Guzel: Skenario
6. KEMATIAN I

1.     Int. Borneo Psychiatric Hospital-Ruang Inap-Pagi

Sebuah ruangan tidak terlalu luas berlantaikan ubin tua dengan dinding yang juga terlihat sudah tua. Di sudut ruangan terletak sebuah lemari dan meja dengan tinggi seperempat lemari. Sebuah tempat tidur dengan ranjang besi tempat Guzel tertidur.

Guzel terbangun merasakan pusing di kepalanya. Matanya menatap seisi ruangan. Ia merasa heran sebab ruangan ini tidak seperti ruangan sebelumnya. Peralatan rumah sakit pun tak satupun terlihat. Ia mulai bertanya-tanya.

Dengan tenaga yang terasa melemah, Guzel mengangkat tubuhnya. Ketika ia hendak berdiri, melalui jendela kamar terlihat Sakti bersama seorang dokter laki-laki muda bernama Christian (28 tahun) tengah berbincang-bincang sambil berjalan menuju kamar Guzel.

GUZEL

Sakti... Sakti!!!

Sakti menoleh, mempercepat langkahnya menuju Guzel. Ia menyuruh Guzel untuk kembali ke beristirahat. Dokter Christian menyambutnya dengan senyum. Sakti mempersilakan Dokter Christian untuk memeriksa kondisi Guzel.

DOKTER CHRIS

Permisi.. Saya dokter Christian. Panggil saja dokter Chris

Guzel tersenyum heran. Dalam pikirannya bertanya-tanya perihal dokter Risa. Namun, di samping itu, ia juga terpukau dengan keramahan dokter baru tersebut, ditambah lagi wajahnya yang tampan yang seketika membuat Guzel mengaguminya.

Dokter Christian mengaitkan kedua ujung stetoskop di telinganya, sedangkan bagian diafragmanya ditempelkan ke dada Guzel.

DOKTER CHRIS

Maaf..

Guzel diam saja. Tidak lama setelah itu, Dokter Christian tersenyum ke arah Sakti, lalu berujar:

DOKTER CHRIS

Kondisi nona Guzel baik-baik saja. Namun ada baiknya emosinya lebih dikontrol.

Sebab kalau tidak bisa berpengaruh juga terhadap jantung.

Baiklah, kalau begitu saya pamit dulu.

SAKTI

Terima kasih, Dok.

Sakti mengambil posisi duduk di kursi sebelah tempat tidur. Dia tersenyum canggung ke arah Guzel.

Guzel terlihat bingung.

GUZEL

Em... Sakti...

SAKTI

Ya?

GUZEL

Kenapa tiba-tiba gue ada di sini, ya? Bukannya tadi kamarnya nggak seperti ini? Suasananya jua beda banget. Dokter Risa? Suster Vera dan temannya?

Sakti terlihat linglung. Bingung bagaimana ia harus menjawab pertanyaan Guzel. Tiba-tiba Guzel menggenggam tangannya. Sakti terkejut. Hendak melepaskan, namun Guzel menahannya.

GUZEL (CONT’D)

Jadi gimana?

SAKTI

(gelagapan)

Em... dokter Risa sedang ada.. tugas lain saja.

Kalau Suster Vera dan temannya bertugas sore sampai malam.

GUZEL

Kamar ini?

SAKTI

Oh... itu ada pasien baru. Nah, kamu dirasa sudah lumayan baik kondisinya,

jadi dipindahkan ke ruangan ini.

Guzel mengangguk-angguk. Sakti bernapas lega.

GUZEL

Baunya nggak enak (dengan mengernyitkan muka)

SAKTI

Oh, nanti saya suruh susternya buat kasih pengharum ruangan.

GUZEL

Gue berapa lama lagi sih bisa balik pulang?

SAKTI

Oh, nanti saya coba tanyakan sama dokter.

Guzel mengangguk-angguk. Ia lalu memejamkan matanya seraya tersenyum.

SAKTI

Kamu mau tidur?

GUZEL

Nggak. Cuma pengen benar-benar ngerasain

kehangatan genggaman tangan lo aja.

SAKTI

Oh, maaf...

Sakti berusaha melepaskannya, namun sekali lagi Guzel menariknya lebih kuat, lalu membuka matanya.

GUZEL

Nggak usah dilepasin

SAKTI

Kamu nggak malu dekat-dekat dengan saya?

Guzel melirik Sakti. Dengan penuh keseriusan dan rasa bersalah atas apa yang dulu ia lakukan kepada sakti, ia berkata:

GUZEL

(serius)

Kenapa mesti malu? Aku yang mestinya malu memperlakukan kamu seperti dulu.

Menjadikan kamu sebagai objek hiburan di saat aku merasa jenuh dengan kehidupanku.

Aku menyesal, Sakti. Kamu terlalu tulus. Tapi, aku yakin,

tidak ada maksud tersembunyi di balik sikap kamu itu.

SAKTI

Tersembunyi, maksudnya?

GUZEL

(lebih santai)

Ya... mengharapkan hartaku atau bahkan... tubuhku.

Tidak seperti si iblis Antonius itu!

SAKTI

Nggak baik ngatain orang yang udah meninggal seperti itu.

(hening sejenak) Loh, maksud kamu tubuhmu, gimana?

Guzel kaget, tidak menggubris pertanyaan terakhir Sakti. Diliriknya Sakti. Lalu tertawa.

SAKTI (CONT’D)

Kok ketawa?

GUZEL

Lucu aja. Dari dulu gue selalu berharap dia benar-benar mati,

tapi dengan lo ngomong kayak gitu, gue ngerasa kalau dia benar-benar udah mati!

Guzel menjawabnya dengan puas.

GUZEL (CONT’D)

Gue suka cara lo hadapin dia. Gue tau selama ini lo sering diperolok sama dia.

Tapi dengan menganggap dia udah meninggal itu gue rasa cara terbaik buat balas dendam,

sebab lo nggak harus jadi orang bodoh buat ngelawan orang bodoh.

Guzel tertawa lagi. Sakti tidak terpancing sedikitpun untuk ikutan tertawa. Ekspresinya serius.

SAKTI

Saya tidak sedang berusaha balas dendam.

Antonius kan... memang sudah meninggal.

Guzel kembali tertawa. Dilihatnya wajah Sakti dengan serius, perlahan tawanya mereda. Dilepasnya genggaman tangannya dengan Sakti sambil mengangkat tubuhnya menyandar ke kepala ranjang.

GUZEL

Maksud kamu?

SAKTI

Ya... Antonius sudah meninggal. Mobilnya jatuh ke jurang dari tebing.

Hem... kira-kira dua bulan, yang lalu beberapa hari sebelum kematian Mrs. Rossy.

Guzel terperanjat. Ia bangun dari duduknya, berdiri di samping Sakti. Menatap wajah polos itu dengan kesungguhan dan berharap menemukan kebohongan dari sana. Tapi ternyata tidak.

Guzel mulai ketakutan. Diingat-ingatnya lagi, setelah kejadian itu, ia masih berkomunikasi dengan Antonius.

GUZEL

(emosi)

Ini udah nggak lucu banget, Sakti! Jelas-jelas sebelum dan setelah kematian Mrs. Rossy,

gue masih lihat dia. Masih ngobrol sama dia...

INSERT: DI RUANG KELAS: GUZEL MEMAINKAN BUKUNYA TANPA MENGENAI SIAPA-SIAPA. MRS. ROSSY BERTERIAK.

GUZEL (CONT'D)

Bahkan dia ngancam gue!

Nyalahin gue karena udah nyebabin kematian Mrs. Rossy.

INSERT: DI PEMAKAMAN MRS. ROSSY: GUZEL TERLIHAT BERDIALOG SENDIRI

GUZEL (CONT'D)

Gangguin hidup gue sampai orang-orang

nggak ada yang mau dekat sama gue!

INSERT: DI LORONG DEKAT TOILET: GUZEL BERDIALOG SENDIRI

INSERT: DI KANTIN: MAHASISWI-MAHASISWI PINDAH BUKAN KARENA MENDENGAR KATA-KATA ANTONIUS, MELAINKAN KARENA MEREKA MEMANG TIDAK INGIN BERTEMAN DENGAN GUZEL

GUZEL (CONT'D)

Dia yang udah ngehancurin hidup gue!

Dia yang udah nyoba perkosa gue!

Sakti kaget. Guzel berjalan ke pintu. Di luar, ia mendapati beberapa orang dengan gelagat aneh. Seperti pasien jiwa. Di halaman seberang kamar Guzel, seorang duduk sedang diberi makan oleh seorang perawat. Beberapa lagi jalan melewati lorong. Semuanya bergelagat aneh.

Guzel terperanjat. Tiba-tiba ia teringat kata-kata Antonius dua bulan yang lalu di tebing.

ANTONIUS (O.S)

Di sana tuh ada rumah sakit jiwa terbesar di Kalimantan,

namanya Borneo Psychiatric Hospital

Guzel ketakutan. Ia melirik ke segala arah. Sakti mendekatinya, Guzel terduduk. Menangis. Tertawa. Lalu berteriak. Sakti memeluknya.

Kamera shoot Guzel dari atas bergerak cepat hingga terlihat pulau di tengah-tengah laut.

DISSOLVE TO:

2. Ext. Sebuah Tanah Lapang di Atas Tebing-Senja

Antonius terduduk lemah dengan keringat dingin keluar dari pori-porinya. Tangannya memegang selangkangannya yang kesakitan. Antonius mencoba bangkit, lalu berjalan terseok-seok ke arah mobil. Dia meraih kunci mobilnya.

Di depan pintu mobil, Antonius masih memegang selangkangannya. Tubuhnya masih keringat dingin menahan sakit. Dibukanya pintu mobil, lalu masuk ke dalam mobil.

ANTONIUS

Dasar cewek munafik! Sombong!

Antonius memasukkan kunci ke lubang kunci mobil. Mobil menyala.

ANTONIUS (CONT’D)

Lihat aja! Bentar lagi lo bakal ngemis-ngemis sama gue! Anjing!

Antonius memukul setir mobilnya dengan kesal. Diputarnya perseneling satu, di saat bersamaan ia merintih karena selangkangannya yang terasa tiba-tiba sangat nyeri. Tanpa disadarinya, kakinya menginjak pedal gas terlalu kuat. Antonius terbelalak. Tak kuasa lagi mengendalikan mobilnya, mobilnya jatuh ke bawah jurang.

3.     Ext. Pantai di Bawah Tebing-Senja

Mobil Antonius hancur dengan posisi terbalik di bawah sinar matahari yang perlahan meredup.

Di dalam mobil, tubuh Antonius dengan posisi terbalik dan berlumuran darah.

Matahari terbenam.

DISSOLVE TO:

4.     Int. Borneo Psychiatric Hospital-Ruang Inap-Pagi-Siang-Malam (Montage)

Guzel telah resmi menyandang status pasien jiwa. Ia telah menggunakan seragam yang sama dengan pasien-pasien lain, yaitu daster selutut berwarna hijau tua. Guzel duduk di atas tempat tidur dengan pandangan kosong. Seorang perawat membawakan makanan dan ditaruh di atas meja. Perawat pergi.

ANTONIUS (O.S)

Dasar cewek sombong. Munafik! Lo nggak bakalan nemuin siapa pun di sini

dengan kesombongan lo itu!

Makanan itu masih utuh di atas meja. Terlihat tangan seorang perawat mengganti makanan baru. Makanan diganti lagi dengan makanan sebelumnya yang masih utuh.

Guzel masih duduk di atas kasur. Dia tersenyum-senyum. Wajahnya mulai pucat, area sekitar matanya terlihat gelap.

ANTONIUS (O.S)

Lo bakal menyesal

GUZEL (O.S)

Gue udah menyesal!

ANTONIUS (O.S)

Kalau gitu, lo bakal lebih menyesal

Sakti memerhatikan Guzel dengan prihatin di balik jendela.

Guzel telentang menatap ke arah langit-langit kamar. Wajahnya membentuk tawa.

ANTONIUS (O.S)

Cewek sombong kayak gitu nggak perlu punya teman!

Dokter Chris datang memeriksa keadaan Guzel. Lalu pergi. Guzel tersenyum-senyum.

ANTONIUS (O.S)

Eh, lo tahu nggak sih, Mrs. Rossy itu punya indera keenam?

Guzel tertawa.

GUZEL

(bergumam)

Gue punya indera keenam

Semakin lama semakin keras tawanya.

5. Ext. Borneo Psychiatric Hospital-Lorong-Siang

Seorang perawat berjalan membawakan makanan ke arah kamar Guzel.

6. Int. Borneo Psychiatric Hospital-Ruang Inap-Siang

Perawat masuk. Guzel menatapnya nanar dengan senyum yang terurai dari wajahnya.

GUZEL

(antusias)

Saya punya indera keenam, Suster.

Perawat tersebut tidak menggubris. Diletakkannya makanan, lalu dibawanya makanan yang sebelumnya yang masih utuh di atas meja. Guzel berdiri menghalangi perawat. Perawat ketakutan.

GUZEL (CONT’D)

(makin antusias)

Saya punya indera keenam, Suster. Saya bisa melihat orang mati.

Berbicara dengan orang mati. Bahkan, bertengkar dengan orang mati!

(hening)

Suster mau mati?

Perawat ketakutan. Dia berusaha melarikan diri. Guzel meraih lengannya.

PERAWAT

(ketakutan)

To...

Guzel membekap mulut perawat dengan tangan. Perawat semakin ketakutan.

GUZEL

(berbisik)

Sshh... jangan takut mati! Nanti kalau suster mati, datangi saya,

biar saya sampaikan apa yang ingin suster sampaikan pada orang hidup.

Guzel menatap perawat dengan tatapan nanar dengan senyum tak hentinya terurai. Perawat semakin ketakutan. Guzel melihat sebuah gunting dari saku seragam perawat. Diraihnya. Suster berteriak kencang melalui mulutnya yang didekap kuat oleh Guzel. Guzel memposisikan dirinya di belakang perawat dengan tetap membekap mulutnya. Ia mendekatkan gunting tersebut ke leher perawat. Perawat mulai memerah mukanya. Air matanya mengalir.

Guzel menuntun perawat ke luar kamar dengan terus membekap mulut serta gunting yang menggantung di sisi kiri leher perawat. Air mata perawat semakin deras mengalir.

CUT TO:

7. Ext. Borneo Psychiatric Hospital-Lorong-Siang

Pasien-pasien yang berada di sekitar lorong dan halaman kaget. Sebagian menangis. Sebagian tertawa. Sebagian bertepuk tangan. Sebagian melonjak-lonjak. Mereka berkerumun.

Dari arah kerumunan, Dokter Chris dan Sakti datang. Mereka kaget. Slow motion berlari ke arah Guzel dan perawat. Dokter Chris menepis gunting tersebut, lalu menarik tubuh Guzel. Sakti mengamankan perawat. Perawat terlihat lega. Ia menangis semakin kencang. Guzel memberontak ketika dokter Chris membawanya kembali ke dalam kamar. Sakti menyaksikan itu dengan takut sekaligus merasa kasihan.

DISSOLVE TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar