Guzel: Skenario
5. DIAGNOSA

1.     Int. Rumah Sakit-Ruang Inap-Siang

Guzel terbaring di rumah sakit. Matanya terbuka secara perlahan. Ia merintih karena rasa sakit di kepalanya. Di sebelahnya, Sakti yang tertidur di atas kursi terbangun.

GUZEL

Lo?

Sakti meraih kaca matanya di atas meja, lalu dipakainya.

SAKTI

Kamu sudah bangun?

Guzel mengangguk pelan. Tidak lama seperti itu, ia merasa ada yang mengganjal di wajahnya. Hendak diusapnya, namun Sakti buru-buru melarangnya.

SAKTI (V.O)

Jangan!

Guzel kaget.

SAKTI (CONT’D)

Kata suster, biar dokter saja yang membersihkannya.

GUZEL

Gue di rumah sakit? Kok bisa?

SAKTI

Saya nemuin kamu pingsan di kamar.

Guzel terlamun, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya hingga ia bisa sampai di rumah sakit.

GUZEL

Lo udah berapa lama di sini?

SAKTI

Tiga hari

GUZEL

(kaget)

Tiga hari?

SAKTI

Beberapa kali kamu sempat bangun, tapi... kamu sering berontak.

Makanya, suster sering kasih kamu obat penenang.

Guzel tercenung lagi, merasa heran dengan apa yang ia alami sendiri.

GUZEL

Tiga hari lo di sini nemenin gue?

Sakti mengangguk. Terlihat senyum di wajah Guzel.

GUZEL (CONT’D)

Lo bawa gue ke sini pake apa?

SAKTI

Mobil kamu

GUZEL

Gue kira lo nggak bisa bawa mobil

SAKTI

Bisalah. Setahun sebelum kuliah, saya supirin Pak Gandhi,

temannya papa dulu, pejabat di sini.

Beliau juga yang membantu saya untuk bisa berkuliah.

Guzel mengangguk paham.

GUZEL

Sakti... Gue minta maaf, ya.

SAKTI

Kenapa?

GUZEL

Yang waktu itu, di rumah gue.

SAKTI

Oh, saya tidak marah. Sudah lama juga berlalu.

Guzel tersenyum, merasa semakin besar rasa bersalahnya setelah melihat ketulusan hati Sakti. Sesaat kemudian, Guzel merasakan gatal di wajahnya. Ia mencoba menahannya

GUZEL

Sakti... lo kalau mau pulang dulu bawa aja mobil gue, nggak apa-apa.

Kasihan, ntar orang tua lo khawatir di rumah.

SAKTI

Kamu nggak apa-apa sendiri?

GUZEL

Nggak apa-apa. Udah biasa.

Sakti mengangguk. Ia beranjak dari duduknya.

SAKTI

Kalau begitu, saya pamit dulu, tidak lama.

Nanti sore, saya pasti udah di sini lagi.

Sakti meninggalkan ruangan

2.     Int. Rumah Sakit-Lorong-Siang

Sakti keluar dari ruangan inap. Ia berjalan melewati lorong menuju ke arah dua perawat yang sedang bertugas di ujung lorong.

Dua perawat tersebut menyambutnya dengan tersenyum. Dilihat dari name tag-nya, dua perawat tersebut bernama Vera dan Yuli (25 & 27 tahun)

SAKTI

Suster, saya mau pamit pulang sebentar. Nanti sore saya balik lagi.

Tolong jagain Guzel sementara itu ya, Suster.

SUSTER YULI

Tentu, Pak. Sudah kewajiban kita.

Sakti tersenyum, lalu beranjak pergi. Seiring dengan itu, Suster Vera berjalan menuju ruangan Guzel.

3.     Int. Rumah Sakit-Ruang Inap-Siang

Guzel terlihat gelisah akibat rasa gatal di wajahnya. Digaruknya pelan-pelan. Namun, tiba-tiba...

SUSTER VERA

Jangan digaruk, Nona. Itu memang reaksi dari pembersihan luka di wajah Nona.

GUZEL

(gelisah)

Tapi gatal banget, Sus.

Terdengar suara sepatu memasuki ruangan. Seorang dokter wanita yang diketahui bernama dokter Risa. Langkahnya anggun dan pelan. Ia tersenyum ke arah Guzel. Seiring dengan itu, Suster Vera hendak beranjak keluar.

GUZEL

Suster... saya boleh tolong ambilkan cermin

Suster Vera mengangguk, lalu beranjak keluar.

4.     Int. Rumah Sakit-Lorong-Siang

Suster Yuli sedang menulis sesuatu di atas mejanya ketika Suster Vera datang.

SUSTER VERA

Yul, tolong ambilin cermin dong di laci bawah.

SUSTER YULI

Buat apa Ver?

SUSTER VERA

Itu, buat nona Guzel, sepertinya dia udah nggak sabar

pengen lihat wajah cantiknya kembali.

Suster Yuli menghentikan pekerjaannya, lalu membuka laci bawah meja.

SUSTER YULI

Iya ya. Dia kok sampai tega gitu ya melukai wajahnya sendiri.

Apa karena masih trauma akan kematian orang tuanya?

Padahal dia cantik banget loh, Ver. Aku aja pengen punya wajah kayak dia.

Untung aja ya, lukanya nggak dalam dan nggak perlu dijahit.

Kalau nggak, kan sayang muka mulus gitu ada bekas luka, apalagi bekas jahitan.

Suster Yuli menemukan cermin, lalu menyerahkannya kepada Suster Vera.

SUSTER YULI (CONT’D)

Terus lagi, aku juga heran. Tiap bangun gitu suka teriak nggak jelas,

dan... aneh gitu ya. Apa jangan-jangan...

SUSTER VERA

Hush! Kamu itu masih saja hobi bergosip.

Suster Yuli cengengesan.

SUSTER YULI

Maklum, cewek Ver. Kayak kamu nggak aja.

SUSTER VERA

Tapi tidak separahmu!

Suster Vera berlalu meninggalkan Suster Yuli yang kembali melanjutkan pekerjaannya. Di jalan menuju ruang inap, Suster Vera berpapasan dengan Dokter Risa.

DOKTER RISA

Sus, di mana saya bisa dapat kontak lelaki yang kemarin menemani nona Guzel?

SUSTER VERA

Oh, suster Yuli punya data-data pasien, Dok

DOKTER RISA

Oh, oke. Terima kasih, Sus.

Suster Risa melanjutkan langkahnya menuju ruang inap Guzel. Dokter Risa melanjutkan langkahnya menuju suster Yuli.

DOKTER RISA

Sus, mengenai nona Guzel, apakah kita memiliki kontak laki-laki yang kemarin menemaninya?

Sebab saya butuh berbicara empat mata dengannya...

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari ruangan Guzel. Dokter Risa dan Suster Yuli kaget. Mereka bergegas menuju ruangan Guzel.

5.     Int. Rumah Sakit-Ruang Inap-Siang

Guzel mencongkong memandangi cermin pecah yang tergeletak di atas lantai. Ia hendak mengambil salah satu puing yang pecah, Dokter Risa segera menepis tangannya, lalu membawanya ke atas kasur. Guzel mencoba melawan. Suster Vera dan Suster Yuli membantu Dokter Risa.

CUT TO:

6.     Int. Rumah Sakit-Ruang Dokter-Sore

Sakti dan Dokter Risa duduk berhadap-hadapan. Di antara mereka terdapat sebuah meja.

DOKTER RISA

Cairan penenang seperti itu sebenarnya tidak wajar diberikan ke dalam tubuh pasien.

Dosis yang berlebihan akan memberikan dampak negatif lain bagi tubuh pasien.

Pasien bisa menjadi ketergantungan sehingga berakibat fatal bagi emosinya,

atau bahkan gangguan pernafasan, sering pusing-pusing atau bisa jadi parasomnia

atau yang lebih dikenal dengan sleep walking

Sakti mendengarkan penjelasan Dokter Risa dengan serius.

DOKTER RISA (CONT’D)

Sebenarnya gangguan seperti itu masih jauh bagi nona Guzel,

tapi tidak menutup kemungkinan jika melihat kondisi nona Guzel y

ang tidak menentu seperti ini akan membuatnya lebih banyak

mengonsumsi obat penenang.

Sakti mengangguk-angguk

DOKTER RISA(CONT’D)

Kamu... kekasihnya nona Guzel?

SAKTI

(gelagapan)

Bu... bukan, saya teman sekampusnya

DOKTER RISA

Teman dekat?

SAKTI

Tidak terlalu dekat

DOKTER RISA

Lumayan dekat berarti ya?

Sakti semakin salah tingkah. Merasa heran dengan pertanyaan-pertanyaan Dokter Risa yang tiba-tiba mengarah ke arah hubungannya dengan Guzel.

SAKTI

Sebenarnya, saya merasa bertanggung jawab saja dengan keselamatan

dia sebab saya sendiri yang menemukannya dalam keadaan pingsan

DOKTER RISA

Kamu tahu apa yang membuat nona Guzel memutuskan untuk menyakiti dirinya sendiri?

Semacam trauma atau gangguan psikologis terhadap apa yang ia alami akhir-akhir ini.

Sakti mencoba mengingat-ingat kembali.

SAKTI

Saya tidak terlalu tahu, Dok. Seingat saya, ketika pertama kali saya bertemu dengannya,

dia seorang gadis yang tidak terlalu peduli dengan sekitarnya,

mungkin... terkesan sedikit sombong. Tapi, beberapa kali juga dia terlihat ceria

bahkan waktu itu baru beberapa minggu setelah orang tuanya meninggal.

DOKTER RISA

Lalu siapa orang terdekatnya di sini selain kamu?

Sakti menggeleng.

DOKTER RISA (CONT’D)

Tidak ada?

Sakti menggeleng lagi. Dokter Risa menganggguk paham.

DOKTER RISA (CONT’D)

Sakti, nona Guzel sedang mengalami semacam trauma. Depresi lebih tepatnya.

Mungkin memang ada hubungannya dengan kematian orang tuanya.

Kondisi seperti ini jika dibiarkan akan semakin berbahaya.

Bahkan, ia tidak hanya akan melukai dirinya sendiri,

bisa jadi akan berujung dengan tindakan bunuh diri.

Kesehatan mental nona Guzel sedang tidak stabil.

Bisa dibilang dia sedang mengalami gangguan kejiwaan...

SAKTI

(segera menyanggah)

Tidak, Dok. Saya rasa, dia baik-baik saja.

Buktinya, tadi kita masih ngobrol seperti biasa. Tidak ada yang berbeda.

DOKTER RISA

Baiklah, begini saja. Saya tidak bisa menjamin setelah keluar dari sini,

nona Guzel tidak akan melakukan tindakan tersebut lagi.

Kami hanya bisa mengobati luka yang terlihat,

kalau untuk mental dan kejiwaan ada spesialisnya dan kamu orang sini,

saya yakin kamu tahu tempat yang saya maksud.

Sakti terperanjat. Ia memang tahu tempat itu. Di pulau di seberang rumahnya. Dokter Risa menyodorkan sebuah berkas beserta sebuah pulpen kepada Sakti. Sakti meliriknya dan membacanya sepintas.

SAKTI

Tapi, Dok. Saya tidak punya hak untuk ini.

DOKTER RISA

Sakti, saya mengerti posisi kamu. Tapi, saya yakin kamu ingin yang terbaik untuk nona Guzel.

Kamu pasti ingin dia sembuh.

Sakti terlihat cemas. Dengan gemetaran, dia menandatangani berkas pemindahan perawatan tersebut.

DISSOLVE TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar