Pusara Perahu
Daftar Bagian
1. Bagian I (Scene 1-5)
Kematian abangnya, Karsa, justru membuat Kadet memiliki kuasa akan sesuatu yang besar.
2. Bagian II (Scene 6-12)
Kadet menyadari kuasa istimewa yang ia miliki. Masih diliputi ragu, Kadet mencoba menggunakan kekuat
3. Bagian III (Scene 13-16)
Kematian kekasih Iwan, sahabat Kadet, membuat lelaki itu diselimuti awan kelabu.
4. Bagian IV (Scene 17-20)
Luka Iwan akibat kematian Siska mencetuskan perkara baru antara dirinya dengan dunia sekitar
5. Bagian V (Scene 21-23)
Seiring waktu, luka Iwan mulai meregangkan persahabatannya dengan Kadet
6. Bagian VI (Scene 24-27)
Demi menuntaskan dahaga dendam Iwan, Kadet dihadapkan kembali pada masa lalunya.
7. Bagian VII (Scene 28-35)
Usai perdebatan yang seperti tak kenal ujung, Kadet akhirnya setuju untuk membantu Iwan melenyapkan
8. Bagian VIII (Scene 36-42)
Begitu perahu kertas dilayarkan, gerbang relasi antara Kadet dan Ressa perlahan terbuka.
9. Bagian IX (Scene 43-50)
Hubungan Ressa dan Kadet kian lekat seiring bergulirnya hari. Lambat laun, mereka mulai saling membu
10. Bagian X (Scene 51-61)
Garis batas antara rasa bersalah dan rasa sayang nyatanya tak lebih dari sehelai rambut.
11. Bagian XI (Scene 62-67)
Kedekatan Kadet dan Ressa akhirnya terendus Iwan.
12. Bagian XII (Scene 68-80)
Hubungan Kadet dengan Ressa merenggang. Begitu pula hubungannya dengan Iwan.
13. Bagian XIII (Scene 81-90)
Kadet kembali ke Alas Mandeg tanpa tahu apa yang akan ia hadapi.
14. Bagian XIV (Scene 91-100)
Ressa dan Iwan menyusul Kadet ke Alas Mandeg dengan niat berbeda.
15. Bagian XV (Scene 101-106)
Ada harga untuk setiap sesuatu.
16. Bagian XVI (Scene 107-111)
Tatkala tujuan semakin dekat, masa lalu membuat Kadet sadar siapa dirinya.
17. Bagian XVII (Scene 112-115)
Di penghujung aliran sungai, janji-janji terbayar lunas.
18. Bagian XVIII (Scene 116-117)
Pengorbanan adalah wujud terkuat dari kasih sayang.
11. Bagian XI (Scene 62-67)

62 EXT. KAMPUS KADET - DEPAN GEDUNG PERKULIAHAN - MOMENTS LATER

Banyak orang sudah berkerumun di depan gedung perkuliahan, menanti para peserta sidang kenalan mereka melangkah keluar. Kemudian ketika empat mahasiswa berjas biru muncul, rangkaian tepuk tangan mulai hadir dan saling menular.

Kadet mendapat beberapa bingkisan makanan dari teman-teman sekelasnya. Namun kepala laki-laki itu menoleh ke sana-kemari, seperti mencari sesuatu.

Usai tak ada yang memperhatikan lagi, Kadet berjalan menjauhi kerumunan, mencari tempat sepi, kemudian menelepon Ressa.

INTERCUT - PHONE CONVERSATION

KADET

Kamu jadi ke sini?

Ressa di depan kampus Kadet.

RESSA

Aku udah di depan kampus kamu. Langsung masuk aja?

KADET

Boleh. Aku yang lagi duduk di bangku taman depan. Bawa-bawa jajanan kayak bocah baru pulang dari ulang tahun.

RESSA

(tertawa)

Iya, iya. Aku ke sana.

CUT TO:

63 INT. GEDUNG PERKULIAHAN - RUANG KELAS - SAME TIME

Iwan duduk gelisah di kursi paling belakang, menunggu dosen yang belum datang. Sepatunya mengetuk-ngetuk lantai sementara sedari tadi ia tak berhenti mengigiti tutup pulpen.

Setelah beberapa saat, ia kemudian beranjak, memanggul tas selempang di satu bahu, lantas mendekati salah satu teman kelasnya.

IWAN

Bro, gue titip absen, ya.

TEMAN KELAS

Ke mana lu?

IWAN

Cabut dulu. Ada urusan penting.

(menepuk bahu temannya)

Thanks, Bro.

Iwan bergegas melangkah keluar.

CUT TO:

64 INT. KAMPUS KADET - KANTIN - MOMENTS LATER

Iwan melangkah masuk ke kantin yang ramai. Setelah menyapa sana-sini, ia kemudian menghampiri salah satu kios makanan.

IWAN

Bang, ngutang kopi botolan, dong.

PEDAGANG

Yang kemarin mau dibayar kapan? Keburu mati lu-nya.

IWAN

Santai, Bang. Nanti duit turun juga gue lunasin. Buruan mana.

Dengan raut muka kesal, pedagang itu menyerahkan sebotol kopi ukuran setengah liter pada Iwan.

IWAN (CONT’D)

Punya pita, nggak, Bang?

PEDAGANG

Pita apaan?

IWAN

Yang biasa buat kado-kado. Kalau kagak ada minjem spidol, deh.

Masih dengan raut kesal, pedagang itu menyerahkan sebatang spidol biru pada Iwan.

PEDAGANG

Udah ngutang, ngerepotin lagi.

Iwan tak menggubris. Menggunakan spidol itu, ia menuliskan S.E. pada botol plastik kopi.

IWAN

(menyerahkan kembali spidol)

Makasih, Bang.

Iwan kemudian pergi.

CUT TO:

65 EXT. KAMPUS KADET - BAGIAN DEPAN - SAME TIME

Kadet berdiri di depan tulisan nama kampusnya sembari memegang buket bunga. Selembar selempang bertuliskan Kadet Wiranata, S.E. Melintang dari pundak kanan hingga ke pinggang kiri. 

RESSA

(memotret Kadet dengan ponsel)

Satu ... dua ... tiga.

Senyum, dong, Det.

Kadet berusaha tersenyum. Namun ia terlihat kaku dan letih.

IWAN (O.C.)

KADET!!

Ressa menoleh, mendapati Iwan sedang berjalan ke arah mereka dengan air muka gusar. Perempuan itu menelan ludah, ketakutan tampak menghiasi raut mukanya.

KADET

Wan? Lu bukannya ada kelas?

IWAN

(berjalan cepat ke arah Ressa)

Ngapain dia di sini?!

Kadet cepat-cepat bergerak, menempatkan dirinya antara Iwan dan Ressa.

KADET

Wan, tenang dulu.

IWAN

(mendorong Kadet)

NGAPAIN DIA DI SINI?!

KADET

(berusaha menahan tangan Iwan)

Wan, denger dulu.

IWAN

(berusaha menerjang Ressa, namun dihalangi Kadet)

PEREMPUAN SETAN! PEMBUNUH! PEMBUNUH!!

Teriakan Iwan mengundang perhatian mahasiswa lain yang kebetulan lewat. Namun tampaknya ia sama sekali tidak peduli.

Di belakang punggung Kadet, Ressa tampak ketakutan. Air mata bercucuran membasahi kedua bilah pipi.

IWAN (CONT’D)

(masih terus menerjang)

DASAR CEWEK PEMBUNUH SIALAN!

KADET

(membentak)

WAN!

Iwan kontan terdiam. Pandangan marahnya tertuju pada Kadet seorang.

KADET (CONT’D)

Dengerin gue dulu!

Iwan, dengan muka masih dilanda gusar, mengalihkan pandangan dari Kadet ke Ressa secara bergantian.

KADET (CONT’D)

Gue yang minta dia ke sini.

IWAN

Lu yang minta?

Kadet berbalik pada Ressa.

KADET

Kamu mending pulang dulu, ya.

Masih berurai air mata, Ressa mengangguk dan berjalan pergi.

CUT TO:

66 INT. KAMPUS KADET - KANTIN - MOMENTS LATER

Iwan dan Kadet duduk di meja nomor 9. Botol kopi yang tadi dibawa Iwan, kini sudah tertuang ke dalam dua cangkir sama besar. Selempang, bunga, serta bingkisan makanan Kadet menumpuk di sisi meja.

IWAN

Bisa-bisanya lu nyuruh cewek itu dateng ke sini.

KADET

Wan, si Ressa itu--

IWAN

Gue nggak mau denger namanya.

KADET

(menghela napas)

Dia itu udah bantuin skripsi gue. Dan gue ngerasa nggak enak aja. Makanya gue kepikiran buat nemenin dia sebelum ...

Iwan meraih cangkir kopi, mengenggak separuh isinya, kemudian menaruhnya kembali separuh membanting. 

IWAN

Kenapa lu nggak cerita ke gue dari awal?

KADET

Ngelihat kelakuan lu barusan, lu masih nanya kenapa?

Iwan tak menjawab. Direnggutnya kembali cangkir kopi dengan dada masih turun-naik dalam ritme tak beraturan. Ia tampak masih berusaha menenangkan diri.

KADET (CONT’D)

Gue udah turutin kemauan lu. Dan sekarang gue cuma mau balas budi sama dia, Wan.

IWAN

Dua puluh enam hari lagi.

KADET

(menghela napas)

Dua puluh enam hari.

CUT TO:

67 EXT. RUMAH RESSA - DEPAN PAGAR - NIGHT

Kadet duduk di atas motornya yang terparkir di depan rumah Ressa. Angin berembus sejuk dan jalanan masih tampak becek bekas hujan sore tadi. Kadet merapatkan jas almamater. Pandangannya tak beranjak dari pekarangan rumah Ressa.

Tak berselang lama, Ressa muncul dari balik pintu rumah, terbungkus piyama dan kardigan rajut. Helai-helai rambut perempuan itu berkibar tatkala ia berjalan menghampiri pagar.

KADET

(tersenyum letih)

Hey.

Ressa tiba di pagar yang tertutup.

RESSA

Kamu belum pulang?

KADET

(menggeleng)

Kamu lagi apa?

RESSA

(menumpukan lengan di pagar)

Kayaknya kita nggak usah ketemu lagi.

KADET

(merogoh lipatan kertas dalam saku jas almamaternya, lalu menyerahkan pada Ressa)

Baca ini sebelum kamu tidur.

RESSA

(menerima kertas itu dengan bingung)

KADET

Aku pulang dulu.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar