A MILLION WHO
3. #3

ACT 6

1 INT. RUMAH – RUANG TAMU – SORE

           Hafa hendak pergi dengan dress selutut dan rambut cepol.

HAZZA

Mau ke mana? Dan kenapa pakaian lo kayak gitu?

HAFA

Za, nggak usah ngatur-ngatur. Gue selama ini gerah ya ngejalanin semua yang papa perintahin. Dan lo… Who are you? Lo datang entah dari mana, apa masa lalu lo, kenapa lo bisa di sini, gue nggak tau tapi gue biarin lo satu atap sama gue. Kurang pasrah apa gue sama kehidupan ini?!

Hazza melihati ponselnya. Hafa belum pulang juga. Ia kemudian melacak keberadaan Hafa.

2 EXT RUMAH DAVID – TAMAN RUMAH – MALAM

           Party kecil-kecilan. David mendekati Hafa sambil membawa minuman.

HAFA

Oh, hai, Kak. Makasih Kak udah diajak ke sini.

DAVID

Santai. Anggap ini acara perkenalan junior-senior. Sederhana, sih acaranya soalnya lo tau lah gue kerja apa dan sambil kuliah pula. Oiya, beberapa hari lalu kamu keren banget speech di kampus. Keren.

HAFA

Makasih, Kak.

DAVID

Oiya, kamu belum ambil minum. Ini buat kamu (member segelas minuman merah)

HAFA

(Senyum ga enak) Kayakna aku nggak minum ini deh, kak.

DAVID

There is always first time for everything. So, coba aja. Daripada kamu haus nanti.

           David terkesan memaksa. Minuman itu makin disodorkan ke Hafa. Hafa mulai meraih minuman itu. Hazza dengan motornya tiba di depan gerbang rumah David, mengecek gerbang ternyata terkunci. Coba menengok ke dalam dengan wajah khawatir. Hafa masih diam ragu untuk menerima minuman David. Beberapa waktu kemudian, Hazza muncul dari atas pagar tembok, melompat turun dan menendang tangan David gelasnya jatuh. Hafa dan semua orang terkejut.

HAZZA

(Menepuk bajunya seakan kotor dengan wajah tak bersalah) Oh, sorry kak. (Mengambil kunci di meja di dekatnya) Ini kunci pagarnya ya kak? Saya teriak nggak didengarin, musiknya seru banget kali ya, jadi lompat dari atas situ.

           David pasang raut kesal.

HAZZA

Hafa, kita ada tugas kuliah. Maba masih nggak berani deadline-deadline-an. Ayo. (Menarik tangan Hafa menuju gerbang bersama kunci yang ia bawa)

3 INT RUMAH – RUANG TAMU – MALAM

HAFA

Kenapa lo datang tiba-tiba nggak jelas gitu?!!

HAZZA

Lo kenapa ada di sana? Gue udah berusaha untuk nggak nahan lo tapi lo hampir aja ngelewati batas.

HAFA

Lo yang pinteran dikit, Za. Dia senior kita. Dia ngajak gue makan malam. Ini adalah kesempatan untuk menghemat uang, gue bisa makan di sana. Gue kan bilang nggak bakalan selalu manfaatin duit papa doang karena suatu hari gue sadar itu juga bisa abis.

HAZZA

Biar gue, Fa! Gue udah janji sepenuhnya ke papa untuk semua tanggung jawab yang dia kasih. Gue terima kalau gue harus jaga diri lo sampai jaga makan lo. Mau nggak mau lo harus sadar gue punya peran dalam hidup lo dan lo punya ikatan sama gue!

HAFA

Lu belajar tentang sebuah ikatan? Sementara lo nggak punya ikatan sama diri lo sendiri. Lo selalu diem kalau gue tanya tentang identitas lo, tentang who you are. Padahal gue cuma mau mastiin apakah gue aman tinggal sama lo. Entah karena lo nggak mau boong atau lo nyembunyiin sesuatu? Tapi gue ulang lagi entah ke berapa juta kali. Gue berada di kondisi dan status yang gue nggak mau jalani. Jadi lo nggak perlu berbagi uang ke gue apalagi berbagi hati. Cukup kita berbagi ruang dan bersama tinggal di sini. Hanya itu ikatan yang gue mau tau.

           Hazza diam.

HAFA

Dan tugas kuliah? (senyum kecut) Gue udah lama selesai kali. Oh! One more. Lo nggak usah bertahan terlalu lama karena gue akan sangat sibuk mengejar predikat terbaik sampai gelar doktor professor. Predikat yang sempat lo rebut… pas kelulusan kemarin. Hmm.. Besok long weekend, kita balik dulu ke nyokap gue ya. Naik bus.

4 EXT. PEMBERHENTIAN BUS  – SEKITAR TOKO/WARUNG MAKAN - SIANG

           Bus berhenti di sebuah tempat untuk para penumpang istirahat dan makan. Hafa dan Hazza menuju ATM terdekat. Hafa keluar dari ATM.

HAFA

Lega banget rasanya bisa berbagi, ngurangin beban sesama manusia. Makasih, ya, Za udah hubungin kepala yayasan lo. Setidaknya gue bisa bantu sedikit buat tempat papa kerja lama papa. Gue kan pernah dikasih makan papa lewat kerja di sana.

           Hazza menunduk kecil.

HAZZA

Ya, ada kenyamanan tersendiri ketika kita bisa berguna buat orang lain. Selain kepada manusia, gue juga coba bermanfaat buat bumi, tempat manusia tinggal, yang kebaikannya juga bakal balik lagi ke manusia.

HAFA

Sementara gue parasit buat lo, kan? Gue terlalu banyak nyakitin lo dengan kata-kata. Tapi sorry ya, karena gue ketua klub speech di SMA (tersenyum kecil)

Hazza terbelalak melihat seseorang mencurigakan dari jauh, menggapai kedua bahu Hafa dan menariknya berlindung dan sedikit memeluknya. Hafa diam dengan wajah kesal, lalu langsung mendorong Hazza hingga Hazza melepasnya. Hazza mengangkat kedua tangannya seperti ketika disergap polisi.

HAFA

Don`t touch me!

HAZZA

Don`t hurt me (datar namun matanya tajam)

HAFA

Lo tenang aja. Gue akan berhenti jadi parasit lo dan kita akan hidup masing-masing. Karena setelah kita sampe di rumah, gue bakal bahas sama mama kalau kita bakal divorced.

           Semua penumpang kembali naik ke bus. Hafa duduk di dekat jendela lalu bingung kenapa Hazza belum ada di sampingnya. Seorang ibu datang duduk di tempat yang seharusnya milik Hazza.

IBU-IBU

Maaf ya nak. Ibu duduk di sini soalnya ga kuat kalau duduk di belakang. Tadi ada anak muda yang tawarin tukeran tempat duduk sama ibu.

           Hafa menoleh mencari Hazza. Sedikit rasa bersalah atas kata-katanya mungkin ada yang salah lagi. Hazza duduk di pojok, terus menatap ke arah luar jendela.

5 INT RUMAH ORANG TUA HAFA – SIANG

           Hafa dan Hazza berjalan membawa koper masing-masing. Saat tiba di depan pintu, pintu terbuka tiba-tiba oleh Hari yang membawa sebuah map berisi berkas-berkas.

HAFA

Kak Hari, pulang? Aku kira mudiknya masih lama.

HARI

Gue yang harusnya nanya ngapain lo dateng ke sini?

HAFA

Ya, lagi longweek. Kangen aja sama mama (membaca judul sertifikat tanah di tangan Hari) Itu buat apa?

HARI

Gue mau jual rumah ini.

HAFA

Loh? Emang mama ngizinin?

HARI

Gue satu-satunya anak dan ahli waris di sini.

HARI

Kalian silakan tinggal di sini tapi besok pagi kalian udah harus pergi karena pemilik yang baru udah mau dateng! Dan mama?!! Dia udah meninggal!

           Hafa terkejut, berdiri dan menarik kerah baju Hari.

HAFA

Mama…? Kenapa aku nggak dikabarin?! Kenapa…

           Hari mendorongnya hingga jatuh lalu pergi. Hazza menolong Hafa yang mulai menangis dalam rangkulan Hazza.

CUT TO:

           Hafa duduk murung di teras dengan memeluk fotonya dengan kedua orang tuanya. Seorang pria paruh baya datang dengan mobilnya (Yogi).

Yogi

Permisi, saya Yogi, yang kemarin sudah membeli rumah ini sama Pak Hari. Boleh saya melihat-lihat di dalam?

           Hazza datang, memandangi Hafa yang semakin murung.

HAFA

Silakan (sayup-sayup)

           Pak Yogi masuk ke rumah. Hazza mengangguk kecil karena ternyata Hafa merelakan hal itu.

HAZZA

Ya udah, Hafa. Aku bantu kumpulin barang-barang mama dan papa kamu dan barang-barang penting lainnya ya. Terus aku antar kamu ke stasiun.

HAFA

Antar?

HAZZA

Ya… Hidup masing-masing, kan? (Tersenyum lemah)

HAFA

(Memandang Hazza dan menggeleng) Kedua kalinya gue sesali ucapan gue. But, whoever you are, stay with me.

ACT 7

1 BUS KOTA - PAGI

Hafa dan Hazza kembali ke kota tempat mereka kuliah. Karena motor yang bermasalah, Hafa dan Hazza ke kampus jalan kaki keluar lorong lalu naik bus. Hafa duduk sedangkan Hazza kehabisan kursi sehingga harus berdiri. Hafa dan Hazza terus memperhatikan dua  orang paruh baya berpakaian sederhana, laki-laki yang duduk bersebelahan dengan wanita yang tidur bersandar dan sering terpentok di jendela bus. Lelaki itu terus melihati wanita disampingnya lalu menarik kepala wanita itu dan menyandarkannya di bahunya. Wanita itu bangun dan marah.

WANITA PARUH BAYA

Siapa sih, ganggu banget!!

Itu terjadi 2 kali. Lelaki itu tampak meminta maaf namun dengan suara tak jelas karena ternyata ia bisu. Tiba di halte kampus, Hafa dan Hazza bergegas turun dari pintu bis berbeda, depan dan belakang. Namun mereka berpikir sejenak dan akhirnya tidak jadi turun. Mereka kembali duduk di kuris yang berjauhan dan tanpa saling tau kalau mereka sama-sama masih di bus.

Bus kembali berhenti. Lelaki itu ingin membantu membawakan tas besar namun wanita itu namun kembali marah-marah tak butuh dibantu oleh orang asing. Hafa khawatir wanita itu diganggu, sedang hazza kasihan dengan lelaki yang berniat menolong itu.

Mereka menunggu angkot. Hafa dan Hazza ikut menunggu, berdiri diam-diam memperhatikan lelaki dan wanita itu. Si lelaki pergi sejenak membeli 2 botol air mineral dengan mengambil langsung dari kulkas warung. Hazza mengikuti.

PEMILIK WARUNG

Heh kamu mau mencuri ya!

HAZZA

Maaf Bu, bukannya orang-orang juga biasanya begitu ya?

PEMILIK WARUNG

Penampilannya mencurigakan. Bajunya juga lusuh. Pasti ini orang nggak bener.

Lelaki itu menunjukkan kalau dirinya bisu dan segera membayar.

HAZZA

Pak, biar saya yang bayarin.

           Lelaki itu tersenyum dan berterima kasih. Mereka kembali ke halte menunggu angkot. Hafa terkejut melihat Hazza dan berjalan mendekatinya lalu mengobrol dengan suara kecil.

HAFA

Gue pikir lo tadi ke kampus?

Hazza langsung menggantung sweater pink di punggung Hafa sehingga menutup lengan dan leher Hafa yang terbuka. Hafa risih.

HAZZA

Gue pikir lo anak ambis yang nggak bakal ninggalin kuliah satu detik pun.

HAFA

Gue mau mastiin aja ibu-ibu itu nggak diganggu.

HAZZA

Bukannya justru kasian sama bapaknya ya, dikasarin gitu sama orang yang kemungkinan istrinya.

HAFA

(Tersenyum kecut) Kemungkinan aja, kan? Kepastiannya adalah ibu-ibu itu nggak kenal bapak-bapak itu. Sama kayak gue nggak kenal sama lo.

HAZZA

(Tersenyum) Tapi lo yang butuhin gue kan?

HAFA

(Kesal) Butuh… dikit… tapi nggak minta diganggu. Intinya gue nggak mau ibu-ibu ngalamin yang gue alami. Dan gue mau mastiin dia sampai di tujuan dengan selamat.

           Perjalanan dengan angkot dimulai. Hafa dan Hazza naik di angkot yang sama dengan mereka. Tiba di sebuah gang, wanita dan lelaki paruh baya itu turun bersama dengan Hafa dan Hazza mengikut diam-diam di belakang. Tiba di satu rumah, ternyata lelaki dan wanita itu disambut 4 orang anak dan 1 orang tua dengan sangat suka cita.

HAZZA

Bener, kan? Mereka pasangan suami istri. Pasti keluarga yang harmonis. Liat deh anak-anaknya. Rame dan ceria melihat orang tuanya bahkan meskipun hidupnya sederhana dan kedua orangtuanya tidak sempurna. Liat nenek tadi. Mereka begitu hangat dengan kedatangan anak dan menantunya dari tempat yang jauh meski yang mereka bawa hanya pakaian dan raga mereka, tanpa oleh-oleh. Cuma air mineral.

Hafa diam, merasa kalah argumennya. Hazza mulai bicara dengan mata yang terus melihat rumah kecil itu.

HAZZA

Kok diem? Biasanya lo paling jago argumen, mantan ketua speech club (ngecengin) Lo bahkan bikin skak mat senior yang ngomelin gue. Oiya makasih (menatap Hafa) Gue orangnya nggak percaya diri tapi hari itu lo menginspirasi gue jadi lebih berani. Itu juga bagian dari aksi pertolongan oleh sang pemerhati sosial kayak lo.  Makasih.

HAFA

(Canggung) Bully aja gue terus. Sombong banget.

HAZZA

Gue kapan ngebully? Gue muji lo.

HAFA

Lo udah berkali-kali buat gue malu, Za. Malu sama lo dan diri gue sendiri. Dan itu yang paling gue nggak suka dari orang tak dikenal kayak lo!

HAZZA

Dalam diri gue cuma ada chip, nggak ada perasaan sombong apalagi keinginan untuk ngerugiin orang lain. Dan gue nggak tau ngebully, yang gue tau cuma mengikuti perintah dan instruksi. That`s me… kalau lo mau tau siapa gue.

HAFA

(Pura-pura cuek) Huft, jam kuliah udah habis. Hari ini juga cuma ada satu matkul. Balik, deh.

CUT TO:

Mereka pulang dengan bis lagi. Hazza duluan duduk, hafa masih dengan gengsinya, tidak ingin di samping Hazza. Namun setelah itu ia berniat untuk duduk di sampingnya namun didahului seorang ibu. Hafa mencari kursi lain ternyata sudah penuh, terpaksa ia berdiri dan berpegangan pada hand grip di atas kepalanya. Hazza meminta menggantikan posisi Hafa. Hafa duduk dan disampingnya ada Hazza yang berdiri. Copot pegangan itu, hazza yang jarang berekspresi malah benar-benar kaget dan Hafa tertawa. Hazza menegakkan tubuh sok cool. Hafa menawarkan sling totebagnya secara tidak langsung. Hazza memegangnya, Hafa memeluk erat totebagnya. Dengan begitu hazza bisa lebih aman berdirinya. Ibu-ibu di samping Hafa ikut tersenyum melihat mereka.

Jalan kaki lagi ke arah rumah. Hafa di depan Hazza. Sunyi. Hafa memelankan jarak sehingga lebih bersampingan dengan Hazza. Keduanya tersipu diam-diam. Hafa lalu singgah duduk di tepi jalan karena kelelahan. Tak lama Hafa mengangkat tangannya agar Hazza menarik dan membantunya berdiri. Mereka akhirnya berdiri berhadapan lalu memalingkan diri karena malu.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar