Home Run
5. Gangguan
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

1. EXT./INT. KORIDOR SEKOLAH – SIANG

Ravi mengerutkan kening, melihat Amel yang terus berjalan bahkan saat sudah sampai di depan kelasnya.

Ravi:

KELAS LO DI SINI, WOI! AMEL!

Amel berhenti, dia tersentak. Dia hanya tersenyum bodoh dan segera masuk ke kelas. Ravi hanya menggelengkan kepalanya.

Ravi:

Kebanyakan belajar jadi oleng.

CUT TO:

2. INT. RUANG KELAS AMEL – SIANG

Amel masuk ke kelas dan meletakkan buku-buku yang dia pinjam ke dalam laci mejanya. Teman sebangkunya, Mika, menawarkan snack padanya.

Mika:

Nih, gue sisain. Baik, kan?!

Amel menerimanya dengan tertawa.

Amel:

Tumben.

Mika:

Gue baik terus, kali… lo enggak peka…

Mika melanjutkan kegiatannya menulis sesuatu di bukunya. Amel menikmati snack yang diberikan Mika. Beberapa detik kemudian, Mika menatapnya.

 

Mika:

Olim? Tahun ini jadi ikut?

Amel:

Jadi.

Mika:

YEEEY! Gue tuh, emosi ya, tahun lalu lo ngundurin diri dengan alasan belum siap. Gue aja yang enggak pernah siap malah ikutan! Padahal, gue yakin lo bisa lolos tahun kemarin… pokoknya tahun ini lo pasti lolos. Gue sama Faya udah taruhan seratus ribu!

Amel:

Iya, iya… doain aja, deh. Gue enggak berharap lebih juga, kok.

Mika:

AAMIIN, AAMIIN! BISMILLAH MEDALI EMAS FOR AMELIA!!

Amel memukul Mika karena terlalu berlebihan. Dia menyuruhnya jangan terlalu ribut. Mika kembali menulis, dan Amel tidak melanjutkan makannya. Dia membenamkan kepalanya di atas lengannya, menutup mata, mencoba untuk tidur.

CUT TO:

EXT. BELAKANG GUDANG SEKOLAH – SORE

Kara menarik kerah baju Amel dan mendorongnya hingga terjatuh ke tanah. Amel tidak berusaha berdiri, dia menunduk. Indira berjongkok di depan Amel, menampar pipi Amel tanpa aba-aba.

Indira:

Lo bangga!? Cari mati?!!

Fina membuka buku tulis yang dia bawa, memperlihatkan tulisan di salah satu lembar buku kepada Amel. sebuah tulisan ‘KERJA SENDIRI, JANGAN MALAS’ yang membuat mereka benar-benar marah. Kara menarik rambut Amel sehingga kepala Amel mendongak.

Kara:

Udah pasti lo yang tulis ini, kan? Dasar bego, berani banget cari mati sama kita.

Fina menampar Amel untuk kesekian kalinya dengan keras. Amel hanya pasrah. Dia tidak tahu harus berkata apa, matanya berkaca-kaca.

Fina:

Denger-denger, lo habis terima duit.

Kara memeriksa saku baju Amel. Kara mendapatkan sebuah amplop putih kecil. dia membaca tulisan di depannya.

Kara:

Karya tulis ilmiah. Wiih! Amplopnya gemuk!

Perhatian mereka teralihkan, terpusat pada amplop milik Amel. mereka merobeknya dan mengeluarkan isinya. Beberapa lembar uang merah dan uang biru membuat mata mereka membelalak. Indira menghitung uang tersebut.

Indira:

Seratus, dua ratus… lima ratus… satu juta, anjir. Satu juta, woi!! Nih, gue bagi, ya. Fina tiga ratus ribu. Kara tiga ratus ribu. Gue juga tiga ratus ribu!

Fina:

Seratus ribunya?

Tiba-tiba, seseorang memanggil mereka. Indira melambaikan tangannya.

Indira:

ROY! ADA BISNIS!! SINI!

Murid bernama Roy itu datang.

Roy:

Buset, palak lagi?

Fina:

Sejuta, Roy. Mau, enggak?

Roy:

Mau, lah!!! Siapa, nih? Widih, anak kelas sepuluh!? Mantap, mantap.

Amel lemas. Nafasnya terengah-engah, pipinya perih karena ditampar berkali-kali. Dia mendongak, menatap mereka semua yang sedang berdiri. Kara tersenyum padanya.

Kara:

Mel, jangan dibikin susah, dong? Indira juga mau ikut olimpiade buat dapat medalinya, tapi, kalau ada lo… bokap Indira jadi agak susah buat kerja. Ibaratnya, singa dapat mangsa. Tapi, di saat yang bersamaan mangsanya juga diintai hyena. Hyena harus ngalah supaya enggak mati.

Fina:

Ck. Udah, deh. Intinya besok Indira enggak mau lihat lo datang bimbingan lagi. Oke?

Amel akhirnya menangis.

Amel:

Enggak mau. Suruh bokap lo kerja keras buat ngalahin Hyena.

Roy bertepuk tangan sambil tertawa. Indira kaget dengan kalimat Amel. Dengan kekuatan yang sudah menipis, Amel berdiri. Dia hendak meninggalkan mereka, namun Roy menariknya.

Roy:

Temennya Ravi, ya?

Amel mengerutkan kening. Perasaannya tidak enak setelah Roy menyebut nama Ravi.

Roy:

Lo harus nurut kalau enggak mau Ravi jadi kucing di lapangan. Karena senior-seniornya anjing semua.

Amel:

Enggak perlu libatin Ravi.

Mereka tertawa.

Fina:

Romantis banget kalian!

Amel:

Lepasin!

Amel berusaha melepaskan genggamannya dari Roy, namun tangan Roy terlalu kuat. Roy menggenggam kuat dua tangan Amel, mendorong tubuh Amel ke dinding. Roy mendekatkan badannya sampai tidak ada lagi jarak antara dia dan Amel. Roy tersenyum. Dia mendekatkan wajahnya, berniat ingin mencium Amel, namun Amel memalingkan wajahnya ke kanan.

Roy tertawa atas usaha keras Amel. dia berhasil mengecup pipi Amel berkali-kali. Amel hanya bisa menutup mata dan menahan nafas. Dia bahkan tidak bisa berteriak.

Fina menyadarkan Roy untuk berhenti.

Fina:

Enak, Roy?

Roy:

Hahaha. Amel juga kayaknya nikmatin??

Indira:

Ingat tugas lo. Ayo, cabut.

Mereka meninggalkan Amel. Sepeninggal mereka, Amel langsung duduk tak berdaya. Dia mencoba berdiri membersihkan roknya, merapikan seragam dan rambutnya. Dia mengatur nafasnya agar stabil. Amel kembali ke kelas dengan tatapan kosong.

CUT TO:

3. INT. KAMAR AMEL – MALAM

Amel terbangun kaget. Wajahnya benar-benar basah oleh keringat. Dia menyalakan lampu di samping kasurnya. Temaram lampu menampilkan wajahnya yang pucat dan kacau. Dia bermimpi lagi tentang kejadian itu.

Nafasnya terengah-engah. Dia beranjak dari kasur menuju meja belajar. dia menyalakan lampu belajarnya.

Amel duduk dan memperhatikan buku-buku catatan yang berantakan di atas mejanya. Buku catatan bahasa Indonesia, matematika, biologi… semuanya milik Roy, Indira, Fina dan Kara. Dia meraih pulpennya dan melanjutkan tugas mereka.

CUT TO:

4. EXT. LAPANGAN LUAS – SORE

Amel dan Ravi baru tiba di lapangan luas setelah satu jam jalan-jalan ke toko buku dan makan siang. Ravi akan latihan dan Amel ingin menontonnya, karena belum pernah melihat Ravi sebagai pemain softball.

Ravi:

Beneran mau nungguin sampai malam?

Amel:

Iya, iya, sana cepetan!

Ravi memberikan tasnya kepada Amel dan pergi mengganti pakaian. Amel duduk di tribun yang mengelilingi lapangan. Tribun tersebut kosong, tidak ada penonton. Di lapangan sana, beberapa anggota softball sedang melakukan pemanasan.

Amel mengeluarkan ponsel dan memotret Ravi yang baru masuk lapangan dengan seragam bertuliskan namanya, nomor 24. Dia kemudian menikmati camilannya sambil menonton latihan tersebut. Mereka mulai lari mengelilingi lapangan, ditemani suara peluit pelatih.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar