Jalan ke Awal
7. ACT 3 PART 2: Akhir Jalan

CUT TO:

50. INT/EXT. MOBIL/JALAN KOTA MALANG — NIGHT

Dinda menyetir. Pemandangan kota yang mulai sepi di sekitarnya. Dia menatap nanar jalanan. Dia menepi, berhenti di bahu jalan, mencoba menyalakan HPnya, HP tampak mati. Dinda menggoyangkan HPnya, menyalakannya lagi, HP menyala. Dinda menghembuskan napas lega. Beberapa detik, HPnya mati lagi, dia mendengus kesal. Dia menyalakan mesin mobil, mobil melaju meninggalkan bahu jalan.

CUT TO:

51. INT/EXT. MOBIL/BAHU JALAN DEPAN GEREJA — NIGHT

Lampu mobil Dinda menyorot bahu jalan yang kosong. Dia menepi, memberhentikan mobil, menarik rem tangan, melepaskan sabuk pengaman. Dinda memegang setir, melihat sekeliling, sepi. Dia menoleh ke seberang, toko es krim tutup. Melihat ke samping, gereja tutup. Dinda menunduk, menaruh kepalanya di setir, di atas kedua tangan yang menggenggam erat setir. Dia memejamkan matanya kencang.

Sebuah tangan mengetuk jendela sisi penumpang. Adon melongok ke dalam mobil. Dinda terkejut, membuka kunci mobil. Adon masuk, duduk, melepas ransel. Dinda menyengir. Adon menyengir menatap Dinda.

ADON
Kok lo balik lagi?
DINDA
Kok lo masih di sini?
ADON
Gue nanya duluan.
DINDA
Kita itung ampe tiga, trus jawab bareng gimana?

Adon mengangguk. Mereka menghitung sampai tiga dalam hati, menjawab bersamaan.

ADON
Gue nunggu elo.
DINDA
Gue pen pinjem power bank lo.

Mereka saling melirik, mengerutkan dahi.

ADON
Lo kan bisa aja ke hotel, ngecharge di sana?

Dinda terdiam berpikir.

DINDA
Mana power bank lo? Gue pinjem, Dong, HP gue mati.

Adon menghela napas, membuka ransel, meraih power bank, menyerahkan ke Dinda. Dinda mencolokkan kabel ke HPnya. HP tampak ‘charging’.

DINDA
Makasih yak.
(beat)
Dong, napa lo nungguin gue?
ADON
Ga tau. Kali aja lo butuh gue.

Dinda mengernyit, mereka bertatapan.

DINDA
Trus sekarang gimana?

Adon melamun, berpikir, menoleh menatap Dinda.

ADON
Kita cari tempat sepi, tidur di mobil sambil HP lo ngecharge. Besok pagi lo drop gue lagi di sini. Abis itu lo bisa lanjut ke Pulau Sempu.
DINDA
(mengangguk)
Oke.

Dinda menyalakan mesin mobil, memakai sabuk pengaman, melepaskan rem tangan, memasukkan gigi. Mobil melaju meninggalkan bahu jalan. Carrier masih di kerb. Mobil berhenti, Adon keluar, mengambil carrier, membuka pintu belakang, menaruhnya di jok, menutup pintu, masuk mobil di depan. Mobil melaju meninggalkan bahu jalan.

CUT TO:

52. INT/EXT. MOBIL/PINGGIR JALAN — NIGHT

Mobil mereka parkir di pinggir jalan sepi di bawah pohon. Suasana gelap. Adon dan Dinda berbaring di kursi depan mobil yang ditidurkan. Mereka memakai selimut dan bantal. Dinda di kursi supir, menyamping menghadap Adon, bertelekan menopang kepalanya. Dia meraih dahan pohon di jok belakang, membelainya. Pohon tampak mati, tersisa beberapa daun layu. Dinda menatap pohon sedih. Adon telentang, bersidekap, melirik Dinda, memejamkan mata.

DINDA
Dong.
ADON
Hmm?
DINDA
Ni pohon bakal idup gak ya?

Adon membuka mata, menyamping, bertelekan menopang kepalanya menghadap Dinda, melirik pohon, menatap Dinda.

ADON
Ga usah kuatir, Ding. Seperti pepatah bijak bilang, ‘life finds a way’.

Dinda senyum kecil menatap Adon.

DINDA
Maksud lo Jeff Goldblum yang bilang?
(menyengir)
Lo pikir gue gak nonton Jurassic Park, Dong?

Adon dan Dinda bertatapan, menyengir bersamaan. Mereka terdiam beberapa saat. Dinda merapikan bantal, berbaring terlentang, menarik selimut ke dadanya, terlihat tulisan Hotel Suzana. Adon melakukan hal yang sama. Dia berbaring terlentang, bersidekap, memejamkan matanya.

DINDA (CONT’D)
Dong.
ADON
Hmm?

Dinda menatap langit-langit mobil.

DINDA
Besok gue ikut lo ya?
(beat)
Makan es krim ma ke gereja. Abis itu, baru gue anter lo ke setasiun.

Adon membuka mata, tersenyum melirik Dinda. Mata Dinda terpejam, tampak tertidur. Adon memejamkan mata, menghela napas.

CUT TO:

53. INT. RESTORAN TOKO ES KRIM — DAY

Jam kuno di restoran dengan interior jaman kolonial menunjukkan pukul 8.10. Adon dan Dinda duduk berhadapan memakan es krim. Mereka berbincang-bincang, tertawa. Adon mengeluarkan HP, memotret Dinda tiba-tiba. Dinda menggeleng-geleng perlahan, tersenyum. Adon menyengir, mereka melanjutkan makan es krim. Sinar matahari menembus jendela-jendela tinggi menyinari wajah mereka.

CUT TO:

54. INT. GEREJA KATOLIK SACRED HEART — DAY

Interior gereja gaya modern gotik. Sinar matahari masuk dari jendela-jendelanya yang megah. Adon berlutut, menunduk berdoa di bangku kayu paling depan menghadap altar. Dinda memperhatikan dari bangku paling belakang. Suasana hening. Adon menggenggam kedua tangan erat, memejamkan matanya. Patung Yesus di hadapannya bergeming menatap. Sinar mentari melalui kedua jendela di belakang, kanan-kiri altar, menyinari wajah Adon. Dia membuka mata, bangkit, berjalan ke tengah, menatap Yesus, berlutut, membuat tanda salib di depan dadanya. Dia berdiri, berbalik menatap Dinda, berjalan ke arahnya.

Adon sampai di dekat Dinda. Dinda bergeser, Adon duduk di sebelahnya.

DINDA
Gue slalu suka loh, ama gereja gotik gini.
ADON
Kenapa? Bukannya lo ateis? 
DINDA
(menyengir)
Adem, hening. Nurut gue, konsisten aja ama konsep berdoa, gak berisik. Cuma lo ama tuhan lo, ngobrol dalem ati. Mungkin kalo gue ga ateis, gue bakal berdoa kek lo barusan, di sini, kek gitu.
ADON
Jadi katolik?
DINDA
(ketawa)
Buddhist, tapi kadang-kadang bakal doa di sini.

Adon menoleh Dinda mengernyit, senyum.

ADON
Sejak kapan sih lo ateis?
DINDA
Sebenernya dari kecil gue dah bertanya-tanya. Tapi baru pas kuliah gue mikir, mana bisa 6 juta spesies hewan darat muat di kapal Nuh. Trus gue juga mikir, kalo semua manusia itu keturunan dua orang, manusia gak akan bertahan ampe ribuan tahun.
ADON
Inbreeding.
DINDA
Nah. Kalo gen yang deket berkembang biak, gak berapa lama semua spesies manusia mesti punah. Kalo gak lahir cacat, ya mati.
ADON
Tapi kok sekarang di dunia kita punya so many idiots?!
DINDA
(menyengir)
Ha! Iya sih, terlalu banyak malah! Tapi yang mikir juga banyak, Dong.
ADON
Yang pinter maksud lo?
DINDA
(menggeleng)
Pinter kalo gak mikir, percuma Dong.
ADON
(menggumam)
Descartes.

Adon melirik Dinda, mengangguk. Mereka bertatapan, senyum.

DISSOLVE TO:

55. EXT. STASIUN KERETA MALANG KOTA LAMA (MLK) — DAY

Mobil Dinda parkir di depan stasiun. Adon keluar dari sisi supir. Dinda keluar dari sisi penumpang, membuka pintu belakang. Adon mengitari bagasi mobil, mengambil carrier dan ranselnya dari jok belakang. Adon dan Dinda bertatapan, mereka menghela napas.

ADON
Thanks, ya Ding. Gudlak dan hati- hati di jalan.
DINDA
Sim-sim, Dong. Gudlak dan Titi Di-Je buat lo jugak.

Adon melebarkan lengannya, ingin merangkul Dinda. Dinda memeluk Adon. Adon terkejut, membalas pelukan Dinda. Mereka berpelukan erat beberapa saat. Dinda melepaskan diri, menatap Adon, matanya berkaca-kaca.

ADON
Ish, jangan nangis Ding. Entar juga kita ketemu lagi!

Dinda mengangguk, senyum.

ADON (CONT'D)
Sebelum pisah, gue pengen bilang ke lo, Ding. (beat) Gue mungkin… Aku mungkin…
DINDA
Paan Dong?
ADON
Aku mungkin… bukan pujangga. Aku mungkin tak slalu ada.
DINDA & ADON
(bersamaan)
Ini diriku apa adanyaa.

Dinda tergelak, menampar lengan Adon. Mereka tertawa-tawa sesaat, terdiam, bertatapan, senyum.

Adon beranjak, berjalan ke arah pintu masuk stasiun. Dinda bersandar ke mobil, melambaikan tangan. Adon berbalik, melambaikan tangan, kembali berjalan ke pintu masuk, menghela napas panjang. Dinda menatap punggung Adon, senyum tipis, menghela napas. Dia masuk mobil, menatap pohon dan kotak makan di jok belakang. Berbalik, memundukan jok supir, memakai sabuk pengaman.

CUT TO:

56. INT/EXT. MOBIL/JALAN RAYA — DAY

Mobil melaju di jalan raya. Dinda menyetir tanpa ekspresi. Pemandangan kota bersilih-ganti. Pepohonan, gereja, toko es krim Oens, warung makan, perumahan, gedung-gedung kolonial, pelang-pelang petunjuk dalam kota. Matahari bergulir tenggelam. Dinda menyetir menatap kursi penumpang yang kosong. Menatap jalan di depan, membelokkan mobilnya.

CUT TO:

57. INT/EXT. PERON STASIUN KERETA — DAY

Adon duduk di bangku panjang. Suasana ramai. Orang-orang datang dan pergi naik-turun kereta. Adon melihat HPnya, memasang air pods ke kupingnya. Dia melihat-lihat foto di HPnya. Foto Dinda makan di Warteg, di warung pecel, di warung bakso dan di restoran es krim di layar HPnya. Dia tersenyum kecil. Sebuah kereta tiba di depannya, berhenti perlahan. Adon mendongak melihat tulisan di salah satu gerbong: Jakarta - Malang. Adon memasukkan HP, berdiri menyandang carrier dan ranselnya.

CUT TO:

58. INT/EXT. PERON STASIUN KERETA — LATER THAT NIGHT

Suasana sepi. Dinda duduk di ujung bangku panjang. Dia menatap ke depan.

DINDA
Berapa kereta yang ninggalin lo?

Dinda menoleh ke samping. Adon duduk di ujung lain bangku, menoleh menatap Dinda. Dia berdiri, mendekati Dinda, duduk di sebelahnya.

ADON
Tiga, Ding.

Dinda mengangguk, menoleh menatap Adon. Mereka bertatapan, tersenyum lega. Dinda beranjak, menepuk bahu Adon. Dinda berjalan ke arah pintu keluar. Adon menyandang ransel dan carriernya, berlari kecil menyusul Dinda. Sebuah kereta meninggalkan peron.

CUT TO:

59. INT/EXT. MOBIL/JALAN RAYA — NIGHT

Adon menyetir, Dinda tertidur di sebelahnya. Suasana sekeliling sepi, lampu-lampu temaram penerangan jalan melewati mereka. Pepohonan dan rumah-rumah penduduk meninggalkan mereka. Jalanan berliku yang diterangi lampu mobil di depan mereka.

DISSOLVE TO:

60. EXT. PANTAI SENDANG BIRU — NIGHT

Mobil mereka parkir di bawah pohon. Adon duduk di pasir dekat bibir pantai, menatap laut yang gelap, merokok. Dinda keluar dari mobil, berlari kecil menghampiri Adon, duduk di sebelahnya. Mereka terdiam menatap cakrawala. Suasana hening. Dinda meraih bungkus rokok, membakar satu.

ADON
Ding, I’ve been thinking. Kita ketemu kayak gini, takdir ga sih?
DINDA
Takdir gimana maksud lo? 
ADON
Ya takdir, sesuatu yang udah dituliskan Tuhan.

Dinda menghembuskan asap rokok.

DINDA
Duh, Dong. Gue ama tuhan aja gak percaya, apalagi takdir.
(beat)
Bukan takdir, Dong. Tapi kemungkinan. Probabilitas matematis.
ADON
Gimana tuh?
DINDA
Dua bulan yang lalu, gue nyebarin brosur Carpooling di 5 tempat. Bukan sembarang 5 tempat, tapi 5 tempat favorit gue. Taroklah angka 1 sebagai sesuatu yang mungkin, angka 0 sesuatu yang gak mungkin. Lo sering dateng ke 5 tempat itu. Kemungkinan lo liat brosur gue 5 per 5, sama dengan 1, pasti.
(beat)
Selanjutnya tinggal lo yang milih, ambil brosur gue apa kagak. Kemungkinan lo jawab brosur gue juga 1, karena orang cenderung ngerespon sesuatu yang familiar. Brosur gue familiar buat lo karena lo sering liat. Nah, gue milih ngontak lo dari 15 aplikasi yang masuk juga karena gue familiar ama muka lo, Dong. Walo kemungkinannya 1 per 15.
ADON
Jadi bukan takdir ato probabilitas, tapi pilihan, Ding!
DINDA
(berpikir)
Eh iya yak, bener jugak! Kalo lo ga milih untuk dateng ke parkiran 5 hari yang lalu, kita juga gak mungkin ketemu.
ADON
Kalo takdir dan probabilitas kita ignore. Dan kita cuma take in consideration all of our choices, gimana dengan cinta?
DINDA
Maksudnya?

Adon mematikan rokoknya di pasir, mengantongi puntung, menatap Dinda.

ADON
Kan ada pepatah yang bilang, kita gak bisa milih siapa yang kita cintai.
(beat)
Misalnya lo ama Ditya, apa sejak awal lo milih dia? Sejak SD, sejak pertama kali ketemu?

Dinda berpikir, menghembuskan asap rokok, mematikan rokok ke pasir, mengantongi puntung.

DINDA
Hm, perasaan sama kek seksualitas, lo gak bisa milih, Dong. Perasaan, kek cinta, bahagia, sedih, bukan sesuatu yang bisa kita pilih sih. Tapi tindakan, gimana kita bertindak atas perasaan kita, itu yang bisa kita pilih.
(beat)
Kek semua tindakan yang kita pilih ampe ke detik ini, kan awalnya dari kesedihan kita.

Adon dan Dinda bertatapan dalam. Adon memandangi mata dan bibir Dinda bergantian. Dinda melakukan hal yang sama. Mereka mendekatkan wajah, berciuman lembut beberapa saat. Mereka melepaskan diri. Dinda memandangi Adon terkejut.

ADON
Itu tindakan yang gue pilih atas perasaan gue.

Wajah Dinda memerah. Dia memalingkan mukanya, kembali menatap Adon, menggeleng, senyum lebar. Mereka bertatapan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar