I Call You, Mei
3. 3. SEBUAH RASA (Scene 7-10)


7. INT. CAFE — SIANG (FLASHBACK)

Lonceng angin yang terletak di pintu masuk cafe berbunyi nyaring tatkala Arya dengan setelan kemeja hitam yang kancingnya dibuka dan memperlihatkan kaos berwarna hitam pula memasuki ruangan bernuansa klasik yang kini sesak oleh para mahasiswa. Dengan senyum canggungnya, Arya melirik kesana kemari, mencari tempat kosong yang bisa ia dan keempat temannya isi. Disaat lelaki itu tengah mencari, Maya yang duduk berdua di pojok ruangan bersama Caca menyadari kehadiran Arya. Maya berusaha memberi kode pada Caca dengan dehaman kecil. Saat usahanya tak kunjung ditanggapi Caca, Maya mulai mengeluarkan ponselnya dan diam-diam memotret sosok Arya yang duduk di kursi tunggu khusus driver online menunggu pesanan.

Ponsel Caca berdenting.

CACA
(Bingung)
May, kita sekarang lagi hadap-hadapan gini, lo kenapa malah kirim chat, sih?
MAYA
(Berbisik)
Itu, senior yang kemarin gue ceritain. Lo jangan noleh ke belakang, cukup liat foto yang gue kirim.

Caca membuka ponselnya, gadis itu berdecak kagum melihat gambar yang Maya kirimkan. Pasalnya, foto yang gadis itu kirim tak hanya satu.

CACA
(Meledek)
Gila! lo paparaziin anak orang. Mana cakep lagi! Tapi sayangnya bukan type gue sih. Mau gue ajakin gabung di sini nggak? Lumayan, kursi di samping lo kosong. Atau kalau dia mau juga boleh nih, duduk di samping gue.

Maya melotot. Bibirnya mengerucut kesal. Sesekali, Maya juga melirik Arya yang tengah memainkan ponselnya. Dari gerak-gerik lelaki itu, sepertinya ia sedang menunggu seseorang.

MAYA
(Bercanda)
Jangan lah anjir, gue belum ngumpulin nyali buat ketemu calon ayah buat anak-anak gue di masa depan.

Caca mencibir melihat Maya yang tertawa, kemudian tak berselang semenit gadis itu tertawa, wajah Maya berubah pias. Maya merunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya.

MAYA
(Berbisik)
Ca! Barusan gue sama kak Arya kontakan mata.

Maya menggeser tubuhnya sedikit, berusaha mengintip Arya dari balik tubuh Caca yang duduk di depannya. Maya melotot saat melihat Arya kini tengah berjalan ke arah mereka.

CACA
(santai)
yaelah, May. Baru kontakan mata aja lo udah begini. Terus gunanya lo ngimpiin dia jadi ayah dari anak lo di masa depan itu apa?

Maya melotot. Jarak antara mereka dan Arya semakin dekat. Dan tanpa sadar Maya menahan napasnya.

MAYA
(Mencicit kesal)
Masalahnya sekarang dia jalan kesi(...) ni(...)

Suara Maya mengecil di ujung kalimat saat Arya sampai di hadapan keduanya. Caca yang sadar ada seseorang di belakangnya langsung memutar tubuh. Melihat presensi Arya dan senyum ramahnya. Caca memutar tubuhnya kembali menghadap Maya dan tersenyum mengengejek.

ARYA
(Ramah)
Hai! Kamu Maya, kan?

Maya mengangguk kikuk, sedangkan Caca terlihat menahan tawa. Arya melihat ke arah Caca, dibalas gadis itu dengan senyum formal.

CACA
Gue, Caca kak. Lo di sini lagi nungguin temen ya? Cafenya lagi penuh banget, Kalo nggak keberatan gabung di sini aja. Itu kursi di sebelah Maya juga lagi nganggur.

Maya mendelik kesal. Tapi dengan cepat tatapan kesalnya untuk Caca ia ubah saat melihat Arya hendak buka suara.

ARYA
Salam kenal, Caca. Saya Arya.

Arya menoleh pada Maya. Lelaki itu masih tersenyum ramah.

ARYA
(Ragu)
Saya boleh gabung di sini dulu, May? Kebetulan cuma di sini yang punya kursi kosong. Nanti kalau sudah ada kursi kosong saya dan teman-teman saya akan pindah.

Maya mengangguk, tersenyum canggung dan diam-diam menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan degup jantungnya yang menggila akibat keberadaan Arya. Arya yang melihat jawaban Maya langsung duduk di samping gadis itu dan membuka ponselnya.


FLASHBACK END


FADE IN


8. INT. KAMAR — MALAM

Meja belajar yang diisi dengan beberapa novel yang berserakan juga laptop yang terbuka dalam kondisi menyala. Layar laptop yang menampilkan foto tiga orang remaja yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera. Tiga orang yang merupakan Semesta, Maya dan Caca. Posisi dalam foto itu Semesta berdiri di tengah Caca dan Maya.

CACA (V.O)
(Antusias)
Jadi sampai akhir semester ini lo bakal sering ketemu kak Arya dong?

Maya tiduran di paha Caca yang sedang sibuk mengoles masker ke wajah Maya. Untuk merespon pertanyaan Caca, Maya menganggukan kepalanya pelan. Pelan Maya membuang napas gusar. Beberapa kali mengerjap dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

MAYA
(Lesu)
Sayangnya, ya gitu. Gue harus ketemu doi sampe kuliah drama ini kelar.

Caca selesai dengan masker di wajah Maya. Gantian, kini Maya duduk dan Caca langsung tidur dipangkuan Maya.

CACA
(Bingung)
Loh? kok sayangnya, sih? Harusnya lo bahagia, dong!

Maya merengut. Ia melumuri masker di wajah Caca secara acak.

MAYA
Lo lupa kalo sejak dua tahun lalu Bang Ata udah wanti-wanti gue buat nggak berharap sama Kak Arya? Gue sengaja ngehindar dari dia aja, masih gagal move on ampe sekarang. Gimana ceritanya kalo beberapa bulan ke depan justru liat muka dia mulu.

Caca tertawa mendengar dumelan Maya, mengintip Maya dengan sebelah matanya kemudian berusaha mengembalikan mood sahabatnya itu.

CACA
(Meledek)
Masker lo udah retak May, gara-gara ngedumel nggak jelas. Lagian apa salahnya sih dengan jatuh cinta dalam diam? Iya sih, lo bakalan sakit sendirian. Tapi kan nggak menutup kemungkinan kalo sebenarnya Kak Arya itu jodoh lo.
MAYA
Omongan lo bikin gue makin berharap tau nggak, Ca! Jadi menurut lo gimana? Gapapa ya kalo misalnya gue nungguin kak Arya putus?

Caca tertawa lagi. Gadis itu bangkit tanpa persetujuan Maya yang masih sibuk berkutat dengan masker diwajahnya. Caca menatap wajah Maya, meletakkan kedua tangan dipundak sahabatnya itu.

CACA
(Semangat)
Lo pernah dengar nggak, nikung di sepertiga malam? Kata orang-orang sih peluangnya lebih besar. Jadi, kencengin doa aja. Soal Bang Ata nggak ngasih izin mah belakangan. Gue yakin, kalo Bang Ata liat lo bahagia, dia juga bakalan luluh.

Keduanya saling berpandangan, melempar senyum dan saling berpelukan.

MAYA
(Meledek)
Kalo gini ceritanya, gue paham sih kenapa Bang Ata sama Bang Romeo sempat ribut gara-gara ngerebutin lo.

Caca melepas pelukannya sepihak. Tersenyum bangga. Baru saja gadis itu ingin buka mulut untuk kembali membanggakan dirinya, tapi ponsel Maya dan Caca bunyi bersamaan.

CACA DAN MAYA
(Berteriak kaget serentak)
Hah? Berantem???


FADE OUT


FADE IN

9. INT. KONTRAKAN COWOK — MALAM

Semesta, Dewa, Romeo dan Kale duduk di ruang tengah kontrakan dengan kondisi saling diam. Kale yang kini jadi pusat perhatian ketiga temannya itu tampak acuh sambil menyeka sudut bibirnya yang terluka. Keempatnya masih diam sampai suara ketukan pintu membuat Romeo beranjak. Lelaki itu bergerak cepat untuk membukakan pintu. Saat pintu dibuka, terlihat wajah khawatir Caca dan Maya. Romeo langsung membuka pintu lebih lebar memberi akses kedua gadis itu untuk masuk.

Maya dan Caca berjalan masuk dengan wajah tegang. Caca yang membawa sebungkus plastik putih berisi obat merah dan juga kasa menghampiri Kale. Di letakkannya bungkusan itu di atas meja tempat ketiga lelaki lainnya duduk.

CACA
Ini, titipannya. Bang Kale emang doyan berantem ya? Seminggu ini udah tiga kali loh aku dimintain tolong Sagara buat datang ke sini cuma untuk ngenterin obat merah dan kain kasa. Kali ini berantemnya kenapa?

Caca berkacak pinggang, kemudian menghempaskan tubuhnya kasar di sofa kosong yang tersedia. Begitulah Caca, gadis yang banyak bicara itu tak pernah segan untuk protes tentang hal-hal yang membuatnya tak suka. Apalagi menyangkut orang-orang terdekatnya. Meskipun baru dua tahun mengenal Kale, itupun karena Caca berpacaran dengan Romeo Sagara.

Semesta yang sedari tadi diam, tiba-tiba berpindah tempat duduk di samping Caca. Maya yang tadi berdiri kini mengisi celah kosong bekas Semesta yang tadi duduk di sebelah Dewa.

SEMESTA
(Berbisik pada Caca)
Kamu jangan kebanyakan tanya dulu, Ca. Kale lagi kalut tuh, ketahuan nyium ceweknya Arya.

Caca seketika melotot, menatap horor Kale yang masih diam dengan pandangan mata yang kosong. Caca berpaling, ia melihat Maya yang masih diam, tapi wajahnya tampak sekali penasaran dengan apa yang terjadi. Dewa yang tadinya duduk di samping Semesta yang posisinya sudah tergantikan oleh Maya lantas berdiri, membuat semua yang ada di ruangan menoleh ke arahnya, terkecuali Kale.

DEWA
(Nada suara datar)
Gue mau ke kamar dulu, nyusulin Arya. Ada yang mau bantuin gue buat obatin Arya, nggak?

Sengaja, Dewa menatap Maya, seolah-olah lelaki itu tau jika Maya pasti ingin membantunya. Tapi, bukannya buka suara, Maya justru menatap Semesta tanda minta persetujuan.

SEMESTA
(Terpaksa)
Kalo udah kelar obatin Arya, langsung balik ke sini ya May.

Maya merespon kalimat Semesta dengan anggukan, kemudian mengikuti Dewa hingga lelaki itu berhenti di depan pintu kamar yang tertutup. Maya terbilang sering main ke kontrakan Semesta dan teman-temannya, tapi gadis itu lupa jika Arya adalah salah satu penghuni kontrakan juga.

Lamunan Maya buyar saat Dewa mengetuk pintu, kemudian memutar knop pintu yang langsung terbuka setelahnya, di sana terlihat Arya yang membelakangi mereka. Arya menghadap pada jendela kamar.

DEWA
(Bicara pelan)
Ar(...)

Dewa masuk, diikuti oleh Maya. Arya masih diposisi awalnya.

DEWA
Gue rasa lo perlu di obatin dulu, deh!

Dewa mundur selangkah, hingga posisinya dan Maya menjadi sejajar. Keduanya saling pandang beberapa saat, kemudian Dewa menuyuruh Maya untuk maju dengan bibir yang bicara tanpa mengeluarkan suara.

MAYA
(Bersuara pelan)
Permisi kak...

Maya bergerak pelan, membawa seplastik kain kasa dan obat merah yang tadi sempat ia beli bersama Caca.

MAYA
(Ragu)
Kak, sorry gue ngeganggu lo. Tapi, boleh gue izin buat obatin luka lo?

Arya berbalik badan. Maya tertegun melihat sudut bibir Arya yang lebam dan ada sedikit darah di sana. Kemudian, mata gadis itu beralih sekilas menatap mata Arya. Mata yang jika bisa Maya deskripsikan seperti sedang memendam kekecewaan. Persis seperti dua tahun yang lalu.


FADE OUT

10. INT. CAFE — SIANG (FLASHBACK)

Maya, Arya dan Caca masing-masing diam dan fokus menyesap minuman masing-masing. Diam-diam Maya mencuri tatap pada Arya yang kini sedang menerima panggilan telefon. Masih dengan ponsel yang ditempelkan ke telinga, Arya celingukan, kemudian tiba-tiba lelaki itu melambai dan Maya masih setia mengamati pergerakannya. Saat melihat arah pandang Arya, Maya refleks melotot saat tiga lelaki berjalan menuju ke arah mereka. Tiga lelaki yang salah satu diantaranya Maya sangat kenal. Semesta, bersama Dewa dan Sagara.

SEMESTA
(Bingung)
Loh, May, Ca! Kalian kok bisa ada di sini? Bareng Arya?

Maya memejam sebentar. Ia menarik napas pelan berusaha mengatur napas untuk terlihat biasa saja. Sedangkan Semesta yang penasaran semakin mendekat pada meja tiga orang itu. Menarik kursi kosong yang berada di sebelah Caca dan duduk berpangku tangan menatap Maya dengan pandangan penuh selidik.

Maya membuka mulutnya, hendak menjawab tetap kembali ia tutup rapat saat Arya sudah lebih dulu menjawab pertanyaan Semesta.

ARYA
Gue nggak kebagian meja, jadi pas ngelihat mereka berdua terus masih ada kursi yang kosong, gue ikut gabung. Kenapa Ta? Lo kenal sama mereka?

Semesta mengangguk paham. Ia melirik Maya yang tampak canggung, kemudian menggeleng pelan.

SEMESTA
Lo yakin cuma kebetulan gabung karena nggak kebagian kursi kan? Nggak ada modus lain gitu? Misalnya buat ngedeketin salah satu dari mereka?

Setelah mengucapkan pertanyaan itu, Semesta langsung melihat raut wajah Maya. Kegugupan gadis itu semakin terlihat jelas. Apalagi saat Arya menjawab pertanyaan Semesta dengan tawa dan menjelaskan situasi keduanya yang membuat wajah Maya berubah datar.

ARYA
Gila lo! Nggaklah!
SEMESTA
Kenapa nggak? Sepupu gue ini inceran loh! Inceran dept colector!

Semesta tertawa lepas, tak memperdulikan teman-temannya yang berwajah datar dan hampir muntah karena leluconnya yang tidak lucu.

Arya dan Dewa berbicara serentak

DEWA
Garing lo!
ARYA
Jadi mereka berdua sepupu lo?

Semesta menggeleng dan menunjuk Maya.

ARYA
Maya?

Arya menoleh pada Maya. Gadis itu tersenyum kecut kemudian mengangguk pelan.

MAYA
Saya kak, sepupunya bang Ata. Udah jalan seumur hidup jadi sepupunya dia. Ngebosenin banget! Kalo bisa ganti sepupu kayaknya asik deh!

Kini semuanya serentak menertawakan Semesta. Dewa bahkan melempari tisu ke wajah Semesta sambil meledek Semesta

DEWA
(Meledek)
Pantes aja lo jomblo Ta, sepupu lo aja nggak betah lama-lama bareng lo!

Semesta melirik Caca yang ternyata sedang memperhatikan Sagara dalam diam. Sedangkan Sagara yang sebenarnya sadar sedang diperhatikan pura-pura sibuk dengan ponselnya.

SEMESTA
Yaelah! Itu mah Maya aja yang insyenyur punya sepupu seganteng gue!
Eh(...) gue sama anak-anak gabung di sini aja deh.
DEWA
(Tertawa)
Yadeh! si paling ganteng setongkrongan.
Jadi gimana? kita boleh gabung kan?

Caca mengangguk. Gadis itu kembali melirik Sagara yang masih setia menatap ponselnya.

CACA
Tapi, kursinya kurang, gimana dong?

Dewa tersenyum simpul, kemudian berjalan menuju kasir cafe dan tak berapa lama setelahnya salah satu pelayan di cafe itu muncul dengan membawa dua kursi, dengan cekatan Dewa mengambil satu kursi yang dibawa pelayan tersebut dan membawanya ke tempat dimana Maya dan yang lainnya berada.

Sesampainya di hadapan yang lain, Dewa meletakan kursi di sisi sebelah kanan meja.

DEWA
(Meledek)
Silahkan duduk tuan Romeo, kursinya gue ambilin khusus buat lo, biar lo gak anemia karena kelamaan berdiri diam niruin manekin.

Tanpa berbicara, Romeo duduk. Menghiraukan Dewa yang masih berdiri menunggu kursi miliknya datang dibawa oleh pelayan. Semenit kemudian barulah Dewa duduk di sisi sebelah kiri meja yang tepat berhadapan dengan Romeo.

ARYA
(Bingung)
Kalian udah saling kenal ya? Maya, Caca sama Semesta mungkin udah saling kenal, tapi lo berdua udah kenal sama mereka?

Romeo mengedikkan bahu, jawaban atas pertanyaan Arya yang berarti tak tahu, atau bahkan tak peduli. Berbanding terbalik dengan jawaban Romeo, Dewa justru mengangguk. Ia menunjuk Maya, kemudian tersenyum ke arah Maya

DEWA
Lo, Mei kan? anak sastra a angkatan 15?

Maya mengangguk, kemudian Dewa menoleh pada Caca.

MAYA
(Kesal)
Koreksi, Maya bukai Mei.

Dewa mengacuhkan kalimat Maya dan kembali melanjutkan kalimatnya yang belum selesai sepenuhnya

DEWA
Dan lo, Caca? Gue tau sebatas nama sih, cuma kalo mau kenal lebih jauh gue bersedia kok. Dan temen gue yang lagi diem nahan berak ini, namanya Romeo Sagara.

Caca mengangguk. Sama sekali tak berniat menanggapi kalimat Dewa yang ia anggap hanya sebagai candaan. Kini Caca lebih tertarik oleh Sagara lelaki berkulit putih pucat dengan tatapan datar yang sepertinya sama sekali tak tertarik berada di antara mereka.

CACA
Nama lo, Romeo?

Caca memajukan tubuhnya untuk mendapat akses lebih jelas melihat Sagara. Yang ditanyain hanya menatap Caca dengan tatapan datar, tak tertarik terlibat dengan caca sama sekali.

CACA
(Santai)
Gue(...) Juliet.

Caca menjulurkan tangannya. Sagara mengabaikan uluran tangan Caca. Maya yang ada di hadapan Caca melotot sambil menahan tawa.

SAGARA
(Ketus)
Gue diem dari tadi bukan berarti budek.

Kemudian Sagara bersidekap angkuh. Semesta yang sudah bisa menebak kalimat apa yang akan keluar dari mulut Sagara langsung buka suara. Tubuhnya yang tadi bersandar dikursi jadi tegap.

SEMESTA
(Berbisik)
Ca, kamu kalo mau bercanda nggak usah sama Romeo ya. Es batu satu itu nggak bakalan bisa ngimbangin joke kamu.

Caca mencubit pinggang Semesta.

CACA
(Berbisik)
Ssst... bang Ata diem deh.

Jawaban Caca membuat Semesta geleng-geleng kepala.

CACA
(Pede)
Iyaa... lo emang nggak budek. Nama gue Caca, tapi khusus buat lo gue mau deh di panggil Juliet. Biar serasi gitu sama nama lo. Romeo dan Juliet!

Caca mengakhiri kalimatnya dengan senyuman merekah, dan senyum itu tanda jika Caca tak bercanda dengan kalimatnya. Sagara pun masih tak bereaksi apa-apa, bahkan keadaan jadi hening hingga beberapa menit sampai Arya memecah keheningan itu.

ARYA
Perkenalannya udah selesai kan? gue boleh langsung aja nggak ya, ngomongin tujuan kita ke sini untuk apa?

Semesta, Sagara dan Dewa mengangguk. Sedangkan Caca dan Maya hanya diam menyimak.

ARYA
Jadi, gimana? Kalian ada waktu kan buat tampil pas makrab seminggu lagi?

Dewa, Semesta dan Sagara mengangguk serentak. Sagara yang sedari tadi menyilangkan tangan didada kini duduk tegap dan menyilangkan kakinya dan buka suara.

SAGARA
Kale juga setuju kok.

Mendengar kalimat Sagara, Arya terlihat bingung karena ia baru saja menyadari jika Kale tak ada.

ARYA
Ah! Kale ya, pantesan gue ngerasa ada yang kurang. Kale mana? Kenapa nggak ikutan?
SAGARA
(Acuh)
Cewe lo nggak bilang kalo dia pergi bareng Kale?

Wajah Arya berubah, tak seceria tadi, bahkan ada raut kecewa yang terlihat. Maya memperhatikan semua itu dan tanpa sadar gadis itu juga berubah murung dibuatnya. Semesta diam-diam menendang kaki Sagara karena perkataan Sagara membuat suasana jadi suram.

ARYA
(Nada bingung)
Oh?(...) Perginya hari ini ya?(...) Natasya kemarin ngasih tau gue kok(...) kayaknya gue dah yang lupa.

Dewa menyadari jika Arya berbohong, lelaki itu tersenyum kecil, kemudian buka suara.

DEWA
(Meledek)
Baik banget lu, nggak takut ditikung? Secara, si Kale kan ganteng, meskipun masih gantengan gue sih. Apalagi mereka udah sahabatan lama kan? Emangnya lo percaya kalo cewe cowo bisa sahabatan tanpa ada rasa?
ARYA
(Berusaha tenang)
Gue percaya cewe gue.

Dewa menangguk sebagai tanda jika ia mengerti dengan kalimat Arya. Disisi lain, Maya masih diam-diam mengamati Arya, lelaki yang diamati justru mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan mengetikkan sebuah pesan untuk Natasya.

INSERT:

Kolom chat dengan Natasya.

Arya: Kamu pergi ke pantainya bareng Kale?

Setelah mengetikan pesan itu dan terkirim, Arya kembali menyimpan ponselnya dan kembali melanjutkan pembicaraan tentang makrab.


FLASHBACK END




Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar