Arras memang membenci Jakarta dan juga ayahnya, namun ia lebih membenci dirinya sendiri. Bukan ruangan bawah tanah, tapi sebuah lab foto berupa kamar gelap yang ia jadikan bunker untuk melakukan perasingan dan isolasi diri dari lingkungan sosial sebagai bentuk hukuman atas kesalahannya di masa lalu.
Arras tak punya hasrat untuk melakukan hal lain atau mencapai apapun selain menjadi seorang bohemian dan memotret dengan kamera analog tua di sudut-sepi kota Kembang, dari Jalan Braga hingga Asia-Afrika. Hal itu yang akhirnya mengantarkannya bertemu dengan beberapa orang yang akan membuat hidupnya perlahan berubah.
Salah satunya ialah ketika ia harus mengalami beberapa perselisihan dengan seorang mahasiswa panitia pameran fotografi bernama Reya.