Just One In The World; PASKIBRA
1. JOITW;P! 1

Satuan paskibra dari SMA Pancharaya sedang menghabiskan waktu senja mereka dengan berjalan jongkok di dalam kali sekitar sekolah. Hari ini mereka melakukan pendidikan dasar yang jika di dalam dunia per-paskibraan disebut 'diksar'.

Gadis yang berada di barisan paling belakang tampak berdecak kesal. Pasalnya, ini adalah diksar yang kedua kali dilakukan oleh dirinya. Namanya Karamel, calon bulur angkatan XII yang tahun lalu juga sudah melakukan diksar.

Dengan kaus kaki yang dipakai di tangan dan kedua sepatu yang menggantung di leher, gadis berhijab itu hanya bisa menyimpan kekesalan dalam hati.

Setelah selesai berjalan jongkok mengarungi kali, kini mereka harus berjalan menyeberang melewati sepetak sawah penuh lumpur hanya dengan waktu lima menit.

"Ayo, ayo semangat! Sebentar lagi matahari akan tenggelam, kita nggak bawa penerangan apapun!" Kakak purna berteriak menyemangati para junior-juniornya.

Untuk menyeberangi sawah itu, mereka harus berbaris rapi dengan langkah kaki dan juga harus kompak. Karena tubuh Karamel adalah yang terkecil, itu sebabnya dia harus berada di barisan paling belakang.

Jumlah anggota tiga puluh orang, yang berisi gabungan dari angkatan XI dan XII. Entah apa gerangan mengapa angkatan XII kembali ikut diksar tahun ini. Hal membingungkan itu juga tambah jadi membingungkan sebab kakak purna yang membawa mereka diksar berbeda dari kakak purna yang biasanya berlatih bersama mereka.

Lima menit berlalu, tapi enam orang dari barisan belakang masih berada di dalam sawah, termasuk Karamel. Karena tidak bisa menyelesaikan tepat waktu, mereka harus menerima hukuman, yaitu melakukan push-up sebanyak dua puluh kali dan memakai kaus kaki beserta sepatu dalam waktu lima menit dalam keadaan kaki berlumpur.

Lima menit berlalu, dan Karamel kembali tak bisa menyelesaikan hukumannya tepat waktu. Kaki kanannya sudah terpakai kaus kaki dan sepatu lengkap, tapi kaki kirinya hanya mengenakan kaus kaki saja.

Paskibra adalah paskibra, dan disiplin adalah disiplin. Mau tak mau Karamel harus kembali ke sekolah dengan kaki kiri hanya beralaskan kaus kaki.

Tiga puluh anggota berlari dengan barisan yang rapi di tengah cahaya orange senja. Dua orang purna berjalan di depan dan duanya lagi di belakang barisan untuk mengawal mereka.

Mereka sampai ke gedung sekolah dengan keadaan langit yang sudah hampir gelap. Bukannya diperbolehkan membersihkan diri, mereka malah harus kembali menjalani kegiatan diksar, latihan fisik.

Latihan fisik lebih dikenal anak paskibra dengan nama 'sepaket'. Kenapa sepaket? Karena dalam latihan fisik, para anggota akan melakukan push-up, sit-up, merayap depan dan punggung, serta guling botol lengkap.

Anggota berbaris menjadi tiga sab dan sepuluh banjar menghadap lapangan sekolah. Karena Karamel berada di barisan belakang, itu artinya Karamel akan melakukan 'sepaket' paling akhir bersama sembilan orang lainnya di sab ketiga.

Namun, saat sab pertama akan memulainya, seorang anggota perempuan berkuncir kuda jatuh tak sadarkan diri. Para anggota dan keempat kakak purna sontak membelalak dan berseru kaget.

"Kenapa dia?" tanya Karamel dalam hati. Berbeda dari yang lain yang terlihat panik, Karamel malah menampilkan respon yang bisa dibilang sangat santai. Bagaimana tidak, anggota yang pingsan itu adalah orang yang sangat Karamel tidak suka.

Namanya Jihan, mantan sahabat Karamel semasa SMP dahulu. Mengingat betapa tak mungkinnya Jihan pingsan, Karamel berdecak dan yakin bahwa Jihan tidak benar-benar pingsan.

Karamel jadi teringat bagaimana keadaan saat Jihan datang ke kehidupannya lagi seminggu yang lalu.

Seminggu yang lalu di lapangan sekolah, siang hari ....

Anggota klub paskibra sedang berbaris di tengah terik matahari untuk menunggu pengesahan Bulur angkatan XII.

"Selamat siang!" Seorang pria dewasa berumur 20-an datang memberi salam.

Para anggota menepukkan telapak tangan kanan mereka ke dada kiri dan menjawab kompak. "Siang! Siang! Siang!"

"Seperti apa yang sudah kita sepakati, bahwa siang hari ini kita akan mengesahkan atau menetapkan bulur untuk angkatan kita. Namun, sebelum dimulai, Kakak ingin memperkenalkan seseorang yang akan menjadi bagian dari kalian." Itu Kak Valdo, salah satu purna paskibra satuan mereka yang sekarang rutin melatih mereka. Belum ada semenit Kak Valdo berbicara, dia sudah ingin memperkenalkan seseorang kepada para juniornya.

Dari bangku pinggir lapangan, seorang remaja dengan kaus dan training berwarna senada datang dengan aura tegas dan misterius.

"Oke, ini namanya Jihan. Dia adik teman Kakak yang kebetulan siswi pindahan dan tertarik dengan klub kita, Paskibra." Tanpa basa-basi pria berkulit putih itu langsung memperkenalkan remaja yang diketahui bernama Jihan.

Jihan berdiri dengan sikap sempurna dan bersiap menyapa para anggota keluarga barunya. "Siap! Perkenalkan nama saya Jihan. Saya siswi pindahan dari SMA N dua, semoga kita bisa berbaur dan bekerja sama dengan ba—"

Drrt, drrt! Sebuah getaran di ponsel Kak Valdo berhasil menghentikan kalimat Jihan. Kak Valdo pun merasa tak enak dan bergegas untuk melangkah pergi. "Sebentar, Kakak angkat telfon dulu. Jika ada yang ingin ditanyakan pada Jihan, silahkan."

"Pindahan dari mana, Kak?" Seorang anggota perempuan langsung menanyai Jihan tanpa ekspresi.

"Giginya kok dipagerin, sih?" Anggota perempuan lainnya ikut menanyai hal-hal yang sebenarnya sangat menjengkelkan bagi Jihan.

"Tonggos kali dulunya," jawab yang lain.

Jihan pun hanya bisa melemparkan senyum canggungnya dengan paksa. Namun, sebuah celetukan lain membuatnya merasa sedikit senang.

"Sirik amat, ya. Toh dia lebih cantik daripada lo lo pada." Itu suara Vina, remaja berhijab yang tampaknya sangat friendly.

"Mirip YooA, euy!"

"Mirip anabelle iya, kali!"

Celetukan demi celetukan terus dilemparkan pada Jihan yang sebenarnya sedang mencari seseorang di dalam barisan. Seseorang yang sangat ingin ia temui, seseorang yang menjadi alasannya berdiri di tempat itu.

Di barisan kedua, Zacky menendang pelan betis Atharauf yang berbaris tepat di depannya. Atharauf menoleh dan mendelik. "Apaan, sih, Ky?"

Zacky menaik-turunkan alisnya. "Cantik, Bro. Si Karemol kalah telak."

Atharauf seperti teringat akan sesuatu, remaja laki-laki dengan tinggi 179 sentimeter itu langsung menoleh ke arah barisan paling belakang. "Kara! Karamel! Oy! Pacarnya Jaemin! Istrinya Markeu!" panggilnya dengan tak sabaran.

Namun, Karamel tidak menoleh sedikitpun. Hal itu membuat Atharauf mengernyit. "Tumben tuh anak diem bae. Biasanya juga mencak-mencak kalau lihat ada yang lebih cantik dari dia," gumamnya.

Dan yang terjadi sebenarnya pada Karamel adalah freeze. Tubuh Karamel membeku saat melihat kedatangan Jihan di depan matanya. "Eottoke....," lirihnya.

Di pinggir lapangan ....

Para anggota paskibra duduk beramai-ramai di pinggir lapangan, menunggu Kak Valdo yang sedang pergi entah ke mana. Atharauf mengangkat botol minum kosong ke arah Karamel di sebelahnya. "Kara, beli minum, yuk."

Karamel masih diam tak bergeming, Atharauf pun berdecak dan menarik ujung hijab Karamel. "Heh, Ra!"

Karamel terlonjak dan menoleh cepat. "Apa?"

Atharauf memutar kedua bola matanya. "Beli minum, ayuk. Gue haus."

Karamel melirik sekitar, dan menatap Jihan yang duduk jauh darinya, kemudian mengangguk cepat dan menarik lengan Atharauf menuju kantin.

Di kantin sekolah yang sudah sepi ...

Dua orang remaja itu duduk berhadapan di meja kantin. Atharauf menegak segelas jus sampai habis dan bersandar di bangku kantin, sedangkan Karamel masih setia dengan keheningannya.

"Ah, segarnya ...." Atharauf mengelus-elus lehernya yang terasa adem. Namun, lagi-lagi Atharauf dibuat menaikkan sebelah alis saat melihat Karamel.

Atharauf meraih sedotan bekasnya dan menoel lengan Karamel. Karamel berdecak dan menepis. "Apaan, sih, Rauf! Jorok banget, deh!"

"Abisnya lo bengong mulu. Dari tadi di barisan, lho. Hati-hati ntar kesambet," ucap Atharauf yang kembali bersandar di bangku.

Karamel menggigit bibir bawahnya gelisah. "Rauf," panggilnya pelan.

"Apa?"

Mimik wajah Karamel yang sebelumnya bengong kini berubah menjadi serius. Dia memajukan wajahnya lebih dekat pada Atharauf. "Kalau ada seseorang yang datang dari masa lalu yang kelam, menurut lo itu hanya sebuah kebetulan atau ada sesuatu?"

Atharauf mengelus dagunya berlagak sedang berpikir keras. "Kalau menurut gue, pasti ada sesuatu, Ra."

"Kenapa?" tanya Karamel polos.

"Karena jika Tuhan mempertemukan, dan kembali mempertemukan seseorang sama kita, itu pasti ada alasannya," sambung Atharauf dengan gaya sok coolnya.

Karamel berdecak kesal, itu bukanlah jawaban yang ia ingin dengar. Sejujurnya, dia ingin sahabat konyol di hadapannya ini mengatakan itu hanyalah sebuah kebetulan. Seharusnya Atharauf bisa membuat hatinya tenang di saat gelisah. Bukankah hal seperti itu yang selalu Atharauf lakukan untuknya?

Melihat wajah kecut Karamel membuat Atharauf terkekeh dan mengibaskan tangannya. "Gue becanda, mungkin aja kebetulan. Emang buat apa orang dari masa lalu datang kembali? Masa lalu yang kelam, pula."

Karamel semakin mendelik kesal. Dia juga tidak tahu mengapa dia kesal saat Ataharauf sudah melontarkan jawaban yang ia ingin dengar. Karamel memundurkan wajahnya dan kembali menggigit bibir gelisah.

Atharauf memiringkan kepalanya. "Emang kenapa, sih? Serius amat kayaknya."

Karamel menggeleng dan tanpa aba-aba ia menarik lengan Atharauf untuk pergi. Atharauf pun memelotot. "Main tarik-tarik aja, oy! Gue masih punya dua kaki, nih!"

Di lapangan sekolah ...

Tiba-tiba saja seluruh anggota sudah berbaris rapi dan bertepuk tangan dengan kak Valdo dan Jihan yang berdiri di depan barisan. Karamel dan Atharauf pun langsung berhenti tepat di belakang barisan dengan alis mengernyit.

"Kok pada tepuk tangan, sih? Ada apa?" tanya Karamel entah pada siapa. Di detik selanjutnya kak Valdo melirik Karamel, membuat Karamel membuka bibir untuk berbicara. Namun, kak Valdo lansung memutus kontak mata. 

"Kakak ada urusan penting. Kalian hari ini latihan sendiri saja, ya. Ntar kalau ada masalah telfon Kakak aja, oke?" ucap kak Valdo pada para anggota dan langsung berlari cepat menuju parkiran dan menaiki motor maticnya.

Karamel semakin mengernyit melihat Kak Valdo dan langsung berlari ke arah barisan yang masih belum di bubarkan.

"Zac, ini ada apa? Kok pada tepuk tangan? Perkenalan kita sama anak baru itu kan udah selesai, kenapa dia maju lagi?" tanya Karamel tanpa jeda pada Zacky.

Zacky, salah satu sahabat cowok Karamel itu memasang wajah gelisahnya, ada sedikit rasa tak enak pada gadis bermulu mata lentik itu. "Lo ke mana aja?" Zacky melirik semua anggota yang juga sedang menatap dirinya.

Karamel juga ikut menatap sekeliling, di mana semua anggota terdiam menatap dirinya yang pasti sudah tampak sangat bodoh. "Ke mananya gue ga penting, Zac. Itu kenapa Kak Valdo pergi? 'Kan gue belum pengesahan bulur!"

Zacky melirik Jihan yang masih berdiri tegap di depan barisan. "Si anak baru itu, Jihan. Dia... dia ditambahkan jadi calon bulur angkatan kita sama Kak Valdo. Jadi, pengesahan di tunda."

Karamel terdiam beberapa saat dan langsung berlari menyusul motor Kak Valdo dan berteriak memanggil sosok yang sudah tak terlihat di pandangan matanya.

Karamel berlari hingga ke persimpangan jalan tempat di mana angkutan umum menunggu kepulangan anak sekolah. Gadis remaja yang sebentar lagi akan berusia delapan belas tahun itu menyipitkan mata untuk mempertajam pengelihatannya. Namun, sangat disayangkan, Karamel sama sekali tak menemukan di mana motor kakak seniornya itu, yang dia lihat hanyalah jalanan macet sore hari.

"Ini nggak adil!" Karamel menendan kerikil dengan wajah Jihan yang terus saya ada di pikirannya. "Apa maumu datang ke kehidupanku?!"

Di ruang kelas setelah membersihkan diri...

Langit sudah benar-benar gelap, para anggota lainnya beristirahat di dalam sebuah kelas yang mejanya mereka satukan di ujung ruangan agar area untuk mereka tidur menjadi lebih luas. Tentu saja mereka menempati ruang kelas yang terpisah dari para anggota laki-laki.

Hal itu membuat Karamel merasa kesepian karena Atharauf dan Zacky tidak ada di sampingnya. Sebagai info, Karamel tidak terlalu suka bergabung dengan lingkaran para perempuan, sebab menurutnya jika para perempuan bersatu akan sangat rempong, itu sangat menyusahkan.

Namun, seketika ia teringat akan Jihan, sahabat semasa SMPnya yang menurutnya sangat klop dengan dirinya. Mereka sama-sama tidak suka bergosip, tidak suka berdandan, tidak suka berceloteh ria dan tentu saja tidak suka cari perhatian pada lawan jenis dengan gaya yang norak. Menurut Karamel, Jihan satu tipe dengannya.

Omong-omong tentang Jihan, setelah insiden ia jatuh pingsan tadi, 'sepaket' tak jadi dilakukan karena akan sangat beresiko jika hari sudah mulai gelap, apalagi mereka masih anak remaja.

Karamel sendiri juga sebenarnya ogah melakukannya, ia sudah sangat letih, tapi ... "Mungkin aja Jihan lebih capek dari gue," lanjutnya dengan perasaan yang entah kenapa sangat khawatir pada Jihan.

Bayangan pertama kali Jihan muncul tadi pun membuat Karamel semakin memikirkannya, tapi ada sedikit rasa curiga di hatinya pada gadis berbehel yang saat ini sedang beristirahat di UKS sekolah itu.

"Kenapa sore itu Kak Valdo menggabungkan Jihan ke dalam calon anggota tanpa meminta pendapat gue?" Karamel bergumam sembari melipat handuknya. "Terus, kenapa sore itu Kak Valdo ngelihat gue dengan datar dan langsung pergi begitu aja?"

"Dan kenapa ... sejak sore itu Kak Valdo nggak pernah dateng lagi buat latihan ataupun sekadar mengunjungi?" Mulut Karamel semakin lancar berbicara seorang diri tanpa sadar bahwa purna yang ia pikirkan sedang berdiri di depan pintu kelas dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Kalian lihat, 'Kan?" ucapnya datar. Pria berumur dua puluh tiga tahun dengan setelan olahraga itu menatap semua anggota perempuan yang ada di dalam ruangan dengan mata berkaca-kaca.

"Ada apa?" batin Karamel bertanya-tanya. Ia benar-benar terkejut dengan kedatangan kak Valdo.

"Kalian lihat itu, 'Kan? Dia udah enggak menghargai Kakak." Kak Valdo menunjuk ke arah ruangan yang ada di seberang. Itu ruangan tempat kakak purna beristirahat. "Dia bawa teman-temannya yang nggak kita kenal tanpa diskusi dulu sama Kakak." Kak Valdo melontarkan kalimat tersebut dengan penuh emosi.

Karamel pun mengintip dari jendela ruangan, ia menatap ke arah ruangan di mana tempat para kakak purna yang mungkin sedang menyiapkan kegiatan diksar selanjutnya. Dalam hati, Karamel mengiyakan perkataan Kak Valdo. Dia memang tidak kenal dengan kaka purna yang menemani mereka lari sore tadi. Pantas saja, ternyata Kak Farhan membawa teman-temannya yang juga tak dikenali oleh Kak Valdo.

Semua anggota yang sebelumnya sibuk dengan aktifitas masing-masing, kini melirik satu sama lain setelah membeku beberapa detik karena kaget. Tanpa bisa dicegah, setitik air mata menetes di pipi Kak Valdo. Entah apa alasannya, ini terlalu membingungkan, padahal kan bisa dibicarakan baik-baik. Mungkin sebegitu berartinya satuan mereka untuk Kak Valdo.

Saat melihat air mata yang sebelumnya tak pernah mereka lihat, saat itu juga mereka ikut meneteskan air mata, ikut sedih.

Di detik berikutnya, Kak Valdo keluar kelas tanpa melontarkan sepatah katapun. Namun, tiba-tiba saja kakak purna bernama Hani yang sudah lama mereka kenal datang memasuki kelas. "Sudah, sana kalian kejar Kak Valdo, bujuk dia," ucapnya dengan suara bergetar dan mimik wajah cemas.

Kak Hani adalah Purna wanita yang sangat mereka hormati, diikuti Kak Valdo dan Kak Farhan. Namun, kedatangan tiga orang dewasa asing membuat mereka kebingungan dan merasa ada yang tidak beres. Kak Farhan membawa tiga temannya untuk ikut mendiksar mereka tanpa memberitahu Purna yang lainnya. Huft, mungkin hal itu membuat Kak Valdo merasa tak dihargai. Apa yang harus mereka lakukan?

Rena dan Fara tampak lebih dulu bergegas keluar kelas untuk mengejar Kak Valdo yang tampaknya akan kembali pergi dan tidak ikut kegiatan diksar mereka.

Karamel memilin ujung hijabnya dan memandang hal menyedihkan itu lewat jendela kaca. Sesekali ia melirik ke arah ruangan Kak Farhan, tapi tak ada tanda-tanda ia dan teman-temannya akan keluar. Haruskah Karamel ikut mengejar Kak Valdo? Tapi, dia tidak bisa, itu akan sangat canggung baginya mengingat apa yang sudah ia lakukan dua hari yang lalu lewat sebuah aplikasi chat.

Dua hari yang lalu ....

[Karamel]

Assalamualaikum.

Kak Valdo, kenapa Jihan ikut digabungkan untuk menjadi calon bulur?

-Read

Karamel menggigit bibirnya cemas. Sudah hampir seminggu Kak Valdo tidak datang diwaktu latihan, itu artinya hampir seminggu Karamel dibingungkan dengan bergabungnya Jihan sebagai calon bulur angkatan mereka.

"Gue chat sekali lagi aja kali, ya?" tanya Karamel pada pantulan dirinya yang ada di kaca kamarnya.

[Karamel]

Kak Valdo, sibuk kah?

-Read

Karamel menggaruk kepalanya kesal. "Duh, kok cuma di read, sih? Cepat banget lagi nge-readnya."

[Karamel]

Oiya, Ka. Nanti waktu diksar Kakak bakal dateng, 'Kan?

-Read

[Kak Valdo]

Iya, Kara.

Karamel mengernyit. "Iya, Kara? Ini doang?"

[Karamel]

Iya apanya, Ka?

-Read

[Kak Valdo]

Iya, suka kamu.

"What?!" Karamel bangun dari duduknya. Gadis berpiyama ungu itu membelalak menatap balasan dari sang kakak Purna. "Suka kamu? Suka gue, dong!" pekik Karamel sembari melompat-lompat.

Karamel menggigit ujung ponselnya gemas. "Jadi selama ini Kak Valdo juga suka sama gue? Masa, sih? Mimpi apa gue semalem?!"

"Harus dibales ini, sih." Karamel kembali duduk di depan meja riasnya. "Pura-pura nggak ngeh aja kali, ya."

[Karamel]

Ha? Gimana, Kak? Kakak suka Kara?

-Read

[Kak Valdo]

Eh, maaf, Kakak salah ketik.

"What the?!" Karamel kembali membelalak dengan suasana hati yang berbeda. Kali ini Karamel tampak malu, kecewa, kesal dan marah. "Apaan, sih!"

[Karamel]

Yah, kirain:(

-Read

[Kak Valdo]

Haha, emang Kara suka balik?

Dengan cepat jari Karamel menari di atas keyboard ponselnya.

[Karamel]

Ya iyalah. Kakak, ih, nggak peka

-Read

Karamel melongo. "Cuma diread?" Dia bangkit dan jalan memutari ruangan kamar. "Kok nggak dibales lagi, sih?"

Gadis dengan dua lesung pipi itu menendang kasur saking kesalnya saat setengah jam sudah berlalu dan belum ada balasan apapun dari Kak Valdo.

"Fix, ini gue malu-maluin." Karamel mengusap wajahnya frustasi. "Kenapa juga sampe keceplosan, dasar kege-eran lo, Kara!"

"Duh...."

Di ruang kelas ....

Kak Valdo menunjuk ruangan di mana ada Kak Farhan di dalamnya. "Urus sendiri saja mereka ini, tanpa bantuanku!"

Setelah melontarkan kalimat itu, Kak Valdo langsung menaiki motor matic yang dikendarai oleh Kak Juna, Purna lainnya.

Rena dan Fara ikut menyusul Kak Valdo sembari ikut menangis. Namun, motor itu sudah tancap gas meninggalkan area sekolah, membuat dua teman perempuan Karamel itu terduduk di tanah.

Keadaan senja pada saat itu sungguh sangat menyedihkan. Entah apa yang membuat mereka begitu terharu ditinggal oleh Kakak Purna kesayangan mereka.

Namun, kesedihan mereka tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba saja pintu ruangan tempat dimana Kak Farhan bersitirahat terbuka. Kak Hani yang sedari tadi menonton, langsung menarik Rena dan Fara untuk kembali ke kelas.

"Cepat hapus air matanya, dek. Jangan sampai Kak Farhan tahu kita nangis karena Kak Valdo ke sini."

"Kenapa?" Tiba-tiba saja suara bass Kak Farhan sudah terdengar di telinga mereka.

Karamel mendelik seketika saat melihat pria dewasa berjaket merah itu sudah berdiri di depan pintu ruangan mereka. "Habislah..." lirihnya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar