HERMAN
Kamu tidak pulang?
WULAN
Sebentar lagi, aku masih pengen berada di sini ... jika saja aku tahu kalau alasan kenapa Toko Buku Bapak selalu tutup, mungkin akan ada sedikit perbedaan dengan hari ini. Juga maaf karena langsung pergi waktu itu.
PAK HERMAN
Iya, tapi itu tidak masalah. Bapak juga ngerti dengan perasaan kamu.
WULAN
Orang yang berada di cover buku itu aku 'kan? dan penulis yang menulis ceritanya itu Rama 'kan?
Pak Herman melihat Wulan seakan tak menyangka.
PAK HERMAN
Bapak terkejut kamu bisa mengetahuinya. Iya wanita yang di dalam cover itu memang kamu. Itu karena Rama tiba-tiba mengirimkan sebuah foto dan menginginkan jika wanita yang ada dalam foto tersebut menjadi cover untuk buku terakhirnya.
WULAN
Aku juga awalnya gak sadar, tapi pas aku gak sengaja lihat sama foto yang waktu itu Rama kirim aku sadar kalau itu adalah aku. Dan cerita yang dibuatnya juga persis sekali sama seperti yang kita lakuin akhir-akhir ini. Aku tidak pernah berpikir bahwa seseorang yang hebat dan aku kagumi ternyata adalah seorang pria yang berada dekat denganku.
PAK HERMAN
Tentang cover sih iya, tapi kalau tentang jalan cerita bapak gak akan ngasih komentar apapun karena bapak sama sekali gak pernah berada di lokasi yang sama dengan kalian, dan tidak tahu apa saja yang telah kalian lakuin selama ini, bapak buka Tuhan yang mengetahui segalanya. Tapi kamu pernah baca novelnya Kira yang sebelumnya, belum?
WULAN
Udah, tentang cerita cowok pesimis yang suka sama cewek yang disukai banyak cowok ....
Pak Herman tersenyum pada Wulan yang baru saja tersadar.
78. EXT. DEPAN RUMAH SANDRA - SIANG
Sandra keluar dari dalam mobil dan berjalan berputar, kemudian berhenti pada jendela yang terdapat Haikal.
HAIKAL
Kalau gitu aku langsung pulang yah!
SANDRA
Iya, tapi hati-hati, jangan sampai ugal-ugalan.
HAIKAL
Iya, aku juga masih sama nyawa aku ko. Lagian kalau mau mati juga aku gak akan ngajak-ngajak orang lain.
SANDRA
Ish ngomongnya jangan kayak gitu
HAIKAL
Iya, iya maaf!
Sandra tersenyum dan masuk ke dalam rumahnya begitu juga dengan Haikal yang segera pergi.
79. EXT. JALANAN - SIANG
Daffa dan Lulu berjalan beriringan dengan bergandengan tangan.
LULU
Daf kamu gak sedih gitu ngelihat temen kamu udah tiada?
DAFFA
(tersenyum)
Kenapa emangnya? apa aku kelihatan kayak orang yang lagi gak sedih?
LULU
(Mengangguk)
Iya, bahkan gak ada ada air mata yang jatuh. Bener kata Rama dulu, jangankan air mata, mata kamu berkaca-kaca juga enggak.
Daffa mengangkat alisnya, lalu mengusap-usap kepala Lulu.
DAFFA
Bukannya gak sedih, tapi ....
LULU
Tapi?
DAFFA
Udah sampai persimpangan, aku langsung pulang yah!
LULU
Iya, tapi apa maksudnya?
DAFFA
Nanti lagi aja aku kasih tau, aku lagi males ngomonginnya. Dan ini bukan tentang yang kemarin, ini masalah beda lagi.
Lulu yang hendak marah jadi tersenyum.
LULU
Ya sudah kalau gitu, aku duluan yah bye!
DAFFA
Iya, hati-hati di jalannya!
Lulu tersenyum, lalu berbelok sementara Daffa berjalan ke arah yang sebaliknya.
SPLIT.
80. INT. RUMAH - KAMAR HAIKAL DAN DAFFA - SIANG
Masuk ke dalam kamar yang gelap, berjalan perlahan dan terduduk di atas kasur, melamun, kemudian kembali beranjak dan berdiri di depan cermin, melihat bayangan mengerikan. Mereka sama-sama menghancurkan kaca, menghancurkan barang-barang murah seraya berteriak penuh kekesalan.
Mereka kembali duduk di atas kasur, menutup wajahnya, dan menangis setelah seorang bayi.
81. EXT. PEMAKAMAN - SIANG
Pak Herman dan Wulan tengah sama-sama melihat batu nisa dengan tulisan Rama di atasnya.
Pak Herman yang terus melamun tiba-tiba teringat dengan kalimat Rama:
RAMA (O.S)
Aku akan pergi jika memang sudah waktunya. Tidak ada gunanya terus memperpanjang hidup ditengah kondisi masyarakat yang telah gila.
Dan Wulan yang sedang melamun pun teringat dengan kalimat dalam novel terbaru yang ia baca:
RAMA (O.S)
Kita tidak bisa dengan bebas memaksa seseorang untuk mencintai kita, tapi kita bisa dengan bebas mencintai seseorang.
Wulan melihat ke arah Pak Herman.
WULAN
Pak!
Pak Herman melihat ke arah Wulan.
PAK HERMAN
Iya?
WULAN
Menurut Bapak, kalau waktu itu saya mengangkat telepon yang ditujukan pada saya, apa mungkin sekarang Rama akan tetap hidup?
PAK HERMAN
Tidak tau, mungkin iya, mungkin tidak , tetapi yang jelas, ini bukan salah siapa-siapa.
WULAN
Saya selalu berpikir bahwa itu salah saya, dan berandai-andai apa yang terjadi jika sewaktu itu saya menerima panggilannya, dan apakah Rama akan selamat? tetapi jika itu jawaban yang diberikan oleh Bapak maka saya tidak masalah, saya berterima kasih dan sampai jumpa lagi!
Ketika hendak berjalan pergi, Pak Herman menghentikan langkah Wulan.
PAK HERMAN
Tunggu!
Wulan berbalik dan melihat ke arah Pak Herman yang sedang mengeluarkan sebuah rekaman suara dari dalam ponsel milik Rama.
PAK HERMAN
Bapak tau kalau ini bukan perbuatan yang sopan untuk melihat-lihat isi dari ponsel seseorang. Tapi sepertinya kamu juga punya kewajiban untuk memilikinya. Rama membuat sebuah rekaman yang mungkin ingin diberikan kepadamu, jadi jangan lupa untuk mengeceknya.
Wulan menerima ponsel itu dengan senang hati, dan layarnya juga tidak terkunci sehingga memudahkan akses bagi Wulan untuk melihatnya.
WULAN
Kalau gitu saya duluan, makasih ya pak!
PAK HERMAN
Iya masama.
Wulan pun berjalan pergi.
82. EXT. JALANAN - SIANG
Wulan membuka ponsel Rama untuk mencari file rekaman yang dimaksud oleh Pak Herman. Setelah menemukannya, Wulan menghubungkan ponsel Rama dengan earphone miliknya menggunakan jaringan bluetooth, dan ketika tersambung Wulan menekan filenya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya.
RAMA (O.S)
Halo, tes, tes, satu, dua, tes, tes, ok ....
Wulan berjalan dengan tersenyum.
RAMA (O.S)
Halo yang di sana, senang bertemu denganmu, tidak, aku sangat senang bisa bertemu denganmu. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya dan merasa itu hanya sebuah mimpi, terima kasih karena telah menjadi cahaya yang mengisi kegelapan diriku. Meski hanya untuk sesaat, aku bahagia dan merasa semua itu sudah cukup. Tidak ada gunanya, yap tidak ada gunanya untuk terus melanjutkan, jangan habiskan waktumu hanya untuk memikirkan diriku, kamu sudah sangat populer dalam ingatanku, lagipula ketika kamu mendengarkan rekaman ini, itu tandanya aku telah tiada. Tawamu, senyummu, dengan melihatnya saja aku sudah merasa puas. Dan sekali lagi, maaf karena tidak bisa mengatakannya secara langsung, tetapi aku berharap jika ini dapat mewakilkan semua perasaanku terhadapmu ... terima kasih!
Wulan melepas earphone dari kedua telinganya dan tetap mempertahankan senyumannya, melihat ada banyak orang berlalu lalang di sekitarnya, kemudian kembali melangkahkan kakinya dan berjalan pergi.
END.
CREDIT.