4. MIE AYAM

13. EXT. JALAN KALIURANG, PEREMPATAN RINGROAD – PAGI          13

 

DARI ARAH SELATAN, mobil Sandra berhenti di perempatan di jalur paling kiri. Lampu pengatur lalu lintas menyala merah. Beberapa mobil terlihat di depan Sandra.

 

Sebenarnya mobil Sandra tak perlu berhenti. Dia sudah memberi tanda belok ke kiri. Tetapi mobil dan motor di depan mobil Sandra menutup peluang kendaraan yang mau belok ke kiri.

 

Setelah lampu hijau, baru mobil Sandra bisa bergerak bebas ke arah barat. Melaju di jalur cepat.

 

FOCUS ON, kaca belakang mobil Sandra. Sticker putih memanjang bertuliskan “UNIVERSITY OF MANCHESTER”.

 

 

14. INT. MOBIL SANDRA, TEMPAT DUDUK DEPAN – LANJUTAN           14

 

Sandra memegang kemudi dengan wajah tenang. Seatbelt dikenakannya.

 

Di sebelahnya, ibu Sandra duduk menggenggam smartphone. Sesekali matanya melirik ke arah anaknya itu. Kadang mengajak bicara saat dilihatnya Sandra tak begitu disibukkan dengan mobilnya.

 

                    IBU SANDRA

         Bapakmu kelihatan senang tadi, San. Baru sekali ini Bapak ke kantor kita antar kan?

 

                 SANDRA

             (wajah tak percaya)

         Oh, hya? Kok ibu tahu.

 

                    IBU SANDRA

         Tadi kan ibu duduk di belakang. Kamu pegang stir. Bapak di sebelah kirimu. Ibu bisa melihat Bapak dari belakang. Sering tersenyum.

 

                    SANDRA

         Ah Ibu bisa saja.

 

                    IBU SANDRA

         Benar. Ibu kenal banget sifat Bapak.

 

                    SANDRA

               (tertawa pendek)

         Ha ha. Syukurlah kalau Bapak senang kita antar ke kantor.

 

Beat.

 

                    IBU SANDRA

         Eh,…, ngomong-ngomong bagaimana rencanamu jadinya? Ke Jakarta, ke rumah Tante Didi, sambil mencari kerja? Atau lanjut kuliah saja?

 

                    SANDRA

          (setelah membelokkan mobil,

  ke kanan jalan Palagan)

Ga bisa ke Jakarta kan, Bu. PSBB. Pendatang dari luar kota dilarang masuk Jakarta.

      (kemudian)

Bagaimana kalau Sandra buka usaha? Berdagang. Sekalian menerapkan ilmu selama kuliah dulu.

 

         IBU SANDRA

      (menelan ludah)

Bagus, sih. Mau dagang apa?

 

Sandra sedikit melirik ke ibunya. Meskipun Ibu berkata seperti itu, Sandra tahu kalau bukan seperti itu harapan Ibu tentang rencananya. Sebagai seorang ibu, setidaknya pasti berharap Sandra bekerja di kantor pemerintah. Atau bekerja di suatu perusahaan.

 

Sedikit ragu Sandra menjawab.

 

                    SANDRA

         Angkringan. Bagus ga?

         

                    IBU SANDRA

              (tertawa ngakak lama)

         Ga pantas, San. Kamu ga pantas buka angkringan.

 

                    SANDRA

                (ikut tertawa,

          senang karena ibunya tertawa)

         Sandra pantasnya apa?

 

                    IBU SANDRA

         Jual mie ayam.

 

Sandra dan ibunya kembali tertawa. Suasana ceria di dalam mobil seperti terpelihara ketika mereka terus bergurau tentang mie ayam.

 

                    SANDRA

         Tetapi Ibu bantu nyembelih ayamnya ya. Sandra geli. Ngeri juga.

 

                  IBU SANDRA

         Gampang. Nanti Bapak kita minta pensiun dini. Kita minta jadi jagal ayam.

 

                    SANDRA

         Ibu curang. Bapak lagi yang harus kerja. Terus bagian Ibu apa?

 

                    IBU SANDRA

         Tukang parkir boleh.

 

 

15  INT. MOBIL RONNY, TEMPAT DUDUK DEPAN – SORE               15

 

Dungunya Ronny. Percaya saja sama kalimat terakhir Danti. Mau percaya kalau Sandra buka usaha angkringan. Tetapi memang. Naksir cewek cantik bisa membuat orang tambah dungu.

 

Ronny berdandan modis habis. Celana panjang warna gelap. Baju lengan panjang warna cerah. Sepatu resmi hitam mengkilat. Rambut disisir rapi. Sedikit membingungkan bila harus membedakan antara DJ nyetil dan banci panci.

 

Ronny mengemudikan mobil perlahan-lahan. Setiap ada penjual angkringan, Ronny menghentikan mobilnya. Menunggu dan memperhatikan.

 

FOCUS ON, mata Ronny yang harus begitu teliti mencermati.

 

INTEECUR ATAS TROTOAR

 

Penjual angkringan melongokkan kepala dari tendanya. Melihat ke mobil Ronny. Laki-laki tua beruban. Berkaos putih lusuh.

 

                    RONNY

            (ngedumel pelan)

         Kakeknya Sandra malah.

 

Ronny menjalankan mobilnya kembali. Berhenti di dekat sebuah angkringan.

 

INTERCUT PINGGIR JALAN

 

Penjual angkringan berjalan keluar dari tendanya. Melirik ke mobil Ronny. Perempuan setengah umur berdaster batik hijau yang sudah pudar.

 

RONNY

            (ngedumel lagi)

         Kakak tertua Sandra sekarang,….

 

Ronny memajukan mobilnya. Sedikit cepat. Lalu menghentikan mobilnya saat melihat sebuah angkringan.

 

INTERCUT SUDUT SEBUAH MINI MARKET

 

Penjual angkringan melambaikan tangan di dekat tungku tiga cereknya. Tertuju ke Ronny. Perempuan muda. Wajahnya cerah dengan ekspresi riang. Sesibuk apapun melayani dua pembeli di tendanya, pandangan matanya begitu peka bila ada orang yang datang.

 

                    PENJUAL

         Mampir, Mas.

 

Ronny buru-buru menjalankan mobilnya. Meninggalkan angkringan itu.

 

                    RONNY

  (ngedumel,

menahan senyum)

         Produk gagal kembaran Sandra.

 

Di dalam mobilnya, Ronny kembali sibuk mengarahkan kemudi mbilnya ke berbagai angkringan.

 

                    RONNY

          (berkata selang-seling)

         Bukan, …, bukan juga, …, bukan Sandra, …, juga bukan Sandra, …, tetap bukan, …, bukaaaaaannn.

 

Ronny membelokkan mobilnya ke kiri. Menyusuri jalan beraspal di sebelah utara stasiun Tugu. Ronny tahu, di situ terdapat deretan penjual angkringan.

 

Ronny terpaksa lebih memelankan laju mobilnya. Motor berderet terparkir di kiri dan kanan jalan. Pembeli duduk lesehan di atas tikar yang digelar.

 

Tetapi sekali ini, tak satu pun penjual angkringan yang memperhatikan Ronny. Masing-masingsibuk melayani pembeli.

 

Tiga gadis cilik keluar dari satu tenda angkringan. Ada yang membawa gitar, ukulele, dan harmonica.

 

INTERCUT TROTOAR TERPUTUS

 

                    RONNY

              (tersenyum kecut)

         Girlband pimpinan Sandra.

 

Di ujung jalan, Ronny berhenti sebelum membelokkan mobilnya. Ia harus memberi kesempatan pada becak dan motor yang melintas di jalur lambat sisi barat.

 

FOCUS ON VIDEO AUDIO SYSTEM di mobil Ronny. Di layar, seekor anjing duduk menghadap ke depan. Nafasnya terengah.

 

INTERCUT THEME SONG FILM KARTUN SCOOBY-DOO

 

                  RONNY

         Sandra Scoobydoo, where are you?

 

Ronny tidak menyerah. Ia tetap berusaha mencari Sandra. Angkringan demi angkringan. Ruas jalan demi ruas jalan. Yogya bagian Barat, Selatan, Timur, Utara.

 

 

16  EXT. SUWATU MIL & BAY YOGYA, OPEN RESTO – SIANG           16

 

DARI VIEW GUNUNG MERAPI DAN CANDI PRAMBANAN DI KEJAUHAN KE SEBUAH AREA TERBUKA RESTO SUWATU, berhenti pada sebuah meja putih dan empat kursi kayu putih di bawah payung putih dengan tiang kayu putih.

 

FOCUS ON, tulisan nama resto di depan gerbang. Terbaca “SUWATU BY MIL & BAY YOGYAKARTA”.

 

Sandra, Yana, Danti, dan Ella duduk di situ. Dompet dan tas tangan mereka tergeletak bersama smartphone di atas meja.

 

Hidangan yang mereka pesan belum habis. Empat gelas jahe manis panas, menemani keripik daun-daunan produk penduduk setempat, serta kue-kue tradisional berikut kacang rebusnya.

 

Mereka masih menantikan empat piring nasi brongkos daging dan kerupuknya.

 

                    SANDRA

         Ini resto baru ya? Masih sepi.

 

                    ELLA

         Baru, San. Masih dibungkus plastik kan pas kita datang tadi.

 

                    SANDRA

              (mencibirkan bibir)

         Tetapi bagus kok. Viewnya, …, gila. Keren.

 

                    YANA

         Keluargaku diundang pas soft opening. Aku kenal pemiliknya.

 

Beat.

 

                    ELLA

         Siapa.

 

                    YANA

         Mbak, …

         

                    ELLA

            (memotong cepat)

         Siapa yang perduli, ….

 

Yana menabok punggung Ella. Jengkel. Tetapi kemudian Yana tertawa juga.

 

                    YANA

         Kalau daerah sini berlaku hukum rimba, aku dorong kamu ke jurang di depan itu.

 

                    DANTI

         Dorong saja, Yan. Jangan takut, …, Wahyu dan lebih-lebih Anton bakal bersyukur.

 

                    YANA

         Kok?

         

                    DANTI

         Iyalah. Terbebas dari penganiayaan sehari-hari. KDRT Ella gila-gilaan loh. Masuk ke pelukan Ella, sama saja tertelan ke perut macan.

 

Ella acuh. Biasa baginya. Atau dirinya memang harus membiasakan diri. Konsekuensi dari ledekan-ledekannya, ya harus siap menerima serangan dari orang lain.

 

Sandra, Yana, dan Danti kompak tertawa. Ber-hi five ringan.

 

Angin bertiup semilir. Membuat rambut panjang Sandra beriap-riap indah.

 

                    ELLA

         Jangan salah. Wahyu bahagia banget pas tahu aku bubar sama Anton. Tidak berselang jam, Wahyu nembak aku.

 

                    SANDRA

         Terus?

         

                  ELLA

         Jelas aku terima. Move on ku cepat.

 

                    SANDRA

         Memang jadiannya di mana?

 

                    ELLA

         Tuh.

              (tangannya menunjuk,

               jauh ke depan)

         Kelihatan dari sini.

               (kemudian)

         Di pelataran parkir Candi Prambanan.

 

                  SANDRA

         Dikasih apa sama Wahyu?

 

                    ELLA

         Ga dikasih apa-apa. Dipeluk saja. Terus, disorakin anak-anak kecil. Sial.

 

Sandra tertawa. Ia meluruskan punggungnya. Menyandar pada kursi putih di belakangnya.

 

Danti berdiri di bibir jurang. Memandang ke hamparan persawahan di bawah.

 

 

                  YANA

          (memandang Sandra,

              sedikit ragu)

         Kita buka bisnis yook.

 

                    ELLA

             (menoleh kagum,

              wajah mengharap)

         Ayook. Aku suka banget.

 

Beat.

 

                    YANA

         Aku tidak mengajakmu, Nenek Sihir.

 

                    ELLA

         Ha ha ha.

 

                    SANDRA

          (membalas tatapan Yana)

         Serius? Bisnis apa?

 

LANTAI BATU ALAM RESTO

 

Ella berdiri. Melangkah perlahan mendatangi Danti. Lalu berdiri di sampingnya. Sama-sama menatap jauh ke depan.

 

                  ELLA

             (berbisik ke Danti)

         Mereka lagi serius. Ngomongin bisnis.

 

Danti mengangguk. Tersenyum.

Sandra sedikit menggeser tempat duduknya. Mendekatkan kursinya ke kursi Yana.

 

                    SANDRA

         Buka bisnis apa?

 

                    YANA

         Kata bapakku, bisnis yang bisa jalan untuk kondisi sekarang justru yang kecil-kecil.

 

                    SANDRA

         Maksudmu?

 

                    YANA

         Tidak perlu buka bisnis besar. Paling tidak untuk sementara ini. Pebisnis besar dan senior pun tak berdaya dihajar Covid. Hotel, travel agent, atau yang semacamnya ga bakal bisa.

               (kemudian)

         Justru yang kecil-kecil, San.

 

                    SANDRA

             (mengangguk setuju)

         Terus?

 

Sandra memang lulusan ekonomi bisnis Manchester. Nilainya selama kuliah pun sempurna. Lulus pun dengan predikat cum laude.

 

Tetapi soal pengalaman bisnis, dirinya harus mengaku kalau masih dan tetap nol. Kepekaan bisnisnya sama sekali belum teruji. Masih jauh di bawah Yana yang pasti biar kata sedikit sudah belajar dari bapaknya. Sudah kerap melihat hal-hal yang dilakukan bapaknya.

 

                    YANA

         Kita diskusikan lebih serius kapan-kapan, San. Atau menurutmu, bisnis apa yang bagusnya kita bangun?

 

                    SANDRA

              (menggelengkan kepala,

          mata dan wajahnya tak yakin)

         Aku belum punya bayangan. Jujur. Aku bahkan tak bisa membayangkan. Selesai kuliah kemarin, aku berharap besar pada perusahaan bapakmu. Tetapi,….

 

                    YANA

         Maaf tentang itu. Keluargaku sedang tiarap.

 

                    SANDRA

         Aku mengerti. Tidak apa-apa.

 

                    YANA

               (tersenyum lega,

      bersiap ke pembicaraan sebelumnya)

         Bagusnya bisnis apa ya?

 

 

                    SANDRA

             (tersenyum tiba-tiba)

         Ehm, aku tahu.

 

Beat.

 

                    YANA

         Apa?

 

                    SANDRA

         Jualan mie ayam. Ibuku yang bilang.

 

                    YANA

              (tertawa keras)         

Ha ha ha

 

Suara keras Yana membuat Danti dan Ella menoleh. Keduanya lalu berjalan kembali mendatangi meja dan kursi tempat Yana dan Sandra berada.

 

DUA ANAK TANGGA MENURUN

 

Dua orang waiters membawa nampan berisi empat piring nasi brongkos. Keduanya sedikit bingung karena meja Sandra dan teman-temannya penuh tas, dompet, dan smartphone.

 

Sandra dan Ella membantu kedua waiters itu. Menurunkannya ke meja restoran yang lain.

 

 

INTERCUT PANGGILAN VIDEO

 

 

                    DANTI

              (tersenyum,

    mengangkat smartphone sedikit ke atas)

         Hi, Ron.

               (kemudian)

         Aku lagi di Suwatu Mil & Bay. Dua kiloan dari Prambanan. Ha ha ha. Tau saja kalau aku lagi sama Sandra. Ada tuh. Yana dan Ella. Teman-temanku.

               (menggeser smartphone,

              menunjukkan teman-temannya)

         Mau bicara sendiri sama Sandra? Yei, …, ha ha ha. Malu ya.

 

Sandra mengalihkan tatapannya ke arah Yana. Pura-pura tak memperhatikan Danti yang masih berbicara dengan Ronny di smartphone-nya.

 

                  YANA

         Kamu kenal? Orang yang dibicarakan Danti itu, maksudku.

 

                    SANDRA

         Pernah kenalan. Sebatas kenalan. Tahu nama saja. Tidak lebih.

 

                    YANA

         Tertarik?

 

 

                    SANDRA

              (menyembunyikan wajah,

                menjawab kocak)

         Aku mau fokus ke bisnis mie ayam dulu. Ha ha ha.

 

17 INT. RUMAH SANDRA, DALAM KAMAR – MALAM, BELUM LARUT       17

 

Sandra duduk di kursi di depan meja belajarnya. Tangannya sibuk mengetik sesuatu. Jari-jarinya menari di atas keyboard MAC booknya.

 

Ia mengenakan pakaian simpel. Kaos warna biru muda bergambar Big Ben dan cela selutut warna putih.

 

Jam di dinding kamarnya menunjuk angka 8 lebih 11 menit.

 

                    SANDRA

              (berguman perlahan,

           untuk dirinya sendiri)

         Oke. Lampiran sudah. Bismillah. Kirim. Semoga sukses.

 

Sandra membereskan beberapa lembar kertas yang barus saja di-scan. Menaruhnya ke dalam map besar. Lalu menyimpan map itu ke dalam laci di almari buku-bukunya.

 

Ia kembali ke kursinya tadi. Menekuni keyboard di MAC book dan kembali memakukan matanya ke monitor.

 

                  SANDRA

         Oh aku harus membalas email Renee, Liu, dan Yana.

 

INTERCUT SUARA BEL RUMAH

 

Sandra berdiri. Mau tidak mau ia sendiri yang harus ke depan karena rumah sepi setelah bapak dan ibunya pergi sehabis waktu Isya. Sandra harus menjenguk ke depan dan memastkan orang yang baru saja membunyikan bel rumah.

 

 

18  EXT. RUMAH SANDRA – PINTU GERBANG – LANJUTAN              18

 

Sandra membuka pintu pagar setelah mengenali orang yang datang. Tetangga tempat tinggal. Meskipun tidak bertetangga dekat, tetapi Sandra tahu rumah orang itu. Keluarganya pun sangat mengenal keluarga orang itu.

 

Orang tua Sandra selalu mengajarkan untuk melayani tamu dengan sebaik-baiknya.

 

Perasaan Sandra pun cukup peka untuk menangkap adanya hal penting yang akan disampaikan tamunya.

 

Sandra mempersilakan orang itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu dengan ramah.

 

 

19. INT. RUMAH SANDRA – RUANG TAMU – LANJUTAN                  19

 

Sandra duduk di kursi panjang setelah tamunya duduk di sebuah kursi. Ia melayani tamunya. Menawarkan minuman, meskipun tawaran itu ditolak tamunya.

 

Tamu laki-laki itu berumur 40 tahunan. Wajahnya nampak mengkilat karena keringat. Ia pun nampak tak nyaman dengan kemejanya yang sedikit kusut.

 

Beberapa kali tamunya itu memandang Sandra dengan raut muka bingung, ragu, sungkan, dan terbebani sesuatu.

 

                    TAMU

         Maaf, mengganggu malam-malam, Mbak

 

                    SANDRA

         Tidak apa-apa, Pak Tiyono. Tetapi mohon maaf, Bapak dan Ibu sedang pergi.

 

Sandra menangkap perubahan wajah orang yang dipanggilnya dengan Pak Tiyono. Terlihat bingung dan semakin bingung.

 

                    TAMU

         Aduh.

 

                    SANDRA

            (menunjukkan simpati)

         Kenapa, Pak? Ada yang bisa saya lakukan mungkin, meskipun Bapak dan Ibu sedang pergi?

 

                    TAMU

              (ragu-ragu berucap,

              memberanikan diri)

         Sebenarnya, Mbak. Saya, eh, keluarga kami mau minta tolong. Kami membutuhkan uang sekitar satu seperempat. Untuk pengobatan Indah, anak kami.

                (kemudian)

         Tadi sudah ke dokter. Juga sudah ke apotik. Harga obatnya mahal. Uang kami masih kurang. Sebenarnya dokter menyarankan rawat inap di rumah sakit. Tetapi, kami tidak berani. Ngeri dengan berita-berita tentang Covid.

 

                    SANDRA

             (wajah prihatin,

               setengah bingung)

         Oh.

 

                    TAMU

         Akhirnya, ya, obat itu. Tapi,…

               (kemudian)

         Mahal.

 

Sandra berdiri. Meminta ijin pada tamunya untuk ke dalam sebentar. Ada sesuatu yang harus dilakukannya.

 

Sandra datang lagi. Menyerahkan sejumlah uang kepada Pak Tiyono.

 

                    SANDRA

         Pak, biar nanti saya saja yang menyampaikan ke Bapak dan Ibu. Mohon terima uang ini. Yang penting Indah bisa segea mendapatkan obat dan sehat kembali.

 

                    TAMU

         Tetapi?

 

                    SANDRA

         Obat untuk Indah dulu, Pak. Silakan.

 

Sandra melepas kepergian tamunya di pintu ruang tamu. Setelah tamunya tak lagi nampak di pintu pagar, baru Sandra menutup pintu ruang tamu rumahnya.

 

                    SANDRA

            (berdesis perlahan)

         Banyak orang yang lebih bingung dengan keadaan sekarang.

 

Sandra mau berjalan ke kamarnya lagi. Tetapi diurungkannya karena teringat sesuatu

 

                    SANDRA

         Aku belum menutup pintu pagar.

 

Sekilas Sandra teringat kata-kata neneknya. Dulu ketika dia masih SMA. Kata-kata yang selalu diingatnya. Kata-kata yang baru saja dilihatnya menemukan kebenaran.

 

                    NENEK

              (suara menasihati)

         Pagar mangkok lebih bagus daripada pagar tembok, San.

 

Sandra semakin tahu makna pesan itu. Pagar mangkok, pagar yang berdasar pada perhatian kepada orang lain. Pagar yang merengkuh. Pagar tembok, pagar yang bahkan membatasi orang untuk masuk.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar