Lady Advocate (Script)
Daftar Bagian
1. Act#1-Pembunuh Bayaran
Sion, seorang pemuda lugu, menjadi tersangka atas kasus pembunuhan berencana. Korbannya adalah seora
2. Act #1 - Anto & Partner
Perdebatan di kantor Advokat Anto & Partner
3. Act#1-Pergulatan Identitas
PAK ASEP Tidak ada yang sia-sia di kehidupan ini. Bahkan setiap tarikan nafas kita, hakikatnya suda
4. Act #1-Penyelidikan Awal
Ibu hebat... Kalau saja aku bisa bertemu dengan wanita seperti itu. Yang mencintaiku apa adanya. Me
5. Act #2-Petunjuk Awal
Kami pengacara Sion! Kami disini dalam rangka tugas negara. Dilindungi Undang-Undang! Kalau sampai s
6. Act #2-Terluka
Kamu sama saja dengan lelaki lain. Menganggap wanita makhluk lemah!
7. Act#2-Harga yang Harus Dibayar
Pembunuh itu menarik pisaunya dari bahu Sylvi, kemudian berusaha menancapkannya lagi tepat ke arah j
8. Act#2-Memantaskan Diri
Kalau sama-sama mati, lakukan!
9. Act#2-Kalut
Bah! Kamu managing partner di sini! Keluhanmu tidak menyelesaikan masalah.
10. Act#2-Tertangkap
Jangan berteriak. Atau kuledakkan kepalamu!
11. Act#2-Kilas Balik
Suamiku, Kang Asep, hanya dua bersaudara. Dia anak bungsu. Keluarga Kang Asep adalah keluarga saudag
12. Act #2-Lelaki Misterius
Aku penganut teori hukum Utilitarian, Sylvi. Hukum itu bertujuan untuk kebahagian manusia. Semakin b
13. Act #2-Merangsek Takdir
Aku mencintaimu, Sylvi Wulandari. Mencintaimu adalah anugerah terbesar dari Tuhan untukku. Hanya cin
14. Act #2-Pertarungan Hidup Mati
Puluhan tukang pukul tergeletak. Johan dan Sylvi bergerak ke lantai dua.
15. Act#2-Final Fight
Aku harus membunuhnya, Syl. Manusia ini layak mati.
16. Act #3-Anda Layak Dapat Oscar!
Dalam perjalanan menuju tempat sidang putusan Sion, Sylvi menjelaskan tentang Kusuma pada Anto dan S
17. Act #3-Fiat Justicia Ruat Caelum
Akhirnya, Hakim memutuskan Sion tidak bersalah. Pemuda itu dibebaskan. Puluhan advokat ikut mendampi
11. Act#2-Kilas Balik

54. EXT. LERENG GUNUNG-SORE.

Sylvi dan Bu Asep sedang berlatih.

Sylvi menggunakan sepasang trisula. Bu Aseng memakai dua pedang. 

Setelah beberapa jurus, Bu Asep menghentikan latihan itu.

BU ASEP

Cukup. Cukup untuk hari ini. 

SYLVI

Terima kasih, Guru. 

BU ASEP 

Kita istirahat dulu di batu itu.

Sylvi dan Bu Asep duduk di atas batu besar. Saling berhadapan.

BU ASEP

Dua minggu ini kemajuanmu pesat sekali. Gerakanmu semakin cepat, kekuatan tenagamu juga berlipat-lipat.

SYLVI

Berkat bimbingan Guru dan tenaga kundaliniku yang sudah terbangkitkan.

BU ASEP

Apa yang akan kau lakuan selanjutnya?

Sylvi menatap gunung. Mengeluh pelan.

SYLVI

Saya tidak ingin pulang. Di sini sangat tenang sekali. Enggan rasanya harus kembali ke kehidupan saya sebelumnya. (beat) saya menemukan kebahagiaan di sini.

BU ASEP

Tempat ini atau ... karena Johan?

SYLVI

Ah, Guru bisa saja ... Entahlah, Guru. Saya tidak pernah jatuh cinta selama ini. Jadi, saya tidak tahu apa sebenarnya yang saya rasakan saat ini terhadap Johan. Saya malu, Guru.

BU ASEP

Ha ha ha. Tak perlu malu untuk mengakui rasa kita, Neng. Cinta bisa datang kapan saja, di mana saja. Kadang, tanpa harus melalui proses yang berliku.

SYLVI

Tapi, Guru. Saya tidak tahu sama sekali tentang latar belakang pemuda itu. Lagi pula, saya tidak tahu apakah Johan juga punya rasa yang sama dengan apa yang saya rasakan saat ini.

BU ASEP

Sylvi, Sylvi. Kamu memang pandai dalam hukum, tapi, sangat bodoh dalam melihat lelaki. Sudah jelas kalau Johan itu mencintaimu.

SYLVI

Ah, Guru bisa saja....

BU ASEP

Walaupun Johan bukan anak kandung kami, tapi, aku tahu betul bagaimana sifat dan tindak tanduk anak itu. Baru kali ini dia membawa seorang wanita ke tempat ini. Memperkenalkannya pada kami. Kalau bukan karena cinta, tak mungkin dia begitu perhatian dan rela melakukan apa saja demi wanita yang telah merebut hatinya.

SYLVI

Saya tidak tahu sama sekali tentang latar belakang Johan, masa lalunya. Dia pernah bilang bahwa bekerja di perusahaan IT. Tapi, insting saya sebagai advokat mengatakan, bahwa dia berbohong tentang pekerjaannya.

BU ASEP

Akan kuceritakan sekilas apa yang kutahu tentang anak itu.

DISSOLVE TO

55. EXT. HALAMAN PERGURUAN SILAT-PAGI.

Flash back: cerita masa lalu.

Image: Puluhan pria dan wanita berlatih silat dibimbing pendekar pria tua.

BU ASEP (V.O.)

Suamiku, Kang Asep, hanya dua bersaudara. Dia anak bungsu. Keluarga Kang Asep adalah keluarga saudagar kaya di Kota Bogor. Terpandang, dihormati. Tidak seperti kakaknya yang meneruskan bisnis ayahnya, Kang Asep lebih suka menuntut ilmu kanuragan sejak kecil. Dia menentang habis-habisan kehendak ayah dan ibunya untuk turut berkecimpung di dunia bisnis. Kang Asep tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Dia memilih berkelana dari padepokan ke padepokan, pondok ke pondok, menjelajahi semua ilmu bela diri di tanah jawa, hingga nasib membawanya ke padepokan ayahku.

56. EXT. SEBUAH TAMAN-SIANG.

Image: Sepasang muda-mudi (Pak Asep dan Bu Asep muda) berpakaian silat, memadu kasih.

BU ASEP (V.O.)

Lima tahun kami habiskan bersama di perguruan silat ayahku. Setelah kami yakin cinta kami tak akan terpisahkan, Kang Asep melamarku. 

57. INT. SEBUAH RUMAH MEWAH-SIANG.

Image: Orang tua Pak Asep melarang hubungan pasangan itu. 

BU ASEP (V.O.)

Orang tua Kang Asep menentang pernikahan kami. Aku adalah gadis desa, anak guru silat yang miskin, bibit-bebet-bobot kami berbeda jauh. Tapi, Kang Asep bergeming. Kami tetap menikah secara sederhana. 

58. INT. RUMAH SEDERHANA-MALAM.

Image: Seorang tua mengantar seorang anak kecil lelaki.

BU ASEP (V.O.)

Setelah lima tahun pernikahan kami, suatu hari, ayah Kang Asep muncul sambil menggandeng anak kecil berumur lima tahun di rumah. Anak itu Johan, cucunya. Sekelompok perampok menyatroni anak tertuanya, membunuh kedua orang tua Johan. Hutang darah dibayar darah, hutang nyawa ditukar nyawa. Ayah Kang Asep memohon agar anaknya bisa membalaskan dendamnya.

59. INT. RUMAH SEDERHANA-MALAM.

Image: Bu Asep muda menunggu di rumah dengan khawatir. Di luar terdengar hujan deras. Asep muda muncul dengan baju penuh darah.

BU ASEP (V.O.)

Malam itu adalah malam terpanjang dalam hidupku. Aku menunggu dalam ketakutan yang amat sangat. Dini hari, Kang Asep muncul dari belakang halaman rumah dengan tubuh bersimbah darah. Bukan darahnya, melainkan darah lima penjahat yang dikirimnya ke neraka.

DISSOLVE TO

60. EXT. LERENG GUNUNG-SORE.

BU ASEP

Setelah menghabisi nyawa lima orang itu, kami terus berpindah tempat. Melanglang buana dari satu kota ke kota lain, dari satu pulau ke pulau lain. Persediaan keuangan kami tidak pernah menipis karena ayah Kang Asep lewat orang kepercayaannya selalu mengirimkan uang berlebih selama kami dalam pelarian. Lima tahun kami melarikan diri, berganti identitas, memalsukan dokumen kependudukan. Hingga suatu hari, orang tua Kang Asep mengusulkan untuk menempati rumah ini dengan identitas baru.

SYLVI

Bagaimana dengan anak kecil itu? Johan?

BU ASEP

Sesekali secara sembuyi-sembunyi orang tua Kang Asep mengunjungi kami sambil mengajak cucunya yang mulai besar. Ponakan kami itu bersekolah di Kota Bogor, dan setiap liburan sekolah, dihabiskannya di tempat ini bersama kami. Anak itu pintar dan sangat berbakat dalam ilmu kanuragan. Ilmu Kang Asep dilahapnya dengan cepat.

SYLVI

Guru tahu tentang pekerjaan Johan?

BU ASEP

(Menggeleng)

Setelah menamatkan SMA, Johan sudah jarang berkunjung ke rumah. Dia bercerita tentang banyak hal, kecuali tentang pekerjaan dan profesinya. Kami pun menghormati privasi Johan, dan tak pernah bertanya. 

JOHAN (O.S.)

Sylvi!Sylvi!

SYLVI

Kami di sini!

Johan muncul dengan wajah keruh. Dia mengangguk ke Bu Asep.

JOHAN 

Syl, kedua temanmu tertangkap. Penjahat-penjahat itu akan membunuh mereka malam ini jika kamu tidak muncul.

SYLVI

Apa? Bajingan!

61. EXT. HALAMAN RUMAH PAK ASEP-SORE.

Johan dan Sylvi berpamitan pada Pak Asep dan Bu Asep.

Sylvi mencium punggung tangan Pak Asep.

PAK ASEP

Berhati-hatilah, Nak. Doa kami menyertaimu.

SYLVI

Terima kasih atas semua kebaikan dan pertolongan Bapak.

Pak Asep memeluk Johan.

JOHAN

Doakan saya, Pak.

Gantian Bu Asep memeluk Johan.

BU ASEP

Hati-hati. Jaga dirimu dan muridku.

Johan mengangguk, mencium punggung tangan Bu Asep. 

Kemudian, Bu Asep memeluk Sylvi.

BU ASEP

Bagaimana keadaanmu?

SYLVI

Berkat pertolongan Guru dan Bapak, semua lukaku sembuh seperti sedia kala.

Bu Asep memegang telapak tangan Sylvi sambil melirik ke Johan.

BU ASEP

Luka di telapak tanganmu?

Sylvi mengepal-kepalkan tangan kanannya.

SYLVI

Cuma luka sayatan kecil, kok, Guru. Hanya menyisakan bekas di kulit luar saja. Seiring waktu, pasti akan hilang bekasnya.

Tatapan Bu Asep mengarah ke Johan, pura-pura marah.

BU ASEP

Sudah kubilang jangan lukai anakku, tapi, masih saja kau serang dia betulan!

JOHAN

(menggaruk kepala)

Ya ... Namanya juga pakai senjata tajam, Bu. 

BU ASEP

Aku bisa memaafkanmu atas luka sayat kecil ini, tapi, aku tak akan mengampunimu bila kau lukai hatinya. Paham, Anak muda?

SYLVI

Aah ... Guru, sayakan jadi malu....

Pak Asep tertawa, menepuk bahu Johan.

PAK ASEP

Tahukan sekarang? kenapa suami takut sama istri?

Bu Asep kembali memeluk Sylvi, menatap lekat gadis itu.

BU ASEP

Setelah puluhan tahun tertidur, trisula itu terbangun dan mengenali pemiliknya. Kutitipkan senjata itu padamu. Gunakan sebaik-baiknya untuk kebajikan.

SYLVI

Saya akan menjaga senjata ini sebaik-baiknya, Guru.

BU ASEP

Jadikan tubuhmu menara yang kokoh kala diterpa badai. Tegakkan dirimu bagaikan prajurit di depan musuh. Jika kau terbunuh, kau akan mati sebagai syahida. Dan jika kau menang, kau akan hidup sebagai pahlawan. Gagah berani mengatasi halangan dan penderitaan lebih mulia daripada mundur mencari ketenangan.

Sylvi memeluk Bu Asep.

SYLVI

Saya akan berjuang hingga titik darah penghabisan.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar