Jomblo Getir
3. Skrip Bagian 3

7. INT. KAMAR JAY - SORE

SEBUAH POSTER BERGAMBAR ELVIS PRESLEY TERTEMPEL DI DINDING. DI SEBELAHNYA ADA KALENDER HADIAH TOKO PERABOTAN RUMAH TANGGA.

SATU NOMOR DI KALENDER DICORET SPIDOL MERAH. TEPAT DI HARI SABTU.

CINCIN AKIK BERWARNA HIJAU DIAMBIL DARI KOTAK KAYU.

JAYA

Cincin keramat punya engkong nih. Harus gue pakai biar mujur.

Jay memakai cincin itu di jari manis tangan kanan. Kemudian dia merapikan rambutnya. Rambutnya sore ini digaya mohack seperti rambut David Beckham. Kemeja lengan panjang bunga-bunga dia pakai. Celana kain berwarna hitam dipakai, tak lupa sepatu pantofel licin hasil disemir.

Minyak wangi peninggalan almarhumah nenek disemprotkan ke leher, ketek, dan bagian perut.

JAYA (CONT'D)

Biar wangi...

Jay berjalan pelan keluar. Emak sedang tidur di depan televisi. Sesekali Emak bergerak, Jay berhenti mengendap-endap. Wajahnya waspada kalau Emak bangun.

CUT TO:

Jay mendorong Bagong, vespa tuanya keluar halaman rumah. Dia mendorong Bagong sampai di mulut gang.

Beberapa orang keheranan melihat Jay mendorong Bagong. Lebih heran lagi melihat penampilan Jay yang heboh.

Begitu sampai ujung gang, Jay menyalakan Bagong. Suara vespa yang berisik terdengar memekakkan telinga.

Jalanan Jakarta di Sabtu sore padat. Bunyi klakson terdengar bersahutan. Jay duduk di atas vespa dengan riang gembira. Dia bernyanyi. Siulannya tertelan suara klakson dan asap knalpot.


CUT TO:


8. EXT/INT. HALAMAN RUMAH / RUMAH DABBY - SORE MENJELANG MALAM

Vespa Jay berhenti di sebuah rumah. Rumah dengan pagar tinggi. Perlahan Jay turun dari atas vespa. Dilepaskan helm di kepalanya dengan hati-hati. Dilihat dulu bentuk rambutnya di spion vespa.

Setelah mengembuskan napas beberapa kali dengan hati-hati Jay menekan tombol bel rumah di pagar.

Gerbang terbuka, seorang perempuan setengah baya melongok keluar.

ART DABBY

Siapa ya?

JAYA

Anuuu, saya temannya Dabby. Dabby ada?

ART DABBY

Non Dabby ada. Mari masuk...

ART Dabby melebarkan gerbang mempersilakan Jay masuk dengan ramah. Lalu ART itu masuk ke dalam.

Saat masuk ke halaman rumah Dabby, Jay melihat seorang laki-laki berbadan tegap besar berdiri di teras rumah. Laki-laki itu papa-nya Dabby.

PAPA DABBY

Maaf ya, rumah saya tidak memanggil orkes dangdut keliling!

JAYA

Maaf, Pak. Saya bukan penyanyi orkes dangdut keliling. Saya teman Dabby di kampus.

PAPA DABBY

Hah! Kamu teman anak saya? Beneran?

JAYA

Benar, Pak. Saya teman Dabby. Beda fakultas sih. Saya anak peternakan.

PAPA DABBY

Oh, oke, oke. Tunggu dulu saya panggilkan Dabby ya... Tapi penampilan kamu...

JAYA

Penampilan saya keren kan, Pak?

Jay nyengir.

PAPA DABBY

Satu persen keren, sisanya noraaak!

Papa Dabby masuk ke dalam rumah sambil tertawa. Tak lama Dabby keluar. Wajahnya heran melihat Jay berdiri di depan rumah.

DABBY

Siapa ya?

Jay terkesima mendengar suara Dabby. Ternyata suara Dabby empuk seperti penyanyi. Belum lagi wajahnya, wah, Jay tidak bisa berkata-kata.

Melihat Jay hanya bengong, Dabby melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jay.

DABBY

HALLO! SIAPA YA?

Jay gelagapan. Senyumnya mengembang, dia salah tingkah.

JAYA

Dabby, kamu nggak kenal aku? Aku Jay. Bukannya kita sudah janjian mau nonton malam Minggu ini?

Dabby semakin heran. Dabby berdiri di serambi rumah dengan waspada.

DABBY

Janji nonton? Janji nonton apaan? Kenal kamu aja enggak...

Mata Jay berkedip-kedip mendengar jawaban Dabby.

JAYA

UNTUNG! Aku temannya Untung. Kemarin aku yang minta dia ngomong ke kamu. Ingat?

DABBY

Oh, kamu temannya Untung. Aku ingat sekarang...

JAYA

Ya, jadi gimana? Mau nonton sama aku?

DABBY

Nonton apaan? Kapan aku janji nonton sama kamu?

Jay menggaruk-garuk kepala.

JAYA

Memang Untung nggak ngomong kalau aku ngajak kamu nonton?

Jay mulai putus asa.

Dabby menggelengkan kepala.

DABBY

Kemarin itu dia cuma ngomong, katanya kamu suka sama aku. Terus nembak aku mau jadi pacarmu atau nggak... Ya aku nggak bisa jawab, kan kita belum kenal.

Mendengar itu, mata Jay melotot.

Dari balik jendela, wajah Papa Dabby nongol melihat keadaan di luar.

JAYA

Aku nggak nembak kok! Sueeer! Cuma ngajak nonton doang. Beneran deh! Wah, Untung kok bisa kasih info keliru gitu sih!

Jay menahan malu. Wajahnya merah.

Dabby hanya menghela napas.

Keduanya diam. Papa Dabby hanya nahan ketawa melihat keadaan Jay.

DABBY

Terus gimana? Soalnya Untung nggak ngomong masalah nonton sih...

Jay menelan ludah. Dia melihat Dabby dengan harap-harap cemas.

JAYA

Kalau kamu aku ajak nonton bagaimana? Mau?

Dabby mengambil ponselnya. Dia menekan nomor Untung. Dengan menggunakan isyarat tangan, meminta Jay menunggu.

Jay harap-harap cemas menunggu Dabby telepon Untung.

DABBY

Aku sudah telepon Untung. Ya, gimana ya? Sebenarnya nggak ada janji sih...

JAYA

Wah! Kok gitu sih? Aku sudah ngomong ke Untung. Kata dia oke siip! Kacau itu manusia satu!

Jay duduk di kursi taman rumah Dabby dengan lemas. Wajahnya kusut.

Dabby mengamati Jay dengan pandangan kasihan. Dia ambil lagi ponselnya, ditekan nomor Untung.

Dabby kelihatan ngobrol sebentar dengan Untung.

DABBY

Aku sudah ngobrol sama Untung. Katanya kamu baik, oke deh! Boleh deh kita nonton kali ini. Tapi ingat nggak boleh lebih dari nonton!

Jay langsung meloncat kegirangan.

JAYA

OKE!

9. EXT. LAPANGAN KOTA - SORE MENJELANG MALAM

Vespa Jay berhenti di pinggir jalan lapangan. Keadaan lapangan ramai. Penjual-penjual makanan kelihatan memenuhi sekitar lapangan. Ada penjual kacang rebus, mie tek-tek, dan banyak lagi.

Sebuah layar besar berwarna putih ada di tengah lapangan. Anak-anak kecil berlarian di sekitar lapangan.

Bunyi diesel terdengar berisik.

Dabby melihat ke sekeliling. Dia bengong, bingung melihat keadaan lapangan kota.

DABBY

Ini tempat kita nonton, Jay? Katanya mau nonton bioskop?

JAYA

Iya! Ini namanya layar tancep, Deb...

DABBY

Layar tancep?! Serius kita nonton layar tancep? Bukan di bioskop gitu?!

JAYA

Dabby... Kalau di bioskop kan bayar mahal tuh, kalau di sini gratis! Nah, di bioskop kan nggak ada yang jual sekoteng, noh di sini ada yang jual sekoteng. Mantap kan? Hari ini filmnya Bang Rhoma Irama, keren banget deh!

Jay mengambil sisir di saku celana belakang, kemudian menyisir dengan wajah semringah.

DABBY

Taaauuu! Kayak gini mah namanya misbar! GERIMIS BUBAR!

JAYA

Wah! Dabby kok tahu sih? Sering nonton ke sini ya? Bang Jay juga sering ke sini. Kemarin nganter Emak nonton 'Beranak Dalam Kubur'...

Dabby menghela napas.

JAYA (CONT'D)

Tuuuh! Film-nya udah mulai tuh!

Jay menarik tangan Dabby. Keduanya duduk di bawah pohon.

LAYAR DI TENGAH LAPANGAN MEMUTAR FILM RHOMA IRAMA. TAMPAK RHOMA IRAMA SEDANG BERAKTING BERSAMA YATI OCTAVIA.

Jay memakan jagung rebus, Dabby mematung melihat ke arah layar tancep.

Suara diesel masih terus terdengar di sela suara film.

Dabby garuk-garuk kepala. Jay masih asyik makan jagung rebus.

DABBY

Jay, pulang aja yuk! Ngantuk nih!

JAYA

Apa? Pulang? Wah, masih setengah jalan nih filmnya.

DABBY

Pokoknya aku mau pulang!

Tampang Dabby bete.

Jay akhirnya mau juga mengantar Dabby pulang.

Dabby hanya diam selama di atas vespa. Vespa meluncur meninggalkan lapangan kota.

CUT TO:

10. INT/EXT. KOST OGI - SIANG

Ogi mengintip dari jendela kamar kost. Di luar kamar terlihat seorang perempuan mengetuk pintu kamar sebelah.

OGI

(Ngedumel perlahan)

Sialan si Jay, duit gue belum dibalikin lagi... Nggak bisa bayar kost dah nih...

Perempuan berambut sasak ala ibu pejabat, bodinya ukuran XXL. Meski rambutnya disasak, tetap saja daster bergambar bunga dipakai. Itu ibu kost Ogi.

Ogi cepat-cepat menutup gorden jendela. Dia berdiri dengan wajah pucat di balik pintu.

Pintu digedor dari luar.

IBU KOST (O.S.)

Gi! Ogi! Tanggal lima belas nih! Ke mana sih anak atuuu ini?

Bunyi gedoran terdengar lagi.

Ogi menutup mulutnya. Perlahan dia merangkak, mendekati jendela menghadap keluar.

Ogi keluar dari kamar kost lewat jendela.

Begitu berhasil keluar, dia membetulkan celana yang melorot.

Ogi melihat ke pagar kost setinggi 2,5 meter.

Ogi menarik sebuah bangku, kemudian dia naik dengan susah payah.

Ogi mendarat di jalan samping kost.

Badannya yang gempal nyungsep ke jalan. Ogi guling-guling.

Mendadak matanya melihat sesuatu yang ada di depannya.

SEPASANG KAKI BERDIRI TEPAT DI DEPANNYA.

Perlahan Ogi mendongak. Dia pucat pasi, khawatir ibu kost yang berdiri di depannya.

Seorang gadis manis berdiri di depannya. Wajahnya bulat, rambutnya panjang hitam. Nama gadis ini JAMILAH.

JAMILAH

Ogi?

OGI

Jamil? Eh, maksudku Jamilah? Kok bisa ketemu di sini?

Ogi merapikan bajunya yang berantakan.

JAMILAH

Iya, sekarang bapak dinas di kota ini. Kamu sendiri kok di sini?

OGI

Aku kuliah di sini, Jamilah.

Jamilah mengangguk. Dia melihat Ogi kemudian pagar kost.

JAMILAH

Tapi kamu kok manjat pager, Gi? Kamu nggak sedang maling kan?

OGI

Tidak dong! Masa aku maling, aku kan anak baik-baik. Tadi aku hanya sedang latihan manjat pagar untuk tujuh belasan. Aku kost di sini kok!

Ogi senyum-senyum salah tingkah. Jamilah juga tersenyum.

Ogi dan Jamilah jalan beriringan.


OGI (CONT'D)

Aku nggak nyangka bisa ketemu sama kamu di sini lho, Milah. Kita sudah lama berpisah...

JAMILAH

Iya, aku kira kamu sudah lupa sama aku lho, Gi. Kukira kamu pergi ke mana gitu...

OGI

Memangnya kamu ngira aku pergi ke mana?

JAMILAH

Berhubung kamu nggak pernah kelihatan... Aku kira kamu sudah pindah ke Zimbabwe!

Ogi tertawa.

OGI

Masa ke Zimbabwe? Aku ke Timbuktu tahuuu... Eh, kamu masih sama Joni?

Senyum Jamilah memudar.

JAMILAH

(Sambil menggelengkan kepala)

Nggak, aku sekarang sudah putus sama Joni...

OGI

Oooh... Tapi sekarang pastinya kamu sudah punya pacar baru kan?

Ogi melirik Jamilah.

Jamilah tersenyum.

JAMILAH

Belum. Aku belum punya pacar kok.

OGI

Kok sama? Aku juga belum punya pacar.

Jamilah menunduk sambil senyum malu-malu.

Ogi juga senyum. Matanya melihat Jamilah dengan malu-malu.

Jamilah berhenti di depan mulut gang.

JAMILAH

Udah dulu ya, Gi. Rumahku masuk gang ini...

OGI

Iya. Hati-hati ya, Milah. Aku juga mau kuliah dulu. Kapan-kapan kita ketemu lagi.

Jamilah mengangguk, dia masuk ke dalam gang. Ogi hanya berdiri melihat ke arah Jamilah.

CUT TO:



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar