Sampai Nanti, Sampai Kita Bertemu Kembali
Daftar Bagian
1. #1 Di Antara Dua Ego
Setelah delapan tahun tragedi yang memisahkan mereka, Rano dan Gilang masih larut dalam ego masing-m
2. #2 Kembali Pulang
Setelah melalui pergulatan batin, Gilang akhirnya memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang ia d
3. #3 Saat Dua Ego Dipertemukan Kembali
Setelah delapan tahun, Rano dan Gilang akhirnya bertemu kembali. Namun, kondisi Rano sama sekali tid
4. #4 Permintaan Terakhir
Permintaan Rano untuk bertemu sahabatnya yang bernama Bujang menimbulkan perdebatan yang akhirnya se
5. #5 The Journey Begins
Perjalanan dimulai. Rano terlihat agresif, sebab banyak sekali hal yang ingin ia tahu dari Gilang. D
6. #6 Soal Asmara
Tingkah kekanak-kanakan Rano membuat Gilang semakin risih, apalgi sampai mencampuri asmaranya yang s
7. #7 Memberkahi Sepasang Cinta dan Seonggok Janin
Sambil menunggu Gilang mencari bantuan montir, Rano ikut serta rombongan hippie yang kebetulan sedan
8. #8 Rekonsiliasi
Hati Gilang akhirnya tergerak untuk mengungkapkan penyesalannya atas keegoisannya . Melalui percakap
9. #9 Soal Persahabatan
Membaiknya hubungan Rano dan Gilang, ternyata mampu membantunya untuk memperbaiki hubungan lain yang
10. #10 Yang Dicari Telah Pergi
Rano dilarikan ke rumah sakit setelah mendengar kabar bahwa Bujang yang selama ini ia cari telah men
11. #11 Kunci Duplikat
Melihat kondisi Rano, ketakutan serta penyesalan di dalam dirinya muncul semakin besar. Namun, kehad
12. #12 Rumah di Depan VILLA INDAH
Di perjalanan pulang, Rano dan Gilang menginap di sebuah vila bernama Villa Indah. Pagi hari menjela
13. #13 SAMPAI NANTI, SAMPAI KITA BERTEMU KEMBALI
Setelah kepergian Rano, Gilang kembali ke Jakarta. Diiringi Voice Over dari sepucuk surat yang ditin
8. #8 Rekonsiliasi

1.     EXT. PUNCAK ULU KASOK

Gilang datang di saat yang sama ketika Julia, Olaf, Nadine, dan Dewa hendak pulang.

DEWA

Sampai jumpa di Bali, Rano!

Gilang dan Julia berpapasan. Gilang tersenyum canggung, Julia membalas senyum Gilang dengan sebuah kedipan.

Gilang terperangah.

Gilang menghampiri ayahnya, lalu duduk di sebelah Rano menyaksikan pemandangan panorama Ulu Kasok.

Sejenak, mereka larut dalam suasana.

RANO

Ayah ingat, dulu, waktu masih muda, ayah dan Bujang sempat menginjakkan kaki di danau itu.

Danau itu bekas kampung. Kampung kecil dengan penduduknya yang hidup sederhana.

Lalu, tahun 1991, mereka direlokasikan ke desa tetangga,

karena akan dilaksanakannya proyek PLTA sebagai sumber listrik Koto Panjang.

Perlahan kampung itu mulai tenggelam bersama bukit-bukit di sekitarnya.

Kecuali bukit-bukit yang kita lihat seperti pulau sekarang ini.

GILANG

Kenapa dulu setiap ke Dumai, Duri atau Pekanbaru,

ayah nggak pernah ngajak Gilang ke sini?

RANO

Ayah juga nggak tahu kalau tempat ini akan menjadi kawasan wisata.

Ayah mulai tahunya pas lagi nonton TV, kebetulan mereka meliput tempat ini.

Waktu itu ayah baru sadar kalau pemandangan di bawah itu adalah

desa yang pernah ayah kunjungi sama Bujang semasa muda dulu.

GILANG

Berarti dulu kalau dilihat dari sini, panorama danau itu

kelihatan kayak panorama biasa dong, Yah?

RANO

Yap. Cuma perbukitan di tengah-tengah desa, tapi tetap indah.

Lagi pula, bukit tempat kita duduk ini dulunya cuma bukit biasa yang tidak terjamah.

Zaman itu objek wisata kan bisa dihitung,

sekarang aja karena media sosial, semua tempat dijadiin objek wisata.

GILANG

(tertawa tipis)

Iya sih. Asal ada warna hijau dan aliran air aja, udah,

FIX! Kalau mau masuk bayar.

RANO

Tapi di Jakarta nggak ada yang kayak gini, Lang?

GILANG

Nggak ada yang alami, Yah. Kalau mau refreshing yang alam-alam,

biasanya weekend ke luar kota dulu,

yang paling dekat biasanya Bogor atau Bandung.

Rano tertawa.

RANO

Untung ada pelariannya, ya. Kalau nggak, nggak kebayang kamu bakal kayak gimana.

Sekarang aja, kakunya udah minta ampun, kalau nggak,

mungkin pulang-pulang kamu udah jadi robot.

Keduanya tertawa.

Sejenak, mereka larut dalam diam seraya menikmati alam.

Tidak lama setelah itu, Gilang membuka percakapan serius...

GILANG

Yah, maafin Gilang.

Gilang nggak maksud untuk nggak pulang ngunjungin ayah.

Rano melirik kaget. Tidak menyangka bahwa Gilang akan membahas persoalan itu.

GILANG (CONT’D)

Gilang nggak pernah lupa sama ayah.

Dari awal Gilang nginjakin kaki di Jakarta, batin Gilang bergejolak untuk balik.

Gilang nggak tega ninggalin ayah sendirian di rumah. Tapi, tekad Gilang kuat, Yah.

Gilang ingin menggapai cita-cita Gilang agar keadaan kita bisa kembali seperti semula.

Agar ayah nggak mabuk-mabukan lagi.

Tapi, Gilang sadar, kesuksesan telah membuat Gilang

lupa dengan tujuan awal Gilang ke Jakarta.

Setiap kali Gilang berencana untuk pulang,

kejadian malam itu selalu muncul di pikiran Gilang.

Rano mengangguk-angguk.

RANO

Setelah kepergian kamu, ayah sadar bahwa

apa yang terjadi malam itu murni kesalahan ayah.

Lebih satu tahun ayah mengabaikan kamu,

sebab pikiran ayah terasa sangat buntu yang membuat ayah lari ke minuman keras.

Setiap hari ayah mabuk-mabukan, rumah nggak jelas,

bahkan uang untuk jajan sehari-hari aja habis ayah gunakan untuk beli minum.

Alhasil kamu terlantar. Untung kamu udah tamat SMA.

Ayah menyesal. Ayah terlalu egois.

Gilang mendengarkan Rano dengan cermat.

RANO (CONT’D)

Bukan harta yang menjadi persoalan,

tapi kehilangan kepercayaan dari orang-orang terdekat ayah, apalagi Bujang.

Ayah merasa tidak mempunyai siapa-siapa lagi,

sehingga ayah lupa bahwa ayah mempunyai kamu.

Dan, malam itu permintaan kamu untuk bertemu ibumu mengundang amarah ayah.

Satu hal yang ayah paling takutkan ialah kehilangan kamu.

Dan satu-satunya orang yang akan bisa mengambil kamu dari ayah ialah ibumu.

Malam itu, ayah pikir kamu akan mencari ibumu dan akan meninggalkan ayah.

Kebetulan juga waktu itu kamu mengungkapkan keinginan kamu untuk kuliah.

Mungkin ibu kamu bisa menguliahkan kamu.

Pikiran ayah yang kalut membuat ayah berkata yang tidak-tidak kepada kamu,

sampai kamu marah dan pergi dari rumah.

Terlihat penyesalan dari wajah Gilang.

RANO (CONT’D)

Namun, ternyata setelah beberapa tahun setelah itu ayah dapat kabar dari Ria

bahwa nama kamu nongol di sinetron baru sebagai seorang penulis.

Ayah bangga. Kamu bisa menggapai cita-cita kamu dengan kerja keras kamu sendiri.

Semenjak saat itu ayah nggak mau ketinggalan nonton karya-karya kamu.

GILANG

Tapi kenapa ayah nggak pernah menghubungi Gilang

dan meminta Gilang untuk pulang?

Rano menyentuh bahu Gilang.

RANO

Kamu ingat, sewaktu kecil ayah selalu berkata kepada kamu:

Ayah tidak akan pernah memaksakan kamu untuk melakukan apapun.

Asalkan itu membuat kamu bahagia, lakukanlah.

Itu sebabnya, ayah tidak pernah menghubungi kamu, meminta kamu untuk pulang,

sebab ayah yakin suatu saat kamu akan merindukan ayah

dan pulang tanpa ayah undang. Selama delapan tahun kamu pergi,

ayah anggap kamu cuma lagi main di rumah teman kamu,

dan ketika waktunya kamu lelah, kamu akan pulang dengan sendirinya.

Gilang semakin bersalah karena telah mementingkan egonya dan berpikir yang buruk mengenai ayahnya.

GILANG

Malam itu, kekecewaan Gilang memang sangat besar sama ayah,

karena sosok panutan Gilang telah hilang,

telah berganti menjadi seorang pemabuk yang

mengabaikan Gilang dalam waktu yang cukup lama.

Gilang sadar memang Gilang telah menghukum ayah terlalu besar

untuk kesalahan tersebut. Dan Gilang nggak pungkiri juga

karena Gilang telah lalai dengan kesuksesan dan kehidupan Gilang di Jakarta.

Rano tersenyum. Dipijatnya bahu Gilang, lalu diusap rambut Gilang.

GILANG (CONT’D)

Selama bertahun-tahun, Gilang terlalu egois untuk bisa menepikan amarah Gilang.

Untuk bisa menelaah apalagi mengerti ayah.

(beat)

Maafkan Gilang Yah.

RANO

Tidak ada yang harus dimaafkan antara ayah dan anak.

Kesedihan, pengorbanan, dan kekecewaan adalah hal biasa dalam hubungan apapun,

karena kita merasakan semuanya atas dasar kasih sayang.

Sekarang, yang harus kita lakukan adalah

memperbaiki semuanya agar lebih baik di kemudian hari.

Gilang tersenyum, senyumnya pahit, mengingat tidak banyak waktu yang akan bisa ia habiskan dengan ayahnya. Air matanya menetes. Rano melihatnya, namun ia tidak ingin larut dalam kesedihan.

RANO (CONT’D)

Ayolah, nanti kita kemalaman sampe Duri.

Rano berdiri, Gilang berdiri.

RANO (CONT’D)

Oh ya, kita foto dulu lah.

Gilang meminta tolong kepada seorang pengunjung untuk memotretnya dan Rano. Rano segera meraih tubuh anaknya, dirangkulnya, lalu ia tersenyum, terlihat air matanya berlinang. KLIK!

DISSOLVE TO:

2.     EXT. JALANAN KOTA PEKANBARU – SENJA

Mobil memasuki kota. Jalanan mulai ramai. Terdengar suara mesin serta klakson mobil dan sepeda motor di mana-mana. Belum lagi suara live music dari kafe-kafe yang mereka lewati.

3.     INT./EXT. MOBIL – JALANAN KOTA PEKANBARU – SENJA

Suasana perkotaan membuat Rano merasa bosan. Keningnya mengerut melihat keramaian dan kebisingan. Ia terpikir akan sesuatu.

RANO

Pinjam HP kamu dong.

GILANG

(curiga) buat apa?

RANO

Mau lihat foto tadi, sekalian mau ngirimin ke Ria, biar dia ngiri.

Gilang tertawa geli. Ia merogoh saku mengambil HP.

GILANG

Ada-ada aja. Awas loh kalau macem-macem.

RANO

Tenang aja.

Rano meraih HP dari tangan Gilang. Ia lalu mengotak-atik HP. Tidak lama setelah itu, dikembalikannya kepada Gilang. Sebelum memasukkannya kembali ke dalam saku, Gilang menerima pesan dari Laras. Gilang mengernyit. Dibukannya chat room. Lalu diliriknya Rano dengan tatapan datar. Rano pura-pura tidak tahu.

GILANG

(antara marah dan terhibur) Yah...!!!

RANO

(pura-pura tidak bersalah) Hm...?

Gilang menghela napas. Ia tertawa. Rano tersenyum.

DISSOLVE TO

4.     EXT. JALANAN KOTA DURI - MALAM

Mobil melewati jalan kota Duri. Jalanan tidak terlalu ramai. Hanya beberapa mobil dan motor yang terlihat melintas.

CUT TO:

5.     INT. /EXT. MOBIL - JALANAN KOTA DURI - MALAM

Dari dalam mobil, terlihat keramaian pasar malam dengan warna-warni lampu dan berbagai wahana. Gilang teringat di saat ia kecil, pasar malam merupakan salah satu hiburan favoritnya. Gilang melirik Rano.

GILANG

(bermaksud mengajak) Pasar malam, Yah.

Rano menoleh. Ia tersenyum mengiyakan.

6.     EXT. PASAR MALAM – MALAM

Suasana di pasar malam sangat ramai dan bising. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa hadir untuk hiburan mereka yang diadakan Cuma sebulan dalam setahun, kadang ada yang cuma seminggu.

Gilang dan Rano terlihat sedang bermain lempar gelang. Sudah lemparan kesekian, Gilang masih belum berhasil juga melempar gelang ke dalam tabung. Rano tertawa cekikikan melihat kekesalan Gilang terhadap kekalahan dirinya sendiri. Hingga Gilang kehabisan gelang pun, tak satu pun yang berhasil ia masukkan.

Giliran Rano.

RANO

Lihat nih yang jago. Kamu tuh...

(memasang kuda-kuda seperti pemain profesional)

harus fokus, jangan asal lempar.

Sama kayak main basket, kamu harus tahu jarak,

massa bola, dan luas lingkar ring-nya.

GILANG

Ah, ayah banyak omong. Lempar aja buruan.

Sedetik kemudian, Rano melemparnya. Ia berhasil. Gilang kaget sekaligus takjub. Rano mendapatkan sebungkus rokok dari penjaganya. Rano tertawa puas. Gilang mengambil sebungkus rokok tersebut, lalu mengembalikannya kepada penjaga.

GILANG (CONT’D)

Hm... Bang, ganti sama boneka yang gede itu aja boleh, nggak?

RANO

Loh... jangan, Bang!

Si Penjaganya pun tersenyum. Ia memberikan boneka beruang besar kepada Rano.

INTERCUT:

Gilang dan Rano naik komidi putar. Rano memangku boneka beruang. Gilang terlihat sangat terhibur, apalagi melihat kekesalan ayahnya akibat boneka.

INTERCUT:.

Gilang dan Rano berjalan sambil memakan kembang gula. Terjadi percakapan. Rano masih menenteng boneka beruang, beberapa orang yang berpapasan menertawainya. Wajah Rano semakin terlihat kesal.

GILANG

Ayah kenapa nggak pernah nikah lagi, Yah?

Rano terdiam sesaat. Ia lalu mencoba mencari jawaban.

RANO

Hm—

GILANG

(memotong)

Karena ayah masih cinta sama ibu?

RANO

Ah, sudahlah. Kamu jangan sok tahu.

GILANG

Memang ayah udah nggak cinta lagi sama ibu?

Rano terdiam. Ia melihat arena Roda Maut. Seketika ia menemukan cara untuk mengalihkan pembicaraan itu.

RANO

Eh, roda maut! (bermaksud mengajak)

Gilang mendengus. Dengan malas, ia mengikuti ajakan Rano.

INTERCUT:

Gilang dan Rano menyaksikan pertunjukan roda maut. Sambil memeluk boneka beruang, Rano bersemangat sembari menyoraki para pemain. Gilang memperhatikan ayahnya dengan tatapan datar. Dalam pikirannya, ia masih menerka-nerka jawaban dari pertanyaannya tadi.

INTERCUT

Gilang dan Rano sedang menikmati makan malam di salah satu warung lesehan di pasar malam. Suasana di sana terasa lebih tenang, karena letaknya cukup jauh dari wahana-wahana.

GILANG

Yah...

RANO

Hm...?

Rano melirik. Didapatinya Gilang tengah menatapnya dengan tatapan yang tajam.

RANO (CONT’D)

Oh, ayolah. Jangan bahas soal itu lagi.

Gilang tersenyum. Sadar bahwa ia tidak ingin merusak momen, Gilang mencoba mencairkan suasana.

Tidak lama setelah itu, Gilang pun mencoba mengalihkan percakapan.

GILANG

Yah...

Rano menoleh. Wajahnya kesal. Gilang tertawa.

GILANG (CONT’D)

Apaan sih, Yah!?

Orang nggak mau bahas itu juga.

RANO

Terus kamu mau nanya apa?

Gilang tertawa. Rano heran. Gilang mulai berbicara sambil berusaha mengontrol tawanya.

GILANG

Aku pikir... ayah nggak suka nonton sinetron.

Gilang tertawa lagi. Rano terdiam. Mulutnya berhenti mengunyah. Gilang tidak berhenti tertawa. Hal itu semakin membuat Rano merasa kesal.

GILANG (CONT’D)

Dulu aja katanya sinetron itu nggak mendidik.

Sinetron itu cuma mengajarkan kebodohan...

Gambar menjauh. Suara percakapan semakin lama terdengar semakin memudar.

DISSOLVE TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar