Cerita Keluarga
Daftar Bagian
1. Malam Permulaan
Permulaan selalu tidak menenangkan.
2. Bekas Luka
Ben mendekatkan wajahnya ke cermin agar bisa melihat luka melengkung di sana dengan jelas, yang panj
3. Keluarga Bahagia
"Kau tidak akan menjadi apa-apa dengan itu! Ben, kau dengar? Ben, kembali ke tempat duduk dan h
4. Hidangan Penyambutan
"Sudah dibuat saja. Kita kedatangan tamu."
5. Ruangan di Bawah Tangga
Sebelum-sebelumnya kakak tidak yakin pernah lihat Bibi atau siapapun masuk ke sana. Bukannya ruangan
6. Kompleksitas Martin
Dari sela-sela badan Ibu Kantin RS, Martin bisa melihat seorang WANITA BERAMBUT SEBAHU dengan wajah
7. Mimpi Buruk
Ibu sedang beristirahat siang di atas tempat tidur. Dalam tidurnya ia bermimpi buruk.
8. Tok, Tok, Tok
Rizka telungkup di atas ranjang, membaca serius buku berbahasa inggris And the Mountains Echoed saat
9. Hadiah untuk Rizka
"Buat kamu."
10. Jangan Khawatir
"Tapi maksud Kakak, jangan khawatir. Intinya itu. Semua baik-baik saja."
11. Orang-orang Berbisik
Martin mendekatkan telinganya di daun pintu. Ia bisa mendengar orang-orang berbisik.
12. Lukisan Rusak
"Kalau Kak Ben marah kan bisa dibilang aja ke Rizka. Enggak perlu dirusak segala lukisannya. Ka
13. Kakek dan Nenek
"Kakek? Nenek?" Kursi-kursi di samping meja berjatuhan. Wina terkejut, ...
14. Selesai Kelas
Di antara orang-orang yang keluar kelas, Ben turut keluar kelas. Di belakangnya menyusul Dimas yang
15. Kejanggalan
"Tadi di ruang depan itu siapa? Kakek sama Tante kamu?"
16. Jatuh Berantakan
Saat berbalik, Ben menemukan kamarnya berantakan.
17. Siapa Kamu?
Seluruh wajahnya bersembunyi di balik penutup kepala yang dikenakannya, "Siapa kamu?"
18. Ssssstt...
Sosok itu mendekat, dan meletakkan jari telunjuknya di bibir.
19. Insiden Tengah Malam
Kamar Rizka berantakan. Hujan lembaran-lembaran kertas. Dari tempatnya di depan pintu, Ben bisa meli
20. Sebuah Rencana
"Rizka, kamu dengarkan Kakak baik-baik, ya. Kakak tahu mungkin kamu masih kurang fit, tapi Kaka
21. Tidak Sadarkan Diri
Rizka bergetar di tempatnya. Keringat muncul di wajahnya. Ia memandangi Ben. Rizka pingsan ke lantai
22. Tidak Ada Tempat Bersembunyi
"Dia akan menemukanmu di mana pun kau berada."
23. Perkenalkan, Dia Abdi
"Wina, perkenalkan. Dia Abdi."
24. Cerita Keluarga
"... Biar Mama ceritakan. Yah bagaimanapun kamu sudah menjadi bagian keluarga ini. Seharusnya t
25. Semoga Cepat Sembuh
"Malam ini kamu istirahat di sini saja dulu. Besok pagi baru pulang dijemput Ben atau Pak Sutri
26. Semua akan Baik-baik Saja
"Aku berjanji padamu semua akan berjalan sesuai rencana, Wina. Tidak ada yang perlu dikhawatirk
27. Melancarkan Aksi
... bagaimanapun mereka masih memerlukan tumbal, pikirnya. Adam mungkin sedang mencari-cari saat ini
28. Menemukan Rizka
"Kamu kenapa di sini sendirian? Ikut Kakak kembali ke rumah sakit, ya. Kamu harus istirahat.&qu
29. Harga yang Harus Dibayar
"Bagaimana? Kedengaran adil, bukan? ..."
30. Ritual
"Duduklah. Agar ritual segera dilaksanakan dan kita semua bisa pergi beristirahat di malam yang
31. Perempuan Bergaun
"Aku mencintaimu."
32. Kematian Menjemput
... berpakaian hitam-hitam seperti para pelayat lainnya. mengelilingi dua buah makam keramik yang be
33. 13 Tahun Kemudian
Adam memperhatikan dirinya di depan cermin. Tangannya meraba pelan luka goresan di leher bagian kana
34. Malaikat Jatuh
Martin merasakan kehadiran sesuatu yang lain di ruangan itu. ... sesuatu yang lain, sesuatu yang leb
35. Tanda Cinta
"... Dijaga, ya, Wina. Anggap tanda terima kasih Mama ke kamu karena sudah menjaga Adam."
15. Kejanggalan

88. INT. LORONG RUMAH SAKIT - MARTIN - SIANG

Martin berjalan dengan tergesa bersama dengan seorang SUSTER di sampingnya.

CUT TO:

89. INT. KAMAR PASIEN - SIANG

Pintu kamar pasien terbuka dengan keras. Martin dan suster datang. Julie yang tadinya berjaga di sana memandangi mereka.

MARTIN

"Apa yang terjadi?"

Martin memeriksa keadaan mata pasien dengan senternya.

JULIE

"Detak jantung pasien tiba-tiba melemah, Dok."

MARTIN

"Suster, siapkan DEFIBRILLATOR."

SUSTER

"Baik, Dok."

Suster meninggalkan ruangan dengan tergesa. Dan selagi menunggu, Martin memompa jantung pasien dengan menekan-nekan dadanya dengan telapak tangan.

MARTIN

"Suster, tekanan darah?"

Julie mendengarkan dan memeriksanya.

JULIE

"Enam puluh delapan, Dok."

Suster yang tadinya mengambilkan defibrillator kembali ke ruangan dengan alatnya.

MARTIN

"Siapkan 200 joule."

Suster mengisi defibrillatornya. Martin mengambil kedua paddle.

SUSTER

"Sudah, Dok."

Martin menempelkan alat itu di dada pasien. Tubuh pasien berguncang. Namun tidak terjadi apa-apa dengan denyut jantungnya di monitor.

MARTIN

"Naikkan 250."

SUSTER

"Terisi."

Alat itu diletakkan di dada pasien kembali, namun hasilnya masih sama.

MARTIN

"300."

SUSTER

"Terisi."

Alat pendeteksi jantung berjalan statis. Hening beberapa saat.

JULIE

"Waktu kematian ..."

Martin mengangkat kepalanya dari pasien, lalu mendapati pasien-dengan-wajah-yang-lebih-pucat berdiri di samping ranjang mereka, memandangi tubuhnya sendiri. Pasien-dengan-wajah-yang-lebih-pucat pergi meninggalkan tubuhnya dengan menembus dinding.

CUT TO BLACK:

90. INT. RUANG TAMU - SIANG

Bibi tergesa membuka pintu depan rumah hingga tidak menyadari sosok perempuan bergaun dan pria paruh baya duduk di kursi rodanya di ruang tamu, yang sesaat kemudian menghilang.

Dari balik pintu, tampak Rizka dan Eka yang baru saja pulang dari kampus.

RIZKA

"Terima kasih, Bi."

Rizka dan Eka masuk ke dalam rumah, meninggalkan Bibi untuk menutup pintu di belakang mereka.

Saat Bibi berbalik, Bibi mendapati Eka sedang mengangguk pada salah kursi kosong di sana (seolah-olah Eka melihat seseorang).

CUT TO:

91. INT. RUANG MENONTON - SIANG

Wina keluar kamar saat Rizka dan Eka sedang ingin menaiki tangga menuju kamar Rizka.

WINA

"Siapa, Bi?"

BIBI

"Non Rizka dan temannya, Mbak."

Wina memandangi arah menuju ke belakang.

BIBI

"Maaf, Mbak. Saya permisi ke belakang. Ada pekerjaan lain yang harus saya kerjakan."

WINA

"Eh, Bi. Album-album foto keluarga di mana ya? Tahu? Saya mau lihat-lihat."

BIBI

"Oh, ada di rak situ, Mbak."

Bibi menunjuk sebuah rak di dekat televisi. Wina mengikuti arah tangan Bibi, kemudian mengangguk.

WINA

Terima kasih ya, Bi.

Bibi balik mengangguk, dan berlalu.

CUT TO:

92. INT. KAMAR RIZKA - SIANG

Eka memandangi kamarnya.

EKA

"Rumah sebesar ini, apa tidak pernah ada masalah, Riz?"

RIZKA

"Setiap keluarga pasti punya ceritalah, Ka."

Eka pergi mengamati buku-buku berbahasa Inggris milik Rizka yang berjajar di rak.

EKA

"Pantas banget lancar di kelas. Selain punya Kakak yang satu jurusan dan satu tingkat di atas, ternyata suka koleksi beginian. Sudah berapa lama koleksi dan baca buku, Riz?"

Rizka memandangi Eka.

RIZKA

"Baru. Beberapa bulan sebelum lulus sekolah. Sastra itu lebih enak dinikmati dari bahasa aslinya sih, karena enggak jarang kita nemuin kata terjemahan yang kurang sepadan dengan makna aslinya."

EKA

"Kenapa enggak pilih sastra Indo? Kalau soal menikmati, kan, Indo pasti tulisannya terasa lebih dekat kan ya ke sehari-hari? Emang enggak ada penulis Indo yang kamu suka?"

Rizka mengangkat bahu.

RIZKA

"Jujur, sejauh ini aku nemuin tulisan-tulisan luar jauh lebih menarik di tema. Mungkin belum nemu aja sih. Atau mungkin aku yang malas cari? Indo kalau enggak seputar cinta segitiga, perselingkuhan. Sekalinya yang berat, berat banget. Suram, dan pakai singung-singgung sejarah."

Eka mengambil sebuah buku berjudul Carrie karya Stephen King.

EKA

"Kamu udah menonton filmnya?"

Eka mengangkat buku Carrie ke arah Rizka.

RIZKA

"Enggak begitu suka menonton. Menurutku film enggak sebaik buku. Di film kita hanya duduk, menerima apa yang diberikan sutradara. Daya khayal kita dibatasi dengan gambar-gambar, tidak seperti buku. Kita bisa mengembangkan sendiri latar, wujud tokoh, dari petunjuk-petunjuk yang diberikan penulis."

EKA

"Selera sih. Aku lebih suka nonton malah. Beda cerita kalau film adaptasi ya. Eh, tapi Carrie bagus sih. Enggak mengecewakan, aku jamin. Film jadul gitu. Pemeran Carrie-nya, Sissy Spacek, top banget. Aku ada filmnya di rumah. Besok aku bawakan."

Eka memasukkan novel Carrie kembali ke rak. Kemudian sambil melihat buku-buku yang lain Eka berkata.

EKA

"Oh iya, Riz. Tadi di ruang depan itu siapa? Kakek sama Tante kamu?"

RIZKA

"Ruang depan? Yang mana?"

EKA

"Yang pakai kursi roda. Masa enggak kelihatan sih? Kita lewat pas di depan mereka."

Eka memandang Rizka. Rizka berpikir di tempat.

Seorang perempuan bergaun tampak mendorong seorang pria paruh baya di atas kursi roda melewati pintu kamar Rizka yang terbuka. Eka melihat mereka.

EKA

"Nah, itu mereka barusan lewat."

Rizka memandangi temannya, lalu menghampiri pintu.

EKA

"Adakan?"

Rizka melongok ke luar kamar.

EKA

"Siapa, Riz?"

CUT TO:

93. INT. LANTAI DUA - SIANG

Rizka melongok ke kiri dan kanan dari pintu kamar. Tidak ada siapa-siapa.

RIZKA

"Oh, ya. Itu ... itu Kakek sama Tante. Mereka baru datang dari Yogya kemarin."

EKA (O.S.)

"Kamu ini Riz, masa bisa lupa."

Rizka menelan ludah, lalu masuk kembali ke kamar, dan menutup pintu.

CUT TO:

94. INT. KAMAR ADAM - SIANG

Di atas tempat tidur, Wina membalikkan halaman-halaman sebuah album foto. Di sana ada gambar Ayah Muda, Ibu Muda, dan Pria Paruh Baya di atas kursi roda. Agak ke belakang, Wina menemukan foto Pria Paruh Baya berdampingan dengan Perempuan Paruh Baya. Tidak hanya sebuah foto, tetapi ada beberapa.

Wina teringat perempuan bergaun yang dilihatnya di ruangan bawah tangga.

INSERT: Perempuan bergaun terbang ke arah Wina dengan suara tangisan.

Wina memandanginya foto Perempuan Paruh Baya. Keduanya, Perempuan Paruh Baya dan Perempuan Bergauan terlihat berbeda. Perempuan Bergaun kelihatan jauh lebih muda.

Wina mengangkat kepalanya, menerawang ke arah dinding kamarnya, mencari-cari kemungkinan siapa gerangan Perempuan Bergaun itu.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar