Daftar Bagian
1. Chapter 1
Bapakku, lebih suka main judi, jarang pulang malam dan lebih sering kelayapan di satu pertunjukan da
2. Chapter 2
"Dasar edan. Bapak ora nggenah. Ternyata selama ini kamu selingkuh to."
3. Chapter 3
Aku sebetulnya masih sedih dengan kematian simbokku. Secara tidak langsung sebenarnya penyebabnya ad
4. Chapter 4
Aku semakin terbiasa bangun pagi, berdoa dan mengucap syukur atas nafas yang masih diberikan. Gusti
5. Chapter 5
Dalam menggambar kamu sudah mulai tahu banyak hal, bukan hanya sekedar membuat coretan dan kemudian
6. Chapter 6
Dengan lunglai aku melangkah, bukan capek karena jalan kaki, tapi dongkol oleh kelakuan orang berser
7. Chapter 7
Ada perasaan gundah meninggalkan teman yang sudah seperti keluarga sendiri, terutama Pak Tedjo pak M
8. Chapter 8
Kadang, pula ia mesti sadar tingkah nyeleneh dan rada- rada gila sering aku lakukan, itu semata- mat
9. Chapter 9
Aku merasa berdosa dan bersalah. Berbulan- bulan aku merayunya, sampai suatu saat Tumirah sakit dan
10. Chapter 10
Bagi yang tidak tahu pasti menganggapku sebagai orang gila. Tapi bagiku tidak masalah disebut orang
11. Chapter 11
Aku terpuruk dan tidak bergairah berkarya. Tabungan yang dikumpulkan pelan - pelan dengan kerja kera
12. Chapter 12
Hari hariku semakin meyakinkan. Banyak ide yang datang dan membuat karya patung yang dihasilkan sang
13. Chapter 13
Aku mencoba mengingat - ingat siapakah orang tua itu. Rasanya dari sekilas wajahnya pernah melihatny
14. Chapter 14
"Maafkan aku nak, bapakmu memang tidak berguna, selalu menghambur- hamburkan uang dan habis di
15. Chapter 15
Kesibukan luar biasa Gentur itu membuat suatu ketika ambruk dan sakit. Ia mengalami sakit typus dan
16. Chapter 16
Sekarang di tengah sukses yang bisa kurengkuh. Selentingan kudengar ia selalu berkata jelek pada ora
2. Chapter 2

Lelakon yang sedih ternyata tidak berhenti, malah semakin hari rasanya semakin banyak ujian dan jalan terjal yang kulalui. Kehidupan rumah tangga simbok dan bapakku akhirnya benar- benar hancur. Bapakku memilih minggat. Ia pergi bersama Paimo makelar judi. Sebelum minggat bapakku sempat membuat simbokku syok.

“Sekarang sakkarepmu kalau mau ngomel, ngomel sendiri saja, aku mau pergi ke Wonosobo. Daripada mendengar omelan setiap hari, mendingan kelonan sama Surti, sing Ayu dan masih kinclong, daripada lihat mukamu yang cemberut.”

“Dasar edan. Bapak ora nggenah. Ternyata selama ini kamu selingkuh to.”

“Aku bosan denganmu, aku mau minggat.”

“Sana pergi, aku tidak mau melihat tampangmu lagi, wong lanang ra tanggung jawab babar blass!”

“Sakkarepmu?”

Simbok, spontan mengambil sapu lidi dan memukulkannya ke tubuh Bapak. Spontan Bapak menangkis, dan merebut sapi dari tangan simbok, Simbok yang kurus, ceking langsung jatuh ketika sentakan sapu yang direbut bapak, akhirnya membuat pegangan terlepas. Simbokku terhempas dan kepalanya membentur gagang pintu yang terbuat dari besi.

Darah mengalir dari dahinya, dan aku sontak menyerbu ke Bapak merebut kembali sapu dari tangannya. Namun apa daya karena masih kecil maka aku akhirnya terhempas juga. Aku dan Parti adikku hanya bisa menangis. Aku memeluk simbok yang mukanya bersimbah darah.

Bapakku yang mengetahui simbok berdarah langsung kabur dan tidak pernah kembali lagi.Sebisaku aku mencari dedaunan yang bisa menghentikan perdarahan di pelipis simbok. Tapi darah yang keluar terlalu banyak membuat simbok pingsan tidak sadarkan diri. Aku bingung, dan hanya bisa berteriak meminta bantuan tetangga.

Beberapa tetangga datang dan segera membawa simbok pada dukun terdekat. Malang ketika sampai ke dukun ternyata nyawa Simbok tidak tertolong lagi. Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir dipangkuanku.

Sebelum pingsan simbokku sempat berpesan, agar aku ikut tinggal di rumah Simbah. Masku sendiri sudah beberapa lama tinggal bersama Pak Likku di dusun sebelah. Aku hanya berdua dengan adikku Parti yang masih berumur sekitar 4 tahun.

Semakin terjal rasanya jalan harus kutempuh. Ditinggal minggat bapak dan harus kehilangan simbok yang kusayangi. Kenapa hidup seperti tidak adil, ada yang bisa senang – senang mempunyai kendaraan, punya rumah besar, punya kehidupan keluarga yang harmonis,tapi aku aku menjalani hidup dengan keadaan rumah yang berantakan. Hidup miskin. Syukurnya aku dan Parti masih beruntung punya Simbah yang sayang pada cucunya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar