Jalan ke Awal
5. ACT 2 PART 3: Tengah Jalan

CUT TO:

31. INT. WARUNG PINGGIR JALAN DESA — DAY

Hujan masih deras. Dinda dan Adon merokok, dua gelas teh hangat setengah penuh di depan mereka. Mereka memperhatikan hujan, menatap motor yang kehujanan di depan warung. Dinda menggoyang-goyangkan kakinya tidak sadar. Adon memperhatikan, menatap Dinda, menaruh tangannya di lutut Dinda. Kaki Dinda berhenti bergoyang. Dia menatap Adon. Adon mengangguk ke arah motor.

ADON
Dulu ibu gue ga pernah punya mobil, gue selalu dianter sekolah pake motor.
(beat)
Kalo ujan kayak gini, selalu gue dulu yang dipakein jas hujan.

Dinda menatap Adon prihatin.

ADON (CONT’D)
Pas ibu gue pulang ngantor, basah keujanan, gue sering nanya kenapa ga beli mobil aja. Katanya macet lah, ribet lah. Ternyata dia lagi nabung buat kuliah gue. Ampe gue kerja, bisa beli mobil.
(beat)
Sebenernya gue beli mobil buat dia. Eh dia malah nolak, bertahan pake motornya. Katanya ga adil, karna gue udah kerja keras buat nyicil.

Mata Adon berkaca-kaca menatap hujan deras di luar, Dinda menatap Adon, matanya juga berkaca-kaca.

ADON (CONT’D)
Hari itu hujan. Ibu gue motornya mogok, dia pinjem mobil gue gara-gara mesti ke kantor.
(menghela napas panjang)
Eh, dia ga pernah pulang lagi.
DINDA
Semoga ibu lo udah bahagia semasa hidupnya ya, Dong…

Adon mengangguk, menghembuskan asap rokok, menatap hujan yang tak kunjung reda.

CUT TO:

32. EXT. DEPAN RUMAH PAK SLAMET — NIGHT

Hujan gerimis. Adon menghentikan motor, berhenti di depan pagar, di bawah pohon. Dinda dan Adon turun dari motor. Lingkungan rumah yang gelap, tidak ada lampu menyala di dalam dan luar rumah. Dinda menelepon dengan HPnya. Adon melihat sekeliling, menatap Dinda.

DINDA
Gak diangkat-angkat, Dong.

Dinda mengangguk ke arah rumah seberang.

DINDA (CONT’D)
Apa nanya tetangga yak?
ADON
Lo tunggu di sini, biar gue tanya.

Adon membuka jaketnya, memberikan ke Dinda, Dinda menutupi kepalanya dengan jaket.

DINDA
Gue ikut deh!
ADON
Ga usah, Ding. Biar cepet.

Adon beranjak menuju rumah tetangga di seberang jalan. Rumah tetangga terang, lampu menyala di dalam dan luar. Dinda menatap punggung Adon.

CUT TO:

33. EXT. DEPAN RUMAH PAK SLAMET — LATER

Hujan turun deras. Dinda berteduh di bawah pohon. Dia menutup kepalanya dengan jaket. Bajunya basah kuyup, Adon berlari ke arah Dinda dari seberang jalan, tiba di dekatnya.

ADON 
Pak Slamet masuk rumah sakit, Ding! Baru tadi pagi.

Dinda kecewa, menghela napas panjang, berpikir.

DINDA
Kita ambil aja pohonnya yuk, Dong!
ADON
Gimana cara? Orang di rumahnya aja ga ada orang!

Dinda bergegas menembus hujan, memanjat pagar, mendarat di halaman depan rumah. Adon menggeleng-geleng menatap Dinda, ragu, mengikuti Dinda beranjak ke arah pagar. Dia melihat pagar tak terkunci, membuka pagar, masuk, meninggalkan pagar tak tertutup rapat. Dinda berlari berteduh ke beranda depan rumah. Adon berlari menyusulnya.

CUT TO:

34. INT/EXT. BERANDA DEPAN RUMAH PAK SLAMET — NIGHT

Adon sampai di beranda rumah, menepuk bahu Dinda.

ADON
Nekad amat sih! Kalo disangka maling, bisa digebukin kita!
DINDA
Ssst, Dong! Makanya jangan keras-keras kalo ngomong!
ADON
Ye bukan masalah itu juga, Diingg.

Dinda cuek, memeriksa pintu rumah. Pintu terkunci. Dinda mengintip melalui jendela kaca yang kotor di pintu masuk. Rumah kosong. Dinda bergegas keluar beranda, mengangkat jaket menutup kepalanya, menembus hujan yang masih deras, berlari ke belakang rumah. Adon menatapnya tak percaya. Dia berlari menyusul Dinda, menembus hujan deras.

CUT TO:

35. EXT. KEBUN BELAKANG PAK SLAMET — NIGHT

Adon berteduh di bawah teritisan atap belakang rumah. Mengernyit berusaha melihat Dinda di antara hujan deras, pepohonan kecil dan kegelapan malam. Dinda tampak berjongkok di tengah pepohonan yang tidak tinggi. Adon bergegas, terpeleset-peleset menghampiri Dinda, tiba di dekatnya. Dinda menggali-gali tanah dengan tangannya di sekitar sebuah pohon kecil, air menggenangi kedua tangannya, jaket tergelar di sampingnya. Pohon kecil tergenang air. Adon membantu Dinda.

Mereka berhasil mengangkat pohon dari tanah hingga bonggol akar, menaruhnya di atas jaket. Dinda mengambil bergenggam tanah menutup bonggol akar, Adon membantunya. Mereka membungkus bonggol akar dan tanah dengan jaket, mengikatnya dengan lengan jaket. Sekitar mereka mulai banjir semata kaki. Dinda memeluk pohon kecil, mengangkatnya, beranjak, bergegas menembus hujan. Dia kesusahan, kakinya tergenang air, berusaha lari menuju depan rumah. Adon menyusulnya kesusahan, bergegas ke depan rumah.

CUT TO:

36. INT/EXT. BERANDA DEPAN RUMAH PAK SLAMET — NIGHT

Dinda dan Adon terduduk di balik parapet teras, memandang lemas pohon kecil yang sobek dan rontok daun-daunnya, bersandar di dinding parapet seberang mereka. Mereka kotor dan basah kuyup. Lantai teras penuh tanah dan jejak sepatu mereka. Hujan gerimis. Dinda meneteskan air mata tak bersuara. Adon iba menatapnya, menatap pohon kecil kembali.

ADON
Lo yakin ini pohon Sempu, Din?

Dinda mengangguk.

ADON (CONT'D)
Kenapa harus pohon Sempu, Din?
DINDA
(serak)
Gak bisa sembarangan nanem pohon di Pulau Sempu, Dong. Bisa ganggu ekosistem.

Dinda dan Adon menatap pohon kecil di depan mereka, satu daunnya jatuh. Jaket kotor membungkus bonggol akarnya. Hujan kembali turun deras. Dinda menatap Adon lelah.

DINDA (CONT’D)
Sori, Dong, gue pake jaket lo.

Adon menatap Dinda prihatin, mengangguk, senyum miris.

CUT TO:

37. INT/EXT. BERANDA DEPAN RUMAH PAK SLAMET — LATER

Dinda dan Adon tertidur bersandar di dindingparapet, kepala Dinda menyender di bahu Adon. Hujan telah berhenti, hanya tetesan teritisan atap ke tanah becek tersisa. Dua sinar senter mengarah ke depan rumah, suara-suara langkah kaki terdengar. PERONDA 1 (40) dan PERONDA 2 (45) melihat pintu pagar agak terbuka, memasuki halaman depan. Dinda terbangun, mendengarkan, mengintip dari balik parapet. Dia melihat Peronda 1 dan Peronda 2 kesusahan berjalan di tanah becek. Dinda meremas lengan Adon, Adon tersentak bangun. Dinda menatap Adon tegang, menempelkan telunjuk di bibirnya. Dinda berbisik.

DINDA
Kabur, Dong. Pelan-pelan, kek kecoak!

Dinda mengintip dari balik parapet. Sinar senter bergoyang-goyang di dinding rumah. Peronda 1 dan Peronda 2 berdiri di halaman depan, mengarahkan senter ke sekeliling lingkungan rumah. Mereka berjalan terpeleset-peleset menuju beranda depan rumah. Peronda 1 terpeleset, terjatuh. Dinda menepuk lengan Adon.

DINDA
(berbisik)
Sekarang, Dong.

Dinda mengendap cepat mengambil pohon kecil, memeluknya di bonggol, keluar dari beranda, merunduk. Adon menyusul Dinda merunduk, mereka tetap di dalam bayangan dinding rumah. Mereka bersembunyi di balik dinding parapet, bagian luar beranda. Peronda 1 berdiri dibantu Peronda 2, Peronda 2 tertawa-tawa, Peronda 1 cemberut. Mereka berjalan pelan ke arah beranda depan, mengarahkan senter ke depan rumah. Mereka tiba di beranda, mengarahkan senter ke lantai yang kotor, penuh tanah dan 2 jejak sepatu, satu ukuran besar, satu lebih kecil. Jejak sepatu mengarah ke banyak arah. Peronda 1 dan Peronda 2 bertatapan. Mereka memunggungi bukaan parapet di teras. Dinda dan Adon mengendap-endap melintasi bukaan di belakang mereka, menyelinap ke arah pagar. Peronda 1 dan Peronda 2 mengarahkan senter ke dalam rumah. Cahaya tembus melalui kaca di pintu depan. Rumah tampak kosong. Peronda 2 menggoyang-goyangkan gagang pintu. Pintu terkunci.

CUT TO:

38. EXT. DEPAN RUMAH PAK SLAMET — NIGHT

Adon dan Dinda sampai di pagar, bergegas keluar pagar. Ujung kemeja Dinda yang kebesaran tersangkut. Dinda menunduk, kesusahan membebaskan diri. Adon menoleh ke belakang, mengambil pohon kecil dari pelukan Dinda, bergegas ke arah motor. Dinda menunduk, melepaskan ujung kemejanya yang tersangkut. Sinar senter mengarah ke badannya. Dinda menengadah. Peronda 1 dan Peronda 2 menatap Dinda dari beranda rumah, beranjak menuju Dinda. Dinda berlari ke arah motor.

PERONDA 2
(berteriak)
Maliiingg!!

Peronda 1 dan Peronda 2 berlari terpeleset-peleset ke arah pagar. Sinar senter bergoyang-goyang. Adon menyalakan mesin motor, Dinda duduk di jok belakang. Adon segera melajukan motor, tidak menyalakan lampu. Motor melaju kencang. Peronda 1 dan Peronda 2 berlari mengejar mereka.

CUT TO:

39. EXT. JALAN DESA — NIGHT

Dinda dan Adon di atas motor yang melaju kencang. Dinda melihat ke belakang. Peronda 1 dan Peronda 2 tampak menjauh, membungkuk kelelahan di pinggir jalan desa. Dinda menatap ke depan, memeluk pinggang Adon. Motor mereka melaju kencang tanpa lampu, meninggalkan kedua Peronda dan desa.

DISSOLVE TO:

40. INT/EXT. MOBIL/JALAN RAYA — DAY

Pohon kecil di jok belakang mobil tampak layu, sebagian besar daunnya hilang. Bonggol akar kini terbungkus plastik hitam. Dinda menoleh ke belakang, menatap pohon cemas, memandang kotak makan di sebelah pohon. Adon menyetir. Mata Dinda berkaca-kaca. Adon melirik pohon dari spion tengah, melirik Dinda. Mereka telah bersih dan berganti baju. Dinda murung, berbalik menatap ke depan.

ADON
Bapak tadi baek ya, kita disewain motor, dipinjemin kamar mandi juga.
DINDA
(cemberut)
Sewa motornya mahal banget, Dong.
(beat)
Itu napa gue ga suka manusia, begitu liat kita butuh, langsung dimanfaatin.
ADON
(melirik Dinda)
Motornya dekil gitu kita balikinnya juga kan?

Dinda melirik Adon jengkel.

DINDA
Mahalnya gak wajar, Dong.
ADON
Yaudahlah, Ding, yang penting pohon lo udah di sini. Kita juga udah Otewe lagi, selamat dari gebukan massa.

Adon memandang ke jalan, berpikir. Mereka terdiam beberapa saat.

ADON (CONT’D)
Gue heran, Ding. Segitu lo trust issuesnya ama orang. Kenapa lo nyantai aja satu kamar ma gue pas di Tegal? Padahal baru juga kenal.
(beat)
Lo background check gue ampe mana sih?
DINDA
Biar efisien, Dong. Lo nanya mulu sik!
ADON
Serius, Ding. Emang gue ada di gugel?
DINDA
Lo ada di gugel. Dikit. Dan gue kenal temen lo.
ADON
Ha! Ternyata lo butuh manusia juga!

Dinda mendengus.

DINDA
Lo jugak! Napa stalking gue?

Adon melirik Dinda, mengernyit.

ADON
Hah? Kapan gue stalking elo?

Dinda mengeluarkan 2 lembar pamflet Carpooling dari tote bagnya. Dia menunjuk tulisan tangan di pojok kanan bawah: ‘beer garden’ dan ‘Cangkoel Koffie’. Adon melirik terperanjat.

DINDA
Yang Melly’s ketinggalan di Tegal.
(beat)
Kok lo bisa ada di ampir semua tempat gue narok brosur? Gue cuma narok di lima tempat loh!
ADON
Gue nanya duluan.
DINDA
Pertanyaan lo dah gue jawab. Gue kenal temen lo.
ADON
Siapa?
DINDA
Jawab dulu napa lo stalking gue?
ADON
Gue ga pernah stalking lo. Jadi gue ga bisa jawab pertanyaan lo.
(beat)
Siapa?
DINDA
Mantan lo.

Adon mengangkat kedua alisnya sesaat, menatap Dinda, ekspresinya berubah nanar. Dia terhenyak ke belakang, menatap jalan, berpikir.

ADON
Lo tau apa yang aneh?

Dinda menatap Adon penasaran.

ADON (CONT'D)
Gue sering ke lima-limanya.

Dinda mengernyit sesaat, menatap Adon curiga.

DISSOLVE TO:

41. INT/EXT. WARUNG PECEL PINGGIR JALAN — DAY

Adon dan Dinda duduk di kursi-kursi plastik depan warung di atas trotoar pojokan jalan. Di depan mereka dua piring kotor, dua gelas es teh, HP, dua bungkus rokok dan asbak. Suasana warung ramai orang makan, memesan. IBU PENJUAL (48) sibuk melayani pembeli. Adon dan Dinda merokok.

DINDA
(menyengir)
Dong, poto gue lagi Don. Makan pecel madiun di Madiun. Penting.

Adon menghela napas, mengambil HPnya, memoto Dinda tanpa aba-aba. Dinda berpose, senyum, mengacungkan dua jari. Adon menaruh HPnya telungkup.

DINDA
Kebiasaan ya! Gue kan belom siap!

Adon cuek, merokok, meminum es tehnya. Dinda menatap Adon penasaran.

DINDA
Lo ke Malang dalam rangka apa, Dong?
ADON
Dalam rangka seminar sehari polusi udara.
DINDA
(terkekeh)
Seriusan, Dong.
(beat)
Ada keluarga?

Adon menggeleng, menghembuskan asap rokok.

ADON
Gue pengen reka ulang.

Dinda menatap Adon bertanya-tanya.

ADON (CONT’D)
Ada satu hari dalam hidup gue, saat gue ngerasa bahagia banget.
(beat)
Waktu gue kecil, gue wisata ke Malang sama Ibu. Gue pengen ngerasain lagi hari itu. Ga akan sama, tapi paling ga…

Adon mematikan rokoknya di asbak, termenung mengaduk-aduk es tehnya. Dinda menatap Adon.

DINDA
(senyum kecil)
Waktu itu… lo ama ibu lo, makan bakso Malang di Malang gak?
ADON
(terkekeh)
Iya.
DINDA
Keknya gue bakal suka ma ibu lo.

Dinda dan Adon bertatapan, mereka tersenyum kecil.

CUT TO:

42. INT/EXT. MOBIL/PINGGIR JALAN — DAY

Dinda dan Adon menghampiri mobil mereka. Dinda ke sisi supir, Adon ke sisi penumpang. Mereka membuka pintu bersamaan, masuk, duduk, menutup pintu. Dinda menoleh ke belakang, menatap sedih pohon kecil yang tampak mati, menatap kotak makan, matanya berkaca-kaca. Adon memperhatikan. Dinda memajukan jok, bersiap menyetir, menoleh ke Adon.

DINDA
Langsung Malang via tol yak! Gak mampir-mampir lagi!

Adon menyilangkan tangan di depan dada, menyandar ke posisi nyaman, siap tidur.

ADON
Sip! Kalo ngantuk bangunin gue, Ding. Gue mo tidur, ngantuk banget!
(melirik Dinda) Nyanyinya pelan-pelan ye!

Dinda senyum kecil ke Adon, menyalakan mobil. Mobil melaju meninggalkan pinggir jalan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar