Cara Memutuskan Gadismu
7. Scene 7

RIRI

Hani, gue bukannya nggak suka sama lo.

 

Ray berbalik. Tak ingin melihat dua adegan percintaan anak SMA.

 

RIRI

Tapi, gue nggak pernah tahu kalo lo suka sama gue. Habisnya lo sih, kalo udah bareng teman-teman lo, gue duduk dekat lo, disuruh pergi. Lo selalu sibuk sendiri, bilang di depan gue tentang cowok-cowok ganteng. Dan sekarang lo mendadak bilang suka, gue masih nggak tahu hati gue.

 

HANI

(menoleh)

Gue tahu. Kak Lala sms gue tadi. Sekarang kita tetap temenan aja dulu. Ok?

Hani masuk setelah melihat anggukan Ray.

RAY

Sekarang, orang-orang se-kompleks tahu kisah kalian.

Riri menyadari suaranya terlalu keras. Ia mendesis.

RAY

Jadi kak Ray gimana, Ri? (memasang wajah sendu)

RIRI

(menggerakkan kepala, mendesah)

Kak Ray di sini aja. Kakak pasti nggak bakalan tega kebiarin orang yang disayangnya bermalam di jalan.

Ray mengangguk.

Sebelum Riri masuk, ia berhenti, berbalik.

RIRI

(menahan tawa)

Kak Ray, berdoa aja, semoga hujan. Biar nggak kelamaan nunggu.

RAY

Tega banget sama kakak ipar.

RIRI

(mencibir, tersenyum)

Aku bakalan coba rayu kak Lala, deh.

 

Ray melihati Riri masuk. Pintu tertutup. Bermenit-menit waktu berlalu. Ray bahkan tak bisa memarahi nyamuk-nyamuk yang mengelilingi kakinya.

 

Riri masuk. Singgah di depan pintu kamar Lala yang di dalam kamar bersandar di pintu kamarnya.

RIRI

Kak, kayaknya nggak bakalan hujan. Tapi di luar banyak banget nyamuk. Kak Ray cuman pake celana pendek. Semoga aja nggak ada nyamuk malaria. Kalau ada, aku cuman bisa ngasih sapu tangan ke kakak.

 

Tak ada tanggapan. Riri berlalu ke dapur. Mendapati ibunya yang tersenyum melihatinya, wajahnya penuh rasa keibuan.

RIRI

Ibu bangun?

IBU LALA

Soalnya kamu ngomongnya kenceng banget. (jeda.) Mau ibu buatin yang hangat-hangat?

RIRI

(menganguk, duduk di kursi, memperhatikan punggung ibunya)

Kalo waktu itu, ayah minta maaf, ayah pasti masih di rumah ini.

Ngomelin kak Ray. Kak Lala bakalan keluar, minta ayah nggak marah.

Terus ibu, bakalan jadi penengah mereka.

 

IBU LALA

(diam)

RIRI

(menyadari)

Ah, Riri cuman ingat yang lalu. Riri minta maaf (menunduk)

Ibu Lala berbalik, menepuk kepala Riri pelan.

IBU LALA

Kamu lagi kangen? Besok ketemu ayahmu yah, dia juga pasti kangen sama kamu.

Riri tersenyum. Menggerakkan kepala ke kanan-ke kiri.

Ibu Lala selesai membuat segelas susu. Meletakkannya di depan Riri. Ia menghela nafas. Lalu tersenyum.

IBU LALA

Sayang, mau ibu bilangin satu rahasia nggak? Yang ibu sembunyiin biar kalian tetap bareng ibu.

Kening Riri terangkat.

IBU LALA

Hari itu, sebelum ayah pergi, ayah minta maaf sama ibu. (jeda, mendapati tatapan penuh tanya Riri) Tapi karena ibu terlalu egois dan nggak bisa nahan emosi, ibu nggak tahu bagaimana memberi maaf. Ibu bersalah.

 

Jeda.

Suara pintu terbuka, terdengar. Dari sana, Lala melihati ibunya.

Riri dan ibu Lala mendapati wajah sendu Lala.

LALA

Bundanya nelpon.

Lala menggigit bibir. Ia balas tersenyum, melihati senyum ibunya.

 

Lala membuka pintu. Keluar. Berhenti di depan kamar. Tak mendapati seorang pun di sana. Ia menunduk, perlahan ia mencoba menahan senyum, mendapati Ray masih di sana dan duduk menjongkok, bersandar di tembok pagar.

LALA

Kenapa masih di sini?

Ray mendongak. Wajahnya dipenuhi tanda tanya.

LALA

Bunda nelpon. Kamu ke sini (suaranya pelan)

Ray berdiri. Berhadapan dengan Lala.

 

RAY

Kamu cepat banget keluarnya. (bergumam)

 

Lala mendesah. Menunduk. Masih menahan senyumnya agar tak terbentuk.

 

Ray menggelengkan kepala. Sadar, ia telah mendapat kesempatan untuk minta maaf. Ia memulai.

RAY

Aku minta maaf, La. Aku nggak pernah sadar betapa berartinya kamu di hidupku. Seharusnya

kemarin-kemarin aku yang mesti ngajuin diri kalo emang beneran mau bantu kamu di segala situasi, tapi aku malah enak-enakan mendapat perhatian kamu dan lupa gimana merhatiin kamu. Carla Cahaya, aku Ray Adipati minta maaf atas semua kesalahan yang pernah aku lakukan.

LALA

Ok.

Kening Ray terangkat. Wajahnya bingung. Terlalu mudah mendapatkan maaf.

 

RAY

Kamu keluar ke sini, nggak punya niat buat mutusin aku kan?

Lala menggerakkan bahu.

LALA

Nggak. (mendapati wajah penuh curiga Ray) Jadi apa aku harus nunggu seminggu atau sebulan baru bisa maafin kamu?

Ray menggeleng cepat. Memasang senyum.

LALA

Kalau begitu, maafin aku juga.

Ray menggerakkan tangan. Tapi Lala telah memulai kalimatnya.

LALA

(tersenyum)

Ray Adipati, temanku yang udah berpuluh-puluh tahun kukenal, aku Carla Cahaya meminta maaf atas

(MORE)

LALA (cont’d)

semua tindakan yang pernah nyakitin dan buat kamu kesal.

RAY

(menyela) Kenapa?

 

LALA

(mendesis, meminta Ray diam) Karena aku nggak pernah ngasih kesempatan ke kamu buat memberi perhatian padaku. Tapi aku punya alasan untuk itu.

Ray menunggu penjelasan.

Di depan pintu, Riri dan ibunya mengintip, dengan telepon genggam di telinganya.

Intercut with Rita yang menelpon dari kediamannya.

RITA

Udah baikan? Syukurlah. (menghela nafas bersamaan dengan para tamu)

 

Sementara di lantai dua rumahnya, Hani melihati Riri. Riri     mendongak, memasang senyum, kaku.

Lala mengangkat wajahnya. Melihati Ray dengan wajah tenang.

LALA

Karena aku takut, kamu bakalan nggak suka kalo direpotin. Dan bakalan merasa aku ini beban untukmu. (mengalihkan mata dari Ray) Selama ini kupikir, bersikap dewasa adalah cara terbaik buat menjalin hubungan.

RAY

Kenapa? Maksud aku, kemarin waktu kita masih temenan, mau tendang atau nyuruh aku ke ujung laut, kamu lakuin semuanya.

LALA

Itu karena kita temenan.

RAY

Kupikir karena kamu anggap aku teman, makanya kamu nggak mau ngerepotin aku.

 

LALA

Beda. Kalo teman ato sahabat, mau bagaimana aku repotin kamu, kamu nggak bakalan kesal dan minta pertemanan kita putus. Jadi kupikir aku harus bisa memastikan agar hubungan kita nggak akan berakhir. Dan kalau bukan bunda kamu bilang, biar aku coba ngerjain kamu dengan cara-cara yang bunda sebut, aku nggak bakalan tahu kalau ternyata sikapku selama ini emang selalu buat kamu kesal.Dan bahkan mau mutusin aku.

RAY

(menggaruk pelipis)

Kemarin itu aku salah (bergumam). Jadi?

 

LALA

Kita balik temenan, kayak dulu.

Ray histeris.

 

RAY

Apaan sih, La? Kok temenan? Balik pacaran dong.

LALA

(tersenyum)

Kita emang nggak pernah putus kan. Sekarang kita pacaran tapi coba kembali berteman, seperti dulu.

Kalau ada yang nggak kamu suka, mesti jujur ke aku.

RAY

(menyela)

Dan jangan selalu bersikap dewasa kalau sama aku. Meski aku sering bersikap manja, tapi aku juga bisa sayang sama kamu, biarin aku juga yang mimpin kamu. Atau mesenin makanan buat kamu, biar aja kita lama-lama milih makanannya.

LALA

(menggerakkan bahu) Baiklah, terserah.

 

RAY

Terserah? (mendapati wajah tak perduli Lala) Baiklah, terserah.

 

Langit semakin gelap. Mereka masih berdiri dengan perantara pagar rumah.

 

RAY (O.S)

Gue hampir saja kehilangan orang paling berharga di hidup gue. Gue fikir, ada banyak cara buat mutusin cewek lo, tapi lo bakalan kesusahan untuk dapat cara biar dia balik.

Untung aja, gue belum coba semua caranya.

Suara keduanya masih terdengar.

RAY (O.S)

Tapi kamu mau ke luar negeri?

LALA (O.S)

Kamu juga udah lulus, kan. Kita bisa cari beasiswa juga buat kamu.

RAY (O.S)

Aku mau santai dulu.

LALA (O.S)

Yah udah aku pergi sendiri.

RAY (O.S)

Nggak minta pendapat aku lagi?

LALA (O.S)

Kalau gitu ke luar negeri aja, kamu yang masak, beres-beres rumah.

RAY (O.S)

Ok. (jeda) Tapi itu berarti, kita mesti nikah dulu.

LALA (O.S)

Ok.

RAY (O.S)

Cepat banget setujuinnya. Kamu pasti suka banget sama aku, iya kan?

 

LALA (O.S)

 Iya.

 

RAY (O.S)

Baiklah. Love you, my girl. (menutup)

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar