Cara Memutuskan Gadismu
5. Scene 5

FADE IN:

 

INT. KAMPUS-RUANG DOSEN-SIANG

Ray masuk ke dalam ruang dosen. Ia meletakkan skripsi yang sudah diperbaiki di atas meja Pak Mun. Ia lalu melihat sekeliling. Dan berhenti di meja Prof. Pur, melihati gadis yang sangat dikenalinya, Lala.

 

Ray dengan tak tenang, menunggu mata Lala melihat padanya. Dan saat Lala menoleh, Ray mengerutkan kening mendapati Lala mengabaikan pandangannya. Ia mendesis, keluar dari ruangan dosen.

 

Lala kembali menoleh, tidak mendapati lagi Ray di sana. Ia berbicara sebentar dengan prof. Pur, lalu pamit keluar dengan map kertas bergambar gedung belajar universitas luar negeri.

 

Saat membuka pintu ruang dosen, Lala berhenti, mendapati Ray berdiri di depan sana. Ia tak tersenyum, tak menyapa.

 

Ray sekali lagi terabaikan. Ia menyeringai, kesal. Ia bergerak, ingin mendekati, tapi kehadiran Ali dan Tara menghentikan langkahnya.

Di depan ruagan dosen, Ali dan Tara menyapa Lala.

TARA

Lama baru ke kampus La?

ALI

Hai La (menyapa)

Lala tersenyum, balik menyapa.

RAY (V.O)

Dia senyum. (mendesah)

Ray berjalan cepat, mendekat.

TARA

(menyelidik, menarik Ray menjauh, berbicara sangat dekat dengan Ray)

Napa lo?

 

RAY

Gue kenapa? (sewot)

TARA

Lo lagi marahan sama Lala. Ai, jangan-jangan yang kemarin, lo beneran minta saran buat mutu...

 

Ray mendesis, meminta Tara diam, menoleh pada Lala dan Ali yang masih mengobrol.

RAY

Ali ngomong apa sih sama dia...

TARA

Kenapa? Ampun deh, cemburuan banget.

 

RAY

Sama sekali nggak. (mencibir)

TARA

Jadi beneran lagi marahan.

RAY

Iya. (menoleh, mendesis pada Tara yang tertawa)

 

Ray melihati Tara yang bergabung dengan Lala dan Ali. Ray mencuri dengar, dengan ekspresi wajahnya yang berubah-ubah.

ALI

Jadi mau lanjutin S2 yah?

TARA

Ninggalin Ray dong? Dia kok nggak pernah bilang Lala mau ke luar negeri. (berbicara pada Lala)

Ray menganga. Mendekat.

RAY

Apa-apaan nih? Lala-Lala (melihat sinis Tara) biasana juga gue-lo.

TARA

(cengengesan) Kan ini beda.

Tapi kenapa lo jadi sewot? (menggoda Ray)

ALI

Kenapa sih?

Ali nampak bingung dengan tingkah dua temannya.

TARA

Itu tuh Ali, ada yang cemburu lo ngobrol sama Lala.

ALI

Apaan? Pacar lo teman gue juga kali (melihat Ray)

RAY

Lo ikut-ikutan juga. Nggak. Lo mau ngobrol sampai malam juga, gue kenapa-kenapa.

LALA

Ohiya, gue mesti pulang sekarang. (menepuk bahu Ali)

ALI

Cepet banget, La. Baru juga lihat lo. Kita mau ke cafe ke tempat kalian biasa pergi, bareng aja.

Sama sekalian mau ke pembukaan cafe adek junior nih.

TARA

Ah, bener. Si Tiffani itu bilang gitu tadi kan, Ray? (melirik Ray) Katanya boleh ngajak banyak teman.

 

Ray memperhatikan Lala menggaruk pelipis, melihat jam tangan yang sama dengan punyanya.

ALI

Emang mau kemana La? Ada janji yah, buru-buru amat.

LALA

Rencanya sih emang mau ke tempatnya Fani. Tapi aku ada janji dulu.

 

Lala melihat telepon genggamnya yang berbunyi, sebelum menerima ia pamit dulu.

 

Tara dan Ali bersamaan melihati Ray yang melihati punggung Lala yang semakin menjauh.

TARA

(menepuk bahu Ray) Lo salah apa, bro?

 

Ray menghela nafas. Lalu teringat tentang pembicaraan Lala tadi. Ia dengan cepat berlari, mengikuti Lala yang telah berada di parkiran.

 

RAY

La, tunggu.

Lala menghentikan langkahnya. Mendapati Ray berhenti di hadapannya.

 

LALA

Kenapa? (nadanya santai)

RAY

(mendesis, kesal)

Tadi aku nggak salah dengar kan, kamu mau lanjut S2. Tapi kamu nggak pernah bilang sama aku?

LALA

(menghela nafas) Udah pernah, Ray.

RAY

(mengerutkan kening)

Kapan? (memutar bola mata) Bilang mau lanjut S2, iya. Tapi nggak pernah bilang ke luar negeri.

 

 

Terus?

LALA

 

RAY

Kamu memang nggak pernah mikirin aku kan? Kalau punya keputusan penting, kamu nggak pernah minta pendapat aku.

LALA

(menekan pelipis)

Ray, ini masalah kamu. Bahkan bunda sama ayah kamu tahu tentang ini.

Kamu yang ngak pernah perhatian dan cuman main game meski kita lagi ngomong serius.

RAY

Eh? Kenapa jadi permasalahin game? Kalo kita ketemuan, kamu juga biasanya cuman fokus sama game kamu.

 

LALA

(menghela nafas)

Percuma ngomong sama pria kekanakan kayak kamu (bergumam)

 

Ray menganga, melihati Lala yang bermaksud pergi. Tapi Ray menarik tangan Lala, menyuruhnya tetap di sana.

RAY

Terus kenapa kamu baru ngomong yang nggak kamu suka dariku?

LALA

Bukannya itu pertanyaan aku?

 

Jeda.

 

LALA

Kenapa baru kemarin kamu nampakin wajah yang kayaknya udah bosan benget sama aku.

RAY

Siapa? (memasang wajah tanpa rasa bersalah)

 

LALA

Lihat aja, emang nggak pernah sadar kesalahan diri sendiri.

 

Lala berlalu pergi. Tapi ia berhenti saat sebuah mobil melintas dan berhenti di parkiran.

Dimas, senior Lala, keluar dari mobil dan memanggil lala.

DIMAS (O.S)

Lala.

Lala menoleh. Mendapati Dimas berjalan cepat ke arahnya. Dari jauh, Ray memperhatikan stelan kemeja rapi Dimas.

LALA

Kak Dimas di sini?

DIMAS

Tadi kamu bilang mau ke kampus dulu, sebelum ke mall. Jadi kupikir bisa berangkat bareng.

LALA

Aku kan setuju ketemu karena kak Dimas bilang juga mau ke sana. Tapi kenapa...

 

DIMAS

Nggak apapa kan, La?

Perhatian mereka lalu teralih pada Ray yang mendekat.

RAY

Ada apa nih? Jadi kamu janjian sama dia (meminta jawaban Lala)

DIMAS

Lo masih ngikutin Lala juga?

RAY

Gue yang mesti nanya? Udah tahu Lala punya cowok, masih aja ngikutin.

 

DIMAS

(tertawa)

Lo tahu, sebelum janur kuning...

RAY

(menyela)

Basi. Selama gue masih di sini, jangan harap...

 

Kalimat Ray disela oleh Lala yang bergerak, masuk ke mobil Dimas yang melihati Ray penuh kemenangan. Ray menatap tak percaya mobil yang perlahan menjauh.

CUT TO:

 

INT. MALL-TOKO KUE TIFFANI-SIANG

Ray bersama Tara dan Ali tiba di pembukaan toko kue milik Tiffani.

 

Di meja yang mereka tempati, Tara terlihat cukup dekat mengobrol dengan Tiffani yang baru dikenalnya tadi pagi.

TARA

Tipe cowok lo yang gimana, Fan?

TIFFANI

Ehm (berfikir), yang kayak kak Ray.

TARA

(mendesis, melirik Ray yang tak perduli)

Dia udah ada yang punya, Fan. Mending sama gue.

 

Sedang Ali mendengar sambil menikmati kue gratis yang terhidang di hadapannya.

 

Dan Ray nampak tak tenang, dengan jari-jarinya mengetuk meja.

 

TIFFANI

(melihat Ray)

Aku dapat telepon dari tante Rita.

Kepala Ray terangkat.

RAY

Maksud lo, nyokap gue? Kue apaan? Ngapain pesan kue yah?

TIFFANI

(menggigit lidah) Ah, nggak.

 

Tiffani mengalihkan mata. Hampir saja membocorkan pesanan cake yang katanya untuk surprise Ray.

TIFFANI

(mengalihkah pembicaraan) Tadi kak Carla kesini, cuman ngasih bunga, terus pergi. Katanya mungkin bakalan balik lagi ke sini, buat beli kue untuk adiknya, tapi pergi lagi bareng cowok. Kirain bakalan datang sama kak Ray.

TARA

Mereka lagi marahan (tersenyum saat mendapat cibiran Ray)

TIFFANI

Marahan? Kirain kak Carla sama kak Ray udah jarang ketemuan?

TARA

Jarang ketemuan apaan? Ini pertama kalinya mereka dapat masalah di hubungan cinta mereka (nada menjelaskan)

TIFFANI

(menganga, menggerakkan kepala)

Kemarin kak Ray...

RAY

(menyela)

Ralat. Gue sama Lala masih kayak dilem.

 

ALI

(tertawa)

Jadi kemarin lo sempat bilang jomblo, Ray?

TARA

Itu salah satu cara buat mutusin cewek lo, ngaku jomblo di depan cewek lain. (mendecakkan lidah)

RAY

Sialan lo (bergumam). Habis akhir-akhir ini dia ngeselin.

Tara, Ali, dan Tiffani menganggukkan kepala bersamaan.

RAY

Bilangnya nggak ada kerja, eh dia di tempat kerja. Bilang ada urusan penting, ketemunya sama nyokap gue.

 

ALI

Gue pengen cewek gue deket sama nyokap. (menyela)

RAY

Jangan kebangetan. Mereka berdua yang kayak pacaran dan gue selalu diabain.

 

ALI

Tapi dua-duanya sama perhatiannya sama lo.

 

TARA

(memajukan badan, berbisik pada Tiffani)

Keluar deh tuh manjanya.

RAY

Gue nggak manja (mendesis). Mereka yang selalu perlakuin gue kayak anak kecil. Kayaknya Lala emang cuman anggap gue ini orang laian, yang nggak perlu ngurusi urusan dia. (melihat Tiffani), semua cewek pasti nggak kayak dia kan?

TIFFANI

(menggaruk pelipis)

Itu tergantung, kak. Aku jadi manja kalo pacar aku perhatian, tapi aku perhatian kalau dia lagi minta diperhatiin. (berdehem) Kak Ray mungkin nggak pernah perhatian (pelan)

Tara dan Ali mengangguk.

RAY

Nggak-nggak, lo salah. Lala itu udah kayah nutup hatinya buat gue. Nggak pernah ngasih kesempatan buat gue merhatiin dia, gue emang sebatas teman kali.

 

Tara dan Ali lalu tak merespon, melihat dua orang di belakang Ray dan Tiffani.

Lala dan Dimas telah berdiri di sana.

Tiffani berdiri dari kursinya. Mengajak masuk Lala dan membiarkan Dimas duduk di sebelah Ray yang melihatinya dengan tatapan sinis.

DIMAS

Dasar kekanakan (gumamnya)

Tiffani yang masih mengalunkan tangan di lengan Lala, memasang senyum. Memperlihatkan nampan, agar Lala bisa memilih sendiri roti atau kuenya.

TIFFANI

Aku nggak tahu kalau kak Carla sama kak Ray itu sebenarnya (jeda).

Seharusnya, pas kak Carla kenalin tante Rita, aku harusnya udah tahu. Tapi...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jeda.

LALA

(menyela)

Emang nggak kelihatan yah, Fan?

TIFFANI

Eh, tahu nggak sih kak, kalau aku suka sama kak Ray karena sering lihat bagaimana kak Ray yang kelihatan perhatian banget, terus lindungin kak Carla. Aku ingat waktu SMP dulu, kak Ray bela-belain dihukum buat pulang ngambilin buku tugas kak Lala.

LALA

(tersenyum) Tahu dari mana?

TIFFANI

Kabarnya kak Carla, dulu, selalu kedengeran. Senang aja lihat Kak Carla yang jadi ratu sekolah selalu dekat sama tukang cari masalah. (tertawa kecil)

 

 

TIFFANI

Jadi kak, kuharap kak Carla bisa segera nyelesain masalah kalian.

LALA

(menoleh sekali, melihati tingkah Ray)

Kalau cuman seorang yang bertahan, bakalan susah, Fan.

 

Lala menghela nafas. Berusaha tersenyum.

Sementara itu, Dimas sekali lagi mendecakkan lidah melihati tampan Ray. Ia menoleh dan saat tak mendapati Lala di sekitarnya, ia berbicara dengan Ray.

DIMAS

Jadi lo habis nyakitin Lala? (menarik mata Ray) Gue dengar lo mau putus dari dia.

Ray menghela nafas. Tara dan Ali saling lihat, berpura-pura tidak ingin mendengar, hanya diam memakan kue mereka.

DIMAS

Lo baek-baeklah ama dia.

RAY

Kenapa? Di perjalanan tadi lo nembak dia lagi, terus ditolak lagi.

 

DIMAS

(diam, memutar bola mata) Gimana lo tahu?

RAY

(menghela nafas dari hidung) Udah sering banget kejadian. Dia bilang lo suka dia dan sekarang lo dapat kesempatan. Tapi sayang banget, gue nggak bakalan ngasih lo kesempatan kedua.

DIMAS

(mendengus)

Iya, kalo lo dapat kesempatan kedua juga.

Ray mendengus kesal.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar