Kamu Orang Seperti Apa Ketika Jatuh Cinta?
1. Satu

SC.01. INT-DAPUR RESTORAN GUDEG-SIANG

Suasana restoran gudeg itu ramai dengan pengunjung dan semua meja penuh. Rata-rata yang datang adalah karyawan yang bekerja di area perkantoran dekat restoran. Terlihat Sagraha sedang menyiapkan pesanan gudeg dan menaruhnya ke piring khusus. Asapnya mengepul di udara dan aroma gurih serta manis seketika memenuhi ruangan dan meningkatkan nafsu makan. 

Konsep restoran gudeg ini adalah dapur terbuka, jadi, para pelanggan bisa melihat sendiri bagaimana koki menyajikan makanan hingga sampai kepada pelanggan. Sama seperti hari-harinya yang biasa, Sagraha menghabiskan waktunya dengan berkutat di dapur dan membuat koki yang seharusnya bertugas hari ini menjadi kehilangan pekerjaannya. 

SAGRAHA 

Pesanan untuk meja nomor 51 ready. (Sagraha memebcet bel dan menyerahkan nampan berisi dua porsi gudeg kepada pelayan yang sudah menunggu) 

Pelayan itu pergi dan Sagraha melanjutkan kegiatannya membuat pesanan gudeg untuk pelanggan lain. Dari balik pintu toko yang terbuka, Firman muncul dengan setelan kemeja abu-abu dan celana hitam, mendekati Sagraha. 

FIRMAN

(Menekuk kedua lengannya dan menatap Sagraha lekat) Enggak pengin liburan? Udah dua tahun lo kerja lembur bagai kuda. Bahkan hari minggu pun masih jadi koki di tempat lain (Firman melirik ke arah koki yang seharusnya bertugas hari ini. Tampak koki itu sedang berdiri canggung di sudut ruangan tanpa bisa melakukan apapun) Kasihan pekerja lo makan gaji buta. Dia juga keliatan nggak enak biarin anak bosnya kerja. 

Sagraha tidak menjawab dan memencet bel. 

SAGRAHA

Pesanan untuk meja 31 ready! 

FIRMAN

(Menghela napas) Nanti malam lo dateng kan ke acara ulang tahunnya Rianda? Sore ini dia pulang dari London. Kita rayain bareng-bareng. 

SAGRAHA 

(Tidak menjawab dan fokus lagi pada kegiatannya menuangkan lauk ke piring.) 

Pelayan mengambil nampan lagi dan Sagraha melanjutkan tugasnya mengantarkan pesanan kepada pelanggan. 

FIRMAN

Yak, lo nggak kasihan sama Rianda? Dia sebenernya masih pacar lo nggak sih? Udah dua tahun, Sa. Udah dua tahun lo gantungin Ria tanpa kepastian. (Firman memukul meja karena kesal sejak tadi diabaikan) Lo nggak pernah jalan sama dia pas lagi balik ke Jogja. Lo juga nggak sms atau nelpon dia. Gue nggak pernah punya sahabat brengsek kayak lo ya!

SAGRAHA 

(Sagraha menghentikan kegiatannya dan memandang Firman tajam) Dan si brengsek ini nggak pernah minta Rianda nunggu. Gue udah putusin dia sejak dua tahun lalu. (Sagraha memajukan wajahnya, mengintimidasi Firman dengan tatapannya) Kalau lo suka sama Rianda, ambil aja. Toh, dari awal bukan gue yang maksa dia pacaran sama gue. 

FIRMAN

(Kehabisan kesabaran dan meninggikan nada suara) Selama ini Rianda udah sabar ngadepin lo yang selalu proritasin Saga. Dan setelah Saga meninggal—

SAGRAHA

(Mencengkeram kerah baju Firman dan memandanginya tajam dan dingin) Lo nggak berhak ngurusin hidup gue atau berkomentar apapun soal adek gue! 

FIRMAN

(Berusaha bersikap tenang) Lo harus move on, Sa! Sagara nggak akan hidup lagi meski lo mati karena kelelahan kerja! 

SAGRAHA 

Jangan berani nyebut nama adek gue sama mulut kotor lo!

FIRMAN

Sejak kapan mulut gue jadi kotor? Elo yang tiba-tiba berubah jadi bangsat. 

 (Sagraha melepaskan cengkeramannya kasar saat melihat Ayah Tama datang dari arah kantor) 

AYAH TAMA

Ada apa ini ribut-ribut?

Ayah memandang Sagraha dengan raut wajahnya yang tegas. Beberapa pelanggan hanya menonton, sebagian tidak peduli dan lanjut makan, sementara sebagian lainnya meninggalkan restoran karena terganggu. 

AYAH

(Memandang putranya penuh peringatan) Sagraha, ikut ayah ke kantor sekarang. (Langsung pergi dari sana tanpa menunggu jawaban Sagraha) 

Firman menepuk-nepuk kerah kemejanya yang berantakan. Tatapannya masih menyiratkan ketidaksukaan. Sementara itu, Sagraha melepaskan celemeknya dengan kasar dan memandang Firman tajam. 

SAGRAHA 

Kalau lo ke sini cuma mau mengacau, mending nggak usah dateng selamanya. 

Sagraha meninggalkan Firman yang terdiam dan melihat punggung Sagraha dengan pandangan tak terbaca.

CUT TO

SC.02-INT-KANTOR AYAH-SIANG 

Ayah memunggungi Sagraha dan memandang ke luar jendela kaca yang menampilkan pemandangan taman hijau dan bebungaan. 

AYAH

Pulang, Sa. 

SAGRAHA 

Kenapa? Firman udah aku usir pulang. Jadi nggak ada yang ganggu restoran lagi. 

AYAH

Bukan Firman masalahnya. Tapi kamu. Sekarang kamu pulang dan jangan kembali ke cabang restoran manapun selama satu bulan. 

SAGRAHA

Maksud Ayah apa? Aku nggak bisa jauh-jauh dari dapur. Dapur adalah hidupku. Kesalahan apa yang udah kuperbuat sampai ayah ngusir aku? (Masih bersikap sabar) 

AYAH

(Berbalik dan memandang putra tunggalnya tajam) Ayah sudah menurunkan perintah pada manajemen cabang buat nggak menerima kamu di cabang restoran kita di mana pun. Kalau kamu masih bersikeras, semua pegawai yang nerima kamu akan ayah pecat. 

SAGRAHA

Ayah! (Meninggikan nada suaranya) Ayah nggak bisa perlakuan aku kayak gini setelah apa yang udah aku lakuin buat restoran kita. Aku—

AYAH

Kamu harus berhenti, Sagraha. Pilihan kamu Cuma ada dua, Sagraha. Menikah dengan gadis pilihan Ayah atau pergi selama sebulan. 

SAGRAHA 

Tapi Ayah, aku nggak bis—

AYAH

Sekali-sekali berkacalah, Sagraha! Kamu sudah seperti mayat hidup! Kalau dalam jangka waktu satu bulan kamu tidak berubah, Ayah bakal bener-bener kirim kamu ke rumah sakit jiwa. 

SAGRAHA 

(Terdiam sambil mengepalkan tangan, merasa benci dengan keputusan ayahnya) Aku baik-baik aja, Ayah. Aku nggak gila. 

AYAH

Kamu bisa pergi ke tempat mana pun yang kamu mau. Dan jangan kembali sebelum satu bulan. Mengerti? (Kata Ayah tegas) Sekarang kamu bisa pergi. (Dia mengibaskan tangan pertanda mengusir) 

SAGRAHA 

Aku nggak akan pergi ke mana pun. Kalau restoran ini enggak nerima aku, aku bisa kerja di tempat lain. (Balas Sagraha tegas, kemudian keluar dari kantor sambil membanting pintu) 

AYAH

Sagraha! 

SC.03-INT-DAPUR RUMAH SAGRAHA-MALAM

1. Terlihat Sagraha yang sedang sibuk memasak di dapur rumahnya. 

2. Sagraha membuat berbagai jenis makanan sehat. Seperti ikan salmon segar panggang, salad buah dan tumis sayuran. Tak lupa burger kesukaan Sagara yang terbuat dari gandum utuh dengan daging yang diganti dengan edamame tumbuk. 

3. Sagraha menghias makanan yang sudah matang dengan cantik seperti bekal bento, teringat adiknya suka rewel soal makanan. 

4. Sagraha menaruh semua makanan itu ke atas meja makan. Menyajikannya seolah-olah Sagara akan ikut makan bersamanya. 

5. Adiknya, Saga, harus makan makanan yang bergizi dan sehat agar cepat pulih. 

SAGRAHA 

Makan malam hari ini udah siap! (Sagraha bertepuk tangan sekali, menatap hidangan itu dengan puas.) Saga, kamu harus makan banyak supaya cepat sembuh (Tiba-tiba saja sorot mata Sagraha berubah sedih saat mengingat momen-momen indah bersama Saga di dapur) 

FLASHBACK 3 TAHUN LALU

Di pagi hari yang cerah, seperti biasanya, Sagraha menyiapkan sarapan udah Saga, adiknya yang divonis menderita kanker otak sejak berusia empat belas tahun. Saat ini usia Saga sudah delapan belas. 

1. Sagraha membuat roti gandum utuh panggang yang disiram keju mozarella lembut, kemudian edamame dan jagung rebus yang di atasnya diberi parutan keju. Tak lupa sup krim jagung yang masih panas. Sagraha juga memasak sarden kaleng dan nasi untuk dirinya sendiri. 

3. Sagraha menaruh makanan itu ke hadapan Saga yang sudah menunggu dengan wajahnya yang sedikit pucat. Makanan itu tampak cantik karena Sagraha menghiasnya dengan sepenuh hati. 

4. Sagraha menatap adiknya yang begitu kurus dengan tatapan penuh kasih sayang. 

SAGRAHA 

Sarapan hari ini sudah ready! Ayo, kita makan bareng! 

SAGA

Terima kasih! (Mulai menggigit roti gandumnya dengan antusias) Tapi aku sudah 18 tahun sekarang. Enggak perlu dihias lagi makanannya. Aku bakal berusaha buat makan. 

SAGRAHA 

(Ikut duduk di depan Saga dan menatapnya lembut. Sejak divonis kanker, Saga menjadi pemilih. Dia sering mual dan tidak nafsu makan, jadi, Sagraha akan mencari cara agar Saga mau makan. Salah satunya adalah dengan menghias makanan itu dengan bentuk-bentuk lucu seperti bekal bento) Enggak apa-apa, aku seneng ngehias makanan kok. Siapa tahu bisa buka bisnis bento sendiri. (Tersenyum tipis) Besok aku mau bikin burger khusus yang bisa kamu makan sepuasnya. Kamu kan, suka banget sama burger. 

SAGA

(Tersenyum dan mulai menyuap rotinya lagi. Ia melihat lauk di piring Saga. Ikan sarden kalengan yang dimasak dengan telur dan tampak berminyak. Juga sepiring nasi panas. Tatapannya berubah iri) Aku juga pengin makan ikan sardennya. 

SAGRAHA

(Tersenyum tipis dan menggeser piringnya) Boleh. Tapi dikit aja. Seujung sendok. Aku possesif sama makananku soalnya. 

SAGA

Kukira Cuma bisa possesif sama Rianda aja. 

Saga tertawa renyah, dan Sagraha ikut tertular senyumnya. 

FLASHBACK END. 

Sagraha melepaskan celemeknya dan mengusap sudut matanya yang berair. Dia mengurut keningnya untuk menghentikan tangis. Hingga kemudian, Sagraha terduduk di kursi depan meja makan dan tangisnya pecah. 

Tiba-tiba, pintu rumahnya diketuk. Sagraha buru-buru menghapus air matanya dan membukakan pintu. Rianda dan Firman masuk sebelum Sagraha mempersilahkan.

RIANDA

(Masuk sambil membawa kotak berisi kue ulang tahun menuju dapur) Aku mau ngerayain ulang tahun di sini.

Firman dan Sagraha mengikuti Rianda dari belakang. 

RIANDA

(Menatap hidangan yang tersedia di atas meja) Wah. Kamu ternyata udah masak sebanyak ini. Kok tahu kalau kita berdua mau datang? (Meletakkan kotak kue ke atas meja dan memandang Sagraha sambil tersenyum lebar) Ayo kita mulai tiup lilin dan make a wish. 

Firman dan Sagraha tidak saling bersuara, sementara Rianda mulai membuka kotak dan mengeluarkan kue ulang tahun serta menyalakan lilin. Ulang tahun Rianda dan Sagraha berada di tanggal dan bulan yang sama. 

RIANDA

(Mengarahkan kue itu ke depan Saga sambil tersenyum lebar) Ayo kita tiup lilinnya sama-sama. Kamu juga ulang tahun hari ini. Happy birthday, Sagraha. 

SAGRAHA

(Tatapan mata dingin) Pergi.

RIANDA

(Mengabaikan Sagraha dan bernyanyi) Tiup lilinnya. Tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang jug—(Tersentak saat Sagraha melempar kue itu dan menjadikannya berhamburan ke lantai) 

SAGRAHA

Gue bilang pergi! (Membentak marah sambil menunjuk pintu keluar) Gue nggak mau ada perayaan-perayaan sampah kayak begini. (Memandang Rianda dengan sorot benci) Kita udah putus sejak dua tahun lalu, kalau itu yang selalu lo pertanyakan. Jadi berhenti bersikap seolah-olah nggak ada yang terjadi di antara kita. 

FIRMAN

(Memukul wajah Sagraha saat melihat Rianda mulai menangis) Brengsek lo Sa! 

Sagraha terjatuh di lantai dan mengusap bibirnya yang berdarah. Firman hendak menghajar Sagraha lagi, tetapi Rianda menghentikan Firman dengan memegangi pundaknya.

RIANDA

Sudah, cukup Fir. Aku enggak apa-apa. Jangan berantem lagi. 

FIRMAN

Gue selama ini udah cukup sabar ngadepin lo Sa. Gue tahu kalau lo kehilangan Saga! Tapi nggak cuma lo doang yang kehilangan, brengsek! Gue juga! Gue juga ngabisin masa kecil gue bareng Saga! (Jeda sejenak. Dada Firman naik turun karena emosi. Matanya memerah) Jadi berhenti bersikap seolah-olah Saga meninggal karena lo! Berhenti nyiksa diri sendiri! 

SAGRAHA 

Tapi Saga emang meninggal gara-gara gue! (ikut emosi) Kalau aja waktu itu gue nggak—

FIRMAN

Saga udah empat tahun sakit-sakitan. Lo yang liat sendiri gimana tersiksanya dia pas lagi kemoterapi. Sekarang Saga udah bahagia di sana. Jadi berhenti bersikap tolol karena Saga meninggal bukan karena lo! 

SAGRAHA 

(Mengalihkan wajah) Gue nggak butuh rasa kasihan dari lo. Gue bisa ngurus hidup gue sendiri. 

Firman mengambil dua buah tiket pesawat dari kantung celananya dan menaruh benda itu ke atas meja dengan kasar. 

FIRMAN

Tolol. Gimana ceritanya lo nggak bisa bedain rasa kasihan sama peduli? (ia memandang Sagraha marah) Ini tiket pesawat dan voucher penginapan di Bali selama satu bulan. Pesawatnya berangkat besok pagi. Take your time, Sa. Semoga lo jadi waras setelah pulang. 

SAGRAHA

Gue nggak butuh! Gue nggak akan pergi. 

FIRMAN

Berhenti bersikap keras kepala. Gue bakal panggil bodyguard buat nyeret lo sampai ke dalam pesawat. Gue nggak pernah main-main sama ucapan gue, Sa. 

Firman meninggalkan Sagraha dan meraih tangan Rianda. Mereka pergi meninggalkan Sagraha yang menatap keduanya dengan tatapan mata kosong. Sagraha kemudian bangkit dan menenggelamkan wajahnya di antara lipatan lutut, pundaknya bergetar. 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar