A MILLION WHO
1. #1

ACT 1

1 INT. SMA HAFA – DALAM KELAS – PAGI

Hafa berdiri di depan empat temannya, berbicara agak tegas intensif seperti sedang presentasi, sementara teman-temannya duduk agak malas.

HAFA

Gen istimewa! Gue baru aja nemu artikel rahasia tentang sebuah mafia penjualan gen istimewa. Standar istimewa yang mereka buat adalah bayi yang lahir dari laki-laki mapan dan kaya dengan wanita cerdas dan keturunan bangsawan. Mereka kemudian membesarkan banyak bayi dengan kualitas kehidupan dan pendidikan yang mahal. Terkesan baik, kan? Tapi saat mereka besar, yang cewek akan dijual ke laki-laki mapan dan kaya untuk kembali melahirkan bayi-bayi istimewa dan yang cowok akan jadi pengawal, budak, dan setelah jasa mereka dipakai, mereka kemudian dijual organ-organ tubuhnya.

TEMAN HAFA #1

Lo pasti baca artikel luar negeri lagi, kan?

HAFA

Absolutely! So scary, right? Yang lebih menyeramkan lagi, artikel itu udah hilang saat gue cari lagi dan ga ada lagi artikel serupa yang ngebahas itu.

TEMAN HAFA #1

Nggak usah ngurusin gituan lah. Palingan juga hoax, cuma cerita buatan atau apa gitu. Nggak ada urusannya juga sama kita.

TEMAN HAFA #2

Fa, kita udah kelas 12, udah deket ujian akhir, jangan nambah beban pikiran gue deh! Yang gue mau sekarang itu nikah!

HAFA

Berjuang dikit napa sih. Belajar, kuliah yang bener, jadi orang sukses. Nikah mulu pikirannya. Gue nggak pernah tuh mikirin itu sedikit pun. Jangan letoy deh.

2 INT. RUMAH HAFA – TERAS RUMAH – SIANG

Hari, kakak Hafa membawa koper dan ransel di bahunya menuju mobilnya.

HAFA

Kaaak! Kasi Hafa duit dulu dong sebelum pergi, tiket buat Hafa doain kakak di perjalanan kerja yang jauh dan lama itu.

HARI

Gue nggak perlu doa lo dan nggak usah minta duit karena lo bukan adek gue.

HAFA

(Cemberut) Mah, Kak Hari dari kecil ngomong itu mulu, Hafa beneran bukan anak kandung ya?

MAMA HAFA

Hari! Becanda mulu sama adeknya!

Pak Wayan memasuki gerbang rumah dengan membawa koper, kembali dari Kanada tiap 2 tahun sekali. Dia kali ini datang bersama seorang lelaki muda.

HAFA

(Girang, berlari memeluk papanya) Papa!!

HARI

(Berwajah datar dan cuek) Udah balik aja Pah, di saat Hari akan pergi menghadapi dunia luar seperti Papa.

PAK WAYAN

(Menepuk baju Hari) Semoga kamu sukses ya, Nak. Sebelumnya, kenalkan ini Hazza, salah satu anak yang diasuh di panti tempat Papa kerja dulu.

HARI

Tempat lo juga dulu kali, Fa. (Pergi)

Hafa kembali badmood. Mereka semua masuk ke rumah.

3 EXT. RUMAH HAFA – TERAS – PAGI

           Hafa mengikat rambutnya, menggulung lengan piama lalu melakukan senam kecil. Ketika ia sadar ada Hazza yang sedang mengelap motornya, Hafa kaget, reflek menutup leher belakangnya dengan kedua tangan lalu berteriak pada Hazza.

HAFA

Lo nggak liat kan tadi?!!

HAZZA

Liat apa? (Kebingungan)

HAFA

(Melepas ikat rambut dan gulungan lengan piama hingga leher dan lengannya tertutupi kembali) Bilang, lo nggak liat gue!!!

HAZZA

I—iya gue nggak liat apa-apa.

Hafa berwajah masam dan masuk ke rumah menuju papanya di meja makan.

HAFA

Pah, Hazza juga orang asing bukan, sih? Apa aku juga harus pake syal, jaket, hoodie, celana panjang kalau ada dia? Dia bakal tinggal berapa lama, sih, di sini?

PAK WAYAN

Dia  bukan orang asing, kok. Dan dia akan satu sekolah sama kamu, Hafa. Mulai senin nanti kalian akan ke sekolah sama-sama. Itu sebabnya Papa nyuruh dia bersihin motor.

Hafa terhenyak.

ACT 2

1 INT. SMA HAFA – LORONG SEKOLAH – PAGI

           Hafa dan Hazza akhirnya pulang pergi sekolah bersama namun mereka jarang bicara. Hazza pendiam dan Hafa cuek dan kurang suka dengan kehadiran Hazza. Hafa sangat ambis untuk menjadi murid terbaik hingga lulus. Beberapa bulan kemudian, papan informasi dikerumuni murid kelas 12 yang berlomba mencari nama mereka di daftar peraih nilai ujian akhir tertinggi. Hafa terdepan, tersenyum sumringah karena yakin namanya di nomor 1.

HAFA

(Keluar dari kerumunan siswa dengan pelan dan wajah murung)

TEMAN HAFA 1

Hafa!!! Gimana? Gimana? Lo rangking satu umum lagi dong?

TEMAN HAFA 2

Jelaslah. Habis ini hadiah dari sekolah bukan buku lagi. Beasiswa di luar negeri!

Tiga teman Hafa teriak girang. Sementara sorot mata Hafa sayu dan kesal. Pelan-pelan matanya mengarah ke depan, beberapa meter darinya duduk Hazza yang sedang membaca buku. Hazza sadar dan juga melihat Hafa dengan datar. Kenyataannya, nama Hafa di urut 2 dan Hazzalah di urut 1 yang berhak mendapat beasiswa ke luar negeri dari sekolahnya.

Ponsel Hafa dan Hazza berbunyi. Secara bersamaan Hafa dan Hazza membaca pesan di HP masing-masing dan terbelalak bersamaan.

2 INT. RUMAH SAKIT – RUANG RAWAT – PAGI

           Hazza duduk di kursi di samping kasur Pak Wayan yang sedang kritis. Sedang Hafa dan Mamanya berdiri di ambang pintu.

HAFA

Apa, Mah? Nikah?

MAMA HAFA

(Wajah pucat) Iya, Hafa. Papa ingin ada yang menjaga kamu.

HAFA

Ma, Papa hanya sakit. Sakit itu bisa disembuhin. Papa bakal bangun dan ngejaga…

Suara alat detak jantung berbunyi panjang. Pak Wayan meninggal.

HAFA

Papa!!!

3 EXT. RUMAH HAFA – HALAMAN RUMAH – PAGI (2 HARI KEMUDIAN)

           Hafa memeluk mamanya, mereka tampak bersedih. Sementara Hazza dibantu supir mobil memasukkan koper dan barang ke bagasi mobil sewa . Hafa dan Hazza kemudian berangkat dengan mobil itu, mama Hafa melihati mobil itu di depan rumah hingga tidak terlihat lagi.

HAFA (VO)

Jujur lo serakah banget. Baru dateng aja udah ngerebut posisi gue di sekolah. Kenapa lo nggak ambil beasiswa itu? Lo kan dapat juara 1.

HAZZA (VO)

 Bukan tujuan gue. Gue cuma mau jalanin yang papa minta aja. Lo sendiri kenapa? Kan masih bisa lo ambil.

HAFA (VO)

(Suara senyum menyeringai) Kalau gue pergi, lo bisa modalin diri lo ke Amerika buat jagain gue? (Menghembuskan napas) Nggak sih. Gue mau dapat beasiswa biar keliatan makin bergengsi aja. Dari dulu kan gue selalu rangking 1. Tapi yang beasiswa itu lebih tepatnya gue pengen bisa sering ketemu papa yang kerja di Kanada. Tapi dia udah nggak ada.

HAZZA (VO)

Terus kenapa lanjut kuliah di luar kota dan ninggalin nyokap lo.

HAFA (VO)

Lo pikir gue bahagia punya ikatan sama lo? Buat nutupin ini dari semua temen gue lah. Untung kampus di sana juga favorit gue. At least, gue nggak nyesel-nyesel amat pergi jauh. Gue pengen ngilang, ngehapus jejak di tempat yang lama. Menjadi orang baru di mana nggak ada yang mengenal gue.

ACT 3

1 INT. RUMAH NO 03–  TERAS  – SIANG

           Hafa memperlihatkan rumah tempat Hazza akan tinggal. Sedangkan Hafa masih akan melanjutkan perjalanan ke rumah yang lebih besar yang tidak jauh dari sana. Keduanya rumah peninggalan papanya.

HAFA

Lo akan tinggal di sini. Motor gue bakal dikirim ke sini jadi lo bisa pake. Kurang baik apa gue sama lo? Gue nggak peduli dengan status kita sekarang. Gue nggak mau serumah sama lo. Di luar, jangan bertindak kenal sama gue sampai lulus! Sampai kapan pun. Gue bakal tinggal di rumah yang agak gedean. No. 98 dari sini. Tapi jangan coba-coba ke sana kalau gue nggak minta. Galon, gas, at least bantu gue soal itu. Tapi untuk sekarang, gue cuma mau pesen makanan online jadi gue masih nggak butuh lo. Thanks me later.

           Hafa membuka map bening isi berkas mahasiswa barunya dan membaca data Hazza sejenak.

HAFA

Status “menikah”?! Gue udah bilang centang yang “lajang”, Za. Ngeyel banget sih.

HAZZA

Gue nggak mau boong, Fa.

HAFA

(Kesal) Untuk ini doang, Za. Serah lo deh. Yang penting jangan bawa-bawa gue kalau ditanya soal itu. Lo terlalu patuh sama perintah. Perintah papa, perintah biodata. Kaku banget sih hidup lo. Kayak nggak punya visi misi sendiri.

           Hafa ketus, segera memberikan berkas milik Hazza lalu pergi dengan mobil rentalnya.

2 INT. RUMAH HAFA – KAMAR – MALAM

           Hafa sedang tidur. Tiba-tiba terdengar suara barang yang bergerak dan langkah manusia. Hafa mulai ketakutan dan turun ke lantai untuk bersembunyi di balik kasur. Tangannya bergetar mencari ponselnya. Ia segera menelpon Hazza dengan berbisik.

HAFA

Zzza…. (Suara bergetar) Tolong, Za. Kayaknya ada pencuri deh. (Hafa makin ketakutan)

HAZZA

(Khawatir dan sigap mengambil laptopnya) Ada jendela di dekat kamu yang mengarah ke luar rumah?

HAFA

Ya.

HAZZA

Buka jendela itu dan lempar. Pelan-pelan tapi usahain sejauh mungkin.

HAFA

Lo gila?

           Hazza diam.

HAFA

Ok ok ok…

           Hafa sudah melempar HPnya ke luar. Hazza membunyikan suara sirine polisi dari laptopnya sangat keras bahkan disertai suara polisi itu sendiri seakan hampir tiba di rumah Hafa untuk mengepung pencuri. Pencurinya amatiran, langsung ketakutan dan kabur tanpa sadar kalau itu hanya suara dari ponsel.

           Hazza tidak mematikan bunyi dari laptopnya. Hazza tiba di rumah Hafa, dengan motor, mengambil dan mematikan ponsel Hafa, dan segera menemui Hafa masih meringkup di lantai. Hafa langsung mendekap lengan Hazza karena masih takut.

HAFA

Lo di sini aja, Za. Please.

HAZZA

Ada yang harus gue matiin, Fa.

3 INT. RUMAH HAZZA – RUANG TAMU – MALAM

           Klik. Hazza mengetik tombol pause laptopnya barulah suara sirine polisi itu mati. Di depan rumahnya sekitar 8 warga berdiri kesal dari tadi karena dibuat kaget dan kesal oleh suara yang keras itu. Hafa berdiri di belakang Hazza.

WARGA-WARGA

Gimana sih ini gangguin orang tidur. Bayi saya jadi nangis. Saya kira ada apa tadi. Bikin takut aja. Bikin kaget. Lama banget lagi. Suaranya gede banget loh. Ternyata buat ngeprank ya?

HAZZA

Maafin saya Pak, Bu.

           Para warga pergi dengan suara omelannya yang tidak berhenti.

HAFA

Za, please, be with me.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar