SEBELUM SENJA BERAKHIR (SCRIPT FILM)
7. Bagian 7


55. EXT. JALANAN DESA-MALAM

FX: suara burung hantu

Beno dan Sundari berjalan membawa senter, mereka beberapa kali mematikan senter dan bersembunyi saat berpapasan dengan warga yang sedang berkeliling meronda dan melewati poskamling yang dijaga beberapa orang. Cahaya bulan membantu menerangi jalan. Keduanya terus berjalan sampai di dekat kuburan. Beno berhenti. Sundari menggigil ketakutan melihat deretan nisan di sekelilingnya. 

BENO
Kamu takut Sun? Tenanglah. Di sini jalan yang paling aman untukmu. 
SUNDARI
(menggeleng)
Tidak, aku baik-baik saja.
 BENO
(lembut)
Sabarlah, sebentar lagi kita sampai. Aku terpaksa harus mengambil jalan memutar untuk menghindari pos-pos penjaga.
SUNDARI
(tersenyum dan menggeleng)
Tidak apa-apa, aku paham. Terima kasih kamu mau susah payah untukku.

Beno menggandeng tangan Sundari. 

BENO
Ayo

Beno mengajak Sundari melanjutkan perjalanan. Keduanya berjalan dengan sembunyi-sembunyi menuju sebuah gudang yang tempatnya jauh dari pemukiman warga. Gudang beras itu milik orang tua Sendja. Di depan gudang Beno dan Sundari berhenti. Beno menoleh pada Sundari.

BENO (CONT'D)
Ini gudang milik keluarga Sendja. Tempat ini aman. Tidak ada orang yang datang kemari tanpa seijinku atau Sendja. Aku memegang kunci gudang ini, jadi jika Sendja memerintahkan orang kemari, aku pasti tahu.

Beno membuka pintu gudang dan mengajak Sundari masuk. Gelap. Sundari terbatuk. Beno menyalakan senter kecil dan memberikan pada Sundari.

BENO (CONT'D)
(tersenyum)
Kamu boleh tinggal di sini sampai sembuh. Aku akan mengantarkan makanan dan juga obat setiap hari.
(beat).
Besok aku belikan pakaian yang layak untukmu. Di belakang gudang ini ada sungai kecil yang jarang didatangi warga. Kamu bisa mandi di sana, tapi berhati-hatilah. Jangan sampai terpergok warga.
SUNDARI
(mengangguk)
Aku mengerti. Maafkan aku karena melibatkanmu dalam masalahku. 
BENO
(menyentuh pipi Sundari)
Sudahlah, jangan berkata begitu. Kalau ada yang harus minta maaf, maka akulah orangnya. Aku lelaki pengecut tak bertanggungjawab yang telah membuatmu menderita. Kamu sudah banyak berkorban untukku.
SUNDARI
(menggeleng)
Kamu jangan menyalahkan diri sendiri. Apa yang kulakukan adalah keputusanku.
BENO
(memandang sedih)
Baiklah, aku harus pergi sekarang. Sendja tentu sangat khawatir karena kemarin aku pergi dengan tergesa-gesa. Aku tidak ingin dia curiga. Kamu tidak apa-apa kan kutinggal di sini sendirian?
SUNDARI
(tersenyum dan menggeleng)
Pulanglah Beno. 

Beno mengangguk lalu berbalik meninggalkan Sundari. Sundari memandang Beno yang yang semakin jauh.

DISSOLVE TO

56. INT. RUMAH SENDJA-MALAM

Sendja berdiri dengan gelisah. Ia menatap ke jalan raya. Wajahnya terlihat lega saat melihat Beno datang. Sendja bergegas menghampiri Beno.

SENDJA
(lega)
Mas, akhirnya kamu pulang juga. Kamu ke mana saja, Mas? Dua malam aku tidak bisa tidur. Keadaan sedang genting begini, Mas malah main rahasia-rahasiaan.

Beno mengamit Sendja masuk ke dalam rumah. Sendja menuangkan minuman dan memberikannya pada Beno. Beno minum dengan nikmat. Beno meletakkan gelas dan memandang Sendja.

BENO
Maafkan Mas sudah bikin kamu cemas. 
SENDJA
(mendesak)
Sebenarnya Mas pergi ke mana? Dan siapa laki-laki itu? 

Beno diam, ia memandang Sendja lama. 

BENO
Seperti yang Mas katakan kemarin, dia adalah Bang Yadi, kakak kelas saat Mas kuliah dulu. Ada seorang kawan lama kami yang membutuhkan bantuan mendesak. Mas pergi menolongnya karena Mas sangat berhutang budi padanya. 

Sendja memicingkan mata menatap Beno.

SENDJA
Teman lama? Aku kenal orangnya? Apa teman lamamu itu perempuan sampai kamu pergi tergesa-gesa begitu? Kalau iya, aku tidak akan memaafkanmu.

Beno tampak terkejut lalu pura-pura tertawa. 

BENO
(menghindar)
Ah kamu ini. Mana mungkin Mas menemui perempuan? Teman Mas ini laki-laki dan kamu tidak kenal.
Oh ya, Kok rumah sepi? Bapak dan Ibu ke mana?
SENDJA
(suaranya melembut)
Bapak dan Ibu sedang pergi ke rumah Mbah Darso. Mas tentu lapar. Biar kusiapkan makanan dulu.
BENO
(menggeleng)
Tidak usah, Mas sudah makan tadi. Mas cuma ingin mandi, badan rasanya lengket sekali. 
SENDJA
Baiklah, kalau begitu kubuatkan air hangat dulu.

Beno mengangguk. Sendja bergegas ke dapur. Beno menghela napas dan memandang ke sekeliling. Wajahnya tampak murung.

DISSOLVE TO 

57. INT. GUDANG BERAS-MALAM

Sundari berbaring beralaskan karung bekas beras di dalam gudang yang gelap. Matanya menatap langit-langit, beberapa kali ia terbatuk. Sundari mengingat saat ia pulang menemuinya ibunya. Perempuan itu membentaknya kasar.

CUT TO FLASHBACK 

IBU SUNDARI
(berkacak pinggang dan bicara ketus)
Mau apa kau kemari? Cepat pergi tinggalkan tempat ini sebelum para tetangga melihat kedatanganmu!
SUNDARI
(menangis)
Tapi Bu, aku harus pergi ke mana kalau Ibu saja tidak mau menerimaku? 
IBU SUNDARI
(ketus)
Kau pergi ke mana itu bukan urusanku. Aku hanya ingin kau lekas angkat kaki dari sini. Aku tidak ingin orang-orang tahu ada antek PKI di rumahku!
(beat)
Dosa apa aku hingga punya anak sepertimu. Kau dan ayahmu sama saja! Pembawa sial! Anak seorang pembawa sial selamanya akan jadi pembawa sial!

FLASHBACK CUT TO 

Perlahan Sundari mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

CUT TO

 

58. INT. KAMAR SENDJA-PAGI 

Sendja bangun dan meraba sisi kasur di sebelahnya. Ia heran melihat Beno sudah tidak ada di sampingnya. Sendja segera turun dan mengikat rambutnya dan buru-buru keluar kamar.

CUT TO 

59. INT. RUANG MAKAN-PAGI

Sendja melihat Sri sedang meletakkan sepiring pisang goreng hangat di meja makan.

SENDJA
Ibu lihat Mas Beno? 
SRI
Tadi pagi-pagi sekali dia sudah berangkat. Katanya ada keperluan sebentar, dan langsung ke toko. Memangnya dia ndak bilang apa-apa semalam?

Sendja menggeleng dan menarik kursi. Ia duduk memikirkan keanehan sikap Beno. Sri menghampiri putrinya untuk menghibur. 

SRI
Ah, mungkin Beno ndak ingin mengganggu tidurmu, jadi tadi sengaja ndak membangunkanmu. Kamu lekaslah sarapan dan susul suamimu ke toko.

Sendja terlihat gundah dan menjawab singkat.

SENDJA
Iya Bu  

CUT TO 

60. EXT. PASAR -PAGI 

FX: riuh orang di pasar

Beno membeli beberapa potong pakaian wanita. Pedagang pasar menggodanya.

 PEDAGANG BAJU
Wah, Mas Beno iki memang suami idaman tenan, yo. Jarang-jarang loh ada suami yang mau repot-repot membelikan istrinya pakaian. Mbak Sendja sungguh beruntung punya suami sebaik Mas Beno.

Beno hanya tersenyum. Pedagang membungkus belanjaan Beno. Beno bergegas pergi setelah membayar. Ia berjalan dan berhenti di sebuah toko obat. Beno pun masuk ke toko obat. 

CUT TO

61. INT. TOKO SENDJA-PAGI

Beno sedang menghitung beberapa nota yang diserahkan pegawainya. Sendja datang membawa rantang berisi makanan. Ia memarkir sepedanya dan bergegas masuk. Sendja meletakkan rantang makanan di meja Beno.

SENDJA
Tadi Mas berangkat pagi-pagi sekali?

 BENO

(mengangkat wajah sekilas)
Iya, kebetulan ada yang harus Mas selesaikan jadi langsung kemari. 
SENDJA
Ooh begitu. Kata ibu Mas belum makan. Ini kubawakan sarapan untuk Mas.
BENO
(tersenyum)
Terima kasih.

Sendja melihat bungkusan di atas meja.

SENDJA
Eh, bungkusan apa ini? 

Beno buru-buru mengambil bungkusan baju yang tadi dibelinya itu agar tidak keduluan Sendja.

BENO
(gugup)
Oh, ini si Yoyok tadi kemari dan barangnya ketinggalan. Terima kasih Sendja. Oh ya, Mas mau ke gudang dulu memeriksa stok gula. Mas makan di sana saja, sekalian mau mengembalikan barangnya Yoyok.

Tanpa menunggu jawaban Sendja, Beno bergegas pergi setelah mencium kening Sendja sekilas. Sendja menatap heran pada tingkah suaminya yang aneh dan tidak menyadari pedagang baju datang berbelanja ke tokonya. 

PEDAGANG BAJU
Permisi 

Sendja terkejut, menoleh dan tertawa kecil.

SENDJA
Eh, Mbak. Duh, ngagetin saja. 
PEDAGANG BAJU
(cekikikan geli, dan menggoda Sendja)
Habis, Mbak Sendja melamun terus mandangin punggung Mas Beno. 
SENDJA
(tersipu)
Ah Mbak bisa saja. Mau beli apa, Mbak? 
PEDAGANG BAJU
Anu, gula sekilo, terigu dua kilo, kacang sekilo, roti kering sekaleng. 
SENDJA
Loh, kok tumben akeh Mbak? Mau ada acara? 
PEDAGANG BAJU
Iya, mau buat syukuran kecil-kecilan. Lah itu, anak saya yang sulung kan mau lamaran, tho!

Sendja tersenyum seraya mengambilkan pesanan. 

SENDJA
Wah, selamat ya 
PEDAGANG BAJU
Terima kasih, Mbak. Semoga bisa seperti Mbak Sendja dan Mas Beno. Selalu adem dan rukun. Eh,Bener lho Mbak, cari suami seperti Mas Beno itu sekarang sulit. Jarang ada suami yang mau membelikan pakaian untuk istrinya. Mbak Sendja sungguh beruntung.

Sendja terkejut mendengar kata-kata pedagang baju. Seketika gerakan tangannya berhenti. Ia menoleh memandang pedagang baju itu.

SENDJA
Mas Beno membeli pakaian wanita?
PEDAGANG BAJU
(heran)
Iya. Lho memangnya ndak diberikan pada Mbak Sendja, tho?

Sendja menggeleng pelan. Pedagang baju itu membekap mulutnya. Ia sadar salah bicara. Lekas-lekas ia menerima belanjaannya dan membayar.

PEDAGANG BAJU (CONT'D)
Oh, anu mungkin Mas Beno ingin memberikan kejutan. Mari Mbak saya permisi. 
SENDJA (VO)
(tercenung)
Pakaian wanita? Jadi bungkusan tadi isinya pakaian wanita? Untuk siapa? Mengapa Mas Beno kelihatan gugup. Apa yang sedang disembunyikannya dariku? 

DISSOLVE TO

62. INT. KAMAR SENDJA-MALAM

Beno berbaring dengan gelisah. Sendja telah tertidur di sisinya. Perlahan Beno bangun dan memastikan Sendja telah terlelap. Berjingkat, Beno memakai pakaiannya, lalu melangkah keluar. Sendja yang pura-pura tidur segera membuka mata.

FX: pintu dibuka

Sendja berjinjit bangun dan membuka jendela kamarnya sedikit. Ia melihat Beno berjalan dan menghilang dalam gelap. Kening Sendja berkerut, raut wajahnya semakin curiga.

DISSOLVE TO

 

63. INT. TOKO SENDJA-SIANG

FX: orang berbelanja

Sendja dan Sri sedang melayani beberapa pembeli.

PEMBELI 1(EXTRAS)
Gula dan terigu satu kilo, Bu Sri! 

Sri melihat pada laki-laki paruh baya yang berbelanja lalu tersenyum sumringah.  

SRI
Eh, Pak Pardi. Loh, tumben Pak Pardi yang belanja, biasanya Mbak Sum yang kemari.
PEMBELI 1
Iya Bu Sri, ini juga titipan ibunya anak-anak, mumpung sekalian lewat. 

Pembeli 2 menghampiri pembeli 1 

PEMBELI 2
Wah, Mas Pardi. Borong rupanya 
PEMBELI 1
Walah, borong apanya? Eh, kamu ke mana saja, Sam? Beberapa hari ini kok ndak kelihatan. 
PEMBELI 2
Iya, Mas. Saya ikut Mas Yoyok ambil madu di hutan. 
PEMBELI 1
(terkejut)
Ambil madu di hutan? Wahh kamu harus hati-hati, Sam. Belakangan sering ada kejadian aneh di sungai dekat bukit. 
PEMBELI 2
Kejadian aneh opo to yo? Sampean ojo nakut-nakuti, loh! 
PEMBELI 1
Aku iki bukan mau nakut-nakuti, loh yo. Tapi, iki bener. Fakta. Belakangan ini, tiap malam, di dekat sungai itu sering muncul sosok aneh. 
PEMBELI 2
Sosok aneh? 
PEMBELI 1
Iya, sosok menyerupai perempuan. Sudah ada beberapa orang yang menyaksikannya. Anehnya sosok itu selalu menghilang cepat sekali kalau di dekati. Rambutnya panjang, di urai ke depan menutupi sebagian wajahnya. Pokoknya seram!

Sendja yang mendengarkan pembicaraan itu diam.

SENDJA (VO)
Setiap malam muncul sosok menyerupai perempuan di sungai belakang bukit? Bukankah Mas Beno juga tiap malam selalu pergi? Apakah sosok itu ada hubungannya dengan Mas Beno?
SENDJA
(tiba-tiba menyela)
Bu, Sendja balik ke rumah ya, kepala saya pusing dan agak mual. 
SRI
(cemas)
Pusing dan mual? Loh kok mendadak? Kamu yakin bisa pulang sendiri, Nduk? 
SENDJA
Bisa kok, Bu. Tidak apa-apa. 

Sendja cepat-cepat menyambar tasnya, lalu berjalan keluar toko. Sendja mengambil sepedanya dan segera mengayuh, wajahnya terlihat tegang.

CUT TO

64. EXT. JALANAN MENUJU GUDANG BERAS-SIANG

Sendja terus mengayuh sepedanya cepat. Ketika gudang beras sudah kelihatan, Sendja berhenti dan menyandarkan sepedanya di bawah pohon. Sendja berjalan kaki mendekati gudang beras. Langkah Sendja terhenti saat melihat sepeda Beno disandarkan pada batu-batu yang tertutup rumput tinggi.

SENDJA (VO)
Mas Beno? Dia ada di sini?

Sendja memandang sekeliling, matanya mencari Beno. Ia kembali berjalan mendekati gudang beras. Mendekati gudang Sendja mulai mengendap. Ia bersembunyi di bawah jendela yang bilah kayunya agak longgar sehingga ada sedikit celah untuk mengintip ke dalam. Ada cahaya damar yang menerangi bagian gudang yang agak gelap. Sendja melihat ada dua sosok orang di dalam gudang. Ia terhenyak melihat pemandangan di dalam.

CUT TO

 

65. INT. DALAM GUDANG-SIANG

Beno sedang menyuapi Sundari bubur hangat.

 BENO
Makanlah bubur ayam ini, Sun. Mumpung masih hangat. Setelah itu minumlah obatmu. 
SUNDARI
(tersenyum)
Terima kasih. Kamu sudah repot-repot merawatku. Aku rasa dalam beberapa hari lagi, kondisiku pasti membaik.

Beno tersenyum dan mengusap sudut bibir Sundari.

BENO
Syukurlah. Aku senang mendengarnya.

CUT TO

66. EXT. LUAR GUDANG-SIANG

Sendja membekap mulutnya. Ia mundur ke belakang. Matanya bersimbah air mata. Sendja terhuyung dan terlihat sangat terpukul. Sendja kemudian berbalik dan meninggalkan gudang.

CUT TO 

67. EXT. SUNGAI-SIANG

Sambil menangis Sendja berjalan menuju sungai. Sendja jatuh dan berlutut di sungai, wajahnya basah oleh air mata dan percikan air. Sendja terus menangis tanpa suara. Air matanya bercucuran. Perlahan raut wajahnya tampak mengeras. Ia menggeretakkan gerahamnya

 

SENDJA
Lagi-lagi kamu membohongiku, Mas. Tega sekali kamu bersandiwara dan menyembunyikan perempuan itu di sini! Mengapa kamu melakukan ini padaku, Mas? Mengapa?

Sendja kembali menangis sesengukan. Setelah puas ia menatap bayangannya di air. Lama Sendja terpekur lalu tersenyu mengejek pada bayangannya.

SENDJA (CONT’D)
(bicara menggeram pada bayangannya)
Kamu memang orang paling bodoh di dunia, Sendja! Kamu terlalu naif!
Seharusnya sejak dulu kamu sadar, membiarkan diri percaya pada janji orang yang pernah membohongimu sama saja menceburkan dirimu dalam kubangan derita. Memberi maaf pada seorang pendusta, sama saja dengan membiarkan dirimu terus hidup dalam kebohongan-kebohongannya.

Sendja diam, tangannya mengepal. Menatap ke arah gudang yang tertutup ilalang.

SENDJA (CONT'D)
(geram)
Tidak akan kubiarkan kalian terus-terusan membohongiku. 

 

CUT TO


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar