Ketik Magic
2. ACT 2 Bagian Awal

14. INT. RUMAH. KAMAR — MOMENTS LATER

Ruangan gelap.

Suara pintu dibuka, cahaya masuk dari luar, tampak Satria dan Adi berdiri di depan pintu.

ADI
Ini kamar kamu. Maaf berantakan, belum sempat diberesin dari bekas penghuni sebelumnya.

Mereka masuk ke dalam. Adi menyalakan lampu. Kini tampak jelas tampak kamar sudah terisi kasur, lemari, dan perabotan lainnya. Tidak terlalu berantakan.

Satria melihat sekeliling, sambil mengangguk-angguk.

SATRIA
Gapapa, Mas. Nanti biar saya beresin sendiri.

Saat menaruh barang-barangnya, lalu pandangannya tertuju pada goresan di dinding.

Satria mendekat dan kini jelas tampak ada goresan garis hitungan dan tulisan "FREE" disilang.

SATRIA
Ini apa, Mas?

Adi terkejut melihat itu.

ADI
(panik)
Oh itu... eh... Penghuni sebelumnya orangnya gak enakan. Iya, jadi selama tinggal di sini dia hitungin. Makanya tulisan Free disilang... Maksudnya gak Free... Gak gratis gitu. Iya.
(tertawa canggung)
Dia gak mau tinggal di sini gratis. Dia maksa bayar saya padahal saya bilang gak usah.

Satria memicingkan mata curiga.

ADI
(mengalihkan pembicaraan)
Eh, mau lihat ruangan lainnya? Dapur, kamar mandi? Ayo saya tunjukkin semua.

Adi buru-buru berjalan keluar kamar. Satria berjalan menyusulnya.

15. INT. RUMAH. DAPUR — MALAM

Adi dan Satria masuk ke area dapur. Tampak kompor, kitchen set, kulkas, tempat sampah dan peralatan yang biasa ada di dapur. Di salah satu sudut ada pintu kamar mandi.

ADI
Nah ini dapurnya, kamu bebas mau masak di sini. Tapi ya udahnya dicuci lagi, soalnya kita gak ada asisten rumah tangga hehehe.

Satria mengangguk. Adi berjalan membuka rak kitchen set satu per satu, memberitahu Satria.

ADI
Ini piring ada di sini, gelas di sini, sendok garpu, di sini.
(tersenyum)
Nah, kalau mau masak mie instan, di sini sudah disediakan. Bebas pilih.

Adi membuka rak. Tampak isinya penuh dengan mie instan berbagai rasa. Satria melongo melihatnya.

Adi menutup rak, lalu menunjuk ke pintu kamar mandi.

ADI
Nah itu kamar mandinya. Kita gantian aja ya. Kalau yang perempuan ada kamar mandi sendiri di atas.
SATRIA
Oh di atas ada lantai lagi? Memang rumah ini ada berapa lantai.

Satria mendongak melihat-lihat ke atas.

ADI
Ada 3 lantai. Tapi lantai 3 cuma buat nyuci dan jemur aja. Lantai 2 ada 3 kamar, tapi buat kamar yang perempuan. Walaupun sekarang yang ngisi cuma si Rani.

Satria mengangguk-angguk.

SATRIA
Memang yang tinggal di sini ada berapa orang?
ADI
Sama kamu, ya jadi lima. Makanya saya bilang, saya lagi butuh orang.
SATRIA
Rumah segede ini cuma diisi orang sedikit, memang gak serem, Mas?
ADI
Ah tenang kok di sini gak ada...

Pintu kamar mandi terbuka.

ADI
(kaget)
Setan!!

Adi dan Satria melonjak kaget. Ternyata Wira yang membuka pintu kamar mandi dari dalam.

ADI
Ah kamu, Wir, bikin kaget aja. Kamu abis mandi? Malam-malam gini?
WIRA
Iya, Mas. Biar ngantuk.

Satria melongo bingung.

16. INT. RUMAH. KAMAR — MALAM

Satria dan Adi di depan kamar Satria yang pintunya terbuka.

ADI
Yaudah, kamu istirahat dulu aja, nanti kalau ada kerjaan saya bangunin.
SATRIA
Makasih, Mas.

Adi pergi. Satria masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintu kamarnya.

Satria berjalan ke kasur dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Dia merenung. Lalu menghela napas lelah.

HP nya berdering. Bimo menelpon. Satria mengangkatnya.

BIMO (V.O.)
Halo! Gimana, Sat? Gak ada kabarnya lagi lu! Kapan lu ke sini?
SATRIA
Oh, sorry, pusing gua banyak kejadian lah tadi. Gua gak bisa ke sana malam ini, Bim.
BIMO (V.O.)
Ha? Kenapa? Cerita lah!

Satria mengelus dahinya.

SATRIA
Ya intinya naskah gua gak jadi dibeli dan sekarang gua ikut sama Mas yang di kasur sebelah lu tadi, ngerjain Sinetron.
BIMO (V.O.)
Ha? Serius lu? Besok ke sini lah, ceritain detailnya! Serem juga nih gua sendiri di sini. Katanya di sini ada yang meninggal!

Satria mengernyitkan alisnya bingung.

SATRIA
Ya iyalah ada yang meninggal, itu kan rumah sakit.
BIMO (V.O.)
Ya tetep aja serem. Makanya lu ke sini dong. Temenin gua, lu kan tau gua gak punya pacar.
SATRIA
Lihat nanti lah, gua belum tahu jam kerjanya gimana. Pas senggang gua nanti ke sana.
BIMO (V.O.)
Eh iya, terus urusan cewek tadi gimana?

Satria tersentak baru ingat.

SATRIA
Oh iya, gua lupa. Yaudah ya, Bim, gua tutup dulu telponnya.
BIMO (V.O.)
Eh, eh, Sat...

Satria menutup panggilan telpon. Dia lalu membuka IG Dinda. Satria tersenyum menatap foto Dinda, dia ingin mengirim chat ke Dinda, tapi kemudian teringat...

DINDA (V.O.)
Kalau film kamu udah rilis, kabarin ya.

Senyum Satria hilang. Dia lalu menghapus ketikannya dan menaruh HP-nya di sampingnya.

SATRIA
Gua gak bisa kenalan sama dia dalam kondisi begini. Gua harus cepetan selesaiin ini. Gua bakal bikin Sinetron yang bagus. Abis itu gua pasti nemu jalan buat nulis film.

Satria memejamkan matanya.

17. INT. RUMAH. KAMAR — DINI HARI

Satria dibangunkan oleh Wira.

WIRA
Bangun, boy! Plot turun!

Satria masih setengah sadar.

SATRIA
Ha? Kenapa?
WIRA
Plot turun! Kerjaan! Ayo bangun!

Satria meraba-raba mencari HP-nya. Ia lalu berhasil mendapatkan HP-nya dan melihat ke layar HP-nya yang menunjukkan pukul 3 pagi. Satria mengucek matanya, memastikan.

SATRIA
(kaget)
Plot turun jam 3 pagi?
WIRA
Iya, Gua juga kaget. Parah kan? Telat ini, biasanya jam satu udah turun.

Satria bangkit duduk, melotot kaget.

SATRIA
Hah? Biasanya malah tengah malam gitu?
WIRA
Ya kan naskah ini buat syuting pagi. Subuh harus udah kelar. Sekarang waktu kita cuma sisa 2 jam. Ayo buruan!

Wira berjalan keluar. Satria segera bangkit dari kasurnya berjalan mengikuti Wira.

WIRA
Bawa laptop lu, Boy!

Satria segera berbalik, mengambil laptopnya, lalu kembali mengejar Wira.

Satria menutup pintu.

18. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MALAM

Satria membuka laptopnya.

Tampak Rani, Jaka, dan Wira sudah standby dengan laptopnya masing-masing. Satria menguap masih mengantuk. Lalu menampar wajahnya agar terjaga.

Sementara Adi duduk di meja kerjanya, tampak serius menatap layar laptopnya.

ADI
Saya bikin plot baru ada dua puluh scene. Kalian langsung bagi aja ya. Draft satu satu aja. Saya lanjut bikin plotnya. Nanti kalau udah, saya kasih lagi. Link-nya udah saya share.

Para Drafter langsung sigap bekerja.

WIRA
Oke, gua mulai ya, gua kerjain scene satu.
RANI
Kalau gitu, Aku scence dua.
JAKA
Saya kerjain scene tiga.

Mereka langsung mengetik dengan cepat. Satria kaget.

SATRIA
Oke, saya empat.

Satria siap mengetik, tapi kemudian tangannya berhenti. Dia mengernyitkan alisnya bingung. Dia melihat ke Jaka di sebelahnya.

SATRIA
Maaf, Mas, ini ada banyak karakter yang kemarin gak ada. Mereka udah di tengah-tengah konflik gini. Saya belum ngerti, gimana ya?

Jaka melihat ke layar laptop Satria.

JAKA
Kamu emang belum baca sinopsis cerita sebelumnya? 

Satria menggeleng.

JAKA
Yaudah nih saya kirimin, kamu pelajarin sendiri ya.
SATRIA
Udah, Mas.

Satria menggerakkan touchpad laptopnya. Lalu men-klik.

Tampak layar laptop Satria menampilkan folder Rangkuman Naskah Alkisah Cinta. Ada ribuan file.

Satria terbelalak.

SATRIA
Buset, banyak amat.

Jaka tertawa kecil.

JAKA
Ya udah seribu episode. Tapi buat sekarang kamu bisa ctrl F aja buat cari yang kamu butuh, tapi nanti kamu harus pelajarin dah tuh semua. Biar ngerti.

Satria menelan ludah.

WIRA
Gua lanjut scene lima!

Satria kaget dan kembali mengetik.

19. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MOMENTS LATER

Rani meregangkan tangannya sambil menguap.

RANI
Uaaahh... Selesai! Time to sleep.

Rani langsung menarik tali hoodie-nya, lalu langsung tepar, tubuh miring ke samping, dan kepalanya jatuh di bahu Wira. 

WIRA
Ah, Ran, jangan tidur sini napa! Udah disediain kamar di atas juga! Ran!

Sementara Jaka menutup laptopnya, lalu memegangi lehernya, kedinginan. Dia menengok ke samping, tampak Satria masih mengetik dengan serius.

JAKA
Belum selesai, Sat?
SATRIA
Tinggal satu scene lagi, Mas. Dikit lagi... Yup, selesai!

Satria menghela napas lega.

Di mejanya, Adi tampak sedang menelpon.

ADI
Oh gitu? Iya itu tulisan anak baru. Saya gak sempet cek lagi. Iya nanti saya kasih tahu anaknya.

Adi menutup telponnya, lalu dia melihat layar laptopnya serius, dia lalu berbalik menghadap ke Para Drafter.

ADI
Satria, sini sebentar.

Satria kaget. Dia menengok ke Jaka, Jaka memberikan kode untuk Satria maju dengan tenang. Satria bangkit dan mendekati Adi dengan cemas.

SATRIA
Ada apa, Mas? Ada yang salah?
ADI
Kemarin saya belum sempet jelasin ke kamu tentang cara kerja kita. Tugas kamu kan mengembangkan plot yang saya kasih jadi adegan. Nah, kamu ngembangin adegannya santai aja, gak perlu 'serius' kayak kamu nulis film. Kalau belum ngerti, kamu bisa lihat tulisan yang lain. 

Satria tampak tersinggung.

SATRIA
Saya ngerti kok, Mas. Itu saya gak 'serius' kok. Itu sengaja saya bikin begitu biar gak boring aja.

Adi menghela napas.

ADI
Maaf, saya gak maksud merendahkan kamu. Saya ngerti kamu bisa nulis draft film, tapi ini sinetron. Beda. Kita nulis sekarang, buat syuting 2 jam lagi, buat tayang nanti malam, gak ada waktu buat revisi, moles jadi lebih bagus.

Satria mengernyitkan alisnya bingung.

SATRIA
Tapi yang saya tulis bagus kan? gak perlu direvisi lagi.
ADI
Masalahnya adalah bukan cuma kita yang kejar tayang, tapi orang lapangan juga. Makanya sebisa mungkin kita bikin adegan yang bisa cuma sekali take. Gak banyak lokasi, gak banyak karakter, gak banyak properti dan hal ribet lainnya.

Satria terdiam paham, tapi menolak setuju. Adi bisa melihatnya.

ADI
Kita juga tahu ini bukan cara menulis yang bagus kok.

Satria kaget merasa Adi bisa membaca pikirannya. Adi balas tersenyum. Adi menoleh ke Para Drafter lain.

ADI
Mereka itu semua juga punya skill yang sama kayak kamu. Saya ajak gabung mereka karena saya tau mereka bisa menulis yang bagus.

Satria menengok ke Para Drafter lain. Tampak Wira sedang perlahan menurunkan kepala Rani ke karpet. Jaka membantu memegangi bahu Rani.

ADI
Tapi kondisinya begini dan kita harus ikutin.
SATRIA
Tapi, Mas, kalau gini terus kualitas sinetron kita gak bakal maju-maju dong?

Adi tersenyum.

ADI
Itu dia tantangannya. Gimana kita bisa nulis cerita yang menarik dengan berbagai syarat tadi. Saya yakin kamu bisa nemu caranya.

Adi menepuk punggung Satria. Lalu terdengar suara keras mengagetkan Adi dan Satria. Mereka menengok ke belakang. 

Tampak Jaka dan Wira juga memasang wajah kaget dan menunjuk ke Rani yang tertidur di karpet, dia mengorok keras.

20. EXT. HALAMAN RUMAH — PAGI

Tampak matahari terbit. Para WARGA lalu lalang mulai beraktivitas.

21. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — PAGI

Satria dengan mata setengah melek, menatap layar laptopnya. Satria melihat jam di dinding menunjukkan pukul 8 pagi.

SATRIA
Wah udah jam segini, capek juga gua bacain ini sinopsis, udah berapa episode ya?

Tampak layar laptop Satria menampilkan gambar dokumen sinopsis Alkisah Cinta. Dia klik back, tampak file menunjukkan episode 14. 

Satria kaget.

SATRIA
Baru episode 14? Masih seribu lagi lagi? Astaga... Nanti lagi deh... Tidur dulu...

Satria menyenderkan tubuhnya ke belakang, memejamkan matanya. Sejenak kemudian Wira mengguncang-guncangkan tubuhnya.

WIRA
Sat, bangun, Sat. Plot turun!

Satria melek sedikit.

SATRIA
Ha? Bukannya tadi udah?
WIRA
Itu kan buat syuting pagi, yang ini buat syuting siang.

Satria melotot kaget.

SATRIA
Ha? Jadi sehari dua kali?
WIRA
Loh kamu belum tahu?

Satrian menggeleng. Wira menyeringai.

22. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MONTAGE

PAGI Jam dinding di ruangan menunjukkan pukul 12 malam. Para Drafter sibuk mengetik sambil menguap mengantuk.

WIRA (V.O.)
Kita ngedraft tengah malam buat syuting pagi...

PAGI Jam dinding di ruangan menunjukkan pukul 8 pagi. Para Drafter mengetik setengah sadar.

WIRA (V.O.)
Pagi buat syuting siang...

SIANG Jam dinding di ruangan menunjukkan pukul 2 siang. Satria, Rani, dan Jaka mengetik sambil minum dari gelas, sementara Wira minum dari kaleng minuman energi.

WIRA (V.O.)
Siang buat syuting malam....

MALAM Jam dinding di ruangan menunjukkan pukul 7 malam. Para Drafter mengetik dengan mata terkantuk-kantuk, sudah ada kantung matanya, sambil mengunyah gorengan. Wira mengunyah cabe rawit. Matanya langsung melotot.

WIRA (V.O.)
Dan malamnya tayang. Tapi kita juga harus nge-draft buat mereka syuting tengah malam.

TV di ruangan menayangkan sinetron Alkisah Cinta. Sementara Para Drafter mengetik dengan sisa-sisa kesadaran. Rani mengetik dengan satu jari perlahan. Jaka mengetik dengan satu tangan bergetar dan tangan satunya memegangi tangannya yang bergetar dan memaksakannya untuk lanjut mengetik.

WIRA (V.O.)
Kita nulis dengan deadline yang ajaib. Kalau gua bilang ini namanya... Ketik Magic!

Satria tampak berantakan, matanya merah dengan kantung mata hitam. Dia menengok ke Wira yang tampak lebih berantakan dan mengetik sambil tertawa seolah sudah tak waras.

SATRIA
Ini kita nge-draft terus seharian? Kapan liburnya?
WIRA
Libur?
(tertawa)
Sinetron kita tayang tiap hari. Tanggal merah juga tetap tayang. Selama acaranya belum bungkus atau datang hari kiamat, kita akan nge-draft...
(menyeringai)
Selamanya...!!!

Satria terbelalak. Suara Wira mengatakan "Selamanya" terngiang-ngiang di kepalanya. Suara itu terus bergaung semakin tinggi seperti suara ceret air panas.

23. INT. RUMAH. DAPUR — SIANG

Ceret air panas di atas kompor, mendidih. Suaranya melengking.

Tampak Satria sedang menyiapkan gelas hendak menyeduh kopi. Dia mengangkat ceret dan menuangkannya ke gelas.

Rani datang dari arah ruang tengah.

RANI
Bikin apa kamu, Sat?
SATRIA
Oh bikin kopi, Mbak. Mbak Rani juga mau sekalian dibikinin? Masih banyak air panasnya nih.
RANI
Nggak, makasih. Aku punya cara sendiri buat lawan ngantuk.

Satria bingung, Rani mendekati salah satu rak, membukanya.

RANI
Nih, aku kasih tau kamu, sahabat penulis yang lebih hebat dari kopi.

Rani mengeluarkan botol madu.

SATRIA
Madu?

Rani menuangkan dua sendok madu ke dalam gelas.

RANI
Betul, daripada diasup kafein terus, mendingan kamu tambah imun kamu pake madu.
(beat)
Minta air panasnya dong.

Satria mengangguk takjub sambil menuangkan air panas ke gelas Rani.

JAKA (O.S.)
Jangan kebanyakan manis nanti diabetes.

Satria dan Rani menengok, tampak Jaka sudah berdiri di belakang mereka. Jaka ikut memeriksa isi rak.

JAKA
Kalau saya sih, gak bisa ngopi. Jantungnya deg-degan. Pas nge-draft sih enak, tapi pas udah nggak, mau tidur, malah gak bisa soalnya jantungan. Jadi saya mending minum ini.

Jaka mengeluarkan teh celup.

SATRIA
Teh? Memang ngaruh, Mas?

Jaka menaruh teh celup ke dalam gelas, dan menyodorkannya ke Satria, Satria paham dan menuangkan air panas ke gelasnya Jaka.

JAKA
Tehnya dicampur ini.

Jaka mengeluarkan jamu masuk angin. Dia mencampurkannya ke dalam tehnya. Satria takjub. Rani mengernyitkan wajahnya.

Jaka menyeruput tehnya, lalu tersenyum bahagia.

JAKA
Ah... Mantap.

Jaka pergi membawa tehnya. Sementara Rani dan Satria saling pandang bingung.

RANI
Udah kebanyakan begadang tuh orang, otaknya masuk angin.

Rani dan Satria tertawa.

24. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — THE NEXT DAY

Adi menatap penuh rindu ke layar HP-nya yang menunjukkan foto Anak Laki-lakinya, usia 3 tahun. Dia lalu menaruh HP-nya dan melihat ke meja drafter. Tampak Satria yang melamun menatap layar laptopnya.

ADI
Kamu gak istrihat, Sat? Ngerjain apaan emang?

Satria tersadar dari lamunannya.

SATRIA
Oh... nggak, Mas. Ini lagi bacain sinopsis aja. Biar paham.
ADI
Baca sampai kamu paham karakter dan garis besar ceritanya aja. Keburu tua kamu kalau bacain semuanya.

Satria tertawa kecil.

SATRIA
Ya saya penasaran aja, Mas. Sekalian belajar juga. Tapi emang lama-lama pusing juga sih baca terus.
ADI
Kalau baca pusing, kenapa gak dengerin aja? Siapa tau lebih gampang ngertinya kalau diceritain.

Satria menengok ke Adi, semangat.

SATRIA
Boleh, Mas kalau Masnya gak repot.
ADI
Oh bukan saya yang bakal ceritain kamu.
SATRIA
(bingung)
Terus siapa?

Adi tersenyum.

25. EXT. JALANAN DEPAN WARTEG — MALAM

Satria berjalan mengikuti Adi. Satria celingak-celinguk melihat jalanan di sekitarnya. Dia tersenyum melihat orang-orang dan kendaraan lalu lalang.

SATRIA
Udah lama saya gak keluar gini. Aah... rasanya kayak bebas dari penjara.

Satria tertawa. Adi tertawa getir.

SATRIA
Tapi ini kita mau ke mana sih, Mas?
ADI
Kamu harus belajar ke lapangan langsung, biar lebih gampang paham.
SATRIA
(bingung)
Lapangan? Tempat syuting?

Adi menggeleng.

ADI
Di sini. Ayo.

Adi berhenti di depan sebuah Warteg yang lumayan besar. Satria melihat itu bingung. Adi masuk duluan ke dalam, Satria pun mengikutinya.

26. INT. WARTEG — CONTINUOUS

Adi dan Satria masuk disambut oleh IBU WARTEG (50) dan 3 orang PEGAWAI yang juga perempuan usia 20-an. Tampak sambil melayani pengunjung, sesekali mata mereka melihat ke TV di sudut ruangan yang menayangkan Alkisah Cinta.

ADI
Kita makan di situ.

Satria mengangguk, lalu mereka memesan makanan dan duduk di kursi dekat Ibu Warteg dan Para Pegawainya.

ADI
(berbisik ke Satria)
Dengerin.
IBU WARTEG
Aih itu ibunya si Adam mau jahatin si Hawa lagi? Segitunya ya saya gak habis pikir.
PEGAWAI 1
Iya, Bu, gak kapok-kapok ya, padahal dulu kan dia begini ketahuan sama Bapaknya Adam, dimarahin sampai mau dicerein.
PEGAWAI 2
Ih tapi dia kan sama Bapaknya Adam juga jahat, pernah mau ngeracunin demi dapet hartanya. 

Satria tercengang mendengarnya. Dia melirik ke Adi, tampak Adi tertawa kecil, sambil memegang telinganya, menyuruhnya untuk mendengarkan.

Satria mengangguk paham, lalu mendengarkan komentar Ibu warteg dan pegawainya yang terus berlanjut.

27. EXT. JALANAN DEPAN WARTEG — MOMENTS LATER

Adi dan Satria keluar dari warteg, menghadap ke dalam.

ADI
Makasih, ya, Bu.
SATRIA
Ibu, makasih, ya.

Keduanya lanjut berjalan. Satria tampak tersenyum. 

ADI
Gimana? Kamu jadi lebih cepat paham ceritanya gak?
SATRIA
Ya sangat membantu sih. Takjub juga saya sama ibu-ibu itu bisa hafal banget gitu, padahal ada seribu episode.
ADI
Jangan remehin daya ingat ibu-ibu. Kenakalan kita dari kecil sampai gede aja, ibu kita pasti ingat.

Satria dan Adi tertawa.

SATRIA
Tapi lihat ibu-ibu tadi, saya jadi seneng juga lihat orang suka sama tulisan saya.

Satria terseyum kecil, Adi yang melihat itu jadi ikut tersenyum.

SATRIA
Tapi... kenapa Mas gak ngasih tahu mereka, kalau Mas yang nulis? Mereka pasti seneng.

Adi tertawa kecil.

ADI
Yang ada nanti saya kena amuk nyuruh cepet-cepet namatin. 

Satria tertawa membayangkannya. Mereka kembali berjalan tenang.

SATRIA
Tapi memangnya Mas Adi gak mau namatin?

Adi terdiam sesaat.

ADI
Bukannya gak mau, tapi gak bisa. Saya baru bisa bebas kalau sinetronnya 'bungkus'. Selesai. Tamat.
SATRIA
Terus kenapa gak ditamatin aja?
ADI
Produser TV gak bakalan mau, sayang duitnya. Mereka mau namatin kalau ratingnya udah jatuh, alias udah ngehasilin duit.

Satria mengangguk, tapi dia terbesit sesuatu.

SATRIA
Kenapa gak cari plotter pengganti aja?

Adi tersentak.

ADI
Kalau ada yang mau gantiin sih saya seneng banget, cuma saya ragu produser bakal terima penulis baru. Kecuali, orangnya udah terbukti ngehasilin duit.

Satria mendengus kesal.

SATRIA
Sama aja ya berarti kayak di industri film. Mesti punya nama dulu.

HP Adi tiba-tiba berdering. Dia melihatnya.

ADI
Waduh, orang lapangan udah nagih draft. Ayo kita buruan balik.

Adi dan Satria pun berlari.

28. INT. RUMAH. RUANG TENGAH — PAGI

Satria menghela napas lelah. Dia membaringkan tubuhnya di karpet. Tampak Wira, Rani, dan Jaka di sebelahnya melakukan peregangan santai.

SATRIA
Ah... capek juga ya jadi drafter. Eh iya kalau boleh tau kalian udah lama jadi drafter?
JAKA
Saya sih baru 5 tahun, Mbak Rani sama Bang Wira lebih lama.

Satria terperanjat kaget.

SATRIA
Wah itu sih gak baru, Mas. Kok bisa bertahan selama itu?
WIRA
Awalnya sih gak sepadat gini, cuma ya lama-lama, rating naik, tuntutan ikut naik. Tadinya timnya juga cukup banyak, tapi ya pada tumbang atau pada kabur. Makanya itu pintu dipasang kunci yang banyak, biar gak ada yang kabur lagi hahaha.

Satria tersentak kaget.

RANI
Jangan nakut-nakutin gitu, Bang. Sebenarnya Mas Adi ngebebasin kita kok kalau mau berhenti.

Satria mengernyitkan alisnya heran.

SATRIA
Terus kenapa kalian masih bertahan?

Rani tersenyum.

RANI
Nanti juga kamu tau setelah ngerain sisi baiknya dari kerjaan ini.

Satria bingung.

WIRA
Eh iya, kapan sih? Sebentar lagi kan harusnya?
JAKA
Kalau gak telat sih, besok.

Satria semakin bingung.

SATRIA
Ada apaan besok?

29. INT. RUMAH. RUANG TENGAH — SIANG

Tampak beberapa kotak pizza berjejer di atas meja.

Wajah Rani, Wira, dan Jaka tersenyum lebar mengelilingi kotak pizza itu. 

RANI/WIRA/JAKA
Gajian!!

Rani, Wira, dan Jaka berebutan mengambil pizza. Sementara Satria ikut mengambil, tapi tidak seantusias mereka.

WIRA
Gak usah malu-malu, Boy! Kerja ginian emang nyita waktu, tapi duitnya gede. Jadi lu harus nikmatin hasil kerja keras lu. Makan enak!

Wira menyuapi pizza ke mulut Satria. Jaka dan Rani tertawa.

SATRIA
(mulut penuh makanan)
Memang berapa sih honornya?
RANI
Loh Mas Adi memang gak ngasih tau pas kamu gabung?

Satria menggeleng.

JAKA
Mungkin Mas Adi lupa, soalnya kamu juga kan gabungnya mendadak. Kamu coba cek aja sekarang, ada internet banking kan?

Satria mengeluarkan HP-nya dan melihat saldo di internet banking. Dia terbelalak. Mulutnya menyemburkan makanan.

SATRIA
Gak salah ini?!

Jaka, Rani, dan Wira tertawa.

WIRA
Ya itu adalah harga dari menjual jiwa lu ke iblis hahaha.
JAKA
Tapi jangan langsung diabisin semua. Kita gak tau kapan sinetron ini bungkus. Mending sebagian ditabung, lebih bagus diinvestasiin.
WIRA
Iya, jangan kayak si Rani, langsung checkout keranjang di olshop semua hahaha.

Rani memukul lengan Wira.

RANI
Ih gak semua kok! Itu juga kan barang aku investasi buat nanti aku buka ruko sendiri. Jadi bisa santai tinggal terima orderan.
JAKA
Saya sih investasi bangun rumah di kampung. Biar bisa menikmati hari tua bersama keluarga.

Jaka tersenyum bahagia membayangkannya.

WIRA
Hah boring lu semua. Investasi gua udah paling keren.

Satria tampak tertarik.

SATRIA
Memang apa, Mas?

Wira menyeringai.

30. INT. RUMAH. GARASI — SIANG

Pintu garasi terbuka, ada motor ninja modifikasi.

Tampak Wira dengan bangga memamerkannya ke Satria yang terbelalak kaget.

SATRIA
Ini punya Mas Wira?
WIRA
Yoi. Mantep kan?

Satria mendekati motor itu, merabanya lembut dengan tatapan kagum.

SATRIA
Keren banget, Mas, kecepatannya berapa ini?
WIRA
Gatau sih, belum pernah gua pake.

Satria kaget.

SATRIA
Lah gimana, Mas? Sayang dong ini.
WIRA
Ya lu kan tau sendiri, kita gak pernah ada waktu bebas. Jadi nanti kalau ini semua udah selesai, gua pengen keliling indonesia berdua sama dia.

Satria kagum mendengar itu.

WIRA
Kalau lu sendiri gimana? Mau buat apa duitnya?

Satria tersenyum.

SATRIA
Saya mau bikin film indie, Mas. Buat masuk festival, biar bisa masuk ke industri film.

Wira tersenyum.

WIRA
Ah... Film ya... Bagus, bagus, tetap perjuangkan mimpi lu, Boy.
(mendekati motornya)
Mau denger suaranya gak?

Satria mengangguk semangat. Wira memasukkan kunci motor, menyalakannya. Tangannya memegang gas. Siap menariknya.

31. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

Suara klik pada mouse.

Adi melepaskan tangannya dari mouse.

ADI
Oke, sent. Kerjaan untuk hari ini selesai. Semuanya boleh istirahat.

Di belakang, Para Drafter meregangkan tubuh mereka.

HP Adi berdering. Adi melihat HP-nya lalu memukul meja dengan kesal. Para Drafter kaget. 

JAKA
Kenapa, Mas?
ADI
Baru dapat kabar dari lapangan, Si Adam gak bisa syuting. Tipes. Kita harus revisi plotnya. Ganti semua yang ada Adamnya.

Para Drafter terperanjat kaget.

RANI
Tapi kan kita baru aja selesai, masa harus nulis lagi dari awal?
SATRIA
Lagian cerita episode ini kan fokus utamanya di Adam, mau ganti gimana, Mas?
ADI
Pak Tara lagi nyari pemain lain buat gantiin Adam beberapa episode ke depan.

Satria menggeram kesal.

SATRIA
Ah nyusahin aja! Itu aktor kenapa gak bisa syuting sih!

Jaka menenangkan Satria.

JAKA
Sabar... Aktor juga kayak kita, mereka kerja tiap hari, malah mungkin lebih capek soalnya mereka kerja di lapangan. Panas-panasan, ujan-ujanan. Ya wajar kalau akhirnya tumbang.

Satria duduk, emosinya mereda.

HP Adi kembali berdering. Adi melihat HP-nya dan lebih kaget dari sebelumnya.

ADI
Pak Tara udah ngabarin aktor penggantinya... Yuda.

Rani, Wira, dan Jaka berteriak kesal.

SATRIA
Kenapa? Kok pada kesel?
RANI
Yuda itu karakter teman lamanya Rani, aktornya ngeselin banget, jadi kita bikin karakternya mati.

Satria melotot bingung.

SATRIA
Bentar, bentar, kalau karakternya udah mati gimana bisa balik lagi?

Wira tertawa kecil.

WIRA
Apa aja mungkin di sinetron, Boy. Orang udah mati juga bisa hidup lagi. Masalahnya itu Si Yuda kenapa baru muncul sekarang? Kalau gak dijelasin, penonton bakal ngamuk. Mereka gak ngerti sistem kontrak aktor.
ADI
Iya, ditambah lagi, alasannya akan jadi plot utama cerita kita untuk beberapa episode ke depan. Jadi kita harus cari yang menarik.

Semua menunduk berpikir. Adi mengangkat kepalanya.

ADI
Kita perlu baca kitab.

Para Drafter mengangguk setuju, kecuali Satria yang terlihat bingung.

SATRIA
Kitab?

32. INT. RUMAH. RUANG TENGAH — MOMENTS LATER

Sebuah buku tebal ditaruh di atas meja. Wira membukanya. Tampak buku itu berisi catatan plot dan opsi alur cerita.

Satria tercengang melihatnya.

SATRIA
Ini list alur cerita?
ADI
Iya. Karena episode yang banyak, kita coba mencatat pilihan alur cerita apa saja yang sudah kita pakai dan apa saja yang mungkin bisa pakai ke depannya.

Wira membuka-buka lembaran kitab, lalu berhenti pada sebuah halaman dan menunjukknya dengan semangat.

WIRA
Nah, ini dia! Opsi plot karakter hidup lagi.

Wira menunjuk daftar opsi sambil membacanya.

WIRA
Ternyata masih hidup dan Amnesia.
ADI
Jangan, udah keseringan.

Jari telunjuk Wira turun ke opsi selanjutnya.

WIRA
Bertapa?
JAKA
Duh, ini bukan sinetron kolosal.

Jari telunjuk Wira terus turun.

WIRA
Ikut wajib militer?
RANI
Lah emangnya ini drama korea?

Jari telunjuk Wira terus turun, lalu naik lagi ke halaman berikutnya.

WIRA
Jadi korban salah tangkap dan selama ini dipenjara?
ADI
Hmm... Bisa sih, tapi nanti kita dianggap bikin citra buruk polisi.
(beat)
Mungkin kita harus nyobain opsi cerita baru, yang lagi ngetrend sekarang?

Semua tampak berpikir, Rani melihat ke Satria.

RANI
Kalau gitu sih, tanya si Satria aja, dia kan paling muda. Harusnya lebih paham dibanding kita.

Semua menatap Satria, Satria tampak bingung.

ADI
Saya setuju. Satria kita bakal pake ide kamu. Apa aja.

Satria berpikir, tertekan, mulai cemas.

SATRIA
Apa aja kan? Kalau gini gimana...

33. EXT. RUMAH. RUANG UTAMA — SIANG

TV di ruang utama menampilkan Alkisah Cinta. Tampak Hawa menatap ke penonton dengan tatapan penasaran. 

HAWA
Kamu sebenarnya siapa? Wajah kamu mirip Yuda, tapi kenapa sifat kamu beda sekali dengan Yuda yang aku kenal. Kamu lebih mirip Mas Adam...

YUDA berdiri membelakangi Hawa. Dia terlihat serius.

YUDA
Itu karena sebenarnya aku bukan Yuda, tapi aku adalah... Adam.... Dari semesta lain.

Hawa terkejut syok. ZOOM IN. ZOOM OUT.

Tampak Adi dan Para Drafter memicingkan mata menonton TV.

WIRA
Semesta lain? Multiverse? Kenapa gak sekalian aja diculik alien?
RANI
Ya ini lagi ngetrend sih, tapi penonton kita kebanyakan ibu-ibu. Mereka emangnya ngerti sama konsep multiverse gini?

Semua mengelus dagunya, berpikir.

ADI
Cuma ada satu cara untuk tahu...

34. INT. WARTEG — MALAM

Adi dan Para Drafter duduk makan di warteg, tapi fokus memperhatikan Ibu Warteg dan Para Pegawainya yang sedang menonton TV. ALKISAH CINTA.

PEGAWAI 1
Ini si Yuda ganteng banget ya. Perasaan dulu gak seganteng ini deh.
PEGAWAI 2
Iya, ya, coba aku punya laki begini, wah seneng banget pasti.
IBU WARTEG
Ih ibu sih emoh...

Pegawai 1 dan 2 tampak kaget.

IBU WARTEG
Abisnya, dia ganteng, tapi jin.

Adi dan Para Drafter kaget.

PEGAWAI 2
(bingung)
Jin gimana toh, Bu?
IBU WARTEG
Iya, kan katanya dia itu dari dunia lain gitu, berarti kan kalau gak jin ya setan. Tapi kalau ganteng gini sih gak mungkin setan. Berarti Jin.

Pegawai 1 dan 2 mengangguk paham. Sementara Adi dan para drafter menahan tawa, kecuali Satria yang tersinggung.

SATRIA
Maksudnya dunia lain tuh bukan jin, Bu. Tapi kayak dunia kita gini, tapi beda gitu, Bu.

Ibu Warteg dan Para Pegawai menengok ke Satria. Jaka hendak menahan Satria, tapi Satria keburu bangkit dan mengambil dua kaleng kerupuk di etas meja.

SATRIA
Kayak gini nih, Bu! Ibaratnya kaleng kerupuk yang ini dunia si Adam.
(menunjuk kaleng 1)
Terus dunia si Yuda itu ini.
(menunjuk kaleng 2)
Si Yuda pindah ke dunianya Adam.

Satria mengambil kerupuk dari kaleng 2 lalu memasukkannya ke kaleng 1. Satria tersenyum bangga dengan penjelasannya.

Ibu Warteg memicingkan mata ke Satria.

IBU WARTEG
Apaan sih, Mas, orang ganteng kok disamain sama kerupuk. Lagian Masnya sok tau banget sih, kayak penulisnya aja.

Semua tertawa. Satria tersentak.

WIRA
Tau nih! Sok, tau banget ya, Bu, ya? Biasalah, Bu, anak muda.

Ibu Warteg mengangguk setuju. Wira dan Rani tertawa terbahak-bahak. Satria ingin balas bicara, tapi Jaka menahannya dan memberikan kode untuk tidak melanjutkan perdebatan. Akhirnya Satria pasrah dan ikut tertawa.

35. INT. RUMAH. RUANG UTAMA — MALAM

Pintu terbuka, Adi dan para Drafter masuk masih sambil tertawa, sementara di belakang Satria masuk dengan menunduk malu. HP Adi berdering. Dia terkejut melihatnya.

ADI
Pak Tara.

Semua tegang, kecuali Satria yang bingung. Adi menjawab panggilan telepon dan berjalan menjauh. 

ADI
Ya, Halo, Pak.

Satria mendekatkan dirinya ke Jaka.

SATRIA
(berbisik)
Pak Tara siapa, Mas?
JAKA
Orang TV, penghubung Mas Adi sama direksi TV. Ini pasti mau ngasih tau soal rating hari ini.

Satria kini ikut tegang.

ADI
(terkejut)
Ha?! Serius, Pak?

Para Draftar kaget dan berdiri semakin rapat.

ADI
Baik. Terima kasih.

Adi menutup panggilan. Adi berbalik menghadap ke para Drafter dengan wajah tegang.

ADI
Tadi, Pak Adi ngasih tau soal perkiraan rating dan share episode hari ini. Dan saya bilang itu idenya Satria.

Semua menatap iba ke Satria. Satria menunduk merasa bersalah.

SATRIA
Ratingnya anjlok ya, Mas? Maaf ya, Mas.

Adi tampak akan marah, tapi kemudian berubah tersenyum.

ADI
Nggak, justru sebaliknya. Katanya ratingnya tinggi.

Semua terperanjat kaget. Rani memukul bahu Satria!

RANI
Satria! Hebat kamu!

Jaka dan Wira memeluk Satria.

JAKA
Keren kamu, Satria!
WIRA
Mantap, Boy! Memang dunia sinetron lebih ajaib dari cerita superhero hahaha.

Para Drafter bersorak heboh. Satria tersenyum senang. Adi berbalik badan menjauh, ketika tidak ada yang melihatnya, senyumnya hilang.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar