Ketik Magic
4. ACT 3

70. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

MUSIK AKSI

Deretan kopi, madu, minuman energi, dan jamu tolak angin diletakkan di atas meja.

Deretan laptop diletakkan di atas meja. Lalu dibuka bersamaan.

Jaka mengencangkan kupluknya.

Rani mengenakan sweater putihnya, memakai tudungnya dan menarik talinya, hingga tudungnya mengkerut.

Wira menarik perban di tangannya dengan giginya.

Satria meregangkan tangan.

Annisa komat-kamit berdoa.

Para drafter duduk bersebelahan. Semuanya menarik napas dalam, lalu mulai mengetik dengan cepat.

71. INT. MOBIL - MOVING — SIANG

Tara terlihat panik. Dia melihat-lihat ke luar jendela. Banyak kendaraan di luar berjalan pelan. Mobilnya terjebak macet.

TARA
(kesal)
Ada apa lagi ini?
(teriak ke supir)
Cari jalan lain!

Tara mengepalkan tangannya sambil menggeram.

INTERCUT

Di rumah, Para Drafter mengetik membabi buta.

JAKA
Scene 16 done! Lanjut 17!
SATRIA
18!
RANI
19!
WIRA
20!

Annisa yang sudah lama tidak mengetik, panik menengok ke sekitarnya. Dia tampak kewalahan.

ADI
Oke, plot scene 21-30 udah ada, lanjut!

72. EXT. JALANAN — SIANG

Mobil Tara tampak melaju di jalanan yang tidak macet.

INTERCUT

Jari-jemari para Drafter mengetik semakin cepat.

Mobil Tara melaju semakin cepat di jalanan.

Jari menekan tombol enter.

Mobil Tara berhenti di lampu merah.

Para Drafter meminum kopi, madu, dan minuman energi untuk menambah stamina.

Mobil Tara mengisi bensin di pom bensin. SUPIR tampak berdiri di luar di depan PETUGAS SPBU.

Di dalam mobil, Tara gelisah, membuka jendela, mengeluarkan kepalanya.

TARA
(geram)
Lama Sekali? Cepat!

Adi membaca naskah di layar laptopnya. Matanya memindai layar serius. Dia menghela napas.

ADI
Oke, satu episode selesai, sekarang kita kerjakan satu episode lagi. Saya mulai bikin plotnya.

Adi mengambil naskah, membolak-baliknya, lalu dia mulai mengetik lagi.

Mobil Tara masuk ke dalam jalanan komplek dan kembali terjebak macet.

Di dalam mobil, Tara memukul pintu mobilnya, kesal.

TARA
Ada apa lagi?! Tinggal sedikit lagi ini!

Adi mengetik serius.

ADI
Ayo semangat teman-teman! Tinggal sedikit lagi.

Para Drafter mulai kewalahan. Wira mengetik, lukanya terbuka lagi, dari tangannya yang dibalut perban, mengeluarkan darah.

WIRA
(meringis)
Tahan.... Tahan...

Annisa tampak mengetik sambil menangis.

ANNISA
(menangis)
Kenapa aku mau ke sini lagi? Huuu...

Mobil Tara masih terjebak macet, Akhirnya dia membuka pintu, keluar dari mobil.

Tara melanjutkan dengan berjalan kaki.

ADI
Plot selesai! Sampai scene 50.
JAKA
Saya ambil 41!
ANNISA
Aku 42!

Tara sudah di jalanan menuju rumah.

RANI
Aku 43!

Tara berjalan cepat.

SATRIA
Saya lanjut 44!

Tara mulai berlari.

WIRA
45!

Tara semakin cepat berlari.

JAKA
Scene 41 selesai, saya lanjut 46!
RANI
Scene 43 juga udah ya, Aku lanjut ngerjain scene 47!
ANNISA
Scene 42 udah, aku... boleh gak lanjut gak?

Rani melotot ke Annisa.

ANNISA
Aku lanjut scene 48 deh!
WIRA
Ah, 45 kelar! Gua ambil 49!
(ke Satria)
Satu scene lagi, abisin, Boy!
SATRIA
Oke, 44 udah, saya ambil 50!

Adi melihat ke layar laptopnya.

ADI
Oke, berarti tinggal nunggu kalian selesai scene terakhir ini. Kita bungkus!

73. EXT. HALAMAN RUMAH — SIANG

Tara dengan napas tersengal-sengal, tiba di depan gerbang. Dia berdiri menatap ke rumah dengan geram. Dia hendak menekan bel, tapi tidak jadi. Dia lalu mengeluarkan remote dari sakunya dan menekan tombolnya.

Gerbang terbuka.

Tara langsung berjalan cepat masuk ke dalam, menuju pintu.

Tara sampai di depan pintu, tangannya mencengkram gagang pintu. Namun, saat ingin membukanya, pintu terkunci.

Tara melotot marah.

74. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

Para Drafter sibuk mengetik.

JAKA
Saya selesai!
RANI
Aku juga! Ah... Akhirnya bisa tenang.

DOK! DOK! DOK! Terdengar suara pintu digedor.

TARA (O.S.)
Cepat bukakan pintunya!

Semua menengok ke pintu kaget.

RANI
Pak Tara!
(ke Adi)
Gimana ini, Mas?

Adi menatap pintu, lalu menatap ke para Drafter. Tampak Annisa, Wira, dan Satria masih mengetik. Annisa mengangkat tangannya ke udara.

ANNISA
Saya udah selesai, Mas.

Annisa langsung jatuh terkapar.

WIRA
Aaah... Finish!

Wira menjatuhkan tubuhnya ke belakang. Melihat ke tangannya yang berdarah, lalu tertawa.

TARA (O.S.)
Adi, buka pintunya! Atau saya dobrak!

BRUK! BRUK! BRUK! Terdengar suara Tara mendorongkan tubuhnya ke pintu. Rani panik.

ADI
Jaka, bukakan pintunya.
JAKA
Siap, Mas.

Jaka beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju pintu. Sementara Adi menengok ke Satria yang masih mengetik dengan menggeram.

ADI
Satria? Gimana?

Satria fokus mengetik, memajukan wajahnya ke layar laptop.

SATRIA
(menatap layar)
Sedikit lagi, Mas.

Sementara Jaka sedang membuka slot kunci satu per satu selagi Tara masih mencoba mendobrak.

JAKA
Sabar, Pak, jangan didorong, ini lagi saya buka kuncinya.
TARA (O.S.)
Lama sekali!
JAKA
Kan Bapak sendiri yang masang kuncinya banyak gini.

Jaka akhirnya selesai membuka semua slot kunci. Pintu terbuka dengan kencang.

SATRIA
(teriak)
Bungkus!

Tara kaget mendengar itu. Dia melihat ke Adi yang duduk di mejanya. Adi melihat ke arahnya. Adi langsung berbalik menghadap laptopnya, dan memegang mouse.

TARA
(teriak)
Berhenti!

Adi tetap menggerakkan mouse-nya. Tara menggeram kesal. Dia mendorong Jaka hingga jatuh.

TARA
Minggir!

Tara lalu berlari menuju Adi.

Tara berhenti di belakang Adi, di samping para drafter yang tepar di samping meja. Tara lalu mengeluarkan pistol dari dalam pinggangnya dan mengacungkannya ke Adi. 

TARA
(teriak)
Saya bilang berhenti!

Semua tersentak kaget.

Rani dan Annisa yang tepar di karpet, langsung bangkit menjauh sambil teriak ketakutan. Sementara Wira tetap terbaring, hanya melotot kaget melihat pistol. Satria tercengang dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya.

Suasana tegang.

TARA
(pelan, mengintimidasi)
Pak Adi, angkat tangan Anda.

Para Drafter tegang menatap Adi. Adi masih menatap layar laptop. Tampak kursor sudah mengarah di tombol kirim. Hanya butuh satu klik.

RANI
(ketakutan)
Mas Adi, angkat tangan, Mas!

Adi melihat ke kursor di layar. Ritme napasnya jadi cepat. Tara berjalan perlahan mendekati Adi, masih dengan mengacungkan pistolnya ke kepala Adi.

Tara semakin dekat, napas Adi semakin cepat. Jari telunjuk di atas klik kiri mouse tampak gemetar.

Akhirnya Adi mengklik.

Melihat itu, Tara langsung maju, mendorong Adi ke samping hingga terjatuh dan merebut laptopnya. Tara dengan panik melihat layar laptop. Tampak sudah terkirim.

Tara asal mengetik, panik.

ADI
Percuma, udah saya kirim.

Tara berbalik menghadap Adi yang terbaring di lantai. Tara melotot kesal, dia lalu mengacungkan pistolnya ke wajah Adi.

TARA
Batalkan!

Adi tampak tegar, matanya menatap tajam Tara.

ADI
Walaupun Bapak gak ngerti teknologi, tapi Bapak tahu kan itu mustahil.

Tara menggeram kesal, lalu menarik kerah baju Adi dan mengangkatnya sampai wajah mereka berhadapan. Tara menatap melotot ke Adi sambil mengacungkan pistol ke dagu Adi.

TARA
Apa yang sudah kamu lakukan?! Plot apa yang kamu kirim ke lapangan?!
SATRIA (O.S.)
Ini.

Tara menengok, tampak Satria mengangkat naskah tebal yang ada di meja Adi.

SATRIA
Kita pakai plot dari naskah ini.

Tara menggeram kesal.

TARA
Jangan katakan kalau itu naskah episode terakhir?!

Tara melepaskan Adi lalu merebut naskah itu dari tangan Satria. Namun, dia terkejut saat melihat sampulnya.

TARA
"Kelak"? Naskah apa ini?
SATRIA
Itu naskah tulisan saya. Naskah yang Mas Adi lihat dan membuat saya bergabung di tim ini.

Tara masih bingung. Dia menengok ke Adi.

TARA
Jadi yang kamu maksud naskah sudah ada itu bukan naskah episode terakhir yang saya tolak, tapi...
(mengangkat naskah di tangannya)
Ini?

Adi berdiri menatap Tara dengan tenang.

ADI
Iya, tenang aja, saya udah ubah biar sesuai dengan cerita kita.

Tara menghela napas. Dia melihat ke sekitarnya. Rani dan Annisa berpelukan ketakutan melihat ke arahnya. Tara sadar mereka takut dengan pistol di tangannya.

Tara lalu tersenyum ke Rani dan Annisa.

TARA
Oh maaf sudah membuat kalian takut, Nona.
(mengangkat pistolnya)
Ini hanya mainan.

Tara kembali menyimpan pistolnya.

Jaka tampak sudah kembali berkumpul dengan para Drafter lainnya.

Wira mendekatkan dirinya ke Rani dan Annisa.

WIRA
(berbisik)
Gua berani taruhan itu pasti beneran...

Tara lalu berjalan dan duduk di sofa seperti biasanya. Dia duduk menyender dan menarik napas untuk menenangkan dirinya. Adi lalu menyusul duduk di hadapannya, seperti biasanya.

Tara menatap Adi dengan pandangan seperti biasa.

TARA
Maaf, saya pikir Anda mau nekat berhenti.
ADI
Oh mengenai itu, Bapak benar, saya berhenti mulai hari ini.

Tara terkejut, dia memajukan tubuhnya.

TARA
Maksud kamu?
ADI
Itu biar Satria yang menjelaskan...

Satria mendekat. Tara menatap Satria.

SATRIA
Jadi, begini, Pak...

75. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — FLASHBACK

Adi tersentak terpikirkan sesuatu.

ADI
Kalau naskah yang sudah ada, kita masih punya itu kan?

Adi ke mejanya, dan mengambil naskah tamat (di scene 1). Semua terkejut melihatnya.

JAKA
Mas, yakin? Kalau Pak Tara tahu dia bisa ngamuk.
SATRIA
Bener, Mas. Kalau mau pakai naskah yang udah ada, saya ada pilihan lain.

Satria pergi ke kamarnya. Para Drafter saling pandang bingung.

Tak lama kemudian Satria kembali dengan membawa naskah filmnya, "Kelak". Dia menaruhnya di atas meja. Semua bingung melihat naskah itu, kecuali Adi yang mengenalinya.

ADI
Itu naskah film kamu kan?

Semua kaget dan menatap Satria.

SATRIA
Iya, Mas. Saya rasa plotnya bisa dipakai untuk cerita kita. Tinggal disesuaikan sedikit saja, jadi gak bikin dari nol.

Semua diam, merenung. Wira menatap Satria.

WIRA
Lu yakin Boy naskah film lu mau dijadiin Sinetron?

Satria tersenyum.

SATRIA
Dulu saya pikir cuma film yang bisa menyampaikan pesan dengan kuat, tapi sekarang saya sadar Sinetron juga bisa.

Satria menatap Adi. Adi tersenyum.

SATRIA
Jadi gak masalah. Tapi saya punya satu permintaan...

Semua menyimak Satria, tapi Satria langsung menghadap Adi.

SATRIA
Mas, ada yang ingin saya sampaikan ke seseorang, boleh saya tulis itu di draft?

Adi tersenyum.

ADI
Asal bukan ujaran kebencian, gak masalah.

Satria tersenyum.

SATRIA
Sama ada satu lagi, Mas. yang ini serius...

76. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — PRESENT

Satria menghadap Tara.

SATRIA
Saya mengajukan diri untuk menggantikan Mas Adi sebagai plotter Alkisah Cinta.

Tara terkejut. Dia menatap Adi.

TARA
Kalian serius?
ADI
Ya saya sih lebih milih untuk menamatkan cerita ini, tapi dia menawarkan untuk menggantikan saya. Saya percaya dia mampu. Bapak sendiri juga sudah lihat kualitasnya. 

Tara kembali menyender ke sofa. Dia terdiam sejenak, berpikir.

Semua menatap Tara dengan tegang, menunggu jawabannya.

TARA
Ini industri ratusan juta. Kita gak bisa terus diam gitu aja. Harus berkembang.
(beat)
Saya setuju...

Semua tersenyum senang.

TARA
Tapi saya tetap harus membicarakan ini dengan para direksi. Kalau rating episode ini tinggi, saya rasa mereka akan setuju.

Tara beranjak dari kursinya, menjulurkan tangannya ke Adi.

Adi menatap bingung. Tara tersenyum. Adi menjabat tangan Tara.

TARA
Terima kasih atas kerja kerasnya selama ini, saya doakan Anda bahagia bersama keluarga Anda.
ADI
(tersenyum)
Terima kasih.

Wira, Jaka, Rani, dan Annisa terbengong melihat itu.

RANI
(berbisik)
Aku kira Pak Tara jahat.

Jaka, Wira, dan Annisa mengangguk.

Tara berjalan menuju pintu. Dia hendak keluar, tapi berhenti dan melihat ke banyak slot kunci. Tara menatapnya dalam-dalam.

Tara mengeluarkan pistol, menembak slot kunci hingga terlepas semua dan jatuh ke lantai.

Semua terkejut mendengar suara pistol.

Tara menyimpan kembali pistolnya lalu pergi.

Semua terbengong menatap pintu.

77. INT. CAFE — MALAM

Dinda duduk murung sambil mengaduk-aduk minumannya. Di hadapannya Mira melihatnya kesal.

MIRA
Ya udah, Din, kalau lu masih mau ya lu chat dia lah. Kalau nggak, ya move on.

Dinda masih mengaduk-aduk minumannya. HP-nya di atas meja menyala dan tampak ada chat dari Satria. Dinda melotot. Dia segera membacanya.

"Kalau kamu mau tahu apa yang aku rasakan, aku sudah tuliskan di sinetron Alkisah Cinta malam ini."

DINDA
Mir, Sinetron Alkisah Cinta jam berapa ya?
MIRA
Hah? Kenapa lu tiba-tiba nanyain sinetron?
DINDA
Ih, udah jawab aja, lu tau nggak?
MIRA
Ya biasanya nyokap gue nonton sinetron sih jam-jam segini.

Dinda celingukan mencari TV, akhirnya ia menemukan TV di salah satu sudut ruangan. Dinda beranjak dari kursinya dan mendekati TV. Dia menghampiri WAITER yang ada di dekat TV.

DINDA
Mas, boleh tolong ganti ke channel yang nayangin Alkisah Cinta gak? 

Waiter mengangguk lalu mengambil remote TV dan mengganti channel TV ke yang menayangkan Alkisah Cinta.

DINDA
Makasih, Mas.

Dinda serius menonton TV.

Di TV tampak Adam dan Hawa sedang berdiri berhadapan. Keduanya tampak sedih.

HAWA
Kamu ngilang ke mana aja, Mas? Jujur aja sama Aku.
ADAM
Aku gak bisa, karena kalau aku jujur kamu akan terluka.
HAWA
Memangnya kalau Mas bohong gini, Aku gak terluka?

Adam tersentak.

ADAM
Aku hanya bisa bilang, aku minta maaf tidak akan bisa selalu ada di dekat kamu...

Hawa menunduk sedih.

ADAM
...untuk sekarang.

Hawa mendongak. Adam menggenggam tangan Hawa dan memandang matanya dengan tulus.

ADAM
Aku percaya kamu adalah jodohku. Tapi aku harus ke luar negeri untuk mengejar mimpiku.
(beat)
Kalau kamu mau menunggu aku dua tahun lagi, Kelak aku akan datang, dan saat itu aku akan melamar kamu. Dan aku akan selalu berada di sisimu.

Hawa berkaca-kaca.

Dinda berkaca-kaca.

ADAM (O.S.)
Bagaimana, apa kau bersedia?

Dinda tersenyum, lalu tertawa. Matanya masih berkaca-kaca.

78. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MALAM

Adi dan Para Drafter sedang menonton TV Alkisah Cinta. Tampak Hawa tersenyum sambil menangis ke layar kaca.

HAWA
Iya, Mas, Aku bersedia.

Adam sumringah. Adam memeluk Hawa. Muncul tulisan, "Bersambung".

Rani dan Annisa tampak terharu.

RANI
Udah deh, aku yakin ini pasti ratingnya tinggi. Sedih tau, udah kayak drama korea.

Annisa mengangguk sambil meniupkan hidungnya ke tisu.

HP Satria menyala. Tampak Satria mendapatkan chat dari Dinda. Satria tampak tegang membuka chatnya. Ia menarik napas lalu menekan notifikasi chat itu hingga tampak isi pesannya...

"Kalau Adam bohong lagi dan tidak kembali, Hawa akan menyusul keluar negeri dan akan menghajar langsung Adam!"

Satria tersenyum lebar. Adi melihat itu ikut tersenyum, paham.

HP Adi berdering ada panggilan masuk. Dia melihatnya.

ADI
Pak Tara.

Semua tegang. Adi mengangkat HP-nya.

ADI
Ya, halo. Baik, akan saya sampaikan ke yang lain. Terima kasih, Pak.

Adi menutup telpon. Dia memasang wajah sedih. Para Drafter menatap Adi tegang. 

RANI
Gimana, Mas?
ADI
Kata Pak Tara, episode malam ini...
(berubah senyum)
Rating tertinggi kita selama ini!

Semua terperanjat. Semua berpelukan bersorak. Adi ikutan. Kini dia tersenyum lebar di depan semuanya.

Lalu Rani tersentak, lalu melepaskan pelukannya.

RANI
Eh berarti hari ini Mas Adi beneran udahan dong?

Semua berubah sedih. Adi tersenyum.

ADI
Maaf ya, saya pergi duluan.

Semua langsung memeluk Adi erat. Lalu mereka melepaskan pelukan itu. Adi menatap ke para Drafter.

ADI
Makasih ya sudah mau membantu saya selama ini.
(menatap Wira)
Wira, kamu paling lama ikut saya, tapi saya tetap gak mengerti cara pikir kamu.

Semua tertawa. Rani memukul Wira.

ADI
Tapi saya mengerti kamu punya hati yang baik.

Semua tersenyum setuju. Wira membuang muka, menahan tangis.

ADI
(menatap Rani)
Rani, jangan galak-galak. Apalagi kamu kan mau punya usaha sendiri. Kasian nanti pegawai kamu.

Semua tertawa, Wira tertawa paling keras, Rani balas memukulnya.

ADI
(menatap Jaka)
Jaka, semoga sehat-sehat. Jangan masuk angin terus.

Semua tertawa. Jaka mengangguk.

ADI
(menatap Annisa)
Annisa, Terima kasih sudah mau membantu kita lagi. Semoga kamu gak kena tipes lagi.

Annisa mengangguk.

ADI
(menatap Satria)
Satria. Terima kasih. Maaf ya udah bikin kamu terjebak di industri ini.

Semua tertawa.

ADI
Saya percayakan Alkisah Cinta sama kalian.

Semua terharu, menahan air matanya.

Wira mengambil kaleng minuman energi dari atas meja. 

WIRA
Yaudah, cukup sedih-sedihnya. Sekarang ayo kita bersulang merayakan kebebasan Mas Adi!

Satria mengambil kopi, Adi mengambil botol minuman mineral, Rani mengambil botol madu, Jaka mengambil teh dan jamu masuk angin, Annisa mengambil air kelapa hijau.

Mereka melingkar sambil memegang minuman mereka. Satria menatap ke para drafter lain.

SATRIA
Eh, terus kalian gimana?

Jaka, Wira, dan Rani saling pandang lalu tersenyum menatap Satria.

JAKA
Tenang, kita udah mutusin bakal di sini bantuin kamu, sampai nanti ada drafter lain. Iya kan?

Wira dan Rani mengangguk, Annisa tersentak kaget. Wira mengangkat gelasnya.

WIRA
Bersulang, Untuk Alkisah Cinta!

Mereka bersulang. Segala jenis minuman itu beradu. TRANG!

79. EXT. KAMPUNG. RUMAH ADI — SIANG

TRANG! Suara kelereng beradu.

Tampak ANAK ADI (3) sedang main kelereng di halaman rumahnya, mulutnya sambil mengunyah makanan.

ISTRI ADI (35) duduk di teras rumah sambil memegangi piring makan anaknya.

ISTRI ADI
Ayo buruan ngunyahnya, Le. Masih banyak ini makanannya.

Istri Adi melihat-lihat ke kejauhan, lalu perhatiannya tertuju pada sebuah sosok di kejauhan.

Istri Adi memicingkan matanya. Tampak sosok itu adalah seseorang yang ia kenal. Ia bangkit berdiri lalu berjalan mendekatinya. Sosok itu semakin dekat.

Kini tampak jelas itu adalah Adi. Istri Adi tercengang, dia menjatuhkan piring di tangannya. Dia menangis seraya tersenyum, dan berlari mendekati Adi.

Adi pun berlari menghampiri istrinya. Mereka bertemu dan berpelukan. Erat. Istri Adi menangis di pelukan Adi. Adi mencoba menahan untuk tidak menangis.

ANNISA
(menangis)
Kenapa lama banget sih, Mas?
ADI
(menangis)
Maafin aku, Dek. Aku gak akan pergi lagi.

Istri Adi memeluk Adi semakin erat. Tidak mau melepasnya. Adi melihat anaknya.

ADI
Itu...

Istri Adi melepaskan pelukannya. Dia tersenyum melihat Anaknya, dia mengangguk.

ISTRI ADI
Anak kita, Mas.

Adi tampak berkaca-kaca melihat anaknya. Dia berjalan mendekati Anaknya. Dia duduk berlutut di hadapan anaknya.

ADI
Halo, Bapak boleh ikut main gak?

Anak Adi menatap Adi, lalu mengangguk. Dia mengambil sebuah kelereng lalu memberikannya kepada Adi. Adi membuka tangannya, menerimanya, matanya berkaca-kaca. Adi tersenyum bahagia. Dia mengusap lembut kepala Anaknya.

ADI
Makasih, ya.

Adi memegang kelerang, siap menyentilnya.

80. EXT. HALAMAN RUMAH — SIANG

TIT! Suara kunci mobil.

Tampak Bimo membuka pintu mobilnya. Di belakangnya ada Annisa yang membawa barang-barangnya.

BIMO
Udah sayang biar aku aja.

Bimo mengangkat barang-barang Annisa. Satria tampak tertawa melihat itu.

SATRIA
Wih mantap memang pacar andalan satu ini.

Bimo menyengir. Annisa malu, langsung masuk ke mobil.

BIMO
Btw, Lu yakin, Sat? Gak mau cabut juga?
SATRIA
Ya nggak mungkin lah, kan sekarang gua plotter-nya.
BIMO
Tapi kan yang lu kenal udah pada cabut, lu gak bakal kesepian?

Satria melihat ke kejauhan, tersenyum.

SATRIA
Ya mereka juga kan punya mimpi lain. Biar lah. Lagian bakal ada drafter yang baru kok. Lebih banyak juga orangnya, jadi aman lah.
(memicingkan mata ke Bimo)
Atau lu yang sebenernya kesepian?
BIMO
Nggak lah. Gua kan udah ada pacar hehehe.

Bimo dan Satria tertawa.

SATRIA
Ah, sombong bener lu!

Bimo masuk ke dalam mobil. Kaca turun. Bimo melihat ke Satria.

BIMO
Yaudah ya, kita cabut. Jaga diri lu, Sat. Inget janji lu sama Dinda! Jangan kelamaan!

Satria tertawa.

SATRIA
Iyaaa...!

Mobil mulai berjalan, Annisa melambaikan tangannya.

ANNISA
Sehat-sehat ya, Satria.

Satria melambaikan tangan seiring mobil pergi. Dia berjalan mengikuti sampai ke depan gerbang.

Dia berbalik menghadap gerbang, menatap rumah dengan penuh perasan nostalgia.

Satria menarik napas dalam.

81. EXT. KAMPUNG. RUMAH JAKA — SIANG

Jaka berdiri di rumah yang sedang dibangun. Dia tampak sedang berdiskusi dengan ARSITEK yang memegang blueprint desain rumahnya.

Jaka tersenyum bahagia menatap blueprint itu.

82. EXT. JALANAN INDAH — SIANG

Di jalanan yang dipenuhi keindahan pepohonan dan pemandangan laut di sekitarnya, sebuah motor ninja melaju.

Motor itu kemudian berhenti di sebuah tempat. Pengendaranya membuka helmnya, tampak dia adalah Wira.

Wira melihat pemandangan laut yang indah di hadapannya. Dia tersenyum bahagia sambil menepuk-nepuk motornya.

83. INT. RUKO — SIANG

Suasana ruko dengan barang serba ada. Tampak Rani sedang mengarahkan Para PEGAWAINYA untuk menyambut para PEMBELI. Rani mengusap keringatnya, tapi dia tersenyum bahagia.

84. EXT. HALAMAN RUMAH — SIANG

Satria menghela napas. Dia melihat ke langit yang cerah. Dia tersenyum bahagia. Dia berjalan masuk ke dalam rumah. Pintu gerbang perlahan menutup.

85. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MALAM

TEXT: 700 Episode Alkisah Cinta Kemudian.

Tara yang kini mengenakan baju lebih kasual, membanting naskah ke atas meja. Tampak sampul naskah berjudul "Menentang Hilang".

TARA
Pilot?

Di hadapan Tara, duduk Satria dengan rambut berantakan dan memakai penutup mata tidur di dahinya. Kantung matanya tebal, tapi sorot matanya penuh semangat.

SATRIA
Ya, episode pertama untuk series buatan saya. Ada delapan episode, tapi sisanya masih outline, kalau oke, baru saya bikinin draft-nya. Gimana?

Tara tertawa kecil, memundurkan tubuhnya sambil menatap ke langit-langit, merenung.

TARA
Sejujurnya saya masih bingung sama semua ini.
(beat)
Siapa sangka internet yang cepat bisa bikin orang jadi lebih suka nonton cerita yang cepat juga.
(menatap naskah di atas meja)
Dari proyek sinetron seribu episode jadi begini?
SATRIA
Ini industri ratusan juta, Pak. Kita gak bisa terus diam gitu aja. Harus berkembang.

Tara tertawa.

TARA
Ya sudah, naskah ini nanti saya coba sampaikan ke direksi.

Tara bangkit seraya mengambil naskah di atas meja.

SATRIA
Kalo mereka menolak gimana?

Tara tersenyum.

TARA
Tenang, mereka tidak akan menolak uang.

Satria tertawa kecil. Tara mau melangkah pergi, tapi kemudian membalikkan badannya lagi.

TARA
Kalian yakin gak mau ikut pesta penutupan? Banyak makanan enak loh.
SATRIA
Ya lihat sendiri aja, Pak.

Satria menengok ke samping. Tara ikut menengok.

Tampak 7 DRAFTER BARU tepar di depan laptop mereka. Di sekitar mereka berserakan bungkus makanan, gelas bekas kopi, bekas kaleng minuman energi.

SATRIA
Kayaknya buat mereka tidur adalah pesta perayaan terbaik.
TARA
Ya sudah, kalau begitu, saya pamit. Selamat tidur.

Tara berjalan pergi melangkahi lantai yang penuh bungkus makanan, gelas bekas kopi, bekas kaleng minuman energi.

Satria duduk menyender di kursinya, menurunkan penutup mata di dahinya hingga menutupi matanya. Ia mengangkat kakinya lalu meletakkannya di atas meja agar bisa selonjoran. Lalu ia tidur dengan memiringkan tubuhnya ke arah TV di ruangan.

Kita melihat semakin dekat ke TV yang menyala menampilkan tayangan sinetron, adegan Adam dan Hawa menikah. Mereka mengenakan pakaian pengantin saling menatap bahagia.

HAWA
Syukur ya, Mas, alkisah cinta kita berakhir bahagia.

Adam menggeleng.

ADAM
Alkisah cinta kita belum berakhir, justru baru dimulai.

Adam dan Hawa tersenyum. Muncul tulisan, "Tamat". 


FADE OUT.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar