Living Inside A Cloud
Daftar Bagian
1. 1. Hari-Hari Claudine
"Enggak bakal dijawab, Mas!" "Emang enggak ada penghuninya?" "Ya, ada, sih.
2. Kontrakan Sebelah
Seseorang pindah di sebelah kontrakan Claudine. Haruskah Claudine mengucapkan selamat tinggal pada h
3. Claudine & Mahesa
"Claudine, kan, ya? Aku Mahesa, XI - IPA 1. Inget, enggak?"
4. Sesuatu di Masa Lalu
Sikap dingin Claudine kepadanya membuat Mahesa bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang pernah terjadi di
5. Hati yang Mencair
Tak ada kata menyerah di kamus Mahesa. Dia terus berusaha bersikap baik dan ramah kepada Claudine, s
6. Semangkok Nasi Tiram
"Tolong berhenti kayak gini, ya. Aku enggak nyaman."
7. Jogja Books Day
Karena keisengan Mahesa, Claudine terpaksa menemui mimpi buruknya.
8. Luka di Masa Lalu
"Kamu enggak tahu apa-apa, Mahesa!"
9. Tentang Laras dan Patah Hati
Karena sebuah proyek, Mahesa bertemu kembali dengan Laras. Apakah mereka telah mampu berdamai dengan
10. Janji Mahesa
"Kamu selalu ngelihatin aku kayak gitu. Gimana caranya aku bisa benci?"
11. @livinginsideacloud
Mahesa mulai mengajak Claudine mencoba menghabiskan waktu di luar kontrakan. Sementara itu, sebuah a
12. Renata & Claudine
"Aku bakal terus maksa kamu keluar biar kamu sering-sering senyum kayak gini."
13. Rencana Laras
Sebuah artikel membuat rencana Skyline Books kacau balau. Tanpa sadar sebuah pisau tak kasat mata te
14. Terima Kasih, Mahesa
"Tapi kamu, Mahesa. Kamu orang pertama yang selalu ingat namaku."
15. Tak Sendiri
Claudine menyadari bahwa selama ini dia tak pernah sendiri.
16. Sampai Bertemu Lagi
"Masih ada banyak tempat yang pengin aku datengin sama kamu, Claudine."
1. 1. Hari-Hari Claudine

1. EXT.TERAS KONTRAKAN CLAUDINE/HALAMAN CAFE - DAY

Sebuah cafe yang tak terlalu ramai. Terlihat plang kayu di

depan cafe bertuliskan: 'Awan Bercerita : Coffee. Food.

Story'. Beberapa motor diparkir dengan asal di halaman

samping yang kosong. Di samping bangunan cafe itu, kita bisa

melihat sebuah tangga sempit yang mengarah ke lantai 2 yang

kotor dan berantakan.

Di lantai 2, tepat di atas cafe itu, terdapat dua ruangan

dengan yang dua-duanya tertutup rapat. Seorang lelaki

kurus,dengan pakaian stylish, sedang mondar-mandir

kebingungan di teras. Lelaki itu bernama LUKI, 24 tahun.

Luki mencoba membuka pintu ruangan sebelah kanan, tetapi

gagal. Dia kemudian beralih ke ruangan sebelah kiri. Ada

sandal dan sepatu bersih yang tergeletak di depan pintu,

membuatnya mengambil kesimpulan ada orang di dalam sana.

Luki mencoba mengetuk pintu berkali-kali, tetepi tak ada

jawaban.

                     LUKI

               (dengan nada sopan)

         Permisi

               (beat)

         Assalamualaikum?

Masih tak ada jawaban. Luki menyoba mengetuk sekali lagi.

                     PAPANG (O.S.)

               (berseru)

         Enggak bakal dijawab, Mas!

Luki agak terlonjak kaget dan melongok ke bawah, di sana

terlihat seorang lelaki mengenakan celemek cokelat dan

menenteng tas plastik berisi sampah, mendongak. Dia adalah

PAPANG, karyawan cafe,20 tahun.

                     LUKI

               (ke Papang)

         Emang enggak ada penghuninya?

                     PAPANG

         Ya, ada sih, Mas.

               (beat)

         Tapi gaib.

Wajah Luki langsung berubah ketakutan dan panik. Dia menatap

pintu dan Papang bergantian.

                     LUKI

         M-maksudnya gaib? Berhantu gitu?

         Saya rencana mau ngontrak yang

         situ, lho, Mas! Beneran berhantu?

                     PAPANG

         Ya, pokoknya gitu deh, Mas. Kalau

         mau coba lihat dalamnya, coba

         hubungi yang punya aja, Mas. Yang

         punya tinggal di Jakarta, tapi

         kayaknya ada warga yang dipasrahin

         bawa kuncinya. Sering, kok, ada

         yang mampir buat lihat-lihat

         kontrakan.

               (beat)

         Tapi, ya, enggak ada yang mau.

Luki melotot panik, sementara Papang masih terlihat santai.

Tiba-tiba suara pemilik Cafe Awan Bercerita, RERE (24)

memanggil Papang dengan tak sabar.

                     RERE (O.S.)

               (berteriak)

         Pang, kamu aku suruh buang sampah,

         ya! Bukan ngobrol!

                     PAPANG

               (berteriak ke Rere)

         Eh, iya, Mbak Re!

               (ke Luki)

         Permisi, Mas.

 Luki tak menjawab, masih terdiam berusaha mencerna

informasi tadi, kemudian bergidik ngeri. Luki mengeluarkan

ponselnya dari saku celana dan mengetik pesan dengan cepat

di sana. Dengan buru-buru, dia menuruni tangga.

Setelah kepergian Luki, kita bisa melihat ke jendela,

sepasang mata mengintip dari sela tirai, tatapannya tajam

dan misterius.

2. INT. KONTRAKAN CLAUDINE - CONTINUOUS

Seorang gadis mungil berambut panjang mengintip dari sela

tirai. Gadis itu bernama CLAUDINE, 24 tahun.Ruangan

sekitarnya yang gelap membuatnya terlihat dingin dan

misterius. Pandangannya mengikuti Luki yang menuruni tangga,

sesaat kemudian dia menghela nafas lega setelah memastikan

Luki benar-benar pergi.

Dia menekan sakelar di sampingnya dan lampu kamar menyala

terang. Suasana seram di ruangan itu tadi langsung berubah

menjadi manis dan hangat. Claudine melangkah menyusuri

ruangannya, kita bisa melihat meja kerjanya yang rapi terisi

buku-buku, alat gambar, dan bunga imitasi. Ada layar

komputer besar yang memperlihatkan Adobe Ilustrator terbuka

dan gambar yang setengah jadi. Beberapa ilustrasi buatannya

ditempel menghiasi dinding. Kita melihat ilustrasi itu satu

persatu, semua memiliki persamaan: seorang gadis yang

tinggal di awan.

Di sampingnya, ada cermin, rak buku, sofa bed dan barang

lain yang diatur dengan rapi. Ruangan itu sempit, tetapi

Claudine mengaturnya sedemikian rupa hingga terlihat lapang

dan nyaman.

Cludine terus berjalan sampai ke ujung ruangan dan kita bisa

melihat sebuah dapur kecil dengan peralatan masak yang cukup

lengkap. Ada oven dan kulkas mini di sana. Claudine membuka

kulkas dan mengeluarkan kaleng tuna. Di sampingnya, ada

sebuah panci di atas kompor yang menyala. Claudine

membukanya, terlihat sup yang mendidih, lalu memasukkan

daging tuna ke sana. Claudine tersenyum senang sambil

menunggu supnya matang.

                                            CUT TO:

3. INT. KONTRAKAN CLAUDINE - MOMENTS LATER

Claudine duduk di kursi, menyantap sup tuna pedas di meja.

Tangan kirinya memegang handphone, asyik menonton travel

vlog. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Video vlog di

layarnya berganti menjadi tanda panggilan masuk. Tertulis

'Mama' di sana. Claudine mendengus malas. Setelah

membiarkannya berdering beberapa saat, Claudine baru

mengangkat panggilan itu.

                     CLAUDINE

         Halo?

                     MAMA (V.O.)

         Claudine? Lama banget ngangkatnya.

         Kamu lagi ngapain emang?

Claudine menatap makanan di depannya.

                     CLAUDINE

               (lirih)

         Ngerjain ilustrasi

                     MAMA (V.O.)

         Oh, lagi di kantor berarti?

Claudine menggaruk pelipisnya dan berdeham pelan.

                     CLAUDINE

               (semakin lirih)

         Iya.

                     MAMA (V.O.)

         Kamu beneran enggak bisa datang ke

         ulang tahunnya Tante Meri? Tahun

         lalu kamu udah enggak dateng. Nanti

         Mama ditanyain.

                     CLAUDINE

         Aku sibuk, Ma. Banyak kerjaan

                     MAMA (V.O.)

         Halah, kerjaan apa? Bilang itu sama

         penerbitmu, gaji enggak seberapa

         kok ngasih kerjaan enggak tahu

         waktu.

Claudine mendengarkan Mama sambil memijat keningnya,

terlihat amat lelah.

                     MAMA (V.O.)

         Kamu dari dulu persis bapakmu. Diem

         aja disuruh ini itu.

Claudine memainkan sendok di tangannya, berusaha keras untuk

mendengarkan dengan sabar.

                     MAMA (V.O.) (CONT'D)

         Ya, udah. Begitu ada waktu kosong,

         kamu pulang. Wong, Jogja-Solo

         enggak jauh. Mama tutup, ya. Salam

         buat temen-temenmu di kantor.

Claudine tak menjawab dan membiarkan sambungan mereka

terputus. Begitu menurunkan handphone, Claudine kembali

menyendok makanannya, tetapi nafsu makannya sudah hilang dan

dia berhenti makan. Ada rasa bersalah karena sudah berbohong

kepada Mama barusan. Claudine beranjak dan berpindah duduk

ke depan komputer, melanjutkan ilustrasinya yang belum

selesai. Sebuah pesan muncul di komputernya, mengalihkan

perhatiannya. Tertulis sebuah pesan dari kontak bernama :

Ben (Editor Skyline Books). BEN, 26 Tahun, adalah editor

Claudine. Pesan yang muncul: "Revisinya udah aku kirim via

email, ya. Pemimpin redaksi minta ada yang diubah dikit.

Kira-kira besok selesai, enggak? Enggak banyak, kok."

Claudine membaca cepat, kemudian membalas: "Aku usahakan,

ya." Balasan dari Ben masuk dengan cepat. "Ilustrasi buat

buku yang baru bisa sekalian besok? Biar enggak mepet kalau

ada revisi." Claudine menarik nafas berat kemudian membalas:

"Oke." Ben membalas lagi: "Oke kalau gitu."

Claudine membaca balasan singkat itu dan terdiam, menatapnya

lama, kecewa. Claudine hendak kembali menyelesaikan

ilustrasinya saat pesan baru dari Ben kembali muncul:

"Semangat, Claudine" disertai stiker senyum. Claudine tak

bisa menahan senyumnya. Senyumannya masih belum bisa bilang

saat Claudine melanjutkan ilutrasinya.

4. INT. TOKO BUKU - NIGHT

Luki sedang menelusuri toko buku sambil berbicara lewat

handphone. Wajahnya terlihat gusar.

                     MAHESA (V.O.)

         Mana foto kontrakannya, Ki? Katanya

         mau lo kirim.

                     LUKI

         Aduh, Mahesa! Gue kan udah bilang,

         kontrakannya berhantu. Jangan di

         situ, ah. Cari yang lain aja.

7. INT. KAMAR MAHESA - SAME TIME

MAHESA,24 tahun,tampan dengan tubuh tinggi menjulang. Dia

mengenakan kaos dan celana training yang santai. Dia

berbicara dengan Luki lewat handphone sambil memasukkan

barang-barang ke kardus.

                     MAHESA

         Hantu apa? Emangnya lo lihat?

INTERCUT - PHONE CONVERSATION

                     LUKI

         Enggak usah lihat juga udah kerasa.

         Merinding gue di sana. Mana kotor

         banget tempatnya. Udah, cari yang

         lain aja.

                     MAHESA

         Gue udah cocok sama harganya.

               (beat)

         Lagian lo yang bilang kalau di sana

         aksesnya gampang. Deket sama

         supermarket, stasiun-

                     LUKI

               (menyela Mahesa)

         Sempit tempatnya, He. Sama kamar lo

         aja kayaknya luasan kamar lo.

               (beat)

         Lagian lo ngapain, sih, pakai

         pindah segala? Udah enak-enak punya

         rumah bagus.

Mahesa terdiam sejenak, mencoba menahan emosinya.

                     MAHESA

         Kalau gue di sini gue enggak bisa

         bebas kerja sama lo.

                     LUKI

               (menarik nafas))

         Kan, gue udah bilang, enggak kerja

         sama gue juga enggak apa-apa.

         Lagian kalau lo kerja di perusahaan

         om lo itu, masa depan lo udah

         terjamin.

               (beat)

         Perusahaan gue masih start-up. Gaji

         buat diri sendiri aja kadang susah.

                     MAHESA

               (menggeleng)

         Perasaan gue udah bahas sama lo.

         Gue enggak mau ngikutin kata bokap

         gue lagi.

               (beat)

         Udah cukup masa remaja gue diatur

         sama dia. Nyatanya apa? Rencana dia

         gagal juga, kan?

                     LUKI

         Ya, kan itu bukan maunya bokap lo

         juga, He.

Mahesa terdiam lagi, berpikir. Dia tahu Luki benar, tetapi

dia tak mau mundur dari keputusannya. Mahesa menutup

kardusnya dengan gerakan tegas, membuat keputusan.

                     MAHESA

         Jadinya lo mau bantuin gue, enggak?

         Kalau lo enggak mau, biar gue yang

         ke sana sendiri, deh. Beberapa hari

         tidur di kantor dulu enggak

         apa-apa, kan?

                     LUKI

         Ya elah, iya gue bantuin.

         Besok gue ke sana. Gue fotoin

         hantunya buat lo.

                     MAHESA

               (tertawa)

         Salam ya buat hantunya.

Luki mengomel tak jelas sebentar dan mengakhiri

panggilannya. Mahesa menurunkan ponselnya. Dia merenung

sejenak sambil menatap barang-barang yang telah

dimasukkannya ke kardus dan kamarnya yang mulai terlihat

kosong. Ada sebuah bola di sudut ruangan. Mahesa mengambil

dan memandanginya lama. Dia berusaha tersenyum, meyakinkan

dirinya, kemudian memasukkan bola itu ke kardus.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar