KERETA
6. Seq #5
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

49. INT. KERETA – SORE – PRESENT

Terdengar suara petir menyambar (menyambung dari adegan sebelumnya). Dari jendela terlihat hujan turun dengan deras. Maudy terbangun dari tidurnya dengan tubuh diselimuti jaket miiik Hansi. Gara-gara bermimpi tentang Ibunya, air mata kelur dari mata Maudy. Maudy melirik Hansi, Hansi tampak serius menulis surat untuk Alya. Maudy mengusap air matanya, meraih botol minum dari dalam tas, lalu meminumnya.

HANSI

(Menyadari Maudy yang sudah bangun)

Kebangun?

MAUDY

Berapa lama aku tidur?

HANSI

(Melirik jam tangan, pukul setengah enam)

Sekitar tiga jam.

Maudy meletakan botol minum pada meja kecil di samping jendela, lalu melempar pandangan ke luar.

MAUDY

Ibuku meninggal minggu lalu. 

Hansi berhenti menulis, lalu menoleh menatap Maudy.

MAUDY (CONT’D)

Kecelakaan mobil. Mobilnya melaju melebihi batas, menerobos rel pengaman, lalu terperosok ke sungai. Itu kecelakaan tunggal. Ibu sempat dilarikan ke rumah sakit tapi meninggal dalam perjalanan.

HANSI

Aku turut berduka mendengarnya

MAUDY

(Menghela nafas)

Menurutmu... apa kita bisa minta maaf ke orang yang sudah meninggal?

HANSI

(Terdiam sejenak)

Aku nggak tahu. Nggak ada yang menjamin. Sebenarnya aku juga nggak tahu Alya akan memaafkanku atau enggak. Tapi, kewajiban orang yang berbuat salah adalah meminta maaf. Apapun yang terjadi setelahnya pikirkan nanti.

MAUDY

(Tertawa kecil, lalu menatap Hansi)

Masih punya kertas?             

HANSI

Masih. Kenapa? 

MAUDY

Kayaknya aku juga mau nulis surat.              

Hansi menagmbil kertas dari dalam tas, lalu menyerahkannya ke Maudy. Di luar hujan masih turun dengan lebat. Bertepatan dengan itu KERETA KEMBALI BERHENTI di stasiun. Beberapa penumpang turun dari kereta.

MAUDY

Aku seorang pegawai minimarket, bukan desainer interior. Sejak tahun terakhir kuliah sampai kemarin aku menjaga minimarket kecil di dekat stasiun.

HANSI

Kenapa tiba-tiba bilang?

MAUDY

Nggak papa, Tadinya aku bohong karena kupikir kamu orang yang aneh. (Tertawa kecil) Maaf soal itu.

HANSI

(Mendengus)

Emang dari dulu penampilanku nggak bisa dipercaya. (beat) Nah, lagi nggak sibuk, kan?

MAUDY

(Bingung)

Kenapa?

HANSI

(Menyerahkan surat yang selesai dia tulis)

Bacalah dan katakan pendapatmu.

MAUDY

(Menerima surat yang diberikan Hansi dengan ragu-ragu)

Kamu yakin aku boleh baca?

Hansi mengangguk. Selama beberapa saat Maudy membaca surat itu. Selesai membacanya, Maudy menarik nafas lalu mengembalikan surat itu pada Hansi.

HANSI

Gimana?

MAUDY

Jujur, kan?

HANSI

Iya, jujur.

MAUDY

Pertama… Hilangkan kata jika dan kalau, dua kata itu bikin permintaan maafmu nggak tulus. “Maaf jika aku menyakitimu.” Kalau kamu memang menyakitinya, bilang saja “Maaf aku sudah menyakitimu” (beat) Kedua… kamu harus membedakan. Kamu menulis penyesalanmu, atau cuma menulis apa yang ingin Alya dengar. Itu dua hal yang berbeda. Kalau ingin meminta maaf sebaiknya minta maaflah dengan jujur.

HANSI

Gitu, ya?

MAUDY

(Nada mengejek/menyindir)

Padahal tadi nasehatmu bagus, aku nggak nyangka tulisanmu sepayah ini

HANSI

Dibilangin aku nggak bisa nulis surat.

MAUDY

Yang ketiga… Tulisanmu jelek. Aku bisa paham kalau Alya nggak maafin kamu gara-gara tulisanmu yang jelek.

HANSI

Gimana lagi? Keretanya goyang-goyang terus.

MAUDY

Yang keempat.

HANSI

(Kaget)

Eh? Masih ada yang keempat?

MAUDY

Maaf. aku nggak ngerti. (beat) Kamu bilang Alya akan menikah bulan depan. Terus, kenapa di akhir surat kamu bilang kalau kamu menyukainya? Kenapa tiba-tiba mengungkapkan perasaan? Apa yang kamu harapkan dari itu?

Hansi terdiam kikuk. Tak lama setelah itu terdengar pengumuman kalau KERETA TIDAK BISA MELANJUTKAN PERJALANAN karena terjadi longsor yang menutup jalur, sehingga semua penumpang harus turun di stasiun ini.

 

50. INT. STASIUN – LOBI – PETANG 

Maudy berdiri di dekat pintu keluar menatap hujan yang belum berhenti. Lobi agak ramai, beberapa orang berkerumun di pusat informasi. Hansi ada dalam kerumunan itu. Setelah mendapat informasi yang cukup, Hansi menghampiri Maudy.

MAUDY

Gimana?

HANSI

Ada longsor yang menutupi jalur, semua perjalanan ditunda. Sekarang cuaca kurang mendukung, jadi paling cepat besok sore. Masalah kompensasi nanti bisa diurus. Gitu katanya.

MAUDY

Kamu gimana?

HANSI

Hmm... Belum tahu. Kamu lapar?

 

51. INT. WARUNG TENDA MIE AYAM DEKAT STASIUN – MALAM

Warung tidak terlalu ramai, hanya ada dua orang pengunjung selain Hansi dan Maudy. Maudy mengeringkan wajahnya yang basah dengan tissue. Sementara itu Hansi memesan makanan. Saat Hansi kembali, Maudy memberikan tissue kepada Hansi.

HANSI

(Mengusap wajahnya dengan tissue)

Katanya ada hotel kecil di dekat alun-alun. Rencananya aku menginap di sana. Kamu gimana? Mau ikut?

MAUDY

(Mengangguk)

Nggak ada pilihan lain, kan?

HANSI

Maaf.

MAUDY

Kenapa minta maaf?

HANSI

Soal Ibumu, kamu harus menunggu lebih lama.

MAUDY

Bukan salahmu.

Pelayan meletakan dua mangkuk mie ke meja Maudy dan Hansi. Maudy mengucapkan terima kasih.

 

52. INT. LOBI HOTEL – MALAM 

Maudy berdiri di depan meja resepsionis untuk memesan kamar. Sementara Hansi duduk di kursi tunggu sambil menonton televisi kecil yang ada di sana. Berita di televisi membahas kecelakaan kereta yang terjadi minggu lalu.

REPORTER TV

Dari hasil olah TKP, Polisi menetapkan supir bus sebagai tersangka. Dalam kecelakaan ini sebelas orang dinyatakan meniggal, sementara puluhan lainnya luka-luka.

Sementar itu, di meja resepsionis Maudy tampak kebingungan.

RESEPSIONIS

Maaf, tapi cuma sisa satu kamar.

MAUDY

Beneran nggak ada kamar lain?

RESEPSIONIS

Maaf, untuk saat ini nggak ada.

MAUDY

(Bingung)

Apa ada hotel lain di dekat sini?

Resepsionis tersenyum, lalu menggelengkan kepala. Maudy menghampiri Hansi dengan raut wajah kecewa.

HANSI

Gimana? Penuh?

MAUDY

(Mengeluh)

Cuma sisa satu kamar.

HANSI

Gitu, ya. (beat) Kalau gitu ambilah. Biar aku cari hotel lain.

 Hansi mulai mengambil tasnya. Sementara Maudy tampak serius, berpikir dengan keras. Di luar, hujan belum berhenti, jam sudah mendekati pukul sembilan.

 

53. INT. KAMAR HOTEL – MALAM 

Maudy dan Hansi berdiri mematung di dekat pintu, mereka merasa canggung berada dalam satu kamar.

HANSI

Ee... kalau kamu berubah pikrian aku masih bisa pergi. 

MAUDY

Kamu tidur di lantai.

HANSI

(Mengangkat kedua tangan setinggi dada seperti menyerahkan diri)

Tentu... Aku tidur di lantai.

Terdengar suara ketukan di pintu.

HANSI DAN MAUDY

Y-ya (terkejut canggung)

Secara bersamaan Hansi dan Maudy bergegas membukakan pintu, tapi Hansi mengalah dan membiarkan Maudy yang membuka pintu. Di depan, pelayan hotel berdiri sambil membawa bantal dan selimut

PELAYAN HOTEL

Tambahan bantal dan selimut? 

MAUDY

M-makasih.

Maudy menerima tambahan bantal dan selimut, pelayan hotel pergi, lalu Hansi menutup pintu.

MAUDY (CONT'D)

(Memberikan bantal dan selimut ke Hansi dengan sedikit kasar)

Aku duluan yang pakai kamar mandi.

 

LATER

 

Kamar gelap, lampu sudah dimatikan. Maudy berbaring di atas ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut, menatap langit-langit. Sementara Hansi berbaring di lantai beralaskan selimut, juga menatap langit-langit. Suasana kamar yang hening membuat suara detak jam terdengar.

 

54. INT. RUMAH – RUANG TENGAH – SIANG – FLASHBACK.

Ibu Maudy berpakaian rapi (pakaian kerja), sedang duduk di sofa memilah-milah kertas dan memasukannya ke dalam map. Bibi Maudy berdiri di hadapannya, menatap Ibu Maudy dengan tatapan kasihan. 

BIBI MAUDY

Mbak yakin mau kayak gini terus? 

Maudy kecil (10th) dengan seragam sekolah berniat menghampiri Ibunya. Namun, mendengar pembicaraan Ibu dan Bibinya, Maudy bersembunyi di balik pintu.

IBU MAUDY

Apa maksudmu?

BIBI MAUDY

Apa nggak repot? Antar jemput anak, mengurus rumah, bekerja. Mbak, kan masih muda, mending nikah lagi aja.

IBU MAUDY

Kamu ngomong apa? Kan udah pernah dibahas.

Bibi Maudy berpindah dari berdiri, menjadi duduk di samping Ibu Maudy.

BIBI MAUDY

Kalau nggak mau nikah lagi, paling nggak mbak cari pengasuh buat ngurus Maudy.

Ibu Maudy tidak menanggapi, terus menata dokumen tanpa menatap Bibi Maudy.

BIBI MAUDY (CONT’D)

(Menghela nafas)

Dulu mbak pernah bilang mau lanjut kuliah lagi, kan? Aku bilang gini karena aku nggak mau mbak menyesal nantinya.

               

55. INT. KAMAR HOTEL – MALAM – PRESENT 

Maudy masih berbaring sambil menatap langit-langit. Maudy menghela nafas dalam-dalam.

HANSI

Belum tidur?

MAUDY

Belum

HANSI

Mau kunyalakan lampunya?

MAUDY

Biarin aja

Suasana kembali hening untuk beberapa saat. (CU) Jam di dinding, sudah pulul sebelas malam.

MAUDY

Yang kudengar.... Ibuku mabuk waktu menyetir. Kata polisi kadar alkohol yang masuk ke dalam tubuhnya melebihi batas untuk mengemudi. (beat) Gara-gara itu aku berpikir, apakah Ibuku benar-benar kecelakaan, atau dia berniat bunuh diri.

HANSI

Kenapa kamu mikir gitu? 

MAUDY

Nggak tahu. Dari dulu nasib Ibuku selalu malang. (beat) Ayahku pergi saat umurku dua bulan. Sampai sekarang aku nggak pernah tahu wajahnya. Aku juga nggak tahu dia masih hidup apa sudah mati. Tapi kuanggap sudah mati, lagian nggak ada bedanya.

Maudy menghela nafas.

MAUDY (CONT'D)

Sejak saat itu... Aku cuma tinggal berdua sama Ibu. (beat) Aku dilahirkan saat Ibu masih kuliah. Waktu itu Ibu masih sangat muda. Tapi karena merawatku, Ibu harus mengorbankan kuliah dan karirnya. Sampai akhirnya waktu umurku sepuluh tahun, aku dititipkan ke bibi.

56. INT. RUMAH BIBI – RUANG TENGAH – MALAM – FLASHBACK

Maudy (10th) menangis karena Ibunya nggak kunjung pulang, Bibi agak kesal berusaha menenangkan.

BIBI MAUDY

Nggak usah nangis…. Sementara kamu tinggal sama Bibi dulu.

57. INT. KAMAR HOTEL – MALAM – PRESENT

Maudy masih bercerita sambil menatap langit-langit.

MAUDY

Bibi pernah bilang kalau menghilangnya Ayahku sebenarnya nggak jadi masalahh, tapi karena terlanjur melahirkanku, beban yang ditanggung jadi dua kali lipat. (Maudy meneteskan air mata) Sejak saat itu, aku selalu berpikir kalau keberadaanku adalah sebuah kesalahan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar