Cinta di Kamar Sebelah
Daftar Bagian
1. Chapter 1: Interlude
LAYAR HITAMFADE IN:1.EXT. PEMAKAMAN - SOREAngin be
2. Chapter 2: Mimpi Buruk dan Masa Lalu
6. INT. KAMAR KOS - SELANJUTNYASeorang perempuan b
3. Chapter 3: Kosan Baru
FADE IN:10. INT. MINI MARKET - MALAMSuasana mini m
4. Chapter 4: Perempuan Dalam Mimpi
12. EXT. PADANG RUMPUT - SIANGBEGIN MONTAGE-Dimas
5. Chapter 5: Beban Tersimpan Laura
FADE IN:ESTABLISH:Penampakan rumah indekos Erlina
6. Chapter 6: Keresahan Dimas
19. INT. MINI MARKET - SELANJUTNYARudi mencolek Lu
7. Chapter 7: Pembuktian Kamar Kosong
FADE IN:22. INT/EXT. KAMAR DIMAS DAN RUMAH UTAMA -
8. Chapter 8: Anak Seorang Perempuan
25. INT. KAMAR KOS RISYA - SORERisya yang sedang m
9. Chapter 9: Suara Bayi
26. INT. MINI MARKET - MALAMKetika Dimas sedang me
10. Chapter 10: Misteri Semakin Kental
32. INT. MINI MARKET - SELANJUTNYA
11. Chapter 11: Nama Untuk Bayi
38. INT. RUANG PEGAWAI MINI MARKET - SOREDIMASEuis
12. Chapter 12: Perempuan Itu Bernama Laura
42. EXT/INT. BERANDA INDEKOS DAN KAMAR KOS DIMAS S
13. Chapter 13: Dance
44B. INT. KAMAR KOS DIMAS - SELANJUTNYADimas dan L
14. Chapter 14: Kencan dan Kecemasan Lusi
47. EXT/INT. TROTOAR, BIOSKOP, DAN PASAR MALAM - S
15. Chapter 15: Datangnya Pria Dari Masa Lalu
55. INT. PERPUSTAKAAN FAKULTAS - SELANJUTNYALusi t
16. Chapter 16: Pernyataan dan Perjalanan Terakhir
58. INT. MOBIL ALDO - SELANJUTNYAAldo berhenti di
17. Chapter 17: Bayangan Laura Menghilang Perlahan
ESTABLISH: INDEKOS RISYA62. EXT/INT. TERAS INDEKOS
18. Chapter 18: Mimpi Buruk Berubah Nyata
64A. INT. KAMAR RISYA - MALAMRisya hanya melamun m
19. Chapter 19: Menuju Keberangkatan
69. INT. KANTOR ALDO - SELANJUTNYAAldo berjalan di
20. Chapter 20: Perjalanan Terakhir ke Kuburan
75. INT. KAMAR RISYA - SIANGRisya tampak terengah-
2. Chapter 2: Mimpi Buruk dan Masa Lalu

6. INT. KAMAR KOS - SELANJUTNYA

Seorang perempuan bernama Laura (24 tahun) tampak sedang tidur-tiduran di atas ranjang, sambil melihat seekor laba-laba sedang membuat sarang di lampu.

Ia bersenandung lagunya sendiri tatkala melihat kuku-kukunya yang bercat hitam.

Tak lama, temannya yang bernama Risya masuk membawa dua piring. Risya lantas memberikan piring yang satunya untuk Laura, di meja belajar.


RISYA
Makan, Ra. Aku nggak enak makan sendirian.

LAURA
(mendesah) Kamu selalu begitu... Aku nanti makan kalau perutku udah pingin.

RISYA
Kalau gitu aku duluan, ya.

LAURA
Iya, Risya.

Laura terus mengamati laba-laba yang sedang membuat sarang di lampu. Satu tangannya kemudian menggapai lampu tersebut, seolah ingin merusak sarang laba-laba yang mulai terbangun.

Sementara sahabatnya tampak sedang makan sambil melihat-lihat gawainya.


LAURA (CONT'D)
Sya...
RISYA
Hmmm.
LAURA
Aku mau pulang.

Risya lantas menengok ke arahnya. Laura segera duduk di ranjang yang semula ditidurinya.


LAURA (CONT'D)
Aku pikir, selama ini aku sering merepotkanmu.
RISYA
Kamu serius? Apa harus sekarang? Keadaannya nggak enak banget. Aku lagi makan ini, masak kamu mau pergi.
LAURA
(terkikik) iya, iya. Setelah kamu makan pastinya.
RISYA
Aku bakalan sepi kalau nggak ada kamu (sedih-bercanda)

Risya langsung cepat-cepat menghabiskan makanannya.


LAURA
Santai aja, Risya. Aku nggak sedang terburu-buru, kok. Nanti kalau kamu buru-buru gitu, malah keselek. lho.

RISYA
Habisnya! Kamu tiba-tiba ngomong pingin pulang, pingin pulang!

Laura hanya tersenyum sembari turun dari ranjang sahabatnya. Ia berjalan ke arah jendekal kosan Risya, lalu membuka jendela kamar kosnya yang terlihat cukup sulit karena kayu yang merenggang. Ia terlihat bahagia setelah berhasil membukanya. Perempuan itu terus menghirup udara segar dari luar.


RISYA
Aku nggak mau tahu, pokoknya kamu harus makan dulu. Kalau nggak kamu nanti...

Laura tersenyum ke arah sahabatnya.

Tampak piring makanan Laura dihinggapi satu lalat yang mendarat di atas nasi dan sayur asem.


CUT TO:


ESTABLISH:

Suasana jalan pinggir kota. 

Bus mulai memasuki daerah sepi. Kanan-kiri jalan hanyalah pepohonan. Sementara hari mulai sore.


DISSOLVE TO:

7. INT. BUS - SORE

Dimas meminta kondektur untuk menghentikan busnya. Ia telah mengenakan tas ranselnya, bersiap untuk turun.

Bus pun kemudian melambat. Dimas berdiri dari kursinya. Kondektur memukul atap bus untuk memberitahu sopir. Ketika bus berhenti dan pintu terbuka, Dimas segera turun dari bus.


7A. EXT. PINGGIR JALAN/PEMAKAMAN - SELANJUTNYA

Dimas segera meminta kondektur untuk mengeluarkan kopornya dari bagasi bus. Setelah kondektur menurunkan kopornya, bus antarkota itu kembali melaju, meninggalkan Dimas di kawasan yang hanya di kelilingi oleh pepohonan.

Dimas mengeluarkan secarik kertas dari saku celananya. Kertas itu berisi sebuah alamat. Lelaki itu tampak celingukan saat ia melalui pinggir jalan yang sepi.

Ia mulai menyeberang jalan dan melihat kompleks pemakaman terhampar di depan matanya. Dimas lantas meletakkan kopornya di sebuah pohon besar.

Ia melihat lagi secarik kertas. Di dalam kertas itu terdapat peta menuju sebuah kuburan. Saat Dimas mengikuti peta dalam surat, seorang penjaga makam melihat gerak-gerik Dimas yang cukup mencurigakan. Maka, saat penjaga kuburan itu mendekati Dimas, ia lantas berhenti dan hendak menyapa lelaki paruh baya yang bernama Sahid itu.


SAHID
Permisi, Kang? Mau cari siapa?

DIMAS
Ah, Pak. Bapak yang jaga pemakaman ini?

SAHID
(mengangguk)Ya. Ada apa Kang?

Dimas lantas membolak-balikkan kertas dan menunjukkan sebuah nama, yang merupakan penghuni kuburan itu.

DIMAS
Bapak, tahu kuburan ini?

SAHID
Coba saya lihat.

Dimas memberikan secarik kertas tersebut. Sahid lantas mengambil kacamata yang semula berada di saku kemeja lusuh dan kotor oleh tanah. Ia lalu mulai membaca dengan teliti.


DIMAS
Bapak tahu?


Penjaga kuburan itu mengangguk-angguk sambil membacanya. Ia kemudian tersenyum ramah kepada Dimas.

SAHID
Aaa, iya, iya, ini mah di sini, Kang. Mari ikut saya... Akang ini siapanya, ya?
DIMAS
Saya?...

Dimas tampak kebingungan. Ia mengikuti penjaga kuburan itu, berjalan meliuk-liuk, melewati banyak kuburan.


SAHID
Keluarga?... Suami?... atau, kabogoh? Pacar, pacar... (terkekeh)

DIMAS
Bukan. (tersenyum kecut)

CUT TO:


8. INT. KAMAR KOS - SIANG

Risya tampak sibuk merapikan kamarnya. Laura masih duduk di sebuah kursi, dekat jendela kamar. Ia melihat sahabatnya merapikan pakaian yang semula bertaburan di atas karpet dan keranjang pakaian.

Tampak pula satu piring kosong dan satu piring yang masih dipenuhi makanan, belum tersentuh oleh Laura.

RISYA
Apa kamu nggak mau ganti baju?

LAURA
Nggak usah. Ini aja udah nyaman kok.

RISYA
Yakin?

LAURA
Ya.

RISYA
Kamu nggak mau melihat kamar kosmu dulu?

LAURA
Nggak usah. Aku udah hapal bagaimana kamarku.

Risya tampak mendesah kelelahan setelah merapikan kamarnya. Ia kemudian cukup lama memandang Laura penuh arti. Laura pada mulanya tidak menyadari hal itu karena ia sedang melihat pemandangan kebun di luar jendela kamar kos Risya. Sampai kemudian ia menyadari sejak tadi dilihat oleh sahabatnya. Ia melihat mata Risya memerah.


LAURA (CONT'D)
Kamu kenapa sih? Kok malah nangis.


RISYA
Nggak apa-apa. Aku nggak apa-apa.(menyeka air matanya)

Laura kemudian bangkit dari duduknya, dan memeluk sahabatnya itu.

CUT TO:


9. EXT. PEMAKAMAN - SORE

Mereka masih mencari-cari kuburan seseorang yang sedang dicari oleh Dimas.

SAHID
Nah, ini, Kang (tersenyum ramah)

DIMAS
Ya. Terima kasih.

SAHID
Kalau begitu, saya tinggal ya Kang. Takut saya mengganggu Akang yang mau berziarah.

Ketika Sahid pergi, Dimas terlihat kebingungan. Ia masih mematung di samping kuburan yang terlihat tak terawat di daerah pemakaman paling ujung.

Angin begitu kencang, menggugurkan daun-daun. Satu pohon kamboja baru saja menjatuhkan bunganya ke atas kuburan. Ilalang-ilalang yang tumbuh di sisi-sisi kuburan tampak melambai-lambai terkena hempasan angin. Dan Dimas masih tercenung, dikuasai keraguan.

Tak lama, Dimas segera memanggil Sahid yang sedang membersihkan rumput kuburan lain agar kembali padanya.


DIMAS
Pak! Pak! (melambaikan tangan)

Sahid menoleh dan terlihat heran. Lelaki paruh baya itu lantas menghampiri Dimas yang masih berdiri di samping kuburan. Sebelum itu, ia meletakkan cluritnya lebih dulu di atas gundukan rumput.


SAHID
Ada apa Kang?! Ada yang bisa saya bantu? (berlari-lari kecil)

Dimas masih ragu.

SAHID (CONT'D)
Kang?

DIMAS
Pak... Bapak bisa menggali kuburan ini?


Sahid terhenyak, seraya mengatur napasnya yang terengah-engah.


SAHID
M-menggali? A-apa Akang dari kepolisian, atau pihak rumah sakit? Siapa Akang sebenarnya?

DIMAS
Bukan. Saya bukan dari pihak manapun.

SAHID
Kalau boleh tahu, Akang siapanya jenazah ini?

Kini, Sahid kehilangan keramahannya kepada Dimas. Lelaki paruh baya itu dikuasai oleh perasaan curiga kepada Dimas. Sementara pemuda di hadapannya, masih saja ragu untuk mengutarakan maksudnya. Apalagi setelah ia menyatakan hal yang mengejutkan penjaga kuburan itu.


DIMAS
Saya, seseorang yang sangat dekat dengannya.

SAHID
Begini, Kang. Bukannya saya nggak mau membantu, tapi permintaan Akang ini akan menyebabkan masalah untuk warga kampung sini dan saya. Saya tidak mau terkena masalah.

DIMAS
Ya, saya mengerti. Saya minta maaf.

SAHID
Kalau Akang adalah sahabatnya, lebih baik Akang mendoakannya saja, agar arwah jenazah ini tenang di alam sana.

DIMAS
Selalu, Pak. Selalu saya doakan (pelan)

Mata Dimas mulai memerah, menahan tangis.

SAHID
Lalu, sebenarnya apa masalahnya? Kenapa Akang sangat ingin menggalinya? Apa keluarganya ingin dia dikubur di tempat lain?

DIMAS
Bukan itu masalahnya, Pak... Saya bingung bagaimana menyampaikannya, karena saya pikir ini pasti akan membuat Bapak semakin curiga terhadap saya...


Angin` kembali berembus kencang di sekitar pemakaman. Pepohonan besar yang tumbuh mengelilingi area pemakaman terdengar saling berdesau dan bergemuruh.


DIMAS (CONT'D)
Saya ingin kuburan ini digali... Akan ada seseorang yang datang.

SAHID
Maksudnya, Kang? Minta jenazahnya diambil?

DIMAS
Bukan... Kuburan ini kosong.

SAHID
Tidak mungkin, Kang. Saya sendiri yang menguburkannya empat tahun lalu. Saya masih ingat betul. Kalau tidak salah ini dari keluarga Pak Jerri yang kaya itu. Dia orang kaya di kampung ini. Punya kebun tebu dan tembakau!

DIMAS
Kalau Bapak tidak percaya dengan saya, Bapak dan saya bisa menggalinya sekarang. Tidak ada apa-apa di dalam sini, Pak, selain tanah dan batu.

Sahid masih tak percaya. Ia terus memandang Dimas curiga.

Angin pun kembali berembus kencang. Dan dua orang itu masih sama-sama mematung, saling berhadapan.

SLOW FADE TO BLACK


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar