Dzikir Sebuah Cincin Retak
Daftar Bagian
1. SCENE 1 INT, ASRAMA PONDOK, DINI HARI
Tampak asrama santri berwarna putih. Dalam sebuah ruangan yang cukup luas tampak beberapa santri mas
2. SCENE 2 EXT, GEDUNG BELAJAR DAN SEKITARNYA, PAGI
Hamid tidak tahu Akrom menghampirinya karena ia masih hanyut dalam kesendirian di bawah rumpun pohon
3. SCENE 3 INT, AULA PONDOK, PAGI
Suasana pelepasan kelas 6 di aula pondok. Pak Kiayi memberikan wejangan kepada para santrinya agar m
4. SCENE 4 INT, DALAM BUS LORENA, MADIUN, MENJELANG MAGHRIB
Hamid duduk pada bangku yang paling depan. Ia menggeser badannya ke pinggir jendela karena ada seora
5. SCENE 5 EXT/INT, DESA BAYUR KIDUL, RUMAH ASIH, KARAWANG, PAGI
"Ibu, maafkan Hamid bu, Hamid banyak salah sama Ibu, Hamid juga jarang kirim surat kepada Ibu&q
6. SCENE 6 EXT, TOKO KELONTONG, SENJA
"Mungkikah ia jadi milikku? Perjalananku masih panjang, adakah ia akan terus bertahan di desa i
7. SCENE 7 INT, RUMAH ASIH, MALAM IDUL FITRI
Hari demi hari telah kita lalui walaupun berbeda tempat. Tak terasa hubungan kita sudah hampir 2 tah
8. SCENE 8 EXT, MASJID DAN SEKITARNYA, PAGI
Hamid berkeliling desa, hingga bertemu Murni di jalan bersama kawan-kawannya
9. SCENE 9 INT, KAMAR MURNI, MALAM
"Adinda adalah adinda, bukan pakaian, bukan paras dan rupa, bukan celaan maupun sanjungan pada
10. SCENE 10 EXT/INT, BINTARO, CIPUTAT, PAGI HARI
Hamid turun dari angkot berjalan memasuki gang hingga sampai di sebuah rumah 2 lantai yang cukup ber
11. SCENE 11 EXT, RUMAH CING INAH, PAGI
Hamid mengenakan kemeja biru, celana hitam dan tas hitam tengah bersiap meninggalkan rumah bibinya u
12. SCENE 12 EXT, PONDOK, GEDUNG BELAJAR SANTRI, SIANG
Hamid menoleh ke arah sumber suara. Tampak pemuda tampan mengenakan pakaian hijau muda berdasi warna
13. SCENE 13 EXT, PONOROGO, SORE
Kebahagiaan Hamid mendapatkan kabar dari Yadi bahwa ia mendapat surat dari Murni
14. SCENE 14 INT, DALAM KAMAR RUKO BAKSO, SORE
"Oh ya kak, Murni ingin menyampaikan sesuatu, tapi mohon kakak menanggapi ini dengan tenang. In
15. SCENE 15 EXT/INT, LUMBUNG PADI, KARAWANG, SENJA
Hamid mengajak Murni bertemu di lumbung padi untuk memastikan kepergiannya ke Brunei. Hamid tidak be
16. SCENE 16 EXT/INT, RUMAH ASIH, SORE
Hamid ingin kembali ke pondok. Namun sebelum Hamid berangkat, tiba-tiba Wahid, keponakannya, merobek
17. SCENE 17 EXT, WARUNG BAKSO, PEKARANGAN BELAKANG, PAGI
Dalam keadaan galau, Hamid melayangkan tinjunya ke lemari kayu hingga cincin pemberian Murni itu ret
18. SCENE 18 INT, KAMAR WARUNG BAKSO, MALAM
Yadi menghibur Hamid yang masih galau agar melupakan sejenak masalah yang dihadapi. Tiba-tiba Hamid
19. SCENE 19 EXT, WARUNG BAKSO PAGI HARI
Keberangkatan Hamid dan Yadi ke Wonogiri untuk melunasi pembayaran bus
20. SCENE 20 EXT, PURWANTORO, PAGI HARI
Pemandangan daerah Purwantoro yang berbukit, di sebelah kanan dan kiri jalan dihiasi dengan pepohona
21. SCENE 21 EXT/INT, POOL BUS SEDYA MULYA, WONOGIRI, SIANG
Hamid dan Yadi segera turun dari motor dan membuka helm. Mereka memasuki kantor PO. Sedya Mulya untu
22. SCENE 22 EXT, PURWANTORO, SIANG
Di tengah jalan dalam menuju pulang, mereka menemukan pemandangan yang cukup indah dan sayang kalau
23. SCENE 23 EXT, ALUN-ALUN PONOROGO, SORE
Hamid dan Yadi berfoto-foto di taman Alun-Alun kota Ponorogo dengan menggunakan kamera secara bergan
24. SCENE 24 EXT, JALAN RAYA PONOROGO, MENJELANG MAGHRIB
Hari menjelang magrib. Saat di jalan utama Hamid hendak menyalip motor Suzuki Shogun yang ada di de
25. SCENE 25 INT, RUMAH SAKIT, PONOROGO MALAM
Saat kondisi Hamid mulai membaik, ia diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun di tengah perjalanan, i
26. SCENE 26, EXT, WARUNG BAKSO, PONOROGO, SORE
Setelah merasa benar-benar sembuh, Hamid berpamitan dengan Yadi untuk kembali ke kampung halaman kar
27. SCENE 27 INT, MUSHALLA, KARAWANG, SORE
Hamid sedang mengajar santri di bulan Ramadhan. Para santri dan santriwati sedang menyimak hadits ya
28. SCENE 28 EXT, LAPANGAN DEKAT SAWAH, PAGI
Setelah selesai kegiatan muhadatsah dalam pesantren kilat di pagi hari, Lia meminta tolong kepada Ha
29. SCENE 29 EXT/INT, RESTORAN PANTAI, BRUNEI, SIANG
Murni tengah sibuk melayani pembeli di restoran pantai Taoyuan, Brunei. Karena wajahnya yang cantik
30. SCENE 30 EXT/INT, RUMAH LIA, BA"DA DZUHUR
Hamid berkunjung ke rumah Lia untuk berbagi ilmu bagaimana membuat teks pidato yang benar. Setelah b
31. SCENE 31 EXT, RUMAH ASIH, PAGI
Pesantren kilat sudah selesai. Hamid sudah siap-siap dengan tas hitam yang ia sampirkan di atas pund
32. SCENE 32 EXT, RUMAH LIA, PAGI
Hamid berpamitan dengan Lia. Ia memberikan kenang-kenangan berupa walkman kepada Lia. Lia tak berked
33. SCENE 33: kampus UIN, pagi
Keluar dari kampus, Hamid menuju toko fotokopi untuk membeli kertas surat
34. SCENE 34 EXT/INT, RUMAH CING INAH, MENJELANG SIANG
Murni mengirimkan surat dan foto dirinya kepada Hamid. Dalam suratnya, Murni menceritakan sebuah mim
35. SCENE 35 EXT/INT, RUMAH BI FITRI, SIANG
Setelah menamatkan pendidikannya di Karawang, Lia tinggal bersama bibinya di Bekasi. Ia mendapatkan
36. SCENE 36 EXT/INT,PERUM MAYANG PRATAMA, BEKASI, SIANG
Di salah satu sudut area TPA ada kamar kosong seperti gudang. Pemilik TPA, Bu Mirah, mengantarkan Li
37. SCENE 37 INT, RUMAH BI FITRI, BEKASI, MALAM
Lia dan Bi Fitri beserta ketiga anaknya yang masih kecil sedang makan malam. Bi Fitri menanyakan ten
38. SCENE 38 EXT, PERKOTAAN SLIPI, SIANG
Hamid berusaha mengadu nasib di Jakarta dengan cara mencari pekerjaan dari satu kantor ke kantor lai
39. SCENE 39 INT, DALAM BUS STEADY SAFE
Dalam subuah bus, Hamid merenungi nasibnya yang terumbang ambing dalam lautan cinta yang tak pasti.
40. SCENE 40 INT, RUMAH CING INAH, KAMAR HAMID, PAGI
Pagi ini surat cinta kembali datang dari Murni. Namun tampaknya kali ini Hamid harus menelan pahitny
41. SCENE 41 INT, WARTEL, PAGI MENJELANG SIANG
Karena benar-benar tidak nyaman diputuskan cintanya oleh Murni, hari itu juga Hamid langsung menelep
42. SCENE 42 INT, RUMAH BI FITRI, SIANG
Pembicaraan antara Lia dengan Bi Fitri tentang perkuliahan Lia dan calon pendamping hidupnya
43. SCENE 43 INT, BINTARO PLAZA, KANTIN, SORE
Hamid menjaga kantin. Sesekali ada pembeli yang datang dan membeli barang dagangannya. Samar-samar t
44. SCENE 44 EXT, KEBUN DEKAT REL KERETA API, SORE
Dalam kegalauan, Hamid larut dalam lamunan yang membawanya ke dalam flashback rangkaian kisah sejak
45. SCENE 45 EXT/INT, SEBUAH TAMAN & KAMAR HAMID
Dalam sebuah mimpi, Murni mengenakan pakaian serba putih. Hamid menekuk lututnya di depan Murni dan
46. SCENE 46 INT/EXT, WARTEL CIPUTAT VS RESTORAN BRUNEI, BA"DA MAGHRIB
Merasa dirinya tak tenang, Hamid menelepon Murni melalui wartel. Murni menyatakan dirinya baik-baik
47. SCENE 47 EXT, RUMAH CING INAH, CIPUTAT, PAGI
Hamid bertingkah aneh. Ia mengumpulkan dan menyatukan dua kertas dengan bentuk dan warna yang sama.
48. SCENE 48 EXT/INT, KANTIN KAMPUS, SIANG
Hamid kembali bertingkah aneh. Ia mencoba menyamakan dua buah gelas sisa aqua dengan volume air yang
49. SCENE 49 INT, RUMAH BI FITRI, BEKASI, SORE
Lia dan bibinya duduk di ruang tamu. Lia terlihat kusut, matanya bengkak dan masih terisak-isak kare
50. SCENE 50 EXT/INT, RUMAH CING INAH, CIPUTAT, SIANG
Murni mengirimkan surat permohonan maafnya karena telah memutuskan cinta Hamid. Surat itu masih teta
51. SCENE 51 INT, RUMAH CING INAH, KAMAR HAMID, CIPUTAT, SIANG
Hamid dan Murni berada di atas satu perahu berdua. Murni melihat ada bagian perahu Hamid yang bocor.
52. SCENE 52 EXT, RUMAH CING INAH, CIPUTAT, PAGI
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun telah tiba. Pagi itu Hamid sudah bersiap-siap berangkat ke Ka
53. SCENE 53 INT, TOKO ASIH, BA'DA MAGHRIB
Hamid melihat-lihat foto Murni yang dipegang oleh Asih. Awalnya biasa saja ia melihatnya, akan tetap
54. SCENE 54 EXT, MUSHALLA, MALAM, PULANG TARAWIH
Saat pulang tarawih bersama Asih, Hamid bertemu dengan Siti, saudara Murni yang membawa kabar pentin
55. SCENE 55 EXT/INT, RUMAH ASIH, PULANG TARAWIH
Setelah sampai di kamar Hamid, Asih memberi kabar kepada Hamid tentang Murni yang sebenarnya terjadi
56. SCENE 56 EXT, RUMAH ASIH, KARAWANG, PAGI
Hamid bersiap-siap kembali ke Jakarta. Sebelum berangkat, ia menitipkan surat terakhir untuk Murni k
57. SCENE 57 INT, DALAM BUS WARGA BARU, SIANG
Dalam perjalanan menuju Jakarta, Hamid dipenuhi rasa kekecewaan yang mendalam. Begitu pedih kenyataa
58. SCENE 58 EXT, TERAS RUMAH CING INAH, MALAM
Saat Ibu Hamid dan bibinya mencoba menghibur Hamid di tengah kekecewaannya, tiba-tiba Asih menelepon
59. SCENE 59 EXT, PESTA PERNIKAHAN, RUMAH MURNI, PAGI
Tampak di pagar rumah Murni janur kuning yang sudah melengkung. Di bawahnya ada sebuah kertas putih
60. SCENE 60 EXT, AREA PESAWAHAN, KARAWANG, SIANG
Hamid menelusuri area persawahan melalui pematang sawah untuk menemui Asih. Asih menganggap niat Ham
61. SCENE 61 INT, RUMAH BI FITRI, KAMAR LIA DI LANTAI 2, SORE
Lia berada dalam kekecewaan setelah beberapa laki-laki yang datang kepadanya semuanya belum direstui
62. SCENE 62 EXT/INT, MUSHALLA, KARAWANG, DZUHUR
Di luar dugaan, Hamid yang memang sudah tidak sudi lagi bertemu Murni karena akan menambah kekecewaa
63. SCENE 63 EXT, WARUNG ASIH, SORE
Hamid bertemu Lia di dekat warung Asih. Entah kenapa, tiba-tiba dalam hatinya sempat terbesit bahwa
64. SCENE 64 EXT, RUMAH CING INAH, PAGI
Setelah perjuangan yang sulit dan menantang, akhirnya Hamid diwisuda
65. SCENE 65 EXT, RUMAH CING INAH, TERAS, PAGI
Hamid merasa kesepian selalu sendiri setelah sekian lama tak percaya lagi dengan wanita. Kali ini ia
66. SCENE 66, PERUM MAYANG PRATAMA, BEKASI, SIANG
Saat Hamid menemui Lia di rumah Bi Fitri, ia mencoba bertanya kepada Lia tentang calon pendamping hi
67. SCENE 67 EXT, RUMAH NENEK LIA, PAGI
Hamid akhirnya bersanding dengan Lia di depan penghulu dan mengucapkan ijab kabul
68. SCENE 68 EXT/INT, RUMAH BARU, BOGOR
Setelah perjalanan hidup yang penuh liku dan terumbang ambing dalam lautan ketidakpastian, kini saat
30. SCENE 30 EXT/INT, RUMAH LIA, BA"DA DZUHUR

Hamid baru saja sampai halaman depan rumah nenek Lia. Rumah sederhana berwarna krem dengan teras yang cukup luas memanjang diperkirakan mampu menampung tamu sejumlah 30 orang dengan duduk melingkar.

Hamid : Assalamu’alaikum,

Lia : Wa’alaikumsalam, (membuka pintu). Silahkan masuk Kak

Hamid : Terima kasih. Nenekmu kemana?

Lia : Sedang mengikuti pengajian di Masjid Kak.

Hamid : Melihat sekeliling rumah. Tampak foto kakek dan nenek Lia terpampang di dinding. Di bawah foto tampak televisi tabung ukuran sedang terletak di atas meja setinggi 60 cm terbuat dari stainless dengan tiga laci di bagian tengahnya. Di sebelahnya tampak sofa nan empuk berwarna hijau muda sejumlah tiga unit dimana satu sofa yang panjang, serta dua sofa untuk ukuran satu orang. Di depannya ada sebuah meja kayu berwarna coklat yang sudah diplitur dengan taplak meja berwarna merah muda. Bordir di sisinya cukup mempercantik tampilan taplak tersebut. Di bagian tengahnya ada asbak rokok yang cukup bersih.

Lia : Kak kok berdiri aja?? Silahkan duduk kak 

Hamid : Oh iya, terima kasih Lia! (menuju salah satu sofa yang di sudut ruangan dekat dengan pintu tepat eberapa langkah di sebelah kanannya).

Lia : Maaf nih ya, berhubung Ramadhan, . . .

Hamid : Ya tentu dong he he he! Ga usah repot-repot

Lia : Sebentar ya Kak saya ambil buku tugasnya!

Hamid : OK

Hamid membuka-buka kamus Bahasa Arabnya sambil mempelajari kosa kata yang baru, sekaligus menunggu Lia yang sedang mengambil buku tugasnya. Tak lama kemudian ia segera keluar dari kamarnya membawa buku yang dimaksud. Lia mengambil tempat duduk di sofa yang berseberangan. Ia segera menyodorkan buku tugasnya ke depan Hamid.

Lia : Ini Kak tugasnya!

Hamid : Oh ini judul-judul yang boleh di pilih ya?

Lia : Iya Kak.

Hamid : Menurut Lia yang mana yang cocok?

Lia : Sepertinya pilihan kedua Kak, tentang pergaulan remaja.

Hamid : Oh, OK kalau begitu.

Mereka berdua terlihat seperti berdiskusi, tampak Lia sesekali menulis apa yang diucapkan Hamid hingga akhirnya tugas selesai.

Lia : Alhamdulillah, akhirnya tugas selesai.

Hamid : Iya ya, alhamdulillah...

Lia : Makasih banyak ya kak sebelumnya!

Hamid : Ah, ga apa-apa Lia, lagian kan memang kebetulan kakak sedang longgar, jadi ga masalah, kan?

Lia : Mengangguk tersenyum

Lia : Oh ya Kak, ngomong-ngomong, apa boleh Lia tanya sesuatu Kak?

Hamid : boleh dong, tanya apa Lia?

Lia : tapi Lia malu kak!

Hamid : tidak apa-apa Lia, tanya aja. Kita kan jarang ketemu

Lia : Itu Kak. . . anu . . . Kak Yadi itu . . . orang Matraman kan?

Hamid : Iya, kenapa Lia? Ada minat? He he he, dia orang baik

Lia : Ah, kakak bisa aja. Iya sih dia orangnya baik. Tapi saya ini hanya gadis kampung Kak. Mana ada orang yang sudi sama saya!

Hamid : Ah, kamu bisa aja Lia. Suka atau tidak suka itu tidak ada kaitannya dengan tempat, he he he

Lia : Ya mungkin aja kak, kan ada juga laki-laki itu melihat calon pendampingnya dari hartanya, dari rumah yang dimiliki, dari kendaraan, atau hal-hal lain deh yang tampak.

Hamid : Apa iyaaaa? Emang kamu tau dari mana Lia bisa berpendapat begitu??

Lia : Ya dari temen-temen atau dari orang-orang yang suka cerita. Lagian, kalau kita itu bukan orang berada, biasanya kurang dipandang orang gitu kak, alias dipandang sebelah mata!

Hamid : Hmm kamu ada benernya juga sih Lia, banyak orang yang memuliakan orang lain karena hartanya dan sebagian kecil lain karena ilmunya. Nah makanya pesan Nabi itu tuntutlah dalam hidup ini ilmu dan harta karena manusia itu antara umum dan khusus. Yang umum, mereka akan menghargai kita karena harta yang kita miliki. Sedangkan yang khusus menghargai kita karena ilmu yang kita miliki

Lia : Nah terbukti kan kak, bahwa orang memang menyukai dan menghormati kita karena harta yang kita miliki, itu sangat jelas bukan, kak?!

Hamid : Iya, betul Lia, kamu tidak salah. Akan tetapi itu bukanlah suatu hal yang pada akhirnya menjadikan kita ini minder, kurang percaya diri, atau malah putus asa, tentu itu bukan maksud dari makna yang tersirat dalam perintah tersebut. Pesan yang disampaikan lebih kepada motivasi agar kita itu mau bersungguh-sungguh dalam menggapai dua hal tadi agar kita kelak hidup mulia dimana kita memiliki keduanya, baik itu ilmu maupun harta karena kedua faktor tersebut akan saling mendukung satu sama lain. Dengan begitu, manusia akan hidup mulia dan tercukupi kebutuhannya. Bukan begitu?

Lia : Iya sih...(melirik ke salah satu sudut langit-langit rumah sambil menaikkan kedua alisnya)

     Lia cuma bingung aja kak, bagaimana ya caranya untuk menuju ke sana

Hamid : Betul Lia, caranya itu yang memang jadi perhatian kita. Saat ini kita dapat mencoba untuk berusaha untuk menuju ke sana dengan memperbanyak kenalan mungkin dengan orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang sukses mungkin ya, kakak pikir sih begitu, Lia

Lia : Lia sih setuju kak. Naah... makanya nih, kakak bagi-bagi dong ilmunya...

Hamid : Walaaah.... kakak aja ini masih perlu banyak belajar, Lia. Baru selesai pengabdian dari pondok.

Lia : Yaa... tapi ada laaah ilmu yang dimiliki....

Hamid : Ya, ya, ya, kalau begitu kita bisa saling belajar aja

    (self dialog) Hmmm... anak ini tampaknya suka sekali dengan belajar... dan kasihan juga melihatnya tinggal bersama neneknya, dan rasa percaya dirinya yang perlu ditopang. Oh iya, tadi juga ia sempat menyebut Yadi, apa dia cukup mengagumi Yadi? Apa aku perlu menjadi wasilah atau perantara untuk mereka berdua ya? Tapi bagaimana dengan Yadi sendiri kalau memang Lia benar-benar suka kepada Yadi?

Lia :Eh kak! Kok ngelamun sih?!

Hamdi : Eh, oh enggak kok, Lia! Kakak hanya memikirkan cara yang tadi kakak sebut-sebut untuk menuju kepada kemuliaan. Memang perlu dicari sih itu...

Lia : Iya kak bener tuh,

Oya kak, maaf kak kalau saya lancang, sekedar ingin tahu saja, Lia denger, kakak sudah kenal dekat dengan Murni ya?

Hamid : Nah lho, Kok kamu tahu Lia. Tahu dari mana? (menajamkan kedua alisnya).

Lia : Yaaah kakak, ya ada aja laah yang cerita.... Lagian Murni itu kan kakak kelasnya Lia di MTs Bayur

Hamid : Oh, iya sih.... Saat ini memang kakak sedang mencoba mengenal sosok dirinya.

Lia :Iya kak bagus sih, Murni itu kan cantik dan baik

Hamid : Ya Lia, justru kakak rada khawatir sebetulnya

Lia : Lho... aneh kakak ini, punya kenalan cantik dan baik, eh malah khawatir. Emang apa yang dikhawatiin sih kak?

Hamid : (menghela nafas) Ibarat buah apel merah yang ranum, wangi dan tampak lezat, kira-kira apakah orang tidak akan segera memetiknya?

Lia : Iya siiih... Ya udah petik aja kalau begitu

Hamid : Walah, lia... Lia,... Kakak ini belum punya tangga dan belum punya alat pencolok untuk memetiknya, naik juga ngeri, licin! He he he (terkekeh sampai terlihat gigi serinya)

Lia : Yaaah berjuang doooong.... ha ha ha ...

Hamid : Okeeee... berangkaaaat....

    Yang penting niat dulu ya Lia

Lia : Iyalah kak! Hi hi hi!

  Kakak mau menetap di sini atau melanjutkan pendidikan?

Hamid : Insya Allah selesai pesantren kilat kakak akan ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan.

Lia : Di sana ada saudara kak?

Hamid : Ya, di sana ada bibi. Mungkin kakak akan tinggal di rumahnya dan mencari kampus yang tdak terlalu jauh dari rumah Bibi.

Lia menganguk-angguk, lalu hanya terdiam menunduk beberapa saat.

Hamid : Lho kok kamu jadi bengong Lia, kenapa?

Lia : Eh, Oh, enggak kok kak, enggak apa-apa

Hamid : Oh ya sudah kalau begitu. Berhubung sebentar lagi ashar, kakak pamit dulu ya,

Lia : Iya kak

Hamid : Assalamu’alaikum

Lia : Wa’alaikumusalam. . .

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar