Break A Leg! (Literally) - Script
1. ACT ONE (Part 1)

1. EXT. PEREMPATAN JALAN RAYA – SORE

WIDE/LONG SHOT:

Seorang wanita pewarta berita sedang mempersiapkan diri. Di belakangnya latar jalan perempatan yang sedang ramai karena ada kecelakaan.

WANITA PEWARTA BERITA 

Breaking news! Telah terjadi sebuah kecelakaan di perempatan jalan Cinta dan jalan Harmonis dekat SMA swasta Budi Pekerti Luhur. Kecelakaan terjadi ketika seorang siswi menyebrang di saat lampu lalu lintas masih hijau. Siswi tersebut hampir ditabrak oleh seorang siswa yang mengendarai sepeda motor, tapi untung saja siswa tersebut langsung membanting diri dan motornya ke samping. Siswi penyebrang jalan tidak mengalami luka apapun. Sementara itu, siswa pengendara motor saat ini telah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sekian Breaking News sore ini. Lamtur melaporkan. Salam, TV Two.

Wanita pewarta berita mengayunkan tangan di depan leher sebagai tanda cut.

OPENING TITLE: BREAK A LEG! LITERALLY

FADE OUT :

2. INT. RUMAH SAKIT - UNIT GAWAT DARURAT - SORE

CAST: DOKTER, AGA (17 TAHUN), TASYA (17 TAHUN), KARINIA (IBU AGA, 48 TAHUN), RAJENDRA (AYAH AGA, 49 TAHUN), PERAWAT

Dokter memperlihatkan foto polos radiologi kepada Aga yang duduk di tempat tidur dengan kaki kiri menggunakan bidai, serta Karina dan Rajendra yang berdiri di sisi tempat tidur. Tasya bersembunyi di belakang badan dokter.

DOKTER

Dari foto ini bisa dilihat, ada patah di tulang betisnya. Perlu operasi untuk perbaikan posisi dan membuat tulangnya menyatu dengan baik.

Aga menganga lebar. Karinia dan Rajendra mengembuskan napas panjang. Tasya menggaruk kepala dengan wajah bersalah.

AGA

Jadi, saya bakal enggak bisa jalan? Berapa lama, Dok?

Dokter tertawa kecil, lalu tersenyum menenangkan.

DOKTER

Bisa, bisa jalan, kalau sudah sembuh. Ya ... Sekitar empat sampai enam bulan mungkin.

Karinia memandang Aga kasihan, sedangkan Rajendra menepuk-nepuk bahu Aga. Aga menggeram kesal, lalu mendelik ke arah Tasya yang masih bersembunyi di belakang dokter.

AGA

TASYA INARA!!!!

Tasya memunculkan sedikit wajahnya dari balik punggung dokter. Kemudian mendongak sambil mengigit bibir. Muka merah padam dan keringat bermunculan di pelipis.

TASYA

Ng? Y-ya? Kenapa?

Dokter menggeser badan dengan wajah bingung.

AGA

Lo! Sini!

Aga menunjuk Tasya dan menggerakkan jarinya sebagai sinyal untuk gadis itu mendekat. Kemudian Tasya berjalan mendekati Aga dengan langkah pelan. Karinia sontak menjitak kepala Aga.

KARINIA

Kamu jangan kasar-kasar sama perempuan. Lihat, kasihan dia ketakutan.

Aga mengelus-elus kepalanya.

AGA

Tapi dia yang salah, Bu.

Karinia menjitak kepala Aga lagi.

KARINIA

Kamu juga salah. Pasti kamu bawa motornya tidak benar, kan? Balap-balapan, kan?

Aga membuka mulut hendak membantah, tapi dihentikan ibunya.

KARINIA (CONT’D)

Lagi pula, kenapa sih masih pakai motor? Kamu kan punya mobil. Ibu sudah bilang berapa kali motornya tidak usah dipakai.

AGA

Ya Ibu beli motor buat dipakai, lah. Masa cuma disimpan di garasi. Lagian, tadi Aga enggak balap. Ini tuh salah Tasya tiba-tiba nyebrang enggak lihat lampu merah.

Aga melirik garang ke arah Tasya. Tasya merapatkan tangan dan menunduk. Kemudian mundur selangkah, menjauhkan diri dari jangkauan Aga. Sementara itu, Karinia lantas memukul bertubi-tubi punggung Aga.

KARINIA

Ibu sudah pernah bilang, motor dipakai kalau di perumahan saja. Jangan dipakai ke luar perumahan. Kenapa dipakai ke sekolah? Kenapa tidak dengar Ibu?

Aga menghalang pukulan dari Karinia.

AGA

Aduh, Ibu!

Dokter berdehem. Aga dan Karinia tersadar lalu menghentikan perdebatan, kembali fokus ke arah si dokter.

KARINIA

Ya, dok?

DOKTER

Jadi bagaimana? Setuju untuk dilakukan operasi?

Baru saja Karinia dan Rajendra akan menjawab, dari arah selatan seorang perawat berlari cepat sambil memanggil-manggil nama si dokter. Perhatian semua orang berpindah ke arah perawat tersebut. Sambil berlari, perawat itu mengancungkan amplop besar berwarna coklat. Saat perawat itu sampai di samping dokter, ia terengah-engah dan menumpukan tangan di lutut karena kelelahan.

PERAWAT

Hhh ... Hh ... Dok ... Hothonyah halah.

Dokter sedikit membungkukkan badan untuk mendengar lebih jelas.

DOKTER

Hah? Apa?

Perawat menyodorkan amplop di tangan ke arah si dokter. Napas masih belum teratur.

PERAWAT

Fotoh ... Fotho ...

DOKTER

Foto?

Dokter mengambil amplop dari si perawat, mengeluarkan isinya yang ternyata foto hitam putih tulang betis.

DOKTER (CONT'D)

Kenapa foto ini? Kelihatannya sih cuma simple fraktur.

PERAWAT

Fotonya ...

Beat.

Perawat memandang bergantian Aga, keluarganya, serta Tasya dengan tatapan bersalah.

PERAWAT (CONT'D)

... Tertukar.

AGA, TASYA, KARINIA, DAN RAJENDRA

Hah???

Dokter menarik si perawat mendekat untuk berbisik.

DOKTER

Apanya yang salah?

PERAWAT

Fotonya tertukar, Dok. Yang Dokter bawa ke mereka tadi itu foto pasien di ruang tindakan. Foto pasien Bed 6 ini yang barusan saya bawa. Memang cuma simple fraktur. Yang foto sebelumnya itu beda pasien.

DOKTER

(Bergumam) Pantas saja, secara klinis sangat beda dari fotonya.

Dokter menggaruk kepalanya dengan gemas sebelum akhirnya berbalik menghadapi Aga dan keluarganya.

DOKTER (CONT'D)

Um ... Seperti yang Bapak, Ibu, dan Adek dengar, foto yang saya perlihatkan tadi bukan foto tulang Adek ini. Fotonya tertukar dengan foto pasien lain. Maaf saya tadi kurang memperhatikan namanya.

Karinia mengangguk maklum.

KARINIA

Jadi kondisi anak saya sebenarnya bagaimana, Dok?

Dokter mengangkat foto yang sesungguhnya dan mengarahkan agar kedua orang tua Aga bisa ikut melihat.

DOKTER

Bapak dan Ibu bisa lihat garis lurus ini? Yang hampir mendekati pergelangan kaki. Garis itu adalah bagian patahnya. Keadaannya tidak parah, bisa menyatu sendiri dalam beberapa minggu dan tidak perlu operasi, tapi tetap perlu dipasang gips.

Karinia dan Rajendra mengangguk-angguk paham. Aga dan Tasya menghela napas lega.

RAJENDRA

Kalau begitu silakan, Dok, dipasang gips kalau memang itu penanganan terbaiknya.

DOKTER

Baik. Nanti akan saya jelaskan lebih lanjut karena untuk gipsnya baru akan dipasang sekitar tiga sampai lima hari kemudian sambil kita observasi pembengkakannya. Bapak bisa ikut kami ke nurse station.

CUT TO :

3. INT. RUMAH SAKIT - UNIT GAWAT DARURAT - SORE

Tasya mengintip ayah dan ibu Aga di nurse station dari balik gorden. Setelah itu, dia mengambil bangku, merapatkannya ke dekat meja monitor, dan duduk dengan punggung bersandar ke meja. Tangan terlipat di depan dada dan kaki menyilang. Ekspresi sombong.

TASYA

Sebenarnya bukan salahku kamu kecelakaan.

AGA

(Mengangkat alis) Seriously? Lo dengan santainya nyebrang pas lampu masih hijau dan enggak lihat kiri-kanan.

TASYA

Well, kamu punya rem. Dan bukannya semestinya kamu melambat saat melihat zebra cross?

Aga mengerjap heran.

AGA

Lo ini punya kepribadian ganda ya? Siapa tadi yang pas ketemu ayah-ibu gue langsung nunduk takut sampai berapa kali bilang : (menirukan suara Tasya) Maafin aku, Om, Tante. Aku siap kok bertanggung jawab dan menerima konsekuensinya.

Tasya menggeram sambil mengepalkan tangan, membuat gerakan seperti hendak meninju Aga.

FX : Denting beberapa kali dari ponsel Tasya.

Tasya mengurungkan niat lalu mengambil ponselnya dari saku rok. Dilihatnya pesan baru pada notifikasi pop-up. Pesan dari mamanya.

MAMA TASYA (PESAN CHAT)

Kamu di mana?

Kenapa tidak jawab telepon mama? Mama dengar kamu gagal di audisi Giselle?

Kalau kamu gagal harusnya kamu berlatih lebih keras, bukannya bolos latihan.

Hubungi mama kalau kamu membaca pesan ini.

Aga memerhatikan Tasya yang memandang nanar layer ponselnya.

AGA

Lo kenapa? Kok jadi muram gitu mukanya?

Tasya meletakkan kembali ponselnya dalam saku, mengabaikan pesan mamanya.

TASYA

Bukan apa-apa. Aku cuma lapar.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar